Berdasarkan hasil perhitungan data, pretest siswa kelas eksperimen memperoleh skor rata-rata
dan standar deviasi tertinggi dibandingkan skor rata-rata dan standar deviasi pada kelas kontrol.
Berdasarkan hasil pretest, dilakukan juga klasifikasi siswa berdasarkan kategori tingkat berpikir kritis.
Adapun data kategori tingkat berpikir dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan 4.3.
Tabel 4.2 Persentase Tingkat Berpikir Kritis Siswa Berdasarkan Skor Pretest Kelas Eksperimen
Penggolongan Tingkat Berpikir Jumlah Siswa Persentase (%)
Kritis
Sangat Rendah 20 86,95
Rendah 3 13,04
Sedang 0 0
Tinggi 0 0
Sangat Tinggi 0 0
Tabel 4.3 Persentase Tingkat Berpikir Kritis Siswa Berdasarkan Skor Pretest Kelas Kontrol
Penggolongan Tingkat
Jumlah Siswa Persentase (%)
Berpikir Kreatif
Sangat Rendah 18 90
Rendah 2 10
Sedang 0 0
Tinggi 0 0
Sangat Tinggi 0 0
Berdasarkan Tabel 4.2 dan 4.3 dapat dilihat presentase tingkat berpikir kritis siswa pada hasil
pretest kelas eksperimen dan kontrol termasuk dalam kategori sangat rendah dan rendah, sedangkan
untuk kategori sedang, tinggi dan sangat tinggi tidak ada. Hal ini disebabkan dari cara menjawab yang
tidak sistematis yang menandakan siswa belum menggunakan kemampuan berpikirnya dengan baik
karena belum diajarkan materi ikatan kimia.
Setelah dilakukan penerapan model pembelajaran pada masing-masing siswa kelas X MIA
MAN 1 Muna, selanjutnya dilakukan posttest. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
kemampuan siswa setelah diterapkannya model pembelajaran discovery learning berbasis multi
representasi pada kelas eksperimen dan pembelajaran Langsung pada kelas kontrol, dari kedua kelas
tersebut. Adapun data skor posttest dari siswa dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Data Skor Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Parameter Statistik Skor Kelas Eksperimen Skor Kelas Kontrol
Rata-Rata 76,17 68,4
Nilai Maksimun 95 85
Nilai Minimun 45 46
Standar Deviasi 11,904 10,52
Modus 70 63
Median 79 68,5
Berdasarkan hasil perhitungan data posstest siswa kelas eksperimen memperoleh skor rata-
rata dan standar deviasi tertinggi dibandingkan skor rata-rata dan standar deviasi pada kelas kontrol.
Berdasarkan hasil posttest siswa, dilakukan juga klasifikasi siswa berdasarkan kategori
tingkat berpikir kreatif siswa. Adapun data kategori tingkat berpikir dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan
4.6.
Tabel 4.5 Persentase Tingkat Berpikir Kritis Siswa Berdasarkan Skor Posttest Kelas Eksperimen
Penggolongan Tingkat
Jumlah Siswa Persentase (%)
Berpikir Kritis
Sangat Rendah 0 0
Rendah 0 0
Sedang 3 13,043
Tinggi 10 43,48
Sangat Tinggi 10 43,48
Tabel 4.6 Persentase Tingkat Berpikir Kritis Siswa Berdasarkan Skor Posttest Kelas Kontrol
Penggolongan Tingkat Berpikir
Jumlah Siswa Persentase (%)
Kritis
Sangat Rendah 0 0
Rendah 0 0
Sedang 3 15
Tinggi 14 70
Sangat Tinggi 3 15
Berdasarkan Tabel 4.5 dan 4.6 persentase tingkat berpikir kritis pada hasil postest
kelas eksperimen dan control termasuk dalam kategori sedang, tinggi dan sangat tinggi,
sedangkan untuk kategori sangat rendah dan rendah tidak ada. Hal ini disebabkan dari cara
menjawab yang sistematis yang menandakan siswa menggunakan kemampuan berpikirnya
dengan baik karena telah diajarkan materi ikatan kimia.
B. Profil Penguasaan Konsep
Berdasarkan hasil pretest dan posttest maka dapat ditentukan indeks N-gain. Indeks N-gain
dapat menentukan sejauh mana peningkatan penguasaan konsep siswa terhadap model pembelajaran
yang dilakukan didalam kelas yang dapat dilihat peningkatan terhadap masing-masing kelompok
label konsep (KLK) setiap soal pada kelas eksperimen dan kontrol, maka dapat digambarkan profil
peningkatan penguasaan konsepnya. Adapun gambaran peningkatan penguasaan konsep antar kelas
dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Peningkatan Penguasaan Konsep Antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
1.2
1 0.96
0.8 0.83 0.84
0.8 0.76 0.73
0.67 0.67 0.65 0.64 0.68
0.56 0.590.58
0.6 0.52
0.41 0.45
0.4 0.3
0.26
0.2
0.02
0
KLK1 KLK2 KLK3 KLK4 KLK5 KLK6 KLK7 KLK8 KLK9 KLK10
Berdasarkan Gambar 4.1 dapat dilihat profil perbandingan peningkatan penguasaan konsep
siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk masing-masing label konsep pada setiap soal.
Berdasarkan skor yang didapatkan dari masing-masing soal maka dapat disimpulkan bahwa skor rata-
rata tertinggi pada kelas eksperiemen yaitu sebesar 0,96 pada KLK6 (Senyawa Ion) dan kelas kontrol
sebesar 0,8 pada KLK1 (Struktur Lewis), sedangkan skor rata-rata terendah pada kelas eksperimen
yaitu sebesar 0,3 pada KLK8 (Kovalen Polar dan Non Polar) dan kelas kontrol sebesar 0,02 pada
KLK10 (Ikatan Logam).
Berdasarkan data di atas peningkatan penguasaan konsep siswa pada kelas eksperimen lebih
tinggi pada KLK2, KLK3, KLK4, KLK6, KLK7, KLK9 dan KLK10 dibandingkan dengan kelas
kontrol. Hal ini didukung dari cara menjawab siswa saat mengerjakan soal, dimana jawaban siswa
pada kelas eksperimen lebih sistematis dibandingkan jawaban siswa pada kelas kontrol. Hal ini juga
terlihat dari nilai rata-rata pretest dan posttest pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas
kontrol yang dapat dilihat pada Lampiran 16.
Namun pada KLK1, KLK5, dan KLK8 penguasaan kelompok siswa pada kelas kontrol lebih
tinggi dibandingkan dengan kelas eksperimen. Hal ini didukung dari cara menjawab siswa saat
mengerjakan soal, dimana jawaban siswa pada kelas kontrol lebih sistematis dibandingkan jawaban
siswa pada kelas eksperimen. Hal ini juga terlihat dari nilai rata-rata pretest dan posttest pada kelas
kontrol lebih tinggi dibandingkan kelas eksperimen.
Berdasarkan hasil perhitungan N-gain yang terdapat pada Tabel 4.10, dapat dilihat bahwa
skor rata-rata N-gain pada kelas eksperimen sebesar 0,72 dan masuk pada kategori tinggi. Dimana
berdasarkan perhitungan pada Lampiran 16, dari jumlah total siswa pada kelas eksperimen sebanyak
23 siswa, terdapat 14 siswa atau 60,87% masuk dalam kategori tinggi. Sedangkan 9 siswa atau
39,13% masuk dalam kategori sedang. Adapun rata-rata N-gain pada kelas kontrol sebesar 0,64 dan
masuk pada kategori sedang, dimana dari jumlah total siswa pada kelas kontrol sebanyak 20 siswa,
terdapat 8 siswa atau 40% masuk dalam kategori tinggi. Sedangkan 12 siswa atau 60% masuk dalam
kategori sedang.
Hasil perhitungan menunjukan bahwa pada kelas eksperimen termasuk pada kelompok siswa
dengan karakteristik berpikir tinggi. Berpikir tingkat tinggi adalah mereka yang selalu menggunakan
kekuatan analisa dalam mengambil keputusan, mereka yang cenderung brorientasi pada tugas dan
objektifitas (Ramalisa, 2013). Serta melewati tahapan memhami masalah dan memperoleh informasi
yang relefan tentang masalah, menyusun rencana permasalahan, melaksanakan rencana permasalahan
dan mengecek kembali hasil pemecahan masalah (Kowiyah, 2010).
Dari hasil skor pretest, posttest dan indeks N-gain yang didapatkan maka dapat ditentukan
rata-rata N-gain peningkatan pada setiap indikator keterampilan berpikir kritis siswa baik dalam kelas
eksperimen maupun kelas kontrol. Adapun rata-rata N-gain tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.8 dan
4.9.
Penerapan model discovery learning berbasis multi representasi ini umumnya merupakan
model pembelajaran yang baru diterapkan bagi siswa di MAN 1 Muna, namun banyak siswa yang
merasa senang dengan model pembelajaran ini ditandai dengan partisipasi dan hasil belajar yang lebih
baik. Peningkatan rata-rata hasil belajar dan keterampilan berpikir dapat dijelaskan bahwa model
pembelajaran yang digunakan merupakan alat yang dapat membantu guru untuk memudahkan siswa
memahami materi pembelajaran dan menyelesaikan soal yang diberikan.
Tabel 4.8 Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa pada setiap Indikator KBK Kelas
Eksperimen
Tabel 4.9 Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa pada setiap Indikator KBK Kelas Kontrol
Melakukan dan
1 mempertimbangkan 1 dan 2 4,45 13,2 0,76 Tinggi
induksi (aspek Inferring)
4 Memutuskan suatu
tindakan (aspek Strategies 5 dan 9 2,2 15,95 0,73 Tinggi
and Tactics)
5 Mendefenisiskan istilah
dan mempertimbangkan 7 dan 8 2,65 15,25 0,52 Sedang
nilai keputusan (aspek
Advanced Clarification)
Model pembelajaran discovery learning brbasis multi representasi ini juga cocok digunakan
pada pokok bahasan Ikatan Kimia karena pada materi ini siswa memahami materi yang bersifat
abstrak yang membuat siswa paham bukan hanya secara teori saja tetapi langsung dilihat secara nyata
melalui gambar/video untuk memperoleh pengetahuan yang formal melalui proses diskusi sehingga
dapat menumbuhkan keterampilan berpikir kritis siswa.
D. Keefektifan model discovery learning berbasis multi representasi dan Pembelajaran Langsung
pada Pokok Bahasan Ikatan Kimia Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Siswa di Kelas X-
MIA MAN 1 Muna
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berasal dari subjek
penelitian yang berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas secara singkat dapat dilihat pada
Lampiran 17.
Berdasarkan perhitungan pengujian normalitas pada data pretest, posttest dan N-Gain
didapatkan hasil bahwa semua data terdistribusi normal. Hal ini berarti siswa yang berkemampuan
tinggi, sedang dan rendah tersebar secara proporsional.
Setelah data pretest dan posttest dinyatakan berdistribusi normal, maka dilakukan pengujian
homogenitas. Tujuan dilakukan uji homogenitas ini adalah untuk mengetahui apakah data penelitian
yang diambil memiliki varians yang homogen atau tidak. Uji homogenitas ini juga menentukan
persyaratan uji beda yang digunakan.
Cara melakukan uji homogenitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumus
yang ada pada uji Fisher. Pada uji Fisher diambil taraf signifikansinya 0,05. Dalam uji Fisher
memiliki kriteria pengujiannya, diantaranya jika F hitung < F tabel maka data yang diambil (pre-test
dan post-test) mempunyai varians yang sama atau homogen, begitupun sebaliknya. Adapun hasil
pengujian homogenitas dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 18.
Berdasarkan data pada Lampiran 18, hasil pengujian homogenitas data didapatkan bahwa
sampel kelas eksperimen dan kontrol memiliki nilai pretest dan
Setelah dilakukan uji prasyarat analisis data, diketahui bahwa data dari sampel penelitian
berdistribusi normal dan homogen. Oleh karena itu, pengujian data dilakukan pada analisis berikutnya
yaitu uji hipotesis. Pada penelitian ini uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji “t” dengan
kriteria pengujian yaitu: p value < alfa 5% maka H0 diterima, H1 ditolak. Begitu sebaliknya.
Dalam penelitian ini diuji hipotesis penguasaan konsep siswa berdasarkan skor posttest antara
kelas kontrol dan kelas eksperimen. Berdasarkan data skor posttest dari kedua kelas, maka dilakukan
uji t. Hasil perhitungan uji t ini dilakukan dengan menggunakan alat bantu aplikasi SPSS. 21 terhadap
perbedaan penguasaan konsep antara kelas kontrol dan kelas ekperimen.
Sesuai dengan kriteria pengujian hipotesis dimana apabila t hitung > ttabel atau p value < alfa 5%
maka H0 ditolak dan begitu sebaliknya, maka berdasarkan tabel diatas, data dari sampel yang diambil
dengan taraf signifikan 5% dapat dilihat bahwa t h = 2,797 > 1,26 atau p value = 0,008 < 0,05 sehingga
dapat dikatakan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
penerapan model discovery learning berbasis multi representasi pada kelas eksperimen, terdapat
perbedaan penguasaan konsep yang signifikan dari kelas kontrol yang diajar dengan model
pembelajaran langsung.
Sesuai dengan kriteria pengujian hipotesis dimana apabila t hitung > ttabel atau p value < alfa 5%
maka H0 ditolak dan begitu sebaliknya, maka berdasarkan tabel diatas, data dari sampel yang diambil
dengan taraf signifikan 5% dapat dilihat bahwa t h = 1,890 > 1,15 atau p value = 0,0069 < 0,05
sehingga dapat dikatakan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa penerapan model discovery learning berbasis multi representasi pada kelas eksperimen,
terdapat perbedaan peningkatan keterampilan berpikir kritis yang signifikan dari kelas kontrol yang
diajar dengan model pembelajaran langsung.
Perbandingan keefektifan peningkatan keterampilan berpikir kritis antara kedua kelas
berbeda, dikarenakan perbedaan karakteristik berpikir dari masing-masing kelas. Berpikir kritis
adalah mereka yang selalu menggunakan kekuatan analisa dalam mengambil keputusan, mereka yang
cenderung berorientasi pada tugas dan objektifitas (Ramalisa, 2013). Sehingga tidak akan
mengherankan jika terdapat perbedaan peningkatan keterampilan berpikir kritis tiap masing-masing
kelas. Hasil ini menunjukan bahwa siswa pada kelas eksperimen memiliki karakteristik keterampilan
berpikir kritis. Seseorang dikatakan dapat mampu berpikir kritis apabila orang tersebut
mengidentifikasi masalah yang dihadapi dan menyususn konsep, artinya kegiatan berpikir untuk
memperoleh atau menangkap pengertian dari materi yang diajarkan pada saat pembelajaran berbasis
multi representasi.
Dalam penelitian ini diuji hipotesis berdasarkan tingkat kemampuan siswa. Tingkat
kemampuan siswa dibagi menjadi 3 kategori yaitu siswa yang berkemampuan tinggi, sedang
dan rendah. Penempatan tipa siswa pada setiap kategori tersebut didasarkan pada rerata skor
hasil ulangan pada matari kimia sebelumnya. Untuk menentukan kategori kelompok
kemampuan siswa maka dilakukan perhitungan kurva, probabilitas, rata-rata dan standar
deviasi dari 23 siswa yang dapat dilihat pada Lampiran 21, maka dapat dilihat pembagian
kelompok kemampuan siswa kelas eksperimen pada Tabel 4.12
Tabel 4.12 Pengelompokan Kemampuan Siswa.
Proporsi Jumlah
Pengelompokan Urutan Siswa % Siswa
Kelompok
Kemampuan tinggi skor rata-rata > 78,20 4 17,3913
Kelompok
Kemampuan 71,09 < skor rata-rata <
sedang 78,20 11 47,8261
Kelompok
Kemampuan
rendah skor rata-rata < 71,09 8 34,7826
Berdarkan Tabel 4.17 dapat dilihat tiga kategori kelompok kemampuan, dimana jumlah
masing-masing pada ketiga kategori yaitu kategori kelompok kemampuan tinggi berjumlah 4 siswa,
kelompok kemampuan sedang berjumlah 11 siswa, sedangkan kelompok kemampuan rendah
berjumlah 8 siswa.
Sesuai dengan dengan kriteria pengujian hipotesis dimana apabila t hitung > ttabel atau p value <
alfa 5% maka Ho ditolak dan begitu sebaliknya maka berdasarkan tabel diatas, data dari sampel yang
diambil dengan taraf signifikan 5% dapat dilihat bahwa t h = 12,296 > 3,18 atau p value = 0,001 < 0,05
sehingga dapat dikatakan Ho ditolak dan H 1 diterima. Dengan demikian pada sekelompok siswa yang
berkemampuan tinggi dapat disimpulkan bahwa setelah penerapan model pembelajaran discovery
learning berbasis multi representasi terdapat perbedaan peningkatan keterampilan berpikir kritis yang
signifikan antara Pre-test dan Post-test.
Sesuai dengan kriteria pengujian hipotesis dimana apabila t hitung > ttabel atau p value < alfa 5%
maka Ho ditolak dan begitu sebaliknya maka berdasarkan tabel diatas, data dari sampel yang diambil
dengan taraf signifikan 5% dapat dilihat bahwa t h = 12,125 > 2,101 atau p value = 0,000 < 0,05
sehingga dapat dikatakan Ho ditolak dan H 1 diterima. Dengan demikian pada sekelompok siswa yang
berkemampuan sedang dapat disimpulkan bahwa setelah penerapan model pembelajaran Discovery
learning berbasis multi representasi terdapat perbedaan peningkatan keterampilan berpikir kritis yang
signifikan antara Pre-test dan Post-test.
Sesuai dengan kriteria pengujian hipotesis dimana apabila t hitung > ttabel atau p value < alfa 5%
maka Ho ditolak dan begitu sebaliknya maka berdasarkan tabel diatas, data dari sampel yang diambil
dengan taraf signifikan 5% dapat dilihat bahwa t h = 25,82 > 2,77 atau p value = 0,00 < 0,05 sehingga
dapat dikatakan Ho ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian pada sekelompok siswa yang
berkemampuan rendah dapat disimpulkan bahwa setelah penerapan model pembelajaran Discovery
learning terdapat perbedaan peningkatan keterampilan berpikir kritis yang signifikan antara Pre-test
dan Post-test.
Berdasarkan Tabel 4.10, 4.11, 4.12 dapat dinyatakan bahwa siswa yang berkemampuan
tinggi, sedang dan rendah setelah dilakukan penerapan model pembelajaran Discovery learning
berbasis multi representasi terdapat perbedaan peningkatan keterampilan berpikir kritis yang
signifikan antara Pre-test dan Post-test.
E. Hasil Uji Parametrik Perbedaan Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis Berdasarkan Indeks
N-gain Antar Kelompok Kemampuan Siswa Kelas Eksperimen
Dalam penelitian ini dilakukan pula perbandingan peningkatan keterampilan berpikir kritis
antar kelompok kemampuan siswa. Adapun hasil perhitungan secara rinci tentang perbandingan
peningkatan keterampilan berpikir kritis dapat dilihat pada Lampiran 20. Secara singkat dapat dilihat
pada Tabel 4.16
Tabel 4.16 Perbandingan parametrik statistik Antar Kelompok Kemampuan Siswa
Klpk siswa Klpk siswa Klpk siswa
Statistik
kemampuan tinggi kemampuan sedang kemampuan rendah
N 4 11 8
X́ 0,77 0,65 0,79
S2 0,135 0,115 0,126
Parameter statistik pada Tabel 4.16 digunakan untuk menghitung t’ hitung dan akan
dibandingkan dengan perolehan t’tabel untuk mengambil keputusan sebagaimana terlampir pada
lampiran 23. Hasil uji beda antar kelompok kemampuan siswa dapat dilihat pada Tabel 4.17
Tabel 4.17 Hasil Uji Beda antar Kelompok Kemampuan Siswa
Parameter uji Klpk Tinggi dan Klpk Tinggi dan Klpk Sedang dan
beda Sedang Rendah Rendah
t’hitung 1,185 0,735 0,579
t’tabel 1,194 1,766 1,694
Keputusan H0 diterima H0 diterima H0 diterima
Dalam menguji hipotesis antar kelompok kemampuan siswa dilakukan dengan uji “t” yang
berbeda dengan kriteria pengujiannya yaitu t’ hitung > t’tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.
Berdasarkan hasil perhitungan sebagaimana digambarkan secara singkat pada Tabel 4.17 dapat dilihat
bahwa perbandingan antar kelompok kemampuan siswa berdasarkan kaidah keputusan tidak terdapat
perbedaaan peningkatan keterampilan berpikir kritis yang signifikan antara kelompok kemampuan
tinggi dan sedang, tinggi dan rendah maupun kelompok kemampuan sedang dan rendah. Hal ini
terjadi karena peningkatan keterampilan berpikir kritis kelompok siswa berkemampuan tinggi, sedang
maupun rendah mengalami kesignifikan yang hampir sama dimana setiap siswa mendapakan
peningkatan yang signifikan antara hasil pretest dan posttest. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa penerapan model pembelajaran discovery learning berbasis multi representasi efektif
meningkatkaan keterampilan berpikir kritis siswa kelompok kemampuan tinggi, kemampuan sedang,
dan kemampuan rendah pada pokok bahasan Ikatan Kimia.
Untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap penerapan model pembelajalaran Disscovery
Learning berbasis multi representasi pada pokok bahasan ikatan kimia dilakukan dengan
menggunakan lembar observasi aktivitas siswa dan lembar angket yang berisi butir-butir pernyataan
tentang pembelajaran yang dilaksanakan. Data lengkap tentang aktivitas siswa setiap pertemuan yang
diperoleh dari lembar observasi dapat dilihat pada Lampiran 24. secara singkat aktivitas siswa setiap
pertemuan dapat dilihat pada Tabel 4.18.
Tabel 4.18 Rekapitulasi Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Discovery
Learning Berbasis Multi Representasi
No. Pertemuan Rata- rata Persentase(%) Kriteria
1. Pertemuan pertama 1,58 78,57 Baik
2. Pertemuan kedua 1,75 85,71 Baik
3. Pertemuan ketiga 1,79 90,48 Baik
4. Pertemuan keempat 1,91 95,24 Baik
Kriteria: 0% - 24,5%: Sangat kurang; 25% - 49,5% : Kurang; 50% - 74,5% : Sedang ; 75% - 100% :
Baik.
Berdasarkan Tabel 4.18 dapat dilihat bahwa penilaian aktivitas tertinggi siswa antara empat
pertemuan terdapat pada pertemuan keempat yang memiliki rata-rata 1,89 dengan persentase sebesar
94,44%. Hal ini disebabkan karena siswa turut berperan aktif dalam proses pembelajaran dan
mengikuti dengan senang hati. Sedangkan pada pertemuan sebelumnya, yakni pertemuan satu siswa
masih belum menyesuaikan diri dengan model pembelajaran baru yang didapatkan yakni model
pembelajaran discovery learning berbasis multi representasi karena selama diadakan proses belajar
mengajar, guru hanya menggunakan model pembelajaran langsung. Namun bila dilihat hasil rata- rata
dari aktivitas siswa, pada pertemuan pertama memiliki rata- rata 1,58. Dan masuk pada kategori baik.
Hal ini disebabkan karena siswa belum menyesuaikan dengan model pembelajaran yang diterapkan.
Selain itu, dalam kegiatan diskusi pada pembelajaran berisi aktivitas siswa menganalisis
pertanyaan dari suatu kelompok tertentu. Pertanyaan suatu kelompok akan diberikan kepada
kelompok yang tampil untuk dijawab. Diskusi berjalan dengan tidak menjenuhkan karena siswa
diajak untuk mengkritisi pertanyaan tersebut. Jika pertanyaan tersebut mempunyai tingkat pertanyaan
yang sulit, maka pertanyaan itu dilemparkan kepada kelompok lain untuk menjawabnya.
Sedangkan bila ditinjau berdasarkan rata-rata aktivitas siswa pada semua pertemuan maka
diperoleh rata-rata aktivitas pada semua pertemuan adalah 1,76 dengan persentase sebesar 87,5% dan
masuk pada kategori baik. Hal ini berarti bahwa siswa memberikan tanggapan yang positif terhadap
penerapan model pembelajaran discovery learning berbasis multi representasi.
Untuk data lengkap tanggapan siswa tentang model pembelajaran discovery learning berbasis
multi representasi yang diperoleh melalui angket dapat dilihat pada Lampiran 28. Secara singkat hasil
analisis angket tanggapan siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
discovery learning berbasis multi representasi dapat dilihat pada Tabel 4.19.
Tabel 4.19 Rekapitulasi tanggapan siswa terhadap model pembelajaran Discovery Learning berbasis
multi representasi
Rata-
No. Aspek Indikator Presentase Kriteria
rata
1. Sikap siswa Menunjukkan minat 3,58 89,40 Baik
terhadap terhadap pelajaran sekali
pelajaran kimia kimia
2. Sikap siswa a) Menunjukkan 3,50 87,60 Baik
terhadap ketertarikan terhadap sekali
pembelajaran model pembelajaran
pembelajaran Discovery Learning
dengan model berbasis multi
pembelajaran representasi
b) Menunjukkan 3,65 87,39 Baik
Discovery
persetujuan terhadap sekali
Learning
aktivitas siswa dalam
berbasis multi
pembelajaran dengan
representasi
menggunakan model
pembelajaran
Discovery Learning
berbasis multi
representasi
c) Menunjukkan 3,5 87,04 Baik
karakter siswa dalam Sekali
mengikuti
pembelajaran dengan
menggunakan model
pembelajaran
Discovery Learning
berbasis multi
representasi
3. Pendapat siswa Menunjukkan 3,46 86,66 Baik
mengenai persetujuan adanya Sekali
pembelajaran perbedaan antara
dengan model pembelajaran
menggunakan Discovery Learning
model berbasis multi
pembelajaran representasi dengan
Problem model pembelajaran
Solving yan biasa dilakukan
Kriteria : 0 % - 20 % : Kurang sekali; 21% - 40 % : Kurang; 41% – 60 % : Cukup; 61 % - 80 % :
Baik; 81 % - 100 % : Baik Sekali
Berdasarkan tanggapan siswa yang diperoleh melalui angket dapat disimpulkan bahwa siswa
memberikan tanggapan positif terhadap penerapan model pembelajaran Discovery Learning berbasis
multi representasi seperti terlihat pada Tabel 4.19, diketahui bahwa persentase tanggapan siswa
terhadap penerapan model pembelajaran Discovery Learning berbasis multi representasi pada materi
pokok ikatan kimia dapat dikatakan masuk pada kategori baik sekali.
Berdasarkan uraian-uraian yang telah diberikan terlihat bahwa siswa memberikan tanggapan
positif terhadap penerapan model pembelajaran Discovery Learning berbasis multi representasi dalam
pembelajaran kimia khususnya pada materi ikatan kimia dilihat dari skor rata-rata tanggapan guru
yang diperoleh melalui angket yang terkategori baik sekali, skor rata-rata aktivitas siswa tiap
pertemuan dan skor rata-rata tanggapan siswa yang diperoleh melalui angket yang terkategori baik
sekali.