Anda di halaman 1dari 68

MODUL ASUHAN KEPERAWATAN

ANESTESI KASUS PENYULIT


PANDUAN PRAKTIKUM
ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI PENYULIT

Semester GENAP TA 2020/2021

PENYUSUN
CAHAYA NUGRAHENI

NAMA :……………..………………….……..
NIM :……………..…………………..……..

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI


PROGRAM SARJANA TERAPAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘ASIYIYAH YOGYAKARTA
2019/2020
HALAMAN PENGESAHAN
PANDUAN PRAKTIKUM ASUHAN KEPERAWATAN
ANESTESI KASUS PENYULIT

SEMESTER GENAP 2021/2022

Buku Panduan Praktikum Asuhan Keperawatan Anestesi Kasus Penyulit


ini digunakan Sebagai Panduan Dalam Pelaksanaan Praktikum Asuhan
Keperawatan Anestesi Kasus penyulit pada Semester IV TA 2021/2022
Program Studi Sarjana Terapan Keperawatan Anestesiologi

Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

Yogyakarta, Februari 2021

Disetujui oleh, Disusun oleh Tim Penyusun


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji sukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan karunia- Nya, tidak lupa sholawat dan salam semoga tetap tercurah kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-
sahabatnya. Amin.
Dengan selesainya penyusunan buku Panduan Praktikum Asuhan
Keperawatan Anestesi Kasus Penyulit maka kegiatan belajar mengajar (KBM)
Asuhan Keperawatan Anestesi Kasus Penyulit siap diaksanakan. Asuhan
Keperawatan Anestesi Kasus Penyulit ini merupakan mata kuliah wajib ketika
menempuh pendidikan Sarjana Terapan Keperawatan Anestesiologi di
Semester IV. Mata kuliah ini mempelajari tentang konsep Asuhan
Keperawatan Anestesi dengan Kasus Penyulit dan dapat menjadi dasar dalam
pelaksanaan tugas sebagai penata anestesi, sehingga mahasiswa diharapkan
dapat menajadi penata anestesi yang profesional. Aamiin.
Buku Panduan Praktikum ini berfungsi sebagai panduan bagi dosen dan
mahasiswa dalam melakukan diskusi untuk memantapkan pemahaman
informasi, sehingga diharapkan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang
diharapkan. Semoga buku panduan ini bermanfaat untuk pembelajaran yang
telah disusun. Penulis mengharapkan saran dan masukan yang membangun
untuk perbaikan buku panduan prakikum ini karena penulis menyadari masih
terdapat kekurangan dalam penyusunan buku panduan ini. Terimakasih..

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Yogyakarta, Februari 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... iii
DAFTAR ISI........................................................................................................................ iv
BAB I. VISI, MISI, DAN TUJUAN.................................................................................... 1
BAB II. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................................. 2
B. Deskripsi Mata Kuliah................................................................................................. 2
C. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah ............................................................................ 3
D. Bahan Kajian ............................................................................................................... 3
E. Deskripsi Pembelajaran ............................................................................................... 4
F. Keperasatan/Pre Assessment ....................................................................................... 8
G. Penilaian ...................................................................................................................... 8
H. Sarana Penunjang ........................................................................................................ 8
I. Tata Tertib................................................................................................................... 8
BAB II. MATERI PRAKTIKUM
A. Materi 1 ETT Nasal ..................................................................................................... 14
B. Materi 2 Intubasi Anak............................................................................................... 17
C. Materi 3 Ekstubasi...................................................................................................... 23
D. Materi 4 Interpretasi AGD.......................................................................................... 26
E. Materi 5 Perawatan Trakheostomi ............................................................................ 32
F. Materi 6 kateterisasi dan kanulasi ............................................................................. 28
G. Materi 7 pemeriksaan GDS ........................................................................................ 45
H. Materi 8 Pemberian Insulin ....................................................................................... 48
I. Materi 9 Askan pada pasien dengan luka Bakar........................................................ 52
J. Materi 9 Askan pada pasien dengan Gangguan
Kardiovaskular..........................................................................................................56
K. Materi 9 Askan pada pasien dengan DM..................................................................60
L. Materi 9 Askan pada pasien dengan asma................................................................62
DAFTARPUSTAKA.............................................................................................................. .64
BAB I

VISI, MISI, TUJUAN PROGRAM STUDI

A. VISI
Menjadi Program Studi Keperawatan Anestesiologi Program Sarjana Terapan, pilihan
dan unggul dalam penerapan kesehatan bencana berdasarkan nilai–nilai Islam
Berkemajuan di tingkat Nasional pada tahun 2035

B. MISI
1. Menyelenggarakan pendidikan, penelitan, pengadian kepada masyarakat dalam
bidang Keperawatan Anestesiologi dengan keunggulan kesehatan bencana
berdasarkan nilai-nilai IslamBerkemajuan.
2. MenyelenggarakankajiandanpemberdayaanperempuanbidangKeperawatananestesio
logi dalam kerangka IslamBerkemajuan

C. TUJUAN
1. MenghasilkanlulusanDiploma4KeperawatanAnestesiologiyangberakhlakmulia,
menguasai ilmu pengetahuan dan Keperawatan Anestesiologi, profesional, berjiwa
entrepreneur, dan menjadi kekuatan penggerak (driving force) dalam memajukan
kehidupan bangsa.
2. Menghasilkan karya-karya ilmiah dalam bidang Keperawatan Anestesiologi yang
menjadi rujukan dalam pemecahan masalah.
3. Menghasilkan karya inovatif dan aplikatif dalam bidang Keperawatan Anestesiologi
yang berkontribusi pada pemberdayaan dan pencerahan.
4. Menghasilkan pemikiran Islam Berkemajuan dalam bidang Keperawatan
Anestesiologi sebagai penguat moral spiritual dalam implementasi Tri Dharma
PerguruanTinggi.
5. Menghasilkan praksis pemberdayaan perempuan di bidang Keperawatan
Anestesiologi berlandaskan nilai-nilai Islam Berkemajuan.

1
BAB II
PENDAHULUAN
A. LATARBELAKANG

Asuhan Keperawatan Anestesi Kasus Penyulit merupakan salah satu mata kuliah di
Program Studi Keperawatan Anestesiologi yang ditempuh mahasiswa pada semester
keempat. Mata Kuliah ini membahas Mata Kuliah ini materi yang menjadi penyulit anestesi
pada pasien seperti intubasi pada anak, intubasi nasal, asuhan keperawatan anestesi pada
pasien DM dan materi lain yang menjadi penyulit anestesi

Beberapa firman Allah sebagai rujukan dalam melakukan asuhan keperawatan anestesiologi:
1. QS Yunus ayat57

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan
penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat
bagi orang-orang yang beriman." (QS. Yunus: 57)
2. Al-Isra ayat Ayat82

"Dan Kami turunkan dari Al-Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-
orang yang beriman dan Al-Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang
zalim selain kerugian." (QS. Al-Isra: 82)

2
B. DESKRIPSI MATAKULIAH
Pada mata kuliah Asuhan Keperawatan Anestesi Kasus Penyulit ini mahasiswa belajar tentang Asuhan
Keperawatan Anestesi Kasus Penyulit serta penerapannya di dalam pelaksanaan perawatan anestesi
dengan berbagai kasus penyulit. Bentuk kegiatan pembelajaran di dalam mata kuliah ini yaitu
pembelajaran e learning, perkuliahan pakar melalui metode ceramah dan tanya jawab, dan praktikum
skills lab serta penugasan. Semua bentuk proses pembelajaran yang digunakan menggunakan
pendekatan student centered learning sehingga mahasiswa harus berperan aktif dalam kegiatan belajar
mengajar. Beban studi 4 sks: 1 sks teor
C. CAPAIAN PEMBELAJARAN MATAKULIAH
1. CAPAIAN PEMBELAJARAN SIKAP
Berperan sebagai warga negara yang bangga dan cinta tanah air, memiliki nasionalisme serta
rasa tanggungjawab pada negara dan bangsa (S3)

Menghargai keanekaragaman budaya, pandangan, agama, dan kepercayaan, serta pendapat


atau temuan orisinal orang lain (S6)

Menginternalisasi nilai, norma, dan etika akademik


(S9) Memiliki sikap mandiri, fleksibilitas dan
persisten (SU15)

2. CAPAIAN PEMBELAJARAN PENGUASAAN PENGETAHUAN


Menguasai konsep dan teknik menyusun rencana strategis dan menjabarkannya dalam
rencana operasional dan mampu mengaplikasikannya;

Menguasai konsep teoritis dan prinsip: patient safety, asuhan keperawatan anestesi,
perianestesi, komplikasi anestesi, kegawatdaruratan dan kepenataan kritis;.

3. CAPAIAN PEMBELAJARAN KETRAMPILAN UMUM


Mampu menerapkan pemikiran logis, kritis, inovatif, bermutu, dan terukur dalam
melakukan pekerjaan yang spesifik di bidang kepenataan anestesi serta sesuai dengan
standar kompetensi kerja bidang kepenataan anestesi;

4. CAPAIAN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN KHUSUS


Mampu melakukan pelayanan asuhan kepenataan anestesi dengan menerapkan
pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dalam bidang kepenataan anestesi pada peri anestesi,
komplikasi anestesi, kegawatdaruratan dan kepenataan kritis;

3
Mampu melakukan pendidikan kesehatan yang berhubungan dengan kepenataan anestesi

D. BAHAN KAJIAN
1. Praktikum Intubasi Nasal
2. Praktikum Intubasi pada anak dan Jacson Rees
3. Praktikum Perawatan Trakheostomi
4. Praktikum Interpretasi AGD
5. Praktikum Ekstubasi ETT
6. Praktikum Ekstubasi LMA
7. Praktikum Pemeriksaan GDS
8. Praktikum Pemberian Insulin
9. Praktikum Katerisasi dan Kanulasi
10. Asuhan Keperawatan Anestesi pada Pasien Asma
11. Asuhan Keperawatan Anestesi pada Pasien Gangguan Kardiovaskular
12. Asuhan Keperawatan Anestesi pada Pasien dengan luka bakar
13. Asuhan Keperawatan Anestesi pada Pasien dengan Diabetes Melitus
14. Remidial Praktikum

4
VOPIC TREE (BAHAN KAJIAN) ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI UMUM

REMIDIAL
PEMASAN ASKAN
GAN ETT ASMA
NASAL
ASKAN
LUKA
INTUBASI BAKAR
ANAK

ASKAN
PERAWAT DM
AN
TRAKHEO
ASKAN KASUS
STOMI
PENYULIT
ASKAN
GANGGUA
INTERPRE N KARDIO
TASI AGD

KATETIRIS
EKSTUBAS ASI DAN
I ETT KANULASI

EKSTUBAS PEMBERIA
I LMA PEMERIKS N INSULIN
AAN GDS

E. DESKRIPSI PROSESPEMBELAJARAN
A. KuliahTeori.
Kuliah teori dasar untuk untuk memahami konsep Asuhan keperawatan DM,
Asuhan Keperawatan anestesiologi pada HIV dan Geriatri, Asuhan Keperawatan
anestesiologi pada kasus sistem Obesitas Asuhan Keperawatan anestesiologi pada kasus
Luka Bakar, Asuhan Keperawatan anestesiologi pada kasus gangguan kardiovaskular,
Asuhan keperawatan anestesi pada kasus bedah bedah syaraf dan Asuhan keperawatan
anestesi pada kasus kegawatdaruratan

B. Kuliah E-Learning
Aktivitas perkuliahan dalam bentuk e-learning ini pembelajaran yang dilakukan
secaravirtual. Dosen dan mahasiswa tidak harus bertatap muka secara langsung dikelas

C. Praktikum
5
Mahasiswa akan melakukan praktik berupa demonstrasi, redemonstrasi dan evaluasi
pada materi yang telah ditentukan. Pada pembelajaran praktikum ini mahasiswa akan
menggunakan pantoum, untuk membudahkan dalam proses pembelajaran. Praktikum
dilakukan di ruang praktikumUNISA.

D. Tutorial
Tutorial merupakan salah satu kegiatan pada strategi pembelajaran dengan metode PBL
(Problem Based Learning). proses pembelajaran pada metode ini berpusat pada
mahasiswa (Student Center Learning). Materi yang akan di tutorialkan mengenai
ASKAN DM dan HIV. Manfaat metode PBL antara lain memberikan bantuan
mahasiswa simulasi berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna sehingga
dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk melakukan analisis dan keterampilan
mengatasi masalah, selain itu juga membelajarkan mahasiswa perilaku dan
keterampilan sosial sesuai peran orang dewasa, meningkatkan kemampuan
berkomunikasi dan bekerja dalam tim dan meningkatkan kemampuan mahasiswa
belajar aktifmandiri.

Proses tutorial dilaksanakan dengan menggunakan kelompok kecil yang terdiri dari 10-
15 mahasiswa. Setiap mahasiswa secara bergiliran bertugas menjadi ketua, sekretaris
dananggota kelompok. Dalam pelaksanaan diskusi tutorial, didampingi satu orang tutor
sebagai fasilitator yang akan membantu proses diskusi untuk mencapai tujuan belajar
yang sudahditentukan.

Adapun tugas dan fungsi masing- masing peran adalah:


1. Tutor:
1) Memotivasi semua anggota kelompok untuk berpartisipasi dalamdiskusi
2) Membantu ketua dalam mempertahankan kedinamisan kelompok dan
memanfaatkan waktusebaik-bainya
3) Mencegah sidetracking
4) Memastikan bahwa kelompok telah mencapai learning objective atau tujuan
belajar sesuai yangdiharapkan
5) Mengecek pemahaman pesertadiskusi
6) Menilai penampilan peserta didik saat prosesdiskusi.
2. Ketua/chair:
1) Memimpin proses kerjakelompok
2) Meningkatkan seluruh kegiatan anggota tim untuk berpartisipasi dalamkelompok.
3) Mempertahankan kelompok agar tetapdinamis
6
4) Memanfaatkan waktu dengansebaik-baiknya
5) Meyakinkan semua tugas kelompok sudah dikerjakan denganbaik
6) Meyakinkan bahwa sekretaris dapat mencatat hasil aktivitas kelompok dengan akurat

3. Sekretaris/scribe:
1) Mencatat point-point yang dibuat kelompok
2) Membantukelompok
3) Berpartisipasi dalamdiskusi
4) Mencatat semua sumber bacaan yang digunakan kelompok dalamberdiskusi
4. Anggota/ member:
1) Mengikuti setiap tahapan proses secaraberurutan
2) Berpartisipasi dalamdiskusi
3) Mendengarkan dan berkontribusi pada orang lain(kelompok)
4) Bertanya dengan pertanyaanterbuka
5) Meneliti atau melihat kembali semua tujuan belajar (learningobjective)
6) Sharing informasi dengan temanlain
Dalam diskusi kelompok, mahasiswa diminta memecahkan masalah yang terdapat pada
skenario yaitu dengan mengikuti metode “Seven Jumps”, terdiri dari 7 langkah
pemecahan masalah yaitu:
Step 1 : Clarifying unfamiliar terms
Mengklarifikasi istilah atau konsep; istilah-istilah dalam scenario
yang belum jelas atau yang menyebabkan banyak interpretasi
ditulis dan
diklarifikasi terlebih dahulu.
Step 2 : Problem definition
Masalah yang ada dalam scenario diidentifikasi dan dirumuskan
dengan jelas (bisa dalam bentukpertanyaan)
Step 3 : Brainstorming
Pada langkah ini setiap anggota kelompok melakukan
brainstorming mengemukakan penjelasan tentative terhadap
permasalahan yang sudah dirumuskan distep 2 dengan
menggunakan pre-exiting knowledge
Step 4 : Analyzing the problem
Mahasiswa memberikan penjelasan secara sistematis terhadap
jawaban pada step 3, bisa juga dengan saling menghubungkan
antar konsep,
klasifikasikan jawaban atas pertanyaan, menarik kesimpulan dari
masalah yang sudah dianalisis pada step 3.
Step 5 : Formulating learning issues
Menetapkan tujuan belajar (learningobjective); informasi yang
dibutuhkan untuk menjawab permasalahan dirumuskan den
disusun secara sistemastis sebagai tujuan belajar

7
Step 6 : Self Study
Mengumpulkan informasi tambahan dengan belajar mandiri;
kegiatan mengumpulkan informasi tambahan dilakukan dengan
mengakses informasi dari internet, jurnal, perpustakaan, kuliah
dan konsultasi
pakar.
Step 7 : Reporting
Mensintesis atau menguji informasi baru; mensintesis,
mengevaluasi dan menguji informasi baru hasil belajar setiap
anggota kelompok.

Sedangkan teknis pelaksanaan kegiatan pembelajaran tutorial sebagai berikut:


1. Setiap skenario diselesaikan dalam satu minggu dengan 2 kali pertemuan
2. Step 1-5 dilaksanakan pada pertemuan pertama dihadiri oleh tutor
3. Step 6 dilaksanakan antara pertemuan pertama dan kedua, dengan belajar mandiri
tanpa kehadiran tutor
4. Step 7 dilaksanakan pada pertemuan kedua bersama dengan tutor
5. Pentingnya learning atmosphere : keterbukaan dan kebersamaan dalam belajar
kelompok, mahasiswa berperan aktif dalam setiap diskusi, bebas mengemukakan
pendapat, tanpa khawatir dianggap salah, diremehkan atau pendapatnya dinilai tidak
bermutu oleh teman- temannya.
E. Pembelajaran Mandiri
Aktivitas pembelajaran mandiri merupakan inti dari kegiatan pembelajaran yang
didasarkan pada paradigma pembelajaran mahasiswa aktif (student centered learning-
SCL). Dalam hal ini secara bertahap, mahasiswa dilatih dan dibiasakan untuk belajar
secara mandiri(tidak harus menunggu pemberian materi oleh dosen).

F. Kuliah dan KonsultasiPakar


Kuliah diberikan dalam rangka penataan pengetahuan/informasi yang telah diperoleh
oleh mahasiswa.Kuliah pakar akan berhasil tepat guna apabila dalam saat itu-pertemuan
mahasiswa dengan pakar- mahasiswa aktif mengungkapkan hal-hal yang ingin
dipahami. Selain itu konsultasi dengan pakar juga bisa dilakukan, pada kesempatan ini,
mahasiswa diberikan kesempatan secara perorangan atau kelompok untuk
mendiskusikan secara khusus mengenai suatu informasi dengan pakar yang
bersangkutan. Diharapkan mahasiswa akan mendapat pemahaman yang lebih mantap
sesuai dengan informasi yang didiskusikan.

8
G. Penugasan
Penugasan dilaksanakan pada materi yang diperlukan pembahasan lebih mendalam
dengan harapan mahasiswa memiliki waktu lebih banyak dengan belajar mandiri
melalui berbagai referensi.

H. KEPRASARATAN/PREASSESMENT
Mahasiswa harus mengikuti kegiatan KBM minimal:
1. Kuliah Teori 75%
2. Kuliah Praktikum 100%

I. PENILAIAN HASIL BELAJARMAHASISWA


1. UTS (10%)
2. UAS (10%)
3. Tugas Terstruktur (20%)
4. Tutorial (15%)
5. Praktikum(45%)

KONVERSI PENILAIAN HASIL BELAJAR MAHASISWA

NO HURU SKO BOBO KUALITATIF


F R T
1 A 80- 4.00 Pujian (sangat
100 baik)
2 A- 77-79 3.75 Lebih dari baik
3 AB 75-76 3.50
4 B+ 73-74 3.25
5 B 70-72 3.00 Baik
6 B- 66-69 2.75 Lebih dari cukup
7 BC 63-65 2.5
8 C+ 59-62 2.25
9 C 55-58 2.00 Cukup
10 C- 51-54 1.75 Hampir cukup
11 CD 48-50 1.50
12 D 41-47 1.00 Kurang
13 E ≤40 0.00 Sangat kurang

9
Cara Menilai
a. Penilaian dengan Logbook
b. Tabel penilaian laporan praktikum
melingkariskor pada table dengan melihat kelengkapan laporan sesuai kriteria
....................................................................... Rubrik penilaian Laporan Praktikum
No Butir Pertanyaan Kriteria Skor
1 Penyusunan BAB I Merumuskan latar belakang dan tujuan 10
(Pendahuluan) pembuatan laporan metode pendidikan
kesehatan
Merumuskan latar belakang, dan tujuan 7
pembuatan laporan metode pendidikan
kesehatan dengan kurang lengkap dan
runtut
Tidak merumuskan latar belakang dan 3
tujuan pembuatan metode pendidikan
kesehatan.
2 Penyusunan BAB II Merumuskan tinjauan pustaka yang 10
(Tinjauan Pustaka) menunjang materi metode pendidikan
kesehatan dengan jelas dan runtut
Merumuskan tinjauan pustaka yang 7
menunjang materi metode pendidikan
kesehatan dengan kurang lengkap dan
runtut
Tidak merumuskan tinjauan pustaka 3
yang menunjang metode pendidikan
kesehatan
3 Penyusunan BAB Membahas analisis kasus/skenario yang 10
III ada dengan jelas dan tepat
(Analisis Kasus) Membahas analisis kasus/skenario 7
dengan kurang lengkap dan runtut
Tidak membahas analisis kasus/skenario 3
4 Penyusunan BAB Merumuskan kesimpulan dan saran 10
IV terkait analisis kasus dengan jelas dan
(Kesimpulan dan tepat
Saran) Merumuskan kesimpulan kasus dengan 7
kurang jelas
Tidak merumuskan kesimpulan dan saran 3
terkait analisis kasus.
5 Penulisan Laporan Menuliskan laporan sesuai dengan 10
format laporan dan sesuai dengan kaidah
penulisan yang benar
Menuliskan laporan kurang sesuai 7
dengan format dan penggunaan kaidah
penulisan kurang tepat
Melusikan laporan tidak sesuai dengan 3
format dan kaidah penulisan yang benar.
Skor Total 100
10
c. Menilai dengan Worksheet/lembarkerja
WORKSHEETS (LEMBAR KERJA)
b.
Mata Kuliah :

Materi :

Nama Mahasiswa : .....................................................................................................

No Keterangan Pembahasan

1 Data pengkajian :
2 Analisis Data :
3 Analisis Kasus :

4 Analisisteori :

d. PenilaianDenganCeklistKegiatan

NO KEGIATAN NILAI
1. Tahap Preinteraksi 0 1 2
Mengumpulkan data tentang klien
Mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan
diri
Menganalisa kekuatan dan kelemahan
profesional diri
Membuat rencana pertemuan dengan klien

J. Evaluasi dan Penilaian


Evaluasi dalam praktikum ini akan dilakukan pada pada akhir semester atau setelah
mahasiswa mendapatkan materi praktikum. Evaluasi dilakukan sebanyak 7 kali yang akan di evaluasi
langsung oleh dosen pengampu. Penilaian akhir praktikum sebesar berkisar sebesar 40%.

K. Tata Tertib

11
Tata tertib selama melaksanakan praktikum adalah sebagai berikur:

1. Praktikum wajib diikuti semua mahasiswa dengan syarat:


a. Terdaftar sebagai mahasiswa Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta Prodi Keperawatan
Anestesiologi pada semester yang bersangkutan.
b. Membawa buku panduan praktikum dan alat tulis.
c. Berpakaian seragam sesuai dengan ketentuan.
d. Wajib menggunakan jas laboratorium dan sepatu tertutup.
2. Hadir 10 menit sebelum praktikum dimulai. Bila terlambat lebih dari 15 menit tanpa alasan yang
dapat diterima, maka dosen pengampu dapat menolak mahasiswa untuk mengikuti praktikum.
3. Praktikum dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, dan atau sesuai kesepakatan
antara dosen pengampu-mahasiswa. Setiap mahasiswa wajib mengikuti 100% kehadiran dari
jumlah praktikum yang dilaksanakan dalam 1 semester.
4. Selama praktikum berlangsung diwajibkan:
a. Memelihara dan menjaga fasilitas peralatan yang ada di laboratorium.
b. Memelihara suasana yang nyaman dan tenang dengan tidak:
1) Makan dan minum yang dapat mengotori ruangan praktikum
2) Bersuara keras atau gaduh
3) Hilir mudik yang tidak perlu
4) Bertindak atau berbicara yang tidak ada hubungannya dengan materi praktikum yang
sedang dijalani
c. Menciptakan suasana ilmiah dengan cara:
1) Bertanya kepada dosen pengampu bila ada suatu masalah yang tidak dimengerti,
berkenaan dengan praktikum yang sedang dijalankan.
2) Mencatat hal-hal yang baru ditemui atau perlu dicatat untuk dipelajari sebagai bahan
referensi praktikum yang dijalaninya.
3) Berusaha secara maksimal untuk mendapatkan materi yang menunjang teori.
d. Mencatat data-data praktikum dari hasil praktikum sendiri.
5. Praktikum yang melakukan perusakan atau menghilangkan alat-alat praktikum selama praktikum
berlangsung wajib mengganti dengan alat-alat yang sama sebelum melanjutkan ke praktikum
berikutnya.
6. Mahasiswa yang diperkenankan mengikuti ujian praktikum adalah mahasiswa yang
telahmenyelesaikan praktikum dengan tingkat kehadiran 100% dan telah menyelesaikan segala
masalah yang berkaitan dengan administrasi laboratorium, pengulangan materi dan tugas-tugas
lainnya.
12
7. Semua hal yang belum diatur dalam tata tertib ini akan diatur kemudian.

L. SARANA PENUNJANG
Sarana dan prasarana di kampus:
1. Ruang kuliah membutuhkan 1 ruang untukklasikal
2. RuangPraktikum
3. Perpustakaan
4. Hotspot

13
BAB II
MATERI 1
ETT NASOFARING

A. Materi
a. Pengertian
Intubasi nasotrakeal adalah
salah satu metode yang umum
digunakan pada operasi intraoral dan
maksilofasial yang memiliki
keunggulan untuk menyediakan akses
yang lebih baik. Hal yang menjadi
perhatian utama ketika memasukkan
endotracheal tube (ETT) adalah
penempatan yang tepat dan sesuai
sehingga menghindari komplikasi
akibat malposisi ETT salah satu yang menjadi perhatian ketika memasukkan ETT
adalah penempatan yang tepat untuk menghindari komplikasi utama yang berhubungan
dengan malposisi ETT. Hubungan antara jalan nafas dan juga dunia luar melalui dua
jalur yaitu hidung yang menuju nasofaring dan mulut yang menuju orofaring, anatomi
dari jalan nafas atas sendiri diantaranya(Latief, Suryadi & Dachlan, 2010). intubasi
nasofaring dilakukan pada pasien yang tidak memungkinkan dilakukan intubasi secara
oral sehingga harus melewati nasal/ rongga hidung seperti trauma maksofasial, tumor
mulut, serta penyakit lain yang tidak memungkinkan intubasi dengan ETT oral.
b. Prosedur pemasangan ETT nasofaringeal
Prosedur secara umum pemasangan ETT nasofaring ini sama dengan ETT oral
yang berbeda adalah langkah awal intubasi mulai dari memasukkan ETT Kinking
melalui rongga hidung yang kemudian akan melewati mulut lalu ujung ETT
dimasukkan pada trakhea menggunakan magil forcep untuk memudahkan pemasangan
ETT.

14
B. Prosedur Penilaian

Nama: NIM:

Nilai
No Aspek Yang Dinilai
0 1 2
1 Menyiapkan alat :
1. Laringoscope
2. Magils forcep untuk membantu memasukkan pipa
3. Mandrin (bila kesulitan memasukkan pipa)
4. ETT Kinking sesuai ukuran pasien
5. Stetoskop
6. Oropharingeal airway
7. Ambu bag
8. Tape
9. Peralatan suction
10. Connector
11. Emergency trolly berisi obat-obatan emergency
Sarung tangan
2 Persiapan pasien:
1. Pasien dan keluarga diberitahukan mengenai prosedur
anestesi
2. Posisikan pasien terlentang
3 1. Mengeksplorasi perasaan, fantasi, dan ketakutan diri
2. Menganalisa kekuatan dan kelemahan profesional diri
4 Memposisikan diri berada disebelah atas tempat tidur
/kepala pasien
5 Ekstensikan kepala pasien dengan nyaman

6 Memberikan oksigen 4-8 lt/menit, hiperventilasi dengan


air-bag
7. setelah pasien tersedasi masukkan ETT yang sudah diberi
jel melalui cavum nasal pasien/lubang hidung, masukkan
perlahan hingga terlihat melalui rongga mulut.
8. Memasukkan laryngoscpo dengan tangan kiri pada sisi kanan
mulut sampai ovula. Menggeser lidah ketengah,
memperhatikan epiglotis, mengangkat laryngoscope
sepanjang sumbu pegangan.
9. Membersihkan mulut dan sekitar epiglotis dari lendir

15
10. Mengintubasi dengan tangan kanan, memasukkan ETT ke
trakhea sesuai kedalaman yang sudah diukur sebelumnya,
mengisi cuff secukupnya
11. Mengecek perkembangan paru dengan auskultasi, dengarkan
suara paru kanan dan kiri dengan stetoskop
12. Jika sudah terdengar sama antara paru kanan dan kiri lakukan
fiksasi dengan tape
13. Lakukan monitoring pada pasien selama operasi

16
MATERI 2

INTUBASI ANAK DAN JACSON REES

A. Materi
1. Pengertian
Intubasi pada pasien neonatus (bayi) atau pada pediatrik (anak) lebih sulit dikarenakan
ukuran mulut yang kecil, ukuran lidah yang lebih besar dan lebih tebal, epiglotis yang
tinggi dengan bentuk U. Pada anak-anak digunakan blade laringoskop yang lebih kecil
dan lebih lurus. Selain itu ETT yang digunakan juga lebih kecil dibanding orang
dewasa, cuff dan face mask ukurannya menyesuaikan ukuran anak-anak biasanya lebih
kecil dan transparant dengan tujuan bisa melihat respon anak . Pada prinsipnya intubasi
pada anak sistematikanya sama dengan pasien dewasa yang membedakan adalah
anatomi dan fisiologi pada anak yang belum tumbuh dengan sempurna.
Perkiraan perhitungan diameter dan panjang pipa dengan formula

4+UMUR /4 : Diameter pipa (mm)


12+UMUR/2: panjang pipa (cm)

Pada pasien pediatri tidak dianjurkan untuk menggunakan ETT Nasal atau intubasi
hidung karena menyebabkan trauma perdarahan, perdarahan adenoid, dan infeksi.
Peralatan harus dengan ruang rugi minimal, dan resistensi rendah seperti model T-
jacson rees

2. Batasan
Anestesia pediatri adalah anestesia pada pasien yang berumur dibawah 12 tahun,
yang dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok umur, yaitu:
a. Neonatus.
b. Bayi - anak umur <3 tahun
c. Anak umur > 3 tahun
3. Masalah\
a. Bayi bukan miniatur orang dewasa.
b. Ada perbedaan mengenai anatomi, fisiologi, psikologi, farmakologi dan
patologi.

17
c. Bayi lebih mudah mengalamai hipoglikemi, hipotermia atau hipertermia,
bradikardia dll, dengan segala akibatnya.
d. Parasimpatis lebih dominan.
e. Morbiditas dan mortalitas tinggi.
4. Evaluasi pra anestesia:
a. Anamnesis (aloanamnesis).
b. Pemeriksaan fisik.
c. Pemeriksaan laboratorium seperlunya disesuaikan dengan jenis operasi:
- Bedah kecil: Hb, leukosit, waktu perdarahan dan waktu pembekuan.
- Bedah sedang dan besar disesuaikan.
5. Premedikasi
a. Bayi : umur <12 bulan, berikan atropin 0,01 - 0,02 3 jam mg/kgbb, dosis
minimum 0,1 mg secara intra vena.
b. Anak sehat : umur 1-3 tahun, berikan atropin 0,01 mg /kgbb, dosis minimum
0,1 mg secara intra vena
: umur > 3 tahun, berikan atropin 0,01 - 0,02 mg/kgbb, dosis minimum
0,1 mg secara intra vena.
c. Anak tenang : Tidak memerlukan sedasi, akan tetapi kalau diperlukan dapat
diberikan:
- diazepam peroral 4 mg/kgbb, 90 menit prainduksi atau dapat diberikan
perrektal 02-0,4 mg/ kgbb, 30 menit prainduksi.
- Dapat juga diberikan midazolam dengan dosis 0,5-1 mg/kgbb perrektal.
- atau khloralhidrat dengan dosis 20 - 75 mg/ kgbb Peroral.
6. Induksi
a. Pada neonatus
Induksi dilakukan di kamar operasi dengan cara inhalasi sebagai berikut:
Induksi inhalasi dengan kombinasi obat N2O: Ch = 4 : 2 (liter) dan obat inhalasi
volatil, misalnya halothan dimulai dengan dosis 0,5 Vol%, dinaikkan secara
bertahap 0,5 Vol% tiap 3-5 kali nafas sampai pasien tertidur, kemudian dipasang
infus.
b. Pada umur <3 tahun.
Induksi dilakukan di kamar khusus untuk induksi yang berada di kamar terima
atau kamar persiapan. Pada saat prosedur induksi dilaksanakan, orang tuanya
(ayah atau ibu-nya) boleh menemaninya, sambil ikut serta melaksanakan

18
prosedur induksi secara inhalasi seperti tersebut di atas.Selanjutnya setelah
pasien tidur, segera dipasang infus dan dibawa ke kamar operasi untuk tindakan
lebih lanjut.
c. Pada anak >3 tahun
- Anak yang tidak kooperatif, induksi dilakukan dengan cara seperti pada
butir 2
- Pada anak yang kooperatif, pasien boleh ditemani oleh orang tuanya di
kamar terima dan segera dipasang infus dengan fasilitas anestesi lokal,
selanjutnya induksi dapat dilakukan secara intravena melalui infus yang
terpasang dengan obat-obat induksi intravena seperti pentothal, ketamin,
midazolam atau propofol dengan dosis disesuaikan.
7. Intubasi, dapat dilakukan dengan cara:
a. lntubasi dalam keadaan anestesia ("asleep"), dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
- Induksi dengan anestesia inhalasi.
- Setelah tidur cukup dalam berikan anestesia topikal lx semprot Xylocaine
10%.
- Berikan anestesia inhalasi beberapa menit lagi sambil menunggu khasiat
analgesia topical.
- Lakukan laringoskopi dengan laringoskop daun lurus dan kemudian lakukan
intubasi.
- Pada beberapa kasus setelah pasien terinduksi, intubasi dapat dilakukan
dengan bantuan/fasilitas obat pelumpuh otot suksinilkholin.
b. Intubasi dalam keadaan sadar (awake), dilakukan pada pasien neonatus yang
berusia
di bawah 10 hari, pada pasien dengan keadaan umum jelek, hernia
diafragmatika, fistula trakea-bronkoessofagus, ileus obstruktif dan pada kasus
yang diperkirakan sulit untuk intubasi.
8. Tata laksananya adalah sebagai berikut:
a. Berikan 0, 100 % beberapa menit.
b. Buat posisi kepala dalam posisi cium ("Sniffing") dan ekstensi sendi
atlas.
c. Berikan analgesia topikal 1* semprot xylokain 10%.
d. Tunggu 2-3 menit (menunggu obat mulai bekerja)

19
e. Lakukan laringoskopi dengan laringoskop daun lurus dan segera lakukan intubasi.
9. Pipa endotrakea
Pipa endotrakea yang digunakan untuk anak yang berumur <8 tahun, adalah pipa
endotrakea tanpa kaf (balon) dan yang terbuat dari plastik atau polivinil dan usahakan
ukuran pipa agak sedikit longgar. Ukuran diameter pipa untuk anak di atas 1 tahun
ditentukan dengan formula = 4,0 + ½ (umur dlm Tahun)
10. Pemeliharaan
a. Pada umumnya dilakukan anastesia umum inhalasi melalui pipa endotrakea.
b. Pada opersi kecil dengan keadaan umum baik, lokasi dipermukaan tubuh tetapi
bukan di daerah kepala-leher, posisi terlentang dan durasinya singkat kurang
dari 30 menit dilakukan melalui sungkup muka.
c. Pada operasi di daerah anorektal, genetalia eksterna dan inguinal dapat
dilakukan analgesia regional subarakhnoid atau epidural kaudal, sebagai bagian
dari anestesia balans.
d. Aliran gas dan uap anestetika
- Aliran gas total untuk alat Jackson Rees: 2-3 kali isi semenit (TV = 10
ml/kgbb).
- Aliran gas total untuk alat Magill pada anak >20 kg, minimum sama dengan
isi semenit.
- Campuran gas :
- Neonatus N20 : 02 = 50 : 50
- Bayi N20 : 02 = 60 : 40
- Kalau tersedia, obat pilihan adalah Isofluran atau Sevofluran 1-2 vol%
(nafas spontan) atau 0,25-1,00 vol%(nafas dibantu atau kendali). Apabila
obat tersebut tidak ada, dapat diberikan enfluran atau halotan.
11. Pemantauan
a. Sirkulasi : EKG, tekanan darah dan stetoskop prekordial.
b. Respirasi : Suara nafas dengan stetoskop prekordial, analisis gas darah (AGD)
sesuai indikasi dan oksimeter denyut ("pulse oxymeter").
c. Suhu tubuh : Termometer rektal atau esofagus kontinyu.
d. Ginjal : Produksi urin (untuk operasi besar).
e. Hematologi : Hb dan Ht (untuk operasi besar).
12. Pemulihan anestesia
a. Segera setelah selesai pembedahan, hentikan aliran gas/ uap obat anestesia.

20
b. Berikan 02 100% selama 5 - 15 menit.
c. Pada pasien tanpa intubasi, apabila pernafasan adekuat (dengan udara kamar),
luka operasi baik, pindahkan ke ruangpulih diikuti oleh asisten dan diserahkan
kepadapenanggung-jawab ruang pulih.
d. Pada pasien yang diintubasi dan menggunakan obatpelumpuh otot, harus
dipulihkan dengan neostigmin- atropin, selanjutnya dipantau sampai pasien
bernafas spontan dan adekuat, pergerakan ekstremitas optimal, timbul refleks
batuk dan lain-lainnya, segera dilakukan ekstubasi.

e. Ekstubasi, bisa dilakukan dalam keadaan pasien sadaratau tidur.


- Ekstubasi sadar, dilakukan apabila pasien telah bernafas spontan dan
adekuat. Cara ini dilakukan pada pasien yang mengalami kesulitan
intubasi.
- Ekstubasi tidur bisa dilakukan pada anak-anak pada operasi selain pada
daerah kepala, mulut atau leher, dengan posisi terlentang.

21
LEMBAR OBSERVASI

MELAKUKAN INTUBASI ANAK

PENCAPAIAN KOMPETEN
NO TAHAP ASPEK YANG DINILAI
YA TIDAK K BK
1 Persiapan alat STATICS
2 Persiapan Posisi praktisi berada di atas kepala pasien,
pasien ketika pasien berada di atas tempat tidur
3 Pelaksanaan 1. Masukkan obat anestesi umum (propofol,
fentanyl, pelumpuh otot)
2. Lakukan pre-oksigenasi dengan 100%
oksigen
3. Posisikan pasien: ‘sniffingthemorning air
position’, Leher sedikit fleksi, kepala
ekstensi. 1bantal diletakkan di bawah kepala
4. Suction diperlukan untuk membersihkan
jalan nafas pada kasus dimana sekresi jalan
nafas tidak diinginkan, darah, atau muntah.
5. Setelah pasien rileks, buka mulut pasien dan
gunakan laringoskop lurus untuk mencari
plika vokalis
6. Masukkan ETT melalui sisi kanan mulut,
bimbing ujungnya masuk trakea sampai
cuffETT melewati plika vokalis (
7. Hubungkan pipa ET dengan alat ventilasi
jacson rees yang terhubung dengan oksigen
(flow10-12 L/menit).
8. Kembangkan cuff ETT secukupnya (sampai
tidak ada kebocoran udara)dengan spuit 20
cc berisi udara
9. Evaluasi pemasangan dengan
mendengarkan melalui stetoskop
pengembangan ke-2 paru
10. Pasang OPA dengan cekungan menghadap
ke atas lebih dahulu, kemudian putar 180
derajat menyentuh palatum molle
11. Setelah yakin ET masuk dalam trakea &
suara nafas terdengar sama pd kedua paru
kemudian Fiksasi ETT dengan plester
4 Terminasi Monitor respon pasien selama pemasangan ETT
5 Dokumentasi Tulis respon, nama perawat/penata anestesi,
waktu, paraf dengan jelas dicatatan anestesi

∑ 𝑌𝑎
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 = ∑ 𝐼𝑡𝑒𝑚
𝑋 100% = ...................

22
MATERI 3

EKSTUBASI

A. Materi

1. Pengertian

Pengelolaan jalan nafas menjadi salah satu bagian yang terpenting dalam suatu tindakan
anestesi. Karena beberapa efek dari obat-obatan yang dipergunakan dalam anestesi dapat
mempengaruhi keadaan jalan napas untuk berjalan dengan baik.

salah satu usaha untuk menjaga jalan napas pasien adalah dengan melakukan tindakan
intubasi endotrakheal. Karena syarat utama yang harus diperhatikan dalam anestesi umum
adalah menjaga agar jalan napas selalu bebas dan napas dapat berjalan dengan lancar serta
teratur. Tahap akhir dari pelaksanaan intubasi adalah ekstubasi. Dalam pelaksanaan ekstubasi
dapat terjadi gangguan pernapasan yang merupakan komplikasi yang sering kita temui pasca
anestesi. Komplikasi bisa terjadi setelah dilaksanakannya ekstubasi seperti : pengeluaran
sekret dari mulut yang menyumbat jalan napas, edema laring, dan bisa terjadi spasme laring.
Komplikasi pernapasan pasca anestesi bisa menyebabkan hipoventilasi dan hipoksemia.

2. Tujuan

a. Untuk menjaga agar pipa endotrakheal tidak menimbulkan trauma.

b. Untuk mengurangi reaksi jaringan laringeal dan menurunkan resiko setelah ekstubasi.

3. Kriteria ekstubasi

Kriteria ekstubasi yang berhasil bila :

a. Vital capacity 10 – 15 ml/kg BB.

b. Tekanan inspirasi diatas 20 cm H2 O.

c. PaO 2 diatas 80 mm Hg.

d. Kardiovaskuler dan metabolic stabil.

e. Tidak ada efek sisa dari obat pelemas otot.

4. Pelaksanaan ekstubasi
Sebelum dilakukan ekstubasi, terlebih dahulu rongga mulut dibersihkan,
memastikan efek obat pelemas otot sudah tidak ada dan ventilasi sudah adequate. Melakukan
pembersihan mulut sebaiknya dengan kateter yang steril. Walaupun penting untuk

23
membersihkan trachea atau faring dari sekret sebelum ekstubasi, hendaknya tidak dilakukan
secara terus menerus bila terjadi batuk dan sianosis. Sebelum dan sesudah melakukan
pengisapan, sebaiknya diberikan oksigen. Apabila plester dilepas, balon sudah dikempiskan,
lalu dilakukan ekstubasi dan selanjutnya diberikan oksigen dengan sungkup muka. Pipa
endotrakheal jangan dicabut apabila sedang melakukan pengisapan karena kateter pengisap
bisa menimbulkan lecet pita suara, perdarahan, atau spasme laring.
Untuk mencegah spasme bronchus atau batuk, ekstubasi dapat dilakukan pada
stadium anestesi yang dalam dan pernapasan sudah spontan. Spasme laring dan batuk dapat
dikurangi dengan memberikan lidokain 50 – 100 mg IV (intra vena) satu menit atau dua menit
sebelum ektubasi.
Kadang-kadang dalam melakukan ekstubasi terjadi kesukaran, kemungkinan kebanyakan
disebabkan oleh balon pada pipa endotrakheal besar, atau sulit dikempiskan, atau pasien
menggigit pipa endotrakheal. Ekstubasi jangan dilakukan apabila ada sianosis, hal ini
disebabkan adanya gangguan pernapasan yang tidak adekuate atau pernapasan susah dikontrol
dengan menggunakan sungkup muka pada saat pembedahan. Pada pasien dengan lambung
penuh, ekstubasi dilakukan apabila pasien sudah bangunatau dilakukan ekstubasi pada posisi
lateral. Apabila pasien mengalami gangguan pernapasan atau pernapasan tidak adequate pipa
hendaknya jangan dicabut sampai penderita sudah yakin baik, baru ke ruang pemulihan
dengan bantuan napas terus menerus secara mekanik sehingga adequate.

5. Penyulit ekstubasi

Hal-hal yang dapat terjadi setelah ektubasi :


- Spasme laring.
- Aspirasi.
- Edema laring akut karena trauma selama ekstubasi:
- Sakit tenggorokan
- Stenosis trachea dan trakheomolasia
- Radang membran laring dan ulserasi
- Paralisis dan granuloma pita suara
- Luka pada saraf lidah
6. Komplikasi ekstubasi
- Trauma jalan napas : edema dan stenosis (glotis, subglotis, atau trakea), suara serak/parau
(granuloma atau paralisis pita suara), malfungsi dan aspirasi laring.
- Gangguan refleks : spasme laring
B. PROSEDUR
24
25
MATERI 4
INTEPRETASI HASIL AGD
A. Materi
Analisa gas darah (AGD) adalah prosedur pemeriksaan medis yang bertujuan untuk
mengukur jumlah oksigen dan karbon dioksida dalam darah. AGD juga dapat digunakan
untuk menentukan tingkat keasaman atau pH darah. Sel-sel darah merah mengangkut
oksigen dan karbon dioksida yang juga dikenal sebagai gas darah ke seluruh tubuh. Saat
darah melewati paru-paru, oksigen masuk ke dalam darah sementara karbon dioksida
terlepas dari sel darah dan keluar ke paru-paru. Dengan demikian pemeriksaan analisa gas
darah dapat menentukan seberapa baik paru-paru dalam bekerja memindahkan oksigen ke
dalam darah dan mengeluarkan karbon dioksida dari darah.
Ketidakseimbangan antara oksigen, karbon dioksida, dan tingkat pH darah dapat
mengindikasikan adanya suatu penyakit atau kondisi medis tertentu. Sebagai contoh pada
gagal ginjal, gagal jantung, diabetes yang tidak terkontrol, pendarahan, keracunan zat kimia,
overdosis obat, dan syok. Gas darah arteri memungkinkanuntuk pengukuran pH dan juga
keseimbangan asam basa, oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi
oksigen, dan kelebihan atau kekurangan basa.
Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas digunakan sebagai pegangan
dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan
gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan penunjang yang dilakukan,
tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa hanya dari penilaian analisa gas darah dan
keseimbangan asam basa saja, kita harus menghubungkan dengan riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, dan data-data laboratorium lainnya. Pada dasarnya pH atau derajat
keasaman darah tergantung pada konsentrasi ion H+ dan dapat dipertahankan dalam batas
normal melalui 3 faktor, yaitu:
1. Mekanisme dapar kimia
Terdapat 4 macam dapar kimia dalam tubuh, yaitu:
a. Sistemdapar bikarbonat-asam karbonat
b. Sistem dapar fosfat
c. Sistem dapar protein
d. Sistem dapar haemoglobin
2. Mekanisme pernafasan
3. Mekanisme ginjalMekanismenya terdiri dari:
a. Reabsorpsi ion HCO3

26
b. Asidifikasi dari garam-garam dapur
c. Sekresi ammonia
B. Prosedur Pemeriksaan Analisis Gas Darah
Pada pemeriksaan ini diperlukan sedikit sampel darah yang diambil dari pembuluh
darah arteri yang ada di pergelangan tangan, lengan, atau pangkal paha. Oleh sebab itu
prosedur ini disebut juga dengan pemeriksaan analisa gas darah arteri. Dokter atau petugas
lab pertama-tama akan mensterilkan tempat suntikan dengan cairan antiseptik. Setelah
mereka menemukan arteri, mereka akan memasukkan jarum ke dalam arteri dan mengambil
darah. Mungkin Anda akan sedikit merasakan sakit saat jarum suntik masuk ke dalam kulit,
tapi tentu ini tidak begitu menyakitkan. Setelah dirasa cukup, kemudian jarum dicabut, dan
luka tusukan ditutup dengan perban. Sampel darah kemudian akan dianalisa oleh mesin
portabel atau mesin yang ada di laboratorium. Sampel darah harus dianalisis dalam waktu
10 menit dari waktu pengambilan untuk memastikan hasil tes yang akurat.

C. Langkah-langkah Untuk Menilai Gas Darah.


1. Pertama-tama perhatikan pH, jika menurun klien mengalami asidemia, dengan dua sebab
asidosis metabolik atau asidosis respiratorik; jika meningkat klien mengalami alkalemia
dengan dua sebab alkalosis metabolik atau alkalosis respiratorik; ingatlah bahwa
kompensasi ginjal dan pernafasan jarang memulihkan pH kembali normal, sehingga jika
ditemukan pH yang normal meskipun ada perubahan dalam PaCO2 dan HCO3 mungkin
ada gangguan campuran.
2. Perhatikan variable pernafasan, PaCO2 dan metabolic, HCO3yang berhubungan dengan
pH untuk mencoba mengetahui apakah gangguan primer bersifat respiratorik, metabolik
atau campuran. Gangguan ini bias diketahui dari PaCO2normal, meningkat atau menurun
danHCO3normal, meningkat atau menurun. Pada gangguan asam basa sederhana,
PaCO2 dan HCO3 selalu berubah dalam arah yang sama danpenyimpangan dari HCO3
dan PaCO2 dalam arah yang berlawanan menunjukkan adanya gangguan asam basa
campuran.
3. Langkah berikutnya mencakup menentukan apakah kompensasi telah terjadi hal
inidilakukan dengan melihat nilai selain gangguan primer, jika nilai bergerak yang sama
dengan nilai primer makakompensasi sedang berjalan.
4. Buat penafsiran tahap akhir sama ada ia gangguan asam basa sederhana, gangguan asam
basa campuran
Rentang nilai normal

27
 pH : 7, 35-7, 45
 TCO2 : 23-27 mmol/L
 PCO2 : 35-45 mmHg
 BE : 0 ± 2 mEq/L
 PO2 : 80-100 mmHg
 saturasi O2: 95 % atau lebih
 HCO3 : 22-26 mEq/L

D. Interpretasi Hasil Analisa Gas Darah


1. Interpretasi Hasil Pemeriksaan pH
Serum pH menggambarkan keseimbangan asam basa dalam tubuh. Sumber ion hidrogen
dalam tubuh meliputi asam volatil dan campuran asam seperti asam laktat dan asam keto.
Nilai normal pH serum:
 Nilai normal : 7.35 -7.45
 Nilai Komplikasi : < 7.25 -7.55
Implikasi Klinik:

a. Komplikasinya nilai pH akan menurun dalam keadaan asidemia peningkatan


pembentukan asam
b. Komplikasinya nilai pH meningkat dalam keadaan alkalemia kehilangan asam
c. Bila melakukan evaluasi nilai pH, sebaiknya PaCO2 dan HCO3 diketahui juga untuk
memperkirakan komponen pernafasan atau metabolik yang mempengaruhi status
asam basa
2. Interpretasi Hasil Tekanan Parsial Karbon Dioksida, (PaCO2)
PaCO2 menggambarkan tekanan yang dihasilkan oleh CO2 kyang terlarutdalam plasma.
Dapat digunakan untuk menetukan efektifitas ventilasi dan keadaan asam basa dalam
darah.
 Nilai Normal : 35 -45 mmHg
 SI : 4.7 -6.0 kPa
Implikasi Klinik:

a. Penurunan nilai PaCO2 dapat terjadi pada hipoksia, anxiety/ nervousness dan emboli
paru. Nilai kurang dari 20 mmHg perlu mendapatkan perhatiaan khusus.
b. Peningkatan nilai PaCO2 dapat terjadi pada gangguan paru atau penurunan fungsi
pusat pernafasan. Nilai PaCO2 >60 mmHg perlu mendapat perhatian khusus.
28
c. Komplikasinya peningkatan PaCO2 dapat terjadi pada hipoventilasi sedangkan
penurunan nilai menunjukkan hiperventilasi.
d. Biasanya penurunan 1 mEq HCO3 akan menurunkan tekanan PaCO2 sebesar 1.3
mmHg.
3. InterpretasiHasil Tekanan Parsial Oksigen, (PaO2).
PaO2 adalah ukuran tekanan parsial yang dihasilkan oleh sejumlah oksigen yang terlarut
dalam plasma. Nilai ini menunjukkan kemampuan paru-paru dalam menyediakan
oksigen bagi darah.
 Nilai Normal (suhukamar, tergantung umur):75 -100 mmHg
 SI : 10 -13.3 kPa
Implikasi Klinik:

a. Penurunan nilai PaO2 dapat terjadi pada penyakit paru obstruksi kronik, PPOK,
penyakit obstruksi paru, anemia, hipoventilasi akibat gangguan fisik atau
neoromuskular dan gangguan fungsi jantung. Nilai PaO2 kurang dari 40 mmHg
perlu mendapatkan perhatian khusus.
b. Peningkatan nilai PaO2 dapat terjadi pada peningkatan penghantaran O2 oleh alat
bantu, contohnyanasalprongs, alat ventilasi mekanikhiperventilasi dan
polisitemia,peningkatan sel darah merah dan daya angkut oksigen.
4. Interpretasi Hasil Saturasi Oksigen, (SaO2).
Jumlah oksigen yang diangkut oleh hemoglobin, ditulis sebagai persentasi total oksigen
yang terikat pada hemoglobin.
 Nilai Normal : 95 -99 % O2
Implikasi Klinik:

a. Saturasi oksigen digunakan untuk mengevaluasi kadar oksigenasi hemoglobin dan


kecakupan oksigen pada jaringan
b. Tekanan parsial oksigen yang terlarut di plasma menggambarkan jumlahoksigen
yang terikat pada hemoglobin sebagai ion bikarbonat
5. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Karbon Dioksida, (CO2)
Dalam plasma normal, 95% dari total CO2 terdapat sebagai ion bikarbonat, 5% sebagai
larutan gas CO2 terlarut dan asam karbonat. Kandungan CO2 plasma terutama adalah
bikarbonat, suatu larutan yang bersifat basa dan diatur oleh ginjal. Gas CO2 yang larut
ini terutama bersifat asam dan diatur oleh paru-paru. Oleh karena itu nilai CO2 plasma
menunjukkan konsentrasi bikarbonat.

29
 Nilai Normal Karbon Dioksida (CO2) : 22 -32 mEq/L
 SI : 22 -32 mmol/L
Kandungan CO2 plasma terutama adalah bikarbonat, suatu larutan yang bersifat basa
dan diatur oleh ginjal. Gas CO2 yang larut ini terutama yang bersifat asam dan diatur
oleh paru-paru. oleh karena itu nilai CO2 plasma menunjukkan konsentrasi bikarbonat.

Implikasi Klinik:

a. Peningkatan kadar CO2 dapat terjadi pada muntah yang parah, emfisema, dan
aldosteronisme
b. Penurunan kadar CO2 dapat terjadi pada gagal ginjal akut, diabetik asidosis dan
hiperventilasi
c. Peningkatan dan penurunan dapat terjadi pada penggunaan nitrofurantoin

30
WORKSHEETS (LEMBAR KERJA)

Mata Kuliah : Asuhan Keperawatan Anestesi Komplikasi

Materi : Interpretasi Hasil AGD

Nama Mahasiswa : .....................................................................................................

No Keterangan Pembahasan

1 Data pengkajian :

2 Analisis Data :

3 Hasil Kerja :

4 Justifikasi :

31
MATERI 5

PERAWATAN TRAKHEOSTOMY

A. Anatomi Fisiologi Trakea


Trakea merupakan tabung berongga yang disokong oleh cincin kartilago. Panjang
trakea pada orang dewasa 10-12 cm. Trakea berawal dari kartilago krikoid yang berbentuk
cincin meluas ke anterior pada esofagus, turun ke dalam thoraks di mana ia membelah
menjadi dua bronkus utama pada karina. Pembuluh darah besar pada leher berjalan sejajar
dengan trakea di sebelah lateral dan terbungkus dalam selubung karotis. Kelenjar tiroid
terletak di atas trakea di setelah depan dan lateral. Ismuth melintas trakea di sebelah anterior,
biasanya setinggi cincin trakea kedua hingga kelima. Saraf laringeus rekuren terletak pada
sulkus trakeoesofagus. Di bawah jaringan subkutan dan menutupi trakea di bagian depan
adalah otot-otot supra sternal yang melekat pada kartilago tiroid dan hioid.

Gambar Saluran pernapasan atas dan Trakea

B. Pengertian
Trakeostomi adalah prosedur pembedahan dengan memasang slang melalui sebuah
lubang ke dalam trakea untuk mengatasi obstruksi jalan nafas bagian atas atau
mempertahankan jalan nafas dengan cara menghisap lendir, atau untuk penggunaan ventilasi
mekanik yang kontinu. Trakeostomi dapat digunakan sementara yaitu jangka pendek untuk
masalah akut, atau jangka panjamg biasanya permanen dan slang dapat dilepas
(Marelli,2008:228)
32
Trakeostomi adalah prosedur dimana dibuat lubang ke dalam trakea. Ketika selang
indweling dimasukkan ke dalam trakea, maka istilah trakeostomi digunakan (Smeltzer dan
Bare,2013:653). Pada awalnya trakeostomi sering dilakukan dengan indikasi sumbatan jalan
napas atas, namun saat ini sejalan dengan kemajuan unit perawatan intensif, trakeostomi
lebih sering dilakukan atas indikasi intubasi lama (prolonged intubation) dan penggunaan
mesin ventilasi dalam jangka waktu lama.(Dina,2015)
Keputusan untuk melakukan trakeostomi pada Komplikasinya dapat dilakukan dalam
waktu 7 hari dari intubasi.(Charles,2010)

C. Manfaat
Menurut Charles (2010) Trakeostomi memiliki kelebihan apabila dibandingkan dengan
intubasi endotrakeal jangka panjang antara lain:
1. Meningkatkan kenyamanan pasien
2. Kebersihan rongga mulut
3. Kemampuan untuk berkomunikasi
4. Kemungkinan makan secara oral serta perawatan yang lebih mudah dan aman
5. Memiliki potensi untuk menurunkan penggunaan obat sedasi dan analgesic
sehingga dapat menfasilitasi proses penyapihan dan menghidari pneumonia akibat
ventilator mekanik.

33
D. Indikasi
Menurut novialdi dan surya (2009). Indikasi dasar trakeostomi secara garis besar adalah :
1. Pintas (bypass) Obstruksi jalan nafas atas
2. Membantu respirasi untuk periode yang lama
3. Membantu bersihan sekret dari saluran nafas bawah
4. Proteksi traktus trakeobronkhial pada pasien dengan resiko aspirasi
5. Trakeostomi elektif, misalnya pada operasi bedah kepala leher sehingga
memudahkan akses dan fasilitas ventilasi.
6. Untuk elektif, misalnya pada operasi bedah kepala leher
7. Untuk mengurangi kemungkinan timbulnya stenosis subglotis.
Indikasi trakeostomi di ICU menurut Charles (2010) antara lain:

1. Mencegah obstruksi jalan nafas atas karena tumor, pembedahan, trauma, benda asing,
atau infeksi
2. Untuk mencegah kerusakan laring di jalan nafas karena intubasi endotrakeal yang
berkepanjangan
3. Untuk memudahkan akses ke jalan nafas untuk melakukan pengisapan dan
pengangkatan sekresi
4. Untuk menjaga jalan napas yang stabil pada pasien yang membutuhkan dukungan
ventilasi mekanis atau oksigenasi prolonged
E. Klasifikasi
Menurut Hadikawarta, Rusmarjono, Soepardi (2004:201-212), trakeostomi dibagi atas 2
(dua) macam, yaitu berdasarkan letak trakeostomi dan waktu dilakukan tindakan.
Berdasarkan letak trakeostomi terdiri atas letak rendah dan letak tinggi dan batas letak ini
adalah cincin trakea ketiga. Sedangkan berdasarkan waktu dilakukan tindakan maka
trakeostomi dibagi dalam:
1. Trakeostomi darurat (dalam waktu yang segera dan persiapan sarana sangat kurang)
2. Trakeostomi berencana (persiapan sarana cukup) dan dapat dilakukan secara baik.
F. Teknik Menurut Novialdi dan Surya (2009:3), berikut teknik trakeostomi :
1. Trakeostomi emergensi
Trakeostomi emergensi relatif jarang dilakukan dan penyebab yang sering adalah
obstruksi jalan nafas atas yang tidak bisa diintubasi. Anoksia pada obstruksi jalan
nafas akan meyebabkan kematian dalam waktu 4-5 menit dan tindakan trakeostomi
harus dilakukan dalam 2-3 menit. Teknik insisi yang paling baik pada trakeostomi

34
emergensi adalah insisi kulit vertikal dan insisi vertikal pada cincin trakea kedua dan
ketiga
2. Trakeostomi elektif
Saat ini mayoritas tindakan trakeostomi dilakukan secara elektif atau semi-darurat.
Trakeostomi elektif paling baik dilaksanakan diruang operasi dengan bentuan dan
peralatan yang adekuat.
3. Trakeostomi Dilatasi Perkutaneus
Trakeostomi dilatasi perkutaneus adalah suatu teknik trakeostomi minimal invasif
sebagai alternatif terhadap teknik konvensional. Trakeostomi dilatasi perkutaneus
(TDP) dilakukan dengan cara menempatkan kanul trakeostomi dengan bantuan
serangkaian dilator dibawah panduan endoskopi. Prosedur ini dikenalkan oleh
Pasquale Ciagalia pada tahun 1985. Griggs pada tahun 1990 melakukan modifikasi
dengan menggunaan kawat pemandu dan forsep dilatasi (Griggs Guidewire Dilating
Forceps/ GWDF) pada prosedur ini.
G. Komplikasi
Menurut Smeltzer & Bare (2013:654) komplikasi yang terjadi dalam penatalaksanaan
selang trakeostomi dibagi atas:
1. Komplikasi dini
a. Perdarahan
b. Pneumothoraks
c. Embolisme udara
d. Aspirasi
e. emfisema subkutan atau mediastinum
f. kerusakan saraf laring kambuhan atau penetrasi sinding trakea posterior
2. Komplikasi jangka panjang
a. Obstruksi jalan nafas akibat akumulasi sekresi
b. Infeksi
c. Ruptur arteri inominata
d. Disfagia
e. Fistula trakeoesofagus
f. Dilatasi trakea atau iskemia trakea
g. Nekrosis

35
H. Jenis Kanul
Kanul trakeostomi yang ideal harus cukup kaku untuk dapat mempertahankan jalan nafas
namun cukup fleksibel untuk membatasi kerusakan jaringan dan memberikan kenyamanan
pada pasien. Kanul trakeostomi dibagi menjadi 2 bahan yaitu bahan plastik dan bahan metal
Secara Komplikasi, kanul trakeostomi yang terbuat dari bahan plastik lebih disukai
dibandingkan bahan bahan logam. Hal ini disebabkan bahan plastik lebih fleksibel dan
nyaman serta sedikit traumatik ke jaringan sekitarnya.Kanul trakeostomi tersedia dengan
kanul dalam (kanul ganda) dan tanpa kanul dalam.Kanul ganda memiliki kanul dalam yang
dapat menjaga kanul tetap bersih sehinggamencegah sumbatan total kanul (Dina :2015)
Menurut Novialdi dan Surya (2009). Berikut beberapa jenis kanul trakeostomi adalah:
1. Kanul dengan Cuff
Kanul ini diindikasikan suction Tekanan uadara dalam cuff dipertahankan 20-25
mmHg, jika tekanan cuff lebih tinggi dapat menekan kapiler, menyebabkan iskemia
mukosa dan stenosis trakea. Jika tekanan cuff lebih rendah dapat menyebabkan
mikroaspirasi dan meningkatkan pneuomonia nosokomial. Kanul ini relative
dikontraindikasikan pada anak-anak usia kurang dari 12 tahun karena adanya resiko
kerusakan perkembangan membran trakea, memiliki cincin trakea yang sempit
terutama sekitar cincin krikoid sehingga kebocoran udaranya minimal. Kanul ini
memberikan jalan nafas yang aman sampai pasien bisa dilepaskan dari ventilator dan
sudah dapat mengeluarkan sekretnya sendiri. Sebagian besar balon yang digunakan
berbentuk barel dengan volume yang tinggi dan tekanan yang rendah untuk
mendistribusikan tekanan dalam balon sehingga dapat mengurangi ulserasi trakea,
nekrosis dan atau stenosis. Komplikasi dari kanul tipe ini adalah adanya gangguan
menelan karena balon akan menghalangi elevasi laring saat proses menelan sehingga
tidak ada proteksi dari aspirasi sekret.
2. Kanul tanpa cuff
Tipe ini biasanya digunakan untuk pasien yang tidak membutuhkan ventilasi tekanan
positif jangka lama, tidak adanya resiko aspirasi seperti pada pasien yang mengalami
kelumpuhan pita suara, tumor kepala dan leher, gangguan neuromuskular, anak- anak
dan neonatus.
3. Fenestrated tubes Kanul ini mempunyai lobang tunggal atau multiple pada
lengkungan kanul. Kanul ini tersedia dengan atau tanpa balon
4. Extended tube tracheostomy

36
Kanul ini lebih panjang. Biasanya digunakan pada pasien dengan pembesaran
kelenjar tyroid atau pasien yang mengalami penebalan jaringan lunak leher,
trakeomalasia, stenosis trakea pada level yang rendah, khypoidosis. Kanul ini
tersedia dengan atau tanpa anak kanul.
I. Perawatan Trakeostomi
1. Prosedur Trakeobronkial Toilet
a. Jelaskan prosedur pada klien & keluarga sebelum memulai dan berikan
ketenangan selama pengisapan.
b. Siapkan alat-alat yang diperlukan
c. Cuci tangan
d. Hidupkan mesin suction (portable atau wall dengan tekanan sesuai kebutuhan)
e. Buka kit kateter pengisap
f. Isi kom dengan normal salin
g. Ventilasi klien dengan bagian resusitasi manual dan aliran oksigen yang tinggi.
h. Kenakan sarung tangan pada kedua tangan (steril)
i. Ambil kateter pengisap dengan tangan non dominan dan hubungkan ke
pengisap
j. Masukkan selang kateter sampai pada karina tanpa memberikan isapan, untuk
menstimulasi reflek batuk.
k. Beri isapan sambil menarik kateter, memutar kateter dengan perlahan 360
derajat tanpa menyentuh lapisan mucus saluran napas (lakukan pengisapan
maksimal 10-15 detik karena pasien dapat hipoksia).
l. Reoksigenasikan dan inflasikan paru pasien selama beberapa kali nafas.
m. Ulangi 4 langkah sebelumnya sampai jalan nafas bersih.
n. Bilas kateter dg normal salin antara tindakan pengisapan
o. Hisap kavitas orofaring setelah menyelesaikan pengisapan trakea
p. Bilas selang pengisap
q. Buang kateter, sarung tangan ke dalam tempat pembuangan kotor.

37
2. Prosedur Membersihkan Anak Kanul
a. Jika pembersihan anak kanul dilakukan setelah pengisapan, biarkan kateter
pengisap tetap melingkari tangan steril dan lanjutkan ke langkah 4. Jika
pengisapan tidak diperlukan, susun peralatan perawatan trakeostomi.
b. Buka kit perawatan trakeostomi dan sebarkan kemasan di meja samping tempat
tidur pasien.
c. Pertahankan strelitas, tempatkan mangkuk dan nampan serta suplai dalam lokasi
terpisah di atas kertas.
d. Buka salin tangan steril dan botol peroksida dan isi lebih dulu mangkuk dengan
peroksida dan salin dalam jumlah yang sama (jangan mentuhkan wadah pada
mangkuk)
e. Isi mangkuk kedua dengan salin
f. Gunakan sarung tangan steril
g. Tempatkan swab berujung kapas dalam campuran cairan peroksida dan letakkan
nampan perawatan trakeostomi.
h. Ambil kassa steril dengan jari tangan yang steril.
i. Stabilkan lempeng leher dengan tangan tidak steril (minta bantuan untuk
melakukannya).
j. Dengan tangan steril, gunakan kassa untuk memutar kanul berlawanan dengan
arah jarum jam sampai penjepit tidak terkunci.
k. Dengan perlahan geser kanul dengan menggunakan bagian lengkung luar dan
dalam.
l. Tempatkan kanul di dalam mangkuk berisi campuran cairan peroksida.
m. Buang kassa.
n. Buka kateter dan bagian terluar kanul pengisap dari trakeostomi.
o. Minta klien bernapas dalam dari bahan collar trakeostomi untuk memberikan
oksigen 100 %.
p. Lepaskan sambungan kateter pengisap dari slang pengisap dan singkirkan sarung
tangan steril serta kateter.
q. Lepaskan balutan trakeostomi.
r. Dengan menggunakan antalan kassa, usap sekresi dan krusta dari sekitar slang
trakeostomi.

38
s. Gunakan swab lembab untuk membersihkan area dibawah lempengan leher pada
sisi insersi.
t. Singkirkan sarung tangan
u. Gunakan sarung tangan steril
v. Ambil kanul bagain dalam dan gosok dengan perlahan menggunakan sikat
pembersih, aliri dengan campuran perosida dan ilas dalam mangkuk berisi salin
steril.
w. Tempatkan kanula dalam kassa steril dan keringkan dengan seksama, gunakan
pembersih pipa kering untuk menghilangkan lembab yang tersisa dari lumen.
x. Geser bagian dalam kanula keluar kanula (pertahankan sterilisasi bagian dalam
kanula) dengan gerakan melengkung kebawah dan kedalam secara lembut, dan
putar bagian dalam kanula dari satu sisi ke sisi lain dengan jari.
y. Pegang kuat lempeng leher dengan tangan lain dan putar bagian dalam
kanulasearah jarum jam sampai jepitan (kunci) terasa dan titik-titik pada posisi
sejajar.
z. Jika penggantian balutan atau ikatan tidak dilakukan buang material cuci tangan
dan bantu klien ke posisi nyaman.
3. Prosedur Mengganti Balutan
a. Minta asisten memegang trakeostomi pada lempeng leher saat anda mengklem
ikatan trakeostomi dan melepaskannya.
b. Selipkan ujung ikatan yang baru melalui pemegang ikatan pada lempeng leher
dan buat simpul kubus 2-3 inci dari lempeng leher.
c. Tempatkan ikatan melingkari bagian belakang leher klien dan ulangi langkah
diatas dengan ujung ikatan yang lain, potong kelebihan ikatan
d. Berikan balutan trakeostomi.
e. Pegang ujung balutan trakeostomi (buka kassa dan lipat menjadi bentuk V).
f. Dengan perlahan angkat lempeng leher dan geser ujung balutan dibawah
lempeng dan ikat.
g. Tarik ujung lain dari balutan dibawah lempeng leher dan ikat.
h. Geser kedua ujung keatas mendekati leher, dengan menggunakan gerakan
bergeser, perlahan, sampai bagian tengah balutan (kassa) berada dibawah
lempeng leher.
i. Bantu pasien ke posisi yang nyaman
j. Singkirkan material dan cuci tangan

39
J. PROSEDUR

40
41
MATERI 6
KATETERISASI ARTERI PULMONAL DAN KANULASI VENA

A. Materi
1. Pengertian
Kateterisasi arteri pulmonal atau yang lebih dikenal dengan kateter jantung
merupakan prosedur medis yang bertujuan untuk mendeteksi kondisi jantung dengan
menggunakan alat selang tipis berukuran panjang yang dimasukkan ke dalam pembuluh
darah menuju jantung. Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia
(2018) menyatakan bahwa kateterisasi adalah tindakan dengan memasukkan selang kecil
(kateter) ke dalam pembuluh darah arteri dan atau vena dan mengarahkannya hingga ke
jantung, pembuluh darah lainnya dan atau organ lain yang dituju dengan bantuan sinar-X.
Pada tindakan ini, penata anestesi sebagai asistensi tindakan yang dilakukan oleh dokter
spesialis.
Kanulasi vena adalah pemasangan kanul/tube dengan memilih lokasi intravena
sebagai jalan dalam pemberian perawatan atau terapi. Kanulasi akan dipasang di suatu
organ sehingga organ tersebut dapat terhubung dengan bagian luar.
2. Indikasi/kontraindikasi
Indikasi kateterisasi
a. Pemantauan pasien bedah jantung untuk operasi open heart
b. Pemantauan sirkulasi cairan pasien dengan gangguan ginjal yang akan melalui
tindakan operasi
c. Pemantauan pasien dengan syok sirkulasi, yang tidak merespon agen inotropik
d. Pasien intensif yang memerlukan lebih dari 0,2 ug/kg/min norepinefrin dan dobutrex
>10ug/kg/menit atau terapi levosimedan

Indikasi kanulasi vena

a. Pasien dengan kebutuhan cairan


b. Pasien yang harus mendapatkan obat secara kontinu dan intermitten
c. Pasien yang akan dilakukan terapi darah/produk darah
d. Pasien yang akan diberikan sedasi

42
e. Tindakan profilaksis untuk pasien yang tidak stabil atau pada prosedur tertentu
(Madger, 1998., Alexander et al, 2010., Pujasari & Sumarwati.,2002., Mahameru,
2014)
B. Persiapan alat Kateterisasi dan Kanulasi
1. Kateter
2. kanule
3. Wire
4. Baloon
5. Stent/device
6. Obat penenang/anestesi
7. Obat jantung
8. EKG
9. Pisau bedah
10. Kasa
11. Kapas alkohol 70%/povidon-iodine
C. Prosedur Pembelajaran

Materi ini akan diberikan dalam bentuk klasikal dan praktikum. Dalam bentuk klasikal
akan diberikan di ruang kelas yang akan diisi oleh pengajar yang berpengalaman dalam
materi ini. Praktikum akan dibagi menjadi 10 kelompok kecil dengan jumlah mahasiswa per
kelompok 10-15 orang. Setiap kelompok akan dibimbing oleh dosen/asisten dosen yang
kompeten terkait materi tersebut.

43
D. Prosedur Penilaian
a. Kateter Arteri Pulmonal

Nilai
No Aspek yang Dinilai Ket
0 1 2
1 Pasien diberikan obat anestesi biasanya adalah
anestesi regional
2 Daerah operasi dilakukan sterilisasi dan diberikan
anestesi lokal. Operasi pemasukan kateter
biasanya dilakukan di leher atau selangkangan
3 Dokter akan membuat sayatan kecil untuk
memungkinan kateter masuk melalui pembuluh
darah
4 Entrance cover atau vacuum tube ditempatkan di
vena pertama kali untuk memudahkan kateter
masuk ke dalam tubuh dengan mudah
5 Kateter kemudian diarahkan melalui pembuluh
darah dan ke sisi kanan jantung
6 dokter dibantu dengan penata anestesi, akan
mengukur tekanan darah di arteri paru-paru
7 Pengambilan sampel darah untuk diperiksa kadar
oksigen darah, atau obat jantung dapat diberikan
untuk memeriksa respon hati anda
8 Ketika semua tes telah selesai, peralatan dirapikan
dan luka sayatan di tutup

b. Kanulasi vena Perifer


Nilai
No Aspek yang Dinilai Ket
0 1 2
1 Cari akses vena perifer yang mudah diakses
2 Seorang asisten harus menjaga posisi lengan agar
tidak bergerak dan membantu untuk membendung
aliran vena di proksimal tempat suntikan dengan
genggaman tangannya
3 Bersihkan daerah sekeliling kulit dengan larutan
antiseptik (yodium, isopropil alkohol, atau alkohol
70%)
4 masukkan hampir seluruh panjang kanul ke dalam
pembuluh vena
5 Fiksasi posisi kateter dengan plester

44
MATERI 7
PEMERIKSAAN GULA DARAH SEWAKTU

A. Materi
1. Definisi
Kadar gula darah adalah terjadinya suatu peningkatan setelah makan dan mengalami penurunan di waktu pagi hari dan
bangun tidur. Seseorang dikatakan mengalami hyperglikemia apabila keadaan kadar gula dalam darah jauh diatas
normal, sedangkan hypoglicemia kadar gula darah jauh dibawah normal (rudi, 2013)
2. Faktor – faktor yang mempengaruhi kadar Glukosa Darah, yaitu:
a. Stress emosional, demam, infeksi, trauma, dan obesitas
b. Makan yang berlebihan dapat meningkatkan kadar glukosa darah.
c. Usia, orang dewasa mempunyai kadar glukosa darah yang cenderung lebih tinggi
d. Aktivitas berlebihan dapat menurunkan kadar glukosa darah (Kee, 2008).
3. Macam-macam pemeriksaan gula darah
a. Gula darah sewaktu
Gula darah yang dilakukan setiap waktu tanpa memperhatikan makanan yang terakhir dimakan
b. Gula darah puasa dan 2 jam setelah makan
Pemeriksaan gula darah yang dilakukan pasien sesudah berpuasa selama 8-10 jam, sedangkan pemeriksaan gula
darah 2 jam sesudah makan yaitu pemeriksaan yang dilakukan 2 jam dihitung sesudah pasien menyelesaikan makan
4. Patologis pengaturan Glukosa Darah
Kondisi normal glukosa darah dapat diantarkan ke dalam sel melalui reseptor insulin. Namun pada kondisi
terjadi gangguan pada reseptor insulin, glukosa darah gagal diantarkan kedalam sel tubuh, dan menetap pada
pembuluh darah. Sel tubuh akan merespon hal tersebut dengan mengirimkan tanda bahwa sel belum memperoleh
glukosa, akibatnya glukosa terus di produksi untuk dapat memenuhi kebutuhan sel, namun karena glukosa tidak dapat
masuk ke dalam sel maka lama kelamaan terjadi peningkatan glukosa dalam darah
Diabetes Melitus (DM) digolongkan menjadi beberapa tipe, yaitu :
a. Diabetes Melitus tipe 1
Pada Diabetes Melitus tipe 1, terjadi radang pada kelenjar pankreas, disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya virus.
Terjadi kerusakan pada sel beta pankreas melalui reaksi yang dinamakan sebagai reaksi autoimun, akibat kerusakan
tersebut pankreas gagal untuk menghasilkan hormone Insulin. Inilah alasan mengapa Diabetes Melitus tipe ini
disebut sebagai Diabetes Melitus Tergantung Insulin/Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM). Kasus Diabetes
Melitus tipe 1 biasa ditemukan pada penderita berusia muda.
b. Diabetes Melitus tipe 2

45
Pada Diabetes Melitus tipe 2, terjadi beberapa tahap sebagai berikut :

- Fase Pertama : Seperti dibicarakan sebelumnya, bila kadar insulin normal maka kadar glukosa darah juga normal.
Pada awalnya, sel tubuh menjadi kurang peka terhadap insulin sehingga dibutuhkan lebih banyak insulin untuk dapat
memasukan glukosa kedalam sel. Kondisi ini kemudian di kenal dengan sebutan Resistensi insulin. Akibatnya,
pankreas akan dipacu untuk bekerja lebih keras dalam mengeluarkan insulin. Pada kondisi ini, kadar insulin dfalam
darah akan mengalami peningkatan sampai tiga kali lipat dari keadaan normal, disebut sebagai keadaan
“hiperinsulinemia”.
- Fase Kedua : Pada fase ini, kadar insulin tinggi namun tidak selamanya kadar glukosa darah ikut abnormal. Seiring
dengan ketidakpekaan sel terhadap insulin yang bertambah parah, sebagian orang akan berhasil untuk meningkatkan
produksi insulin sehingga kadar glukosa darah tetap normal. Namun, orang dengan kelemahan pada pancreas akan
mengalami keterbatasan dalam produksi insulin, biasanya disebabkan karena faktor usia. Pancreas akan terlambat
mengeluarkan insulin saat makan, sehingga kadar glukosa darah setelah makan akan meningkat. Kondisi ini dikenal
sebagai Toleransi Glukosa Terganggu (TGT). Bila pancreas tidak dapat memproduksi cukup insulin untuk menahan
laju produksi glukosa oleh hati, kadar glukosa darah pagi sebelum makan akan tinggi, disebut dengan Glukosa Darah
Puasa Terganggu (GDPT). Kedua istilah ini dikelompokkan untuk menggambarkan kondisi pre diabetes, atau suatu
tahapan sementara menuju terjadinya diabetes.
- Fase Ketiga : Pada fase ini, kadar glukosa darah hampir selalu tinggi karena kondisi resistensi insulin yang semakin
parah, atau produksi insulin pancreas yang berkurang. Pada saat inilah, diagnose Diabetes Melitus tipe 2 dapat
ditegakkan melalui pemeriksaan penunjang laboratorium. Umumnya, keluhan yang muncul tidak terlalu dihiraukan
oleh pasien sampai terjadi komplikasi yang lebih lanjut. Diabetes Melitus tipe ini disebut juga Non Insulin Dependent
Diabetes Melitus (NIDDM). 90% kasus Diabetes Melitus merupakan tipe ini.
c. Diabetes Melitus tipe lain
Tipe ini berhubungan dengan kelainan defek genetic pada sel beta pancreas, defek genetic dari kerja insulin, penyakit
eksokrin pancreas, kelainan hohrmonal, obat-obatan, infeksi, sebab imunologi dan penyebab lain.
d. Diabetes Melitus Gestasional
Terjadi atau diketahui pada saat kehamilan. Disebabkan karena adanya ketidakseimbangan hormonal. Diabetes
Melitus tipe ini berisiko terhadap proses persalinan sehingga disarankan penderitanya untuk melakukan persalinan
seksio sesaria untuk mencegah perdarahan bi;la harus bersalin per vaginam. Factor yang mempengaruhi diantaranya
adalah usia ibu hamil yang lebih dari 30 tahun, kegemukan, adanya gula dalam air seni, riwayat Diabetes Melitus
dalam keluarga, riwayat keguguran berulang, dan sebagainya
B. Interpretasi hasil pemeriksaan glukosa meliputi :
1. Gula darah normal (70-110 mg/dL)
2. Gula darah rendah (hipoglikemia, 40-50 mg/dL)
3. Gula darah tinggi (hiperglikemia, >130 mg/dL)
46
C. Alat pemeriksaan Gula Darah Sewaktu
1. Glukotest
2. Jarum
3. Alkohol Swab
4. Sarung tangan
5. Stik glukotest
D. Prosedur pemeriksaan
1. Siapkan alat yang diperlukan
2. Cuci tangan dengan benar
3. Bersihkan/desinfeksi jari yang akan ditusuk dengan jarum
4. Masukkan stik pada alat glukotest’
5. Tusuk jari dengan jarum sekali pakai yang sudah disediakan
6. Berikan beberapa tetes darah pada stik yang sudah terpasang di glukotest
7. Tunggu beberapa sampai hasil berupa angka muncul, lalu catat pemeriksaan

MATERI 8

PEMBERIAN INSULIN

A. Materi
1. Pengertian
Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi oleh sel beta pulau
Langerhans kelenjar pankreas. Insulin menstimulasi pemasukan asam amino
kedalam sel dan kemudian meningkatkan sintesa protein. Insulin meningkatkan
penyimpanan lemak dan mencegah penggunaan lemak sebagai bahan energi.
Insulin menstimulasi pemasukan glukosa ke dalam sel untuk digunakan sebagai
sumber energi dan membantu penyimpanan glikogen di dalam sel otot dan hati.
Insulin endogen adalah insulin yang dihasilkan oleh pankreas, sedangkan insulin
eksogen adalah insulin yang disuntikan dan merupakan suatu produk farmasi.
2. Indikasi terapi dengan insulin
a. Semua penyandang DM tipe I memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin oleh sel beta tidak ada atau
hampir tidak ada.
b. Penyandang DM tipe II tertentu mungkin membutuhkan insulin bila terapi jenis lain tidak dapat mengendalikan
kadar glukosa darah
c. Keadaan stress berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark miokard akut atau stroke.

47
d. DM gestasional dan penyandang DM yang hamil membutuhkan insulin bila diet saja tidak dapat mengendalikan
kadar glukosa darah.
e. Ketoasidosis diabetik.
f. Hiperglikemik hiperosmolar non ketotik.
g. Penyandang DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi kalori, untuk memenuhi
kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap akan memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan
kadar glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan
insulin
h. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
i. Kontra indikasi atau alergi terhadap obat hipoglikemi oral.

3. Tipe-Tipe Insulin
Berdasarkan lama kerjanya, insulin dibagi menjadi 4 macam, yaitu:
a. Insulin kerja singkat

Yang termasuk di sini adalah insulin regular (Crystal Zinc Insulin / CZI . Saat ini dikenal 2 macam
insulin CZI, yaitu dalam bentuk asam dan netral. Preparat yang ada antara lain : Actrapid,
Velosulin, Semilente. Insulin jenis ini diberikan 30 menit sebelum makan, mencapai puncak
setelah 1– 3 macam dan efeknya dapat bertahan samapai 8 jam.
b. Insulin kerja menengah

Yang dipakai saat ini adalah Netral Protamine Hegedorn (NPH ),MonotardÒ, InsulatardÒ. Jenis
ini awal kerjanya adalah 1.5 – 2.5 jam. Puncaknya tercapai dalam 4 – 15 jam dan efeknya dapat
bertahan sampai dengan 24 jam.
c. Insulin kerja panjang
Merupakan campuran dari insulin dan protamine, diabsorsi dengan lambat dari tempat penyuntikan
sehingga efek yang dirasakan cukup lam, yaitu sekitar 24 – 36 jam. Preparat: Protamine Zinc
Insulin ( PZI ), Ultratard
d. Insulin infasik (campuran)

48
Merupakan kombinasi insulin jenis singkat dan menengah. Preparatnya: Mixtard 30 / 40.
Pemberian insulin secara sliding scale dimaksudkan agar pemberiannya lebih efisien dan tepat
karena didasarkan pada kadar gula darah pasien pada waktu itu. Gula darah diperiksa setiap 6 jam
sekali.
4. Dosis pemberian Insulin
a. Gula darah < 60 mg % = 0 unit
b. Gula darah < 200 mg % = 5 – 8 unit
c. Gula darah 200 – 250 mg% = 10 – 12 unit
d. Gula darah 250 - 300 mg% = 15 – 16 unit
e. Gula darah 300 – 350 mg% = 20 unit
f. Gula darah > 350 mg% = 20 – 24 uni

49
MATERI 9
ASUHAN
KEPERAWATAN
ANESTESI KASUS 1
(LUKA BAKAR)

A. Materi
1. Luka bakar
Luka bakar adalah luka yang
diakibatkan oleh panas
sehingga mengakibatkan
kehilangan cairan pada
pasien. Semakin luas luka
bakar yang dialami maka
kehilangan cairan juga akan
semakin banyak. Pasien yang
mengalami luka bakar akan
kehilangan cairan melalui
lima rute:
a. Pertama : Plasma
meninggalkan ruang
intravaskuler dan
terperangkap menjadi
edema. Kondisi ini juga
disebut sebagai perpindahan
cairan plasma ke ruang interstisial. Hal ini diikuti dengan hilangnya protein serum.
b. Kedua : Cairan dan plasma interstisial hilang sebagai eksudat luka bakar
c. Ketiga : uap air dan panas hilang sesuai denga proporsi besarnya daerah kulit yang terbakar
d. Keempat : Darah bocor dari kapiler yang sudah rusak, sehingga menambahn kehilangan volume cairan
intravaskuler.
50
e. Kelima : perpindahan natrium dan air masuk ke sel, yang lebih jauh membuat ekstrsel semakin berkurang
2. Luas luka bakar
Wallace membagi tubuh manusia menjadi 9% bagian atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama ‘Rule of Nine’ atau
‘Rule of Wallace’ pada orang dewasa yaitu:
a. Kepala dan leher : 9%
b. Lengan masing- masing 9% :18%
c. Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
d. Tungkai masing-masing 18% : 36%
e. Genetalia/perineum : 1%
Jumlah Total : 100%

3. Derajat luka bakar

4.Kebutuhan Plasma pada luka bakar

51
5. Rumus penggantian cairan
Parkland/Baxter
 Formula : 4 ml x kg BB x % ( Total Body Surface Area /TBSA)
 Cairan : Ringer laktat ( RL )
 Waktu :
Hari pertama 8 jam pertama dan 16 jam kedua ( 50% diberikan 8 jam pertama
dan 25% 8 jam kedua dan 25% 8 jam ketiga )
Hari kedua Bervariasi, ditambahkan koloid

B. Prosedur Pembelajaran
Materi ini akan diberikan dalam bentuk klasikal dan praktikum. Dalam bentuk klasikal akan diberikan di ruang kelas yang
akan diisi oleh pengajar yang berpengalaman dalam materi ini. Praktikum akan dibagi menjadi 10 kelompokkecil dengan
jumlah mahasiswa per kelompok 10-15 orang. Masing-masing kelompok akan diberikan kasus sehingga mahasiswa dapat
menganalisa kasus tersebut. Setiap kelompok akan dibimbing oleh dosen/asisten dosen yang kompeten terkait materi tersebut.

Kasus :
Pasien Tn.S usia 49 tahun tampak kesakitan setelah tubuhnya terbakar api. 1 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien terbakar
api ketika sedang membakar sate. Pasien yang sedang hendak menyiapkan pembakaran sate terkena ledakan dari dirigen
minyak tanah yang terletak dekat dari sumber api. Dan ketika itu juga adik dari pasien berusaha membantu memadamkan
dengan berniat menyiramkan air tapi ternyata yang disiramkan itu adalah minyak tanah. Sehingga api disekujur tubuh pasien
malah semakin membesar, pasien terkapar di tanah dan berguling-guling kesakitan. Dan akhirnya orang-orang sekitar cepat-
cepat memadamkan dengan jalan menyiramkan air dan juga dengan menggunakan kain. Kejadian ini terjadi pada halaman
52
belakang rumah pasien (ruangan terbuka) dan ketika jatuh ke tanah pasien mengaku tidak membentur sesuatu, pasien juga
mengaku tidak mengalami sesak napas ataupun penurunan kesadaran. Tn. S mengaku tidak memiliki riwayat
perawatan/pembedahan di RS
sebelumnya. Riwayat DM disangkal, Hipertensi (-), tidak ada riwayat asma dan TBC.
Keadaan Umum : Cukup baik
Kesadaran : Composmentis
Tekanan darah : 150/100 mmHg
Nadi : 100x/mnt, reguler, cukup isi
Suhu : 36,9 C
Pernapasan : 28x/menit
GCS : E4V5M6
TB / BB : 170cm / 85kg
Tidak tampak adanya sumbatan jalan napas, darah(-), muntahan (-), lidah tidak terlipat kebelakang, suara napas tidak
mengorok. Kedua dinding thoraks tampak simetris pada pergerakan, napas spontan, tidak ada jejas pada dinding thoraks,
suara nafas vesikuler, ronchi (-), Wheezing (-).Pasien tidak tampak pucat, sianosis (-), nadi carotis dan radialis teraba cukup
isi, 100x/menit reguler. Pakaian Tn. S segera dievakuasi guna mengurangi pajanan berkelanjutan serta menilai luas dan
derajat luka bakar. Dari pemeriksaan head to toe didapatkan kepala simetris, konjungtiva tidak anemis dan gerakan mata
normal, tidak ada gangguan pendengaran, tidak ada pembesaran tonsil, mulut tampak kering, tampak luka bakar pada leher
sebelah kiri dengan ukuran 10x2cm warna kulit merah pucat. Tidak ada pembesaran JVP dan tiroid. Pemeriksaan dada
normal. Status lokalis :
 Tampak luka bakar berwarna merah pucat kehitaman pada daerah leher kiri dengan ukuran 5 x 2 cm.
 Tampak luka bakar berwarna merah pucat kehitaman pada pinggirnya didaerah regio brachii dan antebrachii sinistra
ukuran 50 x 10 cm memanjang ke bawah sampai ke bagian belakang, bullae (+)
 Tampak luka bakar berwarna merah pucat pada regio abdomen dekat umbilikus memanjang dengan ukuran 15 x 3
cm
 Tampak luka bakar berwarna merah pucat pada regio femur (depan) sampai kruris depan sinistra dan memanjang ke
bawah, bullae (+) Tampak luka bakar berwarna merah pucat pada regio femur (depan) sampai kruris depan dekstra
dan memanjang ke bawah , bullae (+)
Pada tanggal 8 maret 2020 pasien dilakukan tindakan eskaratomi dan nekrotomi. Rencana dilakukan tindakan dengan
teknik general anestesi endotracheal tube. Pasien mengatakan merasa takut akan dilakukan tindakan operasi. Tampak
wajah tegang, gelisah, kontak mata buruk. N : 100x/mnt, RR 25x/mnt, TD 150/100 mmHg. Hasil pemeriksaan
laboratorium dalam batas normal. Terpasang infus RL 24 tpm pada tangan kiri. Pada intra operasi pernafasan spontan
tidak adekuat, SpO2 86%, auskultasi: suara nafas gurgling. premedikasi midazolam 2,5 mg, ondansetron 4 mg dan
fentanyl 100 mcg. Obat induksi Propofol 100mg dan netrixum 25 mg. Agen anestesi sevoflurane diatur 2% vol, ETT
53
no 7,5, N2O dan O2 dinyalakan 50:50 yaitu 2 l/menit : 2 l/menit. Setelah operasi selesai TD 130/85 mmHg, akral
dingin, klien menggigil, suhu 36 derajat C, kesadaran somnolen klien tampak belum sadar penuh.

MATERI 10
ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI KASUS 2
(KARDIOVASKULER)

A. Materi
Hemodinamik adalah gambaran sirkulasi pasien yang menggambarkan fungsi jantung dan pembuluh darah secara
umum. Monitoring hemodinamik merupakan pemantuan terhadap sistem kardiovaskuler yang dapat dilakukan dengan
metode invasive dan non invasive. Pemantuan tersebut merupakan suatu teknik untuk pengkajian pada pasien kritis
maupun pasien yang dilakukan anestesi untuk mengetahui kondisi perkembangan pasien maupun sebagai antisipasi
keadaan pasien yang memburuk. Monitori hemodinamik dapat membantu mengidentifikasi kondisi pasien terhadap terapi,
menentukan diagnosa medis, memberikan informasi mengenai keadaan pembuluh darah, jumlah darah dalam tubuh dan
kemampuan jantung untuk memompa. Perubahan hemodinamik dapat dipengaruhi oleh pemenuhan kebutuan dasar
manusia akan istirahat tidur, dan seringkali dipergunakan sebagai acuan untuk mengetahui terjadinya kegawatan pada
sistem kardiovaskuler secara dini dan akurat.
B. Prosedur pembelajaran
Materi ini akan diberikan dalam bentuk klasikal dan praktikum. Dalam bentuk klasikal akan diberikan di ruang kelas
yang akan diisi oleh pengajar yang berpengalaman dalam materi ini. Praktikum akan dibagi menjadi 10 kelompok kecil
dengan jumlah mahasiswa per kelompok 10-15 orang. Masing-masing kelompok akan diberikan kasus sehingga
mahasiswa dapat menganalisa kasus tersebut. Setiap kelompok akan dibimbing oleh dosen/asisten dosen yang kompeten
terkait materi tersebut
Kasus :
Tn.Yusia 50th mengeluh nyeri pada perut, nyeri pada keempat kuadran perut sejak 2 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan
terus menerus, skala nyeri 7, nyeri seperti ditusuk-tusuk dan terasa disemua kuadran. Pasien mengalami mual muntah
kemarin. Pasien dengan diagnosa preoperasi ileus direncanakan tindakan operasi laparatomi tanggal 15 Des 2018 pukul
08.00. pasien mengatakan belum pernah melakukan operasi sebelumnya, pasien mengatakan memiliki riwayat stroke
hemiparase sinistra. Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mempunyai riwayat penyakit hipertensi, DM,
Asma, Jantung dan lain-lain. Kesadaran: Compos Mentis, BB:40kg, GCS: E4.V5.M6, TB:157cm, TD:110/60mmHg,
RR:16x/mnt,

54
N:84x/mnt. Bibir tampak kering , pasien tampak lemas, wajah tampak gelisah dan mengatakan cemas jika setelah dibius
masih terasa sakit saat operasi. Pasien mengatakan sudah puasa sejak pukul 11 malam. Pemeriksaan jantung, inspeksi:
Ictus cordis tidak tampak, palpasi: Ictus cordis tidak kuat angkat, Perkusi: Batas jantung kesan tidak melebar, Auskultasi:
Bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, mur-mur (-). Abdomen, inspeksi: bentuk agak cembung, terdapat lesi,
auskultasi: Bising usus (+) 4x/menit, palpasi: adanya nyeri tekan pada keempat kuadran, perkusi: Timpani. Ekstremitas
atas: dapat bergerak bebas, tangan kiri terpasang cairan infus RL 20tpm. Genetalia: terpasang dower cateter sejak 10
desember 2018. Pasien mengatakan belum pernah dilakukan tindakan operasi sebelumnya, pasien merasa cemas dan takut
menjalani operasi. Status fisik ASA 3 direncanakan general anestesi dengan teknik intubasi Endotracheal Tube.
PersiapanAlat
 Persiapan alat general anestesi dengan teknik intubasi Endotracheal Tube (ETT), alat yang dipersiapkan:
Laringoscope, stetoscope, ETT ukuran 7.0 dan 7.5, OPA, Plester, Introducer, Connector, Suction, Spuit, Jelly, obat-
obat premedikasi dan induksi
 Persiapan bedside monitor yaitu tekanan darah, pulse oxymetri
 Siapkan lembar laporan durante anestesi dan balance cairan
Persiapan obat
 Obat untuk Premedikasi: Fentanyl 100 mcg
 Obat Induksi: Propofo l80 Mg
 Obat Pelumpuh Otot: Rocuronium 20 mg
 Obat Analgetik: Ketorolac 30 mg
 Obat Anti Emetik: Ondancentron 4 mg
Cairan infuse
 Kristaloid: RL 1500 ml
 Koloid: HES 500 ml
 Darah 500ml (2Kolf)

Pemeriksaan Hasil
Hemoglobin* ↓ 11.4asil
Hematokrit* ↓ 37.1oglobin*↓
Leukosit* ↑ 17.9
Trombosit 341matokrit*↓
55
Eritrosit* ↓ 4.04
MCH 28.2eukosit*↑
MCHC* ↓ 30.7
MCV 91.8mbosit
Eosinofil* ↓ 0.5
Basofil 0.1Basofil
Netrofil* ↑ 92.0
Limfosit* ↓ 4.6Netrofil*↑
Monosit 2.8
MasaPerdarahan(BT) 3’00”sit*↓
MasaPembekuan(CT) 8’30”
GDS 133
Albumin* ↓ 2.81

Pasien tiba di IBS pukul 09.00 dilakukan serah terima pasien dengan petugas ruangan, memeriksa status pasien termasuk
informed consent, dan obat-obatan yang telah diberikan diruang perawatan. TTV pasien sbb TD: 130/80 mmHg; N: 82x/mnt;
SpO2: 99%; RR: 20x/mnt. Pasien mengatakan takut dan cemas menjalani operasi.
 Pemberian obat premedikasi. Pasien dilakukan pemberian obat premedikasi pukul 09.30 WIB yaitu Fentanyl 100
mcg. Setelah pemberian obat premedikasi dilakukan observasi tanda-tanda vital. TD: 100/60 mmHg; N: 88x/mnt;
SpO2: 99%; RR: 16x/mnt, pernapasan spontan
 Melakukan induksi. Induksi dengan obat propofo l80 mg yang pukul 09.30 WIB. TD: 100/80 mmHg; N: 85x/mnt;
SpO2: 95%; RR: 14x/mnt, dilakukan pengecEkan rangsang bulu mata kemudian diberikan oksigenasi FaceMask
6lt/mnt, sevo 2 vol%, diberikan pelumpuh otot dan intubasi ETT dilakukan
 Pasien mulai dilakukan insisi pukul 9.40 WIB yang sebelumnya dilakukan timeout.
TD: 80/58 mmHg, N: 80x/mnt, SpO2: 100%, RR: 12x/mnt, sevo 2 vol%, N2O 3 lt/mnt, obat ketorolak 30 mg masuk.
 Pasien mengalami Arrest pada pukul 10.00 WIB saat operasi dilakukan RJP dan diberikan Epineprin 8 mg,
Norepineprin 4 mg dalam 100 ml Nacl 20 tpm mikro, Dobutamin 250 mg dalam 50 cc Aqua 2,4 ml/menit dengan
syringe pump.
 Pukul 10.05 TD 43/30 mmHg, N 40x/mnt, SpO2 80%, O2 4 lt/mnt, N2O 2 lt/mnt, Sevo 2 vol%, RR 12x/mnt,’
 Pukul 10.20 TD 64/50 mmHg, N 55x/mnt, SpO2 95%, O2 4 lt/mnt, N2O 2 lt/mnt, Sevo 2 vol%, RR 12x/mnt,
 Pukul 10.25 pasien selesai operasi dilakukan signout
 Pukul 10.30 WIB pasien dipindahkan ke ICU.
 Pasien menggunakan oksigen 6 lt/mnt, dan obat obatan
 Monitor tanda vital sebelum pasien dibawa ke ICU TD: 65/50 mmHg; N: 55x/mnt; SpO2: 97%; RR:12x/mnt.

56
MATERI 11
ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI
(DIABETES MELLITUS)

A. Materi
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyebab tersering dalam golongan penyakit metabolik. Klasifikasi terbaru oleh
American Diabetes Association (ADA) dan World Health Organization (WHO) yaitu, Type 1 (Dikenal sebagai insulin
dependen diabetes mellitus- IDDM) dimediasi oleh faktor imun dan berkembang menjadi defisiensi insulin absolut , Tipe 2
( Dikenal sebagai Non- Insulin Dependent Diabetes Melitus- NIDDM) adalah penyakit yang muncul pada saat dewasa dan
dihubungkan dengan resistensi insulin. Tipe 3, bentuk spesifik lainnya dari diabetes mellitus, meliputi berbagai defek genetik
dari fungsi sel beta dan kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, dan diabetes yang muncul karena obat
tertentu. Tipe 4 adalah diabetes gestasional. Ahli anestesi suatu saat pasti akan dihadapkan pada pasien DM yang akan
menjalani pembedahan baik terencana maupun darurat . Di AmerikaSerikat (AS) terdapat sekitar 10 juta penderita DM dan
diperkirakan kurang lebih 50% menjalani operasi selama hidupnya dan 75% diantaranya berusia diatas 50 tahun, sedangkan
di Indonesia diperkirakan sekitar 25% penderita DM menjalani anestesi dan operasi. Dengan makin meningkatnya harapan
umur penduduk Indonesia, maka jumlah DM usia tua juga akan bertambah, demikian pula kemungkinan penderita DM yang
akan mengalami pembedahan. Pasien diabetes yang akan menjalani pembedahan memiliki peningkatan mortalitas dan
diabetes type 1 sangat beresiko untuk terjadinya komplikasi pasca operasi. Komplikasi terkait penyembuhan luka terjadi pada
pasien diabetes dengan kadar gula tidak terkontrol1. Sehingga penting bagi ahli anestesi untuk mengetahui perubahan-
perubahan fisiologis pasien DM yang akan menjalani pembedahan serta manajemen perioperatif pasien DM.
B. Prosedur pembelajaran
Materi ini akan diberikan dalam bentuk klasikal dan praktikum. Dalam bentuk klasikal akan diberikan di ruang kelas
yang akan diisi oleh pengajar yang berpengalaman dalam materi ini. Praktikum akan dibagi menjadi 10 kelompok kecil
dengan jumlah mahasiswa per kelompok 10-15 orang. Masing-masing kelompok akan diberikan kasus sehingga mahasiswa
dapat menganalisa kasus tersebut. Setiap kelompok akan dibimbing oleh dosen/asisten dosen yang kompeten terkait materi
tersebut

Kasus :
Seorang pasien Tn. S dengan diagnosis medis DM ulkus akan dilakukan tindakan amputasi dengan spinal anestesi.
Jari kaki kanan sampai mata kaki terlihat nekrosis dan terdapat gangrene. Klien mengatakan memiliki luka DM pada kaki
sebelah kanannya sejak 24 Mei 2015. Luka tersebut dikarenakan pemakaian sepatu yang terlalu sempit sehingga
menyebabkan kaki lecet dan bengkak. Kemudian pasien datang ke RS “X” untuk memeriksakan keadaan kakinya dan hanya
diberikan obat bentuk kapsul ternyata luka dikaki menjadi semakin parah hingga timbul gangrene. Tangan kanan terpasang

57
cairan infus ringer laktat 20 tpm. Pasien mengatakan sedikit takut akan dilakukan operasi. Pasien mengatakan Kesadaran
composmentis, GCS E4 V5 M6, TD 127/70 mmHg, nadi 76x/mnt, BB 58 kg, TB 150 cm, RR 18x/mnt, GDS : 189 mg/dl,
GDP : 158 mg/dl. Kepala mesocephal, konjungtiva tidak anemis, tidak ada gigi palsu, tidak ada peningkatan JVP, mulut klien
bersih, tidak ada gigi palsu, mukosa bibir kering, tidak terdapat stomatitis, skore mallampati grade 2. Pengembangan paru
kanan dan kiri sama, Fremitus raba kanan kiri sama, suara perkusi paru sonor, suara nafas vesikuler. Ictus cordis tidak tampak.
Pasien tampak gelisah. Hb 12,2 g/Dl, hematokrit 35%, trombosit 214 ribu/ul, leukosit 20 ribu/ul, eritrosit 3,9 juta/ul. Status
fisik ASA II. Puasa 7 jam. Direncanakan operasi dengan regional anestesi teknik sub arachnoid block. Persiapan alat anestesi
: monitor lengkap dengan manset, finger sensor dan lead ekg, persiapan STATICS, persiapan alat regional anestesi dengan
teknik SAB jarum
ukuran 27G, spuit 3cc dan 5cc, 10cc dan sarung tangan steril. Persiapan obat : Obat antiperdarahan Traneksamat
50mg/ml, obat SAB Bupivakain 12,5mg/ml dan Fentanyl 25mcg, antiemetik ondansetron 4 mg/ml, analgetik ketorolak 30
mg/ml, obat emergency SA 0,25 mg/ml ; Ephedrine 50mg/ml = dioplos 5cc dimasukkan spuit ; Dexamethason 5mg/ ml,
cairan infus RL 1500. Selama intra operasi pasien mengatakan badannya dingin. pasien tampak mengginggil. Suhu 36o C,
TD 110/80 mmHg, Nadi 72x/mnt. Setelah operasi selesai pasien kehilangan darah ±500 cc, terpasang infus RL 20 tpm, pasien
tampak lemah, pucat TD 112/68 mmHg.

MATERI 12
ASMA

A. Materi
Asma adalah suatu gangguan pernapasan yang terjadi akibat genetik, lingkungan, atau alergen pada pasien. Asma adalah
suatu kejadian yang ditandai dengan penyempitan jalan napas yang menimbulkan sesak dan sulit bernapas. Asma dapat
membahayakan pasien yang sedang dalam fase intra bedah karena penyempitan jalan napas yang kemudian akan mengganggu
pembedahan dan anestesi. Tatalaksana yang benar pada pasien yang benar intra operasi harus diberikan pada pasien Asma

B. Prosedur pembelajaran
Materi ini akan diberikan dalam bentuk klasikal dan praktikum. Dalam bentuk klasikal akan diberikan di ruang kelas
yang akan diisi oleh pengajar yang berpengalaman dalam materi ini. Praktikum akan dibagi menjadi 10 kelompok kecil

58
dengan jumlah mahasiswa per kelompok 10-15 orang. Masing-masing kelompok akan diberikan kasus sehingga mahasiswa
dapat menganalisa kasus tersebut. Setiap kelompok akan dibimbing oleh dosen/asisten dosen yang kompeten terkait materi
tersebut

Kasus :
Seorang pasien Tn. S dengan diagnosis medis ASMA akan dilakukan tindakan amputasi apendiktomi dengan general
anestesi. Saat datang ke rumah sakit mengatakan nyeri perut bagian kanan seperti ditusuk tusuk, skala nyeri 5, hilang
timbul. Pasien mengayakan mempunyai riwayat ASMA Kesadaran composmentis, GCS E4 V5 M6, TD 127/70 mmHg,
nadi 76x/mnt, BB 58 kg, TB 150 cm, RR 18x/mnt, GDS : 189 mg/dl, GDP : 158 mg/dl. Kepala mesocephal, konjungtiva
tidak anemis, tidak ada gigi palsu, tidak ada peningkatan JVP, mulut klien bersih, tidak ada gigi palsu, mukosa bibir kering,
tidak terdapat stomatitis, skore mallampati grade 2. Pengembangan paru kanan dan kiri sama, Fremitus raba kanan kiri
sama, suara perkusi paru sonor, suara nafas vesikuler. Ictus cordis tidak tampak. Pasien tampak gelisah. Hb 12,2 g/Dl,
hematokrit 35%, trombosit 214 ribu/ul, leukosit 20 ribu/ul, eritrosit 3,9 juta/ul. Status fisik ASA II. Puasa 7 jam.
Direncanakan operasi dengan regional anestesi teknik lain-lain. Kesadaran: Compos Mentis, BB:40kg, GCS: E4.V5.M6,
TB:157cm, TD:110/60mmHg, RR:16x/mnt,
N:84x/mnt. Bibir tampak kering , pasien tampak lemas, wajah tampak gelisah dan mengatakan cemas jika setelah dibius
masih terasa sakit saat operasi. Pasien mengatakan sudah puasa sejak pukul 11 malam. Pemeriksaan jantung, inspeksi:
Ictus cordis tidak tampak, palpasi: Ictus cordis tidak kuat angkat, Perkusi: Batas jantung kesan tidak melebar, Auskultasi:
Bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, mur-mur (-). Abdomen, inspeksi: bentuk agak cembung, terdapat lesi,
auskultasi: Bising usus (+) 4x/menit, palpasi: adanya nyeri tekan pada keempat kuadran, perkusi: Timpani. Ekstremitas
atas: dapat bergerak bebas, tangan kiri terpasang cairan infus RL 20tpm. Genetalia: terpasang dower cateter sejak 10
desember 2018. Pasien mengatakan belum pernah dilakukan tindakan operasi sebelumnya, pasien merasa cemas dan takut
menjalani operasi. Status fisik ASA 2 direncanakan general anestesi dengan teknik intubasi Endotracheal Tube.
PersiapanAlat
 Persiapan alat general anestesi dengan teknik intubasi Endotracheal Tube (ETT), alat yang dipersiapkan:
Laringoscope, stetoscope, ETT ukuran 7.0 dan 7.5, OPA, Plester, Introducer, Connector, Suction, Spuit, Jelly, obat-
obat premedikasi dan induksi
 Persiapan bedside monitor yaitu tekanan darah, pulse oxymetri
 Siapkan lembar laporan durante anestesi dan balance cairan
Persiapan obat
 Obat untuk Premedikasi: Fentanyl 100 mcg
 Obat Induksi: Propofo l80 Mg
 Obat Pelumpuh Otot: Rocuronium 20 mg
59
 Obat Analgetik: Ketorolac 30 mg
 Obat Anti Emetik: Ondancentron 4 mg
Cairan infuse
 Kristaloid: RL 1500 ml
 Koloid: HES 500 ml
 Darah 500ml (2Kolf)

Pemeriksaan Hasil
Hemoglobin* ↓ 11.4asil
Hematokrit* ↓ 37.1oglobin*↓
Leukosit* ↑ 17.9
Trombosit 341matokrit*↓
Eritrosit* ↓ 4.04
MCH 28.2eukosit*↑
MCHC* ↓ 30.7
MCV 91.8mbosit
Eosinofil* ↓ 0.5
Basofil 0.1Basofil
Netrofil* ↑ 92.0
Limfosit* ↓ 4.6Netrofil*↑
Monosit 2.8
MasaPerdarahan(BT) 3’00”sit*↓
MasaPembekuan(CT) 8’30”
GDS 133
Albumin* ↓ 2.81

Pasien tiba di IBS pukul 09.00 dilakukan serah terima pasien dengan petugas ruangan, memeriksa status pasien termasuk
informed consent, dan obat-obatan yang telah diberikan diruang perawatan. TTV pasien sbb TD: 120/80 mmHg; N: 82x/mnt;
SpO2: 99%; RR: 20x/mnt. Pasien mengatakan takut dan cemas menjalani operasi.
 Pemberian obat premedikasi. Pasien dilakukan pemberian obat premedikasi pukul 09.30 WIB yaitu Fentanyl 100
mcg. Setelah pemberian obat premedikasi dilakukan observasi tanda-tanda vital. TD: 100/60 mmHg; N: 88x/mnt;
SpO2: 99%; RR: 16x/mnt, pernapasan spontan

60
 Melakukan induksi. Induksi dengan obat propofo l80 mg yang pukul 09.30 WIB. TD: 100/80 mmHg; N: 85x/mnt;
SpO2: 95%; RR: 14x/mnt, dilakukan pengecEkan rangsang bulu mata kemudian diberikan oksigenasi FaceMask
6lt/mnt, sevo 2 vol%, diberikan pelumpuh otot dan intubasi ETT dilakukan
 Pasien mulai dilakukan insisi pukul 9.40 WIB yang sebelumnya dilakukan timeout.
TD: 80/58 mmHg, N: 80x/mnt, SpO2: 100%, RR: 12x/mnt, sevo 2 vol%, N2O 3 lt/mnt, obat ketorolak 30 mg masuk..
 Pukul 10.05 TD 43/30 mmHg, N 40x/mnt, SpO2 80%, O2 4 lt/mnt, N2O 2 lt/mnt, Sevo 2 vol%, RR 12x/mnt,’
 Pukul 10.20 TD 64/50 mmHg, N 55x/mnt, SpO2 95%, O2 4 lt/mnt, N2O 2 lt/mnt, Sevo 2 vol%, RR 12x/mnt,
 Pukul 10.25 pasien selesai operasi dilakukan signout.
 Pukul 10.30 WIB pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Saat di ruanh pemulihan pasien mengeluhkan sesak napas
dam terdengar suara ronchi pada pasien. Saturasi pasien awalnya 98x/menit menjadi 91x/menit saat pasien mengalami
spasme laring. Lalu oleh perawat RR diberikan nebulizer ventolin pada pasien tersebut. Pasien setelah diberi ventolin
tampak lebih rileks dan tenang
 Pasien menggunakan oksigen 6 lt/mnt, dan obat obatan
 Monitor tanda vital sebelum pasien dibawa ke ICU TD: 65/50 mmHg; N: 55x/mnt; SpO2: 97%; RR:12x/mnt.

61
DAFTAR PUSTAKA

Cook, T., Walton, B., (2005). The Laryngeal Mask Airway. Update in Anesthesia: 32
– 42

Daabiss, M. (2011). American society of anaesthesiologists physical status


classification. Indian Journal of Anaesthesia, 55(2), 111–115.
https://doi.org/10.4103/0019-5049.79879
Keat, S., Bate, S.T., Bown, A., & Lanham, S. (2012). Anesthesia On The Move.
Jakarta: PT. Indeks
Latief, A.S.. (2007). Petunjuk Praktis Anesthesiologi. Jakarta : FK UI
Mangku, G., & Senapathi, T.G.A. (2010). Buku Ajar Ilmu Anestesi dan

Reanimasi. Jakarta: PT. Indeks

Rehman Habibur, Mohammed Kamrudeen. Perioperative Management of


Diabetic Patient. 2003.Current Surgery vol 60 No.6

Schulenburg E, Le Roux P. Antiretroval therapy and anesthesia. S Afr J


Anesthesiol Analg. 2008;14(2):31-38

Baluch A, Maas H, Rivera C, et al. Current perioperative management of the


patient with hiv. MEJ Anesth. 2009:20(2);

62
63

Anda mungkin juga menyukai