Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH KAFAAH

Oleh:
ASKAR (18 0301 0046)

Dosen:
Dr. Anita Marwing, S.HI., M.HI

MATA KULIAH HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA


PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA 5/B, FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALOPO

2020/2021

1
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pernikahan Merupakan sebuah kebutuhan manusia yang harus dipenuhi, karena
hal itu merupakan kebutuhan biologis dan psikologis yang tidak bisa dipisahkan dari
kehidupan manusia. Kasarnya, pernikahan merupakan jalan dari biologis hasrat yang
dimiliki manusia.
Namun, terlepas dari berbagai alasan tersebut, Islam menganjurkan beberapa
syarat yang hendaknya dapat dipenuhi sebelum seseorang menjalani sebuah pernikahan.
Bukan syarat adanya wali dan perangkat pernikahan lainnya, akan tetapi syarat kafaah
atau kecocokan dan kesesuaian antara kedua insan yang berkasih dan juga berkeluarga.
Selain itu, perlu adanya khiar dalam pernikahan, agar nantinya tidak terjadi suatu
kesalahpahaman jika telah menikah.
Mengapa demikian, pada awalnya kedua insan ini adalah individu yang berbeda,
kemudian ingin untuk di satukan dengan tata cara yang benar menurut syariat Kalimat
individu yang berbeda' inilah yang kemudian menjadi disyaratkan adanya kafaah dalam
sebuah pernikahan. Kafaah Islam. atau kesetaraan antar pasangan nikah sangat
kelanggengan suatu pernikahan. penting dalam Agar kelak terdapat kesesuaian,
keseimbangan dan kesinambungan antara dua insan yang akan mengarungi kehidupan
berdua.
Dalam memilih pasangan hidup haruslah dengan cara yang baik dan benar,
kehidupan rumah tangga akan terasa harmonis apabila seseorang mempunyai
pendamping yang setara atau sekufu`. Kafaah ialah serupa, seimbang atau serasi,
maksudnya keseimbangan dan keserasian antara calon istri dan suami sehingga masing-
masing calon tidak merasa berat untuk melangsungkan pernikahan.
Laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama untuk melakukan ikatan
pernikahan. Ikatan pernikahan dapat diajukan oleh laki-laki maupun perempuan. Dalam
melangsungkan pernikahan tidaklah serta merta seseorang memilih calon pasangan, ia
harus memilih dengan pilihan yang tepat dan diridai oleh Allah Swt. Dalam Agama
Islam, hal ini telah diatur secara nyata dan jelas, dan disebut dengan kafaah.

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kafaah?
2. Bagaimana dasar hukum kafaah?
3. Bagaimana kriteria kafaah menurut ulama?
4. Kapan berlakunya kafaah?
5. Apa hikmah dari kafaah?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian kafaah
2. Untuk mengetahui dasar hukum kafaah
3. Untuk mengetahui kriteria kafaah menurut ulama,
4. Untuk mengetahui kapan berlakunya kafaah
5. Untuk mengetahui hikmah kafaah.

BAB 2

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kafaah
Dalam kamus bahasa Arab, kafaah berasal dari ‫كافَأ‬ yang berarti sama, atau
setarah. Sedangkan dalam kamus lengkap Bahasa Indonesia, kafaah berarti seimbang
yaitu keseimbangan dalam memilih pasangan hidup.1 Firman Allah Swt. dalam alquran
disebutkan juga kata-kata yang berakar kafaah, yaitu terdapat dalam Q.S Al-Ikhlas:4

‫َولَ ْم يَ ُك ْن لَّهٗ ُكفُ ًوا اَ َح ٌد‬

Yang artinya “Dan tidak adapun yang setarah dengan


Dia”

Maksud dari ayat di atas adalah, sifat ketauhidan Tuhan terhadap makhluknya,
Allah Swt. adalah satu dan tidak ada yang menyamaiNya, namun ketika dikaitkan
1
Tri Rama K, 2000: 218

3
dengan kafaah maka mempunyai arti sebaliknya. Yang berarti ciptaan tuhan mempunyai
kesamaan dan mempunyai keserasian.
Kafaah dalam perkawinan, menurut istilah hukum Islam, yaitu keseimbangan dan
keserasian antara calon istri dan suami dalam hal tingkatan sosial, moral, ekonomi,
sehingga masing-masing calon tidak merasa berat untuk melangsungkan perkawinan.
Kafaah dianjurkan oleh Islam dalam memilih calon suami istri, tetapi tidak
menentukan sah atau tidaknya perkawinan. Kafaah adalah hak bagi wanita dan walinya
Karena suatu perkawinan yang tidak seimbang, serasi atau sesuai maka menimbulkan
problem berkelanjutan, dan besar kemungkinan menyebabkan terjadinya perceraian, oleh
karna itu boleh dibatalkan.2

B. Dasar Hukum Kafaah


Kafaah diatur dalam pasal 61 KHI dalam membicarakan pencegahan Perkawinan, dan
yang diakui sebagai kriteria kafaah itu adalah apa yang telah menjadi kesepakatan ulama
yaitu kualitas ke-beragamaan.3
Pasal 61 berbunyi: "Tidak se-kufu tidak dapat dijadikan alasan untuk mencegah
perkawinan, kecuali tidak se-kufu karena perbedaan agama.”
Ibnu Hazm berpendapat tidak ada ukuran-ukuran kufu’. Dia berkata: “semua orang Islam
asal saja tidak berzina, berhak kawin dengan wanita Muslimah asal tidak tergolong
perempuan lacur. Dan semua orang Islam adalah bersaudara. Kendatipun ia anak seorang
hitam yang tidak dikenal umpanya, namun tak dapat diharamkan kawin dengan anak
Khalifah Bani Hasyim. Walau seorang Muslim yang sangat fasik, asalkan tidak berzina ia
adalah kufu’ untuk wanita Islam yang fasik, asal bukan perempuan zina.4 Alasannya :

َ‫اِنَّ َما ْال ُم ْؤ ِمنُوْ نَ اِ ْخ َوةٌ فَاَصْ لِحُوْ ا بَ ْينَ اَ َخ َو ْي ُك ْم َواتَّقُوا هّٰللا َ لَ َعلَّ ُك ْم تُرْ َح ُموْ ن‬

Sesungguhnya semua orang mukmin bersaudara karena itu


damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan
bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat (Q.S Al-
Hujurat: 10)

2
Ghozali, 2008 : 97

3
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006),
4
https://deulisnurfadillahbki.wordpress.com/kafaah-dalam-pernikahan/ di akses 23 Januari 2020

4
َ ‫اب لَـ ُكمۡ ِّمنَ النِّ َسٓا ِء َم ۡث ٰنى َوثُ ٰل‬
ۚ‌‫ث َو ُر ٰب َ‌ع‬ َ ‫ط‬ َ ‫َواِ ۡن ِخ ۡفتُمۡ اَاَّل تُ ۡق ِسطُ ۡوا فِى ۡاليَ ٰتمٰ ى فَا ْن ِكح ُۡوا َما‬
‫ك اَ ۡد ٰنٓى اَاَّل تَع ُۡولُ ۡوا‬
َ ِ‫فَا ِ ۡن ِخ ۡفتُمۡ اَاَّل ت َۡع ِدلُ ۡوا فَ َوا ِح َدةً اَ ۡو َما َملَـ َك ۡت اَ ۡي َمانُ ُكمۡ‌ ؕ ٰذ ل‬

Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-
hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah
perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika
kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah)
seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang
demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim. (Q.S An-
Nisa :3)

Tujuan disyariatkannya kafaah adalah untuk menghindari celaan yang terjadi


dilangsungkan pengantin yang tidak sekufu (sederajat) dan juga demi kelanggengan
kehidupan pernikahan, sebab apabila kehidupan sepasang suami istri sebelumnya tidak
jauh berbeda tentunya tidak terlalu sulit untuk saling menyesuaikan diri dan lebih
menjamin keberlangsungan kehidupan rumah tangga. Dengan apabila pernikahan antara
Sepasang demikian kafaah hukumnya adalah dianjurkan.5
Sebagaimana Hadits Abu Hurairah : “ Wanita itu di kawini karena empat hal :
karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka pilihlah yang Baik
agamanya, maka kalian akan beruntung”(H.R. BUKHARI)
Kafaah tidak menjadikan syarat sahnya perkawinan, tetapi dapat dijadikan
sebagai alasan untuk membatalkan pernikahan. Sebagian besar ulama Fiqih berpendapat
bahwa kafaah itu hak seorang perempuan dan walinya. Artinya bila ada seorang
perempuan hendak dinikahkan dengan laki-laki yang tidak sekufu` maka pihak wali atau
perempuan itu sendiri berhak untuk menolaknya.
Kafaah dimaksudkan agar dalam membangun rumah tangga ada komunikasi yang
baik dan seimbang antara suami istri sehingga akan memudahkan terwujudnya rumah
tangga yang bahagia dan harmonis.

C. Kriteria Kafaah
Menurut mazhab Hanafi ada enam macam kafaah: yaitu agama, Islam, kemerdekaan,
nasab, harta, dan profesi. Menurut mereka kafaah tidak terletak pada keselamatan dari aib
yang dapat membatalkan pernikahan, seperti gila, kusta, dan mulut yang berbau.

5
https://www.bossmakalah.com/2015/09/pengertian-kafaah-kesetaraan-dalam-fiqh.html?m=1 di akses 23
Januari 2021

5
Menurut mazhab Syafi’i ada enam macam kafaah yaitu: agama, kesucian,
kemerdekaan, nasab, terbebas dari aib yang dapat menimbulkan pilihan, dan profesi.
Menurut mazhab Hambali macam-macam kafaah juga ada empat yaitu: agama,
profesi, nasab, dan kemakmuran.
Mereka sepakat atas kafaah dalam agama. Selain Maliki sepakat atas kafaah
dalam kemerdekaan, nasab, dan profesi. Mazhab Maliki dan Syafi’i sepakat mengenai
sifat bebas dari aib yang dapat menyebabkan timbulnya hak untuk memilih.6
Adapun macam-macam kafaah menurut para ulama dapat digolongkan menjadi beberapa
macam:
1. Agama
Yang dimaksud adalah kebenaran dan kelurusan terhadap hukum-hukum
agama. Orang yang bermaksiat dan fasik tidak sebanding dengan perempuan suci atau
perempuan Shalihah yang merupakan anak saleh atau perempuan yang lurus, dia dan
keluarganya memiliki jiwa agamis dan memiliki akhlak terpuji. Kefasikan orang
tersebut ditunjukkan secara terang-terangan atau tidak secara terang-terangan. Akan
tetapi ada yang bersaksi bahwa dia melakukan perbuatan kefasikan. Karena kesaksian
dan periwayatan orang yang fasik ditolak.7
Agama merupakan hal yang pokok dalam mewujudkan perkawinan yang baik,
kafaah sangat memperhatikan tentang agama, kesucian dan ketakwaan. Dalam
mencari calon pasangan hidup kita harus benar-benar mengetahui tentang agamanya,
apakah sama dengan kita.
2. Islam
Syarat yang diajukan oleh mazhab Hanafi dan berlaku bagi orang selain Arab,
dan pendapat ini bertentangan dengan jumhur Fuqoha`. Yang dimaksudkan mazhab
hanafi adalah Islam asal-usulnya, yaitu nenek moyangnya. Barang siapa yang
memiliki dua nenek moyang muslim sebanding dengan orang yang memiliki beberapa
nenek moyang Islam. Orang yang memiliki satu nenek moyang Islam tidak sebanding
dengan orang yang memiliki dua orang nenek moyang Islam, karena kesempurnaan
nasab terdiri dari bapak dan kakek.8
3. Merdeka

6
Wahbah Zuhayli, 2007: 222
7
Tihami dan Sohari, 2009: 56
8
Ibrahim Muhammad Al-Jamal, 1986: 369

6
Budak laki-laki tidak sekufu` dengan perempuan merdeka. Budak laki-laki
yang sudah merdeka tidak sekufu` dengan perempuan yang sudah merdeka dari asal.
Laki-laki yang shaleh dan kakeknya pernah menjadi budak, tidak sekufu dengan
perempuan yang kakeknya tak pernah menjadi budak. Sebab perempuan merdeka bila
kawin dengan laki-laki budak dianggap tercela. Begitu pula kawinnya laki-laki yang
salah seorang kakeknya pernah menjadi budak.
Kemerdekaan seseorang tidak terlepas dari zaman perbudakan masa lalu,
seseorang yang mempunyai keturunan atau yang pernah menjadi budak, dianggap
tidak sekufu` dengan orang yang merdeka asli. Derajat seorang budak tidak akan
pernah sama dengan orang yang merdeka.
4. Nasab
Nasab di sini adalah hubungan seorang manusia dengan asal usulnya dari
bapak dan kakek. Sedangkan hasab adalah sifat terpuji yang menjadi ciri asal-usulnya,
atau menjadi kebanggaan kakek moyangnya, seperti ilmu pengetahuan, keberanian,
kedermawanan, dan ketakwaan. Keberadaan nasab tidak pasti diiringi dengan hasab.
Akan tetapi keberadaan hasab mesti diiringi dengan nasab. Yang dimaksud dengan
nasab adalah seseorang yang diketahui siapa bapaknya, bukannya anak pungut yang
tidak memiliki nasab yang jelas.
5. Harta dan Kemakmuran
Harta dan kemakmuran yang dimaksud adalah kemampuan untuk memberikan
mahar dan nafkah untuk istri, bukan kaya dan kekayaan. Oleh sebab itu, orang yang
miskin tidak sebanding dengan perempuan kaya. Sebagian ulama mazhab Hanafi
menetapkan kemampuan untuk memberikan nafkah selama satu bulan, sebagian
ulama’ yang lainnya berpendapat cukup sekedar kemampuan untuk mencari rezeki
untuknya.
Mazhab Hanafi dan Hambali mensyaratkan kemampuan sebagai unsur kafaah. Karena
manusia lebih merasa bangga dengan harta dari pada kebanggaan terhadap nasab.
perempuan yang kaya dirugikan dengan kemiskinan suaminya, akibat ketidak
kemampuannya untuk menafkahinya dan menyediakan makan untuk anak-anaknya.
Oleh karena itu, istri punya hak untuk membatalkan perkawinan akibat kesulitannya
memberikan nafkah.
Mazhab Syafi’i dan Maliki berpendapat bahwa kemakmuran tidak termasuk
ke dalam sifat kafaah, karena harta adalah suatu yang bisa hilang dan tidak menjadi
kebanggaan bagi orang yang memiliki nama baik dan penglihatan yang jauh. Ada

7
yang mengatakan pendapat ini adalah pendapat yang unggul, karena kekayaan tidak
bersifat abadi, dan harta adalah bersifat pergi dan hilang. Rizki dibagi-bagikan sesuai
dengan pendapatan, sedangkan kemiskinan adalah sebuah kemuliaan di dalam
agama.9
Dalam agama Islam banyak ulama yang menyebutkan bahwa harta bukanlah ukuran
mutlak untuk mencari pasangan hidup, karena sifat harta adalah pasang-surut atau
tidak tetap.
6. Profesi

Pekerjaan yang dimaksud adalah pekerjaan yang dilakukan oleh seorang untuk
mendapatkan rezekinya dan penghidupannya, termasuk di antaranya adalah pekerjaan
di pemerintah. Jumhur Fuqoha` selain mazhab Maliki memasukkan profesi ke dalam
unsur kafaah, dengan menjadikan profesi suami atau keluarganya sebanding dan
setara dengan profesi istri dan keluarganya. Oleh sebab itu, orang yang pekerjaannya
rendah seperti tukang bekam, tukang tiup api, tukang sapu, tukang sampah, penjaga,
dan penggembala tidak setara dengan anak perempuan pemilik pabrik yang
merupakan orang elite, ataupun seperti pedagang, dan tukang pakaian. Anak
perempuan pedagang dan tukang pakaian tidak sebanding dengan anak perempuan
seorang ilmuan dan hakim, berdasarkan tradisi yang ada. Sedangkan orang yang
senantiasa melakukan kejelekan lebih rendah dari pada itu semua. Orang kafir
sebagian mereka setara dengan sebagian yang lain. Kafaah dijadikan kategori untuk
mencegah kekurangan, dan tidak ada kekurangan yang lebih besar dari pada
kekafiran.10
7. Tidak Cacat
Menurut Ulama Mazhab Syafi‟i juga menganggap kesempurnaan anggota
tubuh sebagai bagian dari kafaah. Seorang laki-laki yang memiliki cacat tubuh yang
menikah dengan perempuan yang sempurna anggota tubuhnya dan sehat itu
membenarkan dibatalkannya suatu perkawinan karena tidak kufu. Sedangkan menurut
Ulama Mazhab Hanafi dan hanbali berpendapat bahwa meskipun cacat tubuh tersebut
tidak menjadikan suatu perkawinan menjadi batal, akan tetapi memberikan

9
Wahbah Zuhayli, 2007: 22
10
Zuhayli, Wahbah, 2007, Fiqh Islam 9, Gema Insani, Jakarta.

8
kesempatan bagi seorang istri untuk tetap menerima kekurangan suaminya atau
menolaknya.11

D. Waktu Berlakunya Kafaah


Adapun waktu yang ditentukan mengenai berlakunya kafaah atau tidak seorang calon
suami dan calon istri adalah sebelum terjadinya akad nikah. Hal ini sebab peninjauan
calon suami sudah kafa’ah belum dengan calon istri. Apabila kafaah ini terjadi setelah
akad nikah, dan terjadi perbedaan identitas yang dikemukakan sebelum terjadinya
perkawinan maka akadnya boleh di batalkan.
Orang yang berhak memberikan ukuran kafaah adalah pihak perempuan dan walinya.
Para Fuqoha mempunyai alasan mengenai ini yakni yang pertama, apabila terjadi tidak
kesekufuan antara suami dan istri dan adanya aib, itu lebih menjurus kepada pihak
perempuan. Di karena kan seorang laki-laki tidak akan turun status sosialnya karena
menikahi perempuan yang status sosialnya lebih rendah. Alasan kedua, Rasulullah SAW
pernah menikahi seorang perempuan Yahudi yang masuk Islam. Perempuan tersebut
bernama Safiyyah Huyaiyyi.

E. Hikmah Kafaah

Adanya kafaah dalam perkawinan dimaksudkan sebagai upaya untuk menghindari


terjadinya krisis rumah tangga. Keberadaannya dipandang sebagai aktualisasi nilai-nilai
dan tujuan perkawinan. Dengan adanya kafaah dalam  perkawinan diharapkan masing-
masing calon mampu mendapatkan keserasian dan keharmonisan.
Berdasarkan konsep kafaah, seorang calon mempelai berhak menentukan pasangan
hidupnya dengan mempertimbangkan segi agama, keturunan, harta, pekerjaan maupun
hal yang lainnya. Adanya berbagai pertimbangan terhadap masalah-masalah tersebut
dimaksudkan agar supaya dalam kehidupan berumah tangga tidak didapati adanya
ketimpangan dan ketidakcocokan.
Berikut hikmah kafaah dalam pernikahan yang di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Kafaah merupakan wujud keadilan dan konsep kesetaraan yang ditawarkan
Islam dalam pernikahan. Islam telah memberikan hak talak kepada pihak laki-
laki secara mutlak. Namun oleh sebagian laki-laki yang kurang

11
Muhammad Bagir, Fiqih Praktis II Menurut Al-Qur’an, As-Sunnah, Dan Pendapat
Para Ulama....... , hal. 51

9
bertanggungjawab, hakthalaqyang13 dimilikinya dieksploitir dan
disalahgunakan sedemikian rupa untuk berbuat seenaknya terhadap
perempuan. Sebagai solusi untuk mengantisipasi hal tersebut, jauh sebelum 
proses pernikahan berjalan, Islam telah memberikan hak kafaah terhadap
perempuan. Hal ini dimaksudkan agar pihak perempuan bisa berusaha
seselektif mungkin dalam memilih calon suaminya Target paling minimal
adalah, perempuan bisa memilih calon suami yang benar-benar paham akan
konsep talak, dan bertanggungjawab atas kepemilikan hak talak yang ada di
tangannya.
2. Dalam Islam, suami memiliki fungsi sebagai imam dalam rumah tangga dan 
perempuan sebagai makmumnya. Konsekuensi dari relasi imam-makmum ini
sangat menuntut kesadaran ketaatan dan kepatuhan dari pihak perempuan
terhadap suaminya. Hal ini hanya akan  berjalan normal dan wajar apabila
sang suami berada satu level di atas istrinya, atau sekurang-kurangnya sejajar.
Seorang istri bisa saja tidak kehilangan totalitas ketaatan kepada suaminya,
meski (secara pendidikan dan kekayaan misalnya) dia lebih tinggi dari
suaminya.
3. Naik atau turunnya derajat seorang istri, sangat ditentukan oleh derajat
suaminya. Seorang perempuan biasakan terangkat derajatnya ketika dinikahi
oleh seorang laki-laki yang memiliki status sosial yang tinggi, pendidikan
yang mapan, dan derajat keagamaan yang lebih. Sebaliknya, citra negatif
suami akan menjadi kredit kurang bagi nama, status sosial, dan kehidupan
keagamaan seorang istri.12

BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kafaah merupakan keseimbangan antara calon suami dan calon istri dalam kehidupan
berumah tangga, dan merupakan hak bagi wanita yakni jika seseorang wanita
menikah dengan laki-laki yang tidak sekufu, maka wali berhak membatalkan
pernikahan tersebut. Pernikahan itu bukanlah suatu peristiwa yang sifatnya dibatasi
12
https://deulisnurfadillahbki.wordpress.com/kafaah-dalam-pernikahan/ di akses 23 Januari 2021

10
oleh jangka waktu tertentu, dan diharapkan bahwa pernikahan itu membawa ke arah
yang harmonis antara pasangan suami maupun istri tanpa harus adanya pergeseran
kepada perceraian di tengah jalannya, disebabkan karena tidak mendapatkan
kebahagiaan atau keharmonisan dalam rumah tangga.

11

Anda mungkin juga menyukai