Anda di halaman 1dari 6

Bab 1

Pembahasan
A. Talak

1. Pengertian Talak
Menurut bahasa, talak berasal dari kata ‫ االط الق‬yang bermaksud
melepaskan, meninggalkan atau melepaskan ikatan perkawinan.Dalam
kitab kifayatul akhyar disebutkan bahwa talak menurut bahasa adalah
melepaskan ikatan.1 Sedangkan menurut istilah hukum Islam berarti :
a) Menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi keterikatannya dengan
menggunakan ucapan tertentu.
b) Melepaskan ikatan perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri.
c) Melepaskan ikatan akad perkawinan dengan ucapan talak atau yang sepadan
dengan itu.2
Di dalam kitab kifayatul akhyar menjelaskan talak sebagai sebuah
nama untuk melepaskan ikatan perkawinan dan talak adalah lafadz
jahiliyyah yang setelah islam datang menetapkan lafadz itu sebagai kata
untuk melepaskan nikah. Dalil-dalil tentang talak itu berdasarkan al-kitab,
hadits, ijma’ ahli agama dan ahli sunnah.
Dari defini di atas, bahwa talak adalah pemutusan tali perkawinan
dan talak merupakan suatu yang disyariatkan.6 Dan jelaslah bahwa talak
merupakan sebuah institusi yang digunakan untuk melepaskan sebuah
ikatan perkawinan, dengan demikian ikatan perkawinan sebenarnya dapat
putus dan tata caranya telah di atur baik dalam fikih maupun di dalam
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi
Hukum Islam (KHI).3
2. Dasar Hukum Talak
a. Dalil al-Qur’an
Firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah 229 :

ٍ ‫وف أَ وْ تَ ْس ِر ي ٌح بِ إ ِ حْ َس‬
ۗ ‫ان‬ ٍ ‫اك بِ َم ْع ُر‬ ٌ ‫َان ۖ فَ إ ِ ْم َس‬
ِ ‫ق َم َّر ت‬ ُ ‫الطَّ اَل‬
‫َو اَل يَ ِح لُّ لَ ُك ْم أَ ْن تَأْ ُخ ُذ وا ِم َّم ا آت َْي تُ ُم وهُ َّن َش ْي ئً ا إِ اَّل أَ ْن‬
ۖ ِ ‫ود هَّللا‬ َ ِ‫يَ خَ افَ ا أَ اَّل يُق‬
َ ‫يم ا ُح ُد‬
1 http://kumpuanmakalah.blogspot.com/2015/11/fiqih-munakahat-talak.html?m=1 di akses 19
maret 2020
2 Zahry Hamid, Pokok-Pokok Hukum Perkawinan Islam Dan Undang-Undang
Perkawinan Di Indonesia  (Yogyakarta: Bina Cipta, 1979).
3 Amiur Nuruddin, dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam Di Indonesia , (Jakarta:
Kencana 2004) 207.
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh
rujuk lagi dengan cara yang ma´ruf atau menceraikan dengan cara
yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari
yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya
khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah‛.
(Q.S.Al-Baqarah: 229).
Para ulama sepakat membolehkan talak. Bisa saja sebuah
rumah tangga mengalami keretakan hubungan yang mengakibatkan
rumitnya keadaan sehingga pernikahan mereka berada dalam
keadaan kritis, terancam perpecahan, serta pertengkaran yang tidak
membawa keuntungan sama sekali. Dan pada saat itu, dituntut
adanya jalan untuk menghindari dan menghilangkan berbagai hal
negatif tersebut dengan cara talak4.
b. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Talak (perceraian) disebutkan dalam Undang-Undang No.1


Tahun 1974 tentang Perkawinan pada pasal 38 yang berbunyi:
‚Perkawinan dapat putus karena: a. Kematian, b. Perceraian, dan c.
Keputusan Pengadilan.‛Dalam pasal 39 yang berbunyi: ‚(1)
Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan
setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak. (2) Untuk melakukan perceraian
harus ada cukup alasan, bahwa antara suami isteri itu tidak akan
dapat hidup rukun sebagai suami isteri. (3) Tata cara perceraian di
depan Sidang Pengadilan diatur dalam Peraturan Perundangan
tersendiri.

c. KompilasiKompilasi Hukum Islam (KHI)

Tidak hanya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang


Perkawinan, tetapi dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pun
menjelaskan perceraian. Di antaranya pada pasal 113 yang
menyebutkan: ‚Perkawinan dapat putus karena: (a) kematian, (b)
perceraian, dan (c) atas putusan Pengadilan.‛ Dan pasal 114
menyebutkan: ‚Putusnya perkawinan yang disebabkan karena
perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan
perceraian.‛

3. Hukum Talak

4 Syeikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, 208


Hukum cerai yang dijatuhkan oleh suami kepada istri itu
beragam. Hukumnya bisa menjadi wajib, sunah, makruh mubah dan
bahkan haram. Simak penjelasan berikut ini untuk mengetahui hukum
talak dalam pernikahan  yang berlaku dalam islam :
a. Wajib, di katakan wajib apa bila :
 Antara suami dan istri tidak dapat didamaikan
lagi
 Tidak terjadi kata sepakat oleh dua orang wakil
baik dari pihak suami maupun istri untuk
perdamaian rumah tangga yang hendak bercerai
 Adanya pendapat dari pihak pengadilan yang
menyatakan bahwa perceraian/ talak adalah
jalan yang terbaik.
Dan jika dalam keadaan-keadaan tersebut keduanya
tidak diceraikan, maka suami akan berdosa.
b. Haram, di katakan haram apa bila :
 Seorang suami menceraikan istrinya ketika si
istri sedang dalam masa haid atau nifas
 Seorang suami yang menceraikan istri ketika si
istri dalam keadaan suci yang telah disetubuhi
 Seorang suami yang dalam keadaan sakit lalu ia
menceraikan istrinya dengan tujuan agar sang
istri tidak menuntut harta
c. Sunnah, di katakan sunnah apa bila :
 Suami tidak lagi mampu menafkahi istrinya
 Sang istri tidak bisa menjaga martabat dan
kehormatan dirinya
d. Makruh ; Perceraian/ talak bisa dianggap sebagai hal
yang makruh apabila seorang suami menjatuhkan talak
kepada istrinya yang baik, memiliki akhlak yang mulia,
serta memiliki pengetahuan agama yang baik.
e. Mubah ; Sedangkan perceraian atau talak bisa
dikatakan mubah hukumnya apabila suami memiliki
keinginan/ nafsu yang lemah atau juga bisa dikarenakan
sang istri belum datang haid atau telah habis masa
haidnya.5

B. Khulu'
1. Pengertian khulu'

5 https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/talak di akses 20 maret 2020


Khulu’ yang diperbolehkan islam berasal dari kata khala’a ats-
tsauba. Artinya, seseorang melepaskan baju, sebab istri adalah pakaian
bagi suami begitu juga sebaliknya. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman dalam Q.S Al-Baqarah ayat 187;
“Mereka itu adalah pakaian, dan kamu pun adalah pakaian bagi
mereka”.6
Sedangkan menurut istilah fiqih, khulu’ adalah tuntutan cerai
yang diajukan isteri dengan pembayaran ganti rugi dari padanya. Atau
dengan kata lain: isteri memisahkan diri dari suaminya dengan ganti
rugi kepadanya. Khulu’ dinamakan juga tebusan, karena isteri
menebus dirinya dari suaminya dengan mengembalikan apa yang
pernah diterimanya atau mahar kepada isterinya. Khulu’ dinamakan
juga tebusan, karena isteri menebus dirinya dari suaminya dengan
mengembalikan apa yang pernah diterimanya atau mahar kepada
isterinya.
2. Dasar Hukum Khulu'
a. Dalil al-Qur'an
Sebagaimana firman Allah dalam potongan Q.S Al-
Baqarah ayat 229 :
‫فَإ ِ ْن ِخ ْفتُ ْم أَاَّل يُقِي َما ُح ُدو َد ٱهَّلل ِ فَاَل ُجنَا َح َعلَ ْي ِه َما فِي َما‬
 ۚ ‫َت بِِۦه ۗ تِ ْلكَ ُح ُدو ُد ٱهَّلل ِ فَاَل تَ ْعتَ ُدوهَا‬ْ ‫ٱ ْفتَد‬
Artinya : Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami
isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka
tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang
diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.

Menurut mayoritas ulama, khulu’ adalah sesuatu


yang dibolehkan, karena  kebutuhan manusia akan hal ini.
Dilegalkan apabila kedua pasangan suami istri tidak bisa
lagi untuk hidup damai. Jika seorang istri merasa tidak
cocok dengan suaminya karena akhlaknya yang buruk,
lemah agamanya, atau karena si suami tidak bisa memenuhi
hak-hak istri dan alasan-alasan syar’i lainnya. Jika hal-hal
seperti ini dialami sang istri, maka boleh baginya
meminta khulu’ kepada suami. Begitu juga jika keduanya
atau salah satu dari keduanya khawatir tidak dapat
melaksanakan hukum-hukum Allah. Maka boleh
melakukan khulu’.7

6 https://almanhaj.or.id/2382-al-khulu-gugatan-cerai-dalam-islam.html di akses 20 maret 2020


7 Shahih Fiqhis Sunnah, 3/340
Pada hakikatnya, khulu’ hampir sama dengan talak
yang kita kenal, karena keduanya memiliki arti sepadan,
yaitu pemutusan tali pernikahan antara suami-istri. Hanya
saja di dalam khulu’ terdapat “tebusan” (i‘wadhl) yang
diberikan istri kepada suaminya. Khulu’ diperbolehkan
apabila terpenuhi sebabnya yang telah diisyaratkan oleh Al-
Quran dalam surat al-Baqarah ayat 229, yaitu ketakutan
suami-isteri apabila tetap berada di dalam ikatan
pernikahannya, mereka tidak bisa melaksanakan hukum-
hukum Allah.8
b. Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1974 tentang
perkawinan.
Pada Pasal 20 ayat 1 berbunyi : “Cerai gugat
atau gugatan cerai yang dikenal dalam UUP dan PP
9/1975 adalah gugatan yang diajukan oleh suami atau
isteri atau kuasanya ke pengadilan yang daerah
hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat” .
c. Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Khulu’ yang dimaksud, diatur dalam pasal 148
KHI dengan prosedur sebagai berikut:
 Seorang isteri yang mengajukan gugatan
perceraian dengan jalan khulu‘, menyanpaikan
permohonannya kepada Pengadilan Agama yang
mewilayahi tempat tinggalnya disertai alasan
atau alasan-alasannya.
 Pengadilan Agama selambat-lambatnya satu
bulan memanggil isteri dan suaminya untuk
didengar keterangannya masing-masing.
 Dalam persidangan tersebut Pengadilan Agama
memberikan penjelasan tentang akibat khulu‘,
dan memberikan nasehat-nasehatnya.
 Setelah kedua belah pihak sepakat tentang
besarnya ‘iwadl atau tebusan, maka Pengadilan
Agama memberikan penetapan tentang izin bagi
suami untuk mengikrarkan talaknya didepan
sidang Pengadilan Agama. Terhadap penetapan
itu tidak dapat dilakukan upaya banding dan
kasasi.
 Penyelesaian selanjutnya ditempuh sebagaimana
yang diatur dalam pasal 131 ayat 5.
8 https://nengrodhiyyatillah.wordpress.com/2016/12/01/kajian-khulu-antara-undang-undang-
dan-syariat di akses 20 maret 2020
 Dalam hal tidak tercapai kesepakatan tentang
besarnya tebusan atau ‘iwadl, Pengadilan
Agama memeriksa dan memutuskan sebagai
perkara biasa.
3. Hukum Khulu'
Menurut tinjauan fikih, dalam memandang masalah Al-Khulu
terdapat hukum-hukum taklifi sebagai berikut.
a. Wajib
Terkadang Al-Khulu hukumnya menjadi wajib pada
sebagiaan keadaan. Misalnya terhadap orang yang tidak
pernah melakukan shalat, padahal telah diingatkan.9
b. Sunnah
Apabila suami berlaku mufarrith (meremehkan) hak-
hak Allah, maka sang isteri disunnahkan Al-Khulu.
Demikian menurut madzhab Ahmad bin Hanbal.10
c. Mubah
Ketentuannya, sang wanita sudah benci tinggal bersama
suaminya karena kebencian dan takut tidak dapat
menunaikan hak suaminya tersebut dan tidak dapat
menegakkan batasan-batasan Allah Subhanahu wa
Ta’ala dalam ketaatan kepadanya.11
d. Haram
Haramnya khulu' terbagi menjadi dua sisi yaitu
 Dari sisi suami
Apabila suami menyusahkan isteri dan memutus
hubungan komunikasi dengannya, atau dengan
sengaja tidak memberikan hak-haknya dan
sejenisnya agar sang isteri membayar tebusan
kepadanya dengan jalan gugatan cerai, maka Al-
Khulu itu batil, dan tebusannya dikembalikan
kepada wanita.
 Dari sisi wanita
Apabila seorang isteri meminta cerai padahal
hubungan rumah tangganya baik dan tidak
terjadi perselisihan maupun pertengkaran di
antara pasangan suami isteri tersebut. 12

9 Shahih Fiqhis Sunnah, 3/343


10 Shahih Fiqhis Sunnah, 3/343
11 Shahih Fiqhis Sunnah, 3/343
12 Shahih Fiqhis Sunnah, 3/343

Anda mungkin juga menyukai