Anda di halaman 1dari 3

Nama : Meutia Aurelia Syahrani

NPM : H1A020069
5. Jelaskan mengenai mekanisme hipersensitivitas tipe III?
Sumber : Zubir Z, Fiblia. Reaksi Hipersensitivitas Tipe III. Repository USU. Divisi Pulmonologi
dan Alergi Imunologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Sumatera Utara.
Jawab :
• Reaksi hipersensitivitas merupakan peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap
antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya.
• Reaksi hipersensitivitas juga dikenal sebagai reaksi berlebihan, tidak diinginkan
(menimbulkan ketidaknyamanan dan dapat berakibat fatal) dari sistem kekebalan tubuh.
• Reaksi hipersensitivitas tipe III yaitu reaksi kompleks imun. Berdasarkan kecepatan
reaksinya, tipe III ini termasuk golongan reaksi dengan tipe intermediet
• Reaksi hipersensitivitas tipe III muncul ketika terdapat antibodi dalam jumlah kecil dan
antigen dalam jumlah besar, yang membentuk kompleks imun yang kecil dan sulit
diekskresikan dari sistem sirkulasi.
• Kompleks imun ini memiliki sifat sebagai antigen terlarut yang tidak berikatan dengan
permukaan sel. Ketika antigen ini berikatan dengan antibodi, maka terbentuk kompleks
imun dengan berbagai ukuran.
• Kompleks imun yang berukuran besar dapat dimusnahkan oleh makrofag, namun
kompleks imun yang berukuran kecil, sulit untuk dimusnahkan oleh makrofag sehingga
dapat lebih lama bertahan dalam sirkulasi. Kompleks imun ini menjadi berbahaya ketika
mengendap di jaringan.
• Beberapa jaringan tersebut diantaranya: pembuluh darah, persendian dan glomerulus.
Endapan ini akan menimbulkan gejala. Kompleks imun berukuran medium lebih bersifat
patogen.
• Infeksi dapat disertai antigen yang berebihan tanpa disertai respon antibodi yang efektif.
Oleh karena makrofag belum dapat memusnahkan kompleks imun, sehingga
perangsangan terhadap makrofag ini terjadi secara terus menerus dan berakibat terhadap
rusaknya jaringan
• Bentuk reaksi hipersensitivitas tipe 3
1. Reaksi Lokal atau Arthus, Reaksi yang timbul berupa kerusakan jaringan lokal dan
vaskuler akibat akumulasi cairan (edem) dan eritem sampai nekrosis. Adanya C3a
dan C5a (anafilatoksin) yang terbentuk pada aktivasi komplemen, meningkatkan
permiabilitas pembuluh darah yang dapat menimbulkan edema. Sasaran anafilatoksin
adalah pembuluh darah kecil, sel mast, otot polos dan leukosit. perifer yang
menimbulkan kontraksi otot polos, degranulasi sel mast, peningkatan permiabilitas
vaskular dan respon tripel terhadap kulit. Neutrofil yang diaktifkan memakan
kompleks imun dan bersama dengan trombosit yang digumpalkan melepaskan
berbagai bahan seperti protease, kolagenase dan bahan vasoaktif. Akhirnya terjadi
perdarahan yang disertai nekrosis jaringan setempat
2. Reaksi sistemik atau Serum sickness merupakan sindrom yang terdiri dari : demam,
erupsi kulit (urtikaria), nyeri sendi dan limpadenopati pada regio yang diinjeksi.
Pemberian obat-obatan seperti penisilin,
 Penyakit pada Hipersensitivitas tipe 3
1. Aspergilosis bronkopneumonia alergik, peradangan saluran nafas
2. Sistemik Lupus Eritematosus (SLE), penyakit autoimun sistemik
3. Artritis Reumatoid, inflamasi jaringan ikat sendi
4. Vaskulitis, penyakit kompleks imun

8. Jelaskan manifestasi klinis dari SLE?


Sumber : Pertiwi, D. 2010. Pemeriksaan Autoantibodi Pada Lupus Eritematosus Sistemik.
Majalah ilmiah sultan agung. Vol.XLVI:120.
Jawab:
• Ruam malar : eritema.
• Ruam diskoid : bercak eritema.
• Fotosensitifitas : ruam kulit.
• Ulkus mulut
• Artritis non-erosif : nyeri sendi.
• Gangguan renal
• Gangguan neurologik : kejang namun tanpa disebabkan obat-obatan.
• Gangguan hematologik : anemia, lekopenia, limfopenia, dll.
• Gangguan imunologik : Anti ds-DNA

12. bagaimana mekanisme dari tes ana?


Sumber : Pertiwi, D. 2010. Pemeriksaan Autoantibodi Pada Lupus Eritematosus Sistemik.
Majalah ilmiah sultan agung. Vol.XLVI:120.
Jawab :
• Anti-nuklir antibodi (juga dikenal sebagai anti-nuclear factor atau ANF) adalah
autoantibodi yang mempunyai kemampuan mengikat pada struktur-struktur tertentu
didalam inti (nukleus) dari sel-sel lekosit.
• Banyak pasien ANA tidak menderita SLE, tetapi hampir semua pasien SLE positif ANA.
• Salah satu metode yang dipakai adalah imunofluorensensi tak langsung yang dinamakan
Fluorescent Antinuclear Antibodi Test atau FANA. Prosedur ini dapat mengidentifikasi
autoantibodi terhadap DNA, histon, atau antigen nuklear yang dapat larut. Selain dengan
FANA, uji ANA juga dapat dilakukan dengan menggunakan metode ELISA (Enzyme
Linked Immunosorbent Assay) yang dianggap sensitif dengan biaya yang lebih rendah.
• Pemeriksaan ANA dengan teknik imunofloresen hanya merupakan satu dari >100 antigen
yg ada dalam nukleus.
• Sel yang positif menunjukkan fluoresensi hijau terang dengan pola pewarnaan yang
berbeda. Sampel awalnya diuji pada pengenceran 1:160. Sampel yang positif kemudian
diencerkan dan pola fluoresensi dan titer dilaporkan.
• Titer adalah pengenceran tertinggi dari serum yang masih menunjukkan pewarnaan
imunofluoresensi inti.
• Titer rendah ANA tanpa gejala tidak jarang merupakan pertanda adanya penyakit
dikemudian hari. Namun, perlu diperhatikam bahwa anata titer ANA dan SLE tidak ada
hubungan.
• Sampel untuk pengujian ANA adalah serum. Kumpulkan 3-5 ml darah vena dalam
tabung bertutup merah. Lakukan pemusingan dan pisahkan serumnya. Hindari terjadinya
hemolisis.
• Dengan metore imunofloresesn terdapat pola atau gambaran ANA yang berbeda yang
diproduksi oleh serum pasien SLE. Satu serum penderita dapat menunjukkan pola
multipel tergantung pengenceran.
• Pola ANA
1. pola speckled, adanya antibodi terhadap bahan nukleus atau komponen-komponen inti
selain DNA (extractable nuclear antigen = ENA), seperti antigen Sm, dan antibodi
terhadap n-RNP (Ribonukleoprotein=U1 RNP). Adanya antibodi Sm merupakan pertanda
khas untuk penderita SLE.
2. Pola Homogen (Diffuse atau solid), adanya antibodi terhadap nukleoprotein atau histon.
Dan terdapat pada penderita dengan SLE atau lupus yang diinduksi obat (Drug Induce
lupus erythematosus)
3. Pola periferal (shaggy), gambaran ini terlihat pada penderita yang memiliki anti ds-DNA,
khas pada SLE yang aktif
4. Pola nucleoler, merupakan antibodi terhadap antigen prejursor ribosomal dari
Ribonukleoprotein seperti polimerase RNA, jarang didapatkan pada SLE.

Anda mungkin juga menyukai