MAKALAH
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Konsep Tumbuh Kembang Anak,
Bermain, Mencegah Kecelakaan Dan Anticipatory Guidance ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Keperawatan Anak. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Konsep Tumbuh Kembang Anak, Bermain, Mencegah Kecelakaan Dan
Anticipatory Guidance bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Hj. Iyam M, S.Sos., Ners., M.Si., M.Kep
selaku dosen Keperawatan Anak yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
Penulis
1
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehadiran anak bagi orang tua merupakan suatu tantangan sehubungan
dengan masalah dependensi/ketergantungan, disiplin, meningkatkan mobilitas dan
keamanan bagi anak. Orang tua sering keliru dalam memperlakukan anak karena
ketidaktahuan mereka akan cara membimbing dan mengasuh yang benar. Apabila hal
ini terus berlanjut, maka pertumbuhan anak dapat terhambat.
Saat ini terjadi pergeseran peran orang tua, misalnya kedua orang tua lebih
banyak beraktifitas di luar rumah dan tingginya mobilitas di masyarakat. Untuk itu
diperlukan keseimbangan bagi model peran tradisional dalam pendidikan anak. Orang
tua pada masa sekarang memerlukan tenaga professional untuk memberikan
bimbingan guna merawat dan memelihara anak.
Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang
manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi penentu keberhasilan
pertumbuhan dan perkembangan anak di periode salanjutnya (Dosman, Faap,
Andrews, & Frcpc, 2012). Pada usia 0-2 tahun merupakan masa tumbuh kembang
yang optimal (golden period) bila terjadi gangguan pada masa ini akan berpengaruh
negatif pada kualitas generasi penerus (Kesehatan & Indonesia, 2017). Pertumbuhan
anak yang sehat dipengaruhi oleh pengasuhan orang tua (Nur & Adriani, 2009).
Diperkirakan 1-3% anak mengalami keterlambatan perkembangan usia < 5 tahun
dengan 5-10% dalam 2 aspek perkembangan. Presentase gizi buruk di Jawa Timur
tahun 2016 sebesar 2,6% sedangkan gizi kurang sebesar 11% (RI, 2016). Cakupan
pemberian ASI Eksklusif tahun 2017 di Banyuwangi sebesar 74% belum memenuhi
target yang telah ditetapkan (77%) ( Jawa Timur, 2017). Pada tahun 2017 angka balita
yang mengalami gizi buruk di Banyuwangi sebesar 0.55 %. Berdasarkan laporan
Dinas Kesehatan Banyuwangi menunjukkan angka kematian bayi tahun 2017
sebanyak 111 setiap 1000 Kelahiran Hidup. Berdasarkan pemeriksaan KPSP
didapatkan data tahun 2015 terdapat 10 anak mengalami keterlambatan
perkembangan (Banyuwangi, 2018). Berdasarkan survei data awal didapatkan data
jumlah persalinan di Ruang Bersalin RSU Blambangan Banyuwangi Bulan Januari-
Juli 2018 terdapat 502 persalinan dengan rata-rata 83 persalinan setiap bulan dan
3
semua ibu yang melahirkan belum pernah diberikan anticipatory guidance. Kehidupan
awal anak dimulai dari orang tua, sehingga orang tua bertanggung jawab terhadap
masa depan anak (Hasinuddin, 2010). Setiap orang tua memanfaatkan pendidikan
kesehatan untuk mendapatkan informasi tentang bagaimana mengasuh anak
(Thygesen et al., 2017). Konseling oleh petugas kesehatan dapat mengurangi perilaku
ibu pengenalan dini makanan padat pada bayi (< 6 bulan) (Kuo, Inkelas, Slusser,
Maidenberg, & Halfon, 2011). Anticipatory guidance adalah metode pendidikan yang
disediakan untuk memberikan bimbingan kepada orang tua baru sehingga anak
tumbuh dan berkembang optimal. Seorang anak sangat membutuhkan aktivitas
bermain yang akan mempermudah perkembangan kognisi anak (Atik Pramesti
Wilujeng, Leny Andiyati, 2017). Sebagai bagian dari tenaga kesehatan profesional,
perawat mempunyai peran yang penting dalam membantu memberikan bimbingan
dan pengarahan pada orang tua (Dosman et al., 2012). Keluarga membutuhkan
panduan tentang pentingnya memberikan stimulasi perkembangan pada anak
(Pediatrics, 2016).
Sebagai bagian dari tenaga professional perawatan kesehatan, perawat
mempunyai peran yang cukup penting dalam membantu memberikan bimbingan dan
pengarahan pada orang tua, sehingga setiap fase dari kehidupan anak yang
kemungkinan mengalami trauma. Bimbingan ini dapat berupa suatu bentuk antisipasi
orang tua dalam mencegah terjadinya kecelakaan pada anak, makanan dan minuman
yang berguna dalam memenuhi kebutuhan nutrisi anak serta pemenuhan kebutuhan
istirahat tidur anak. Bentuk antisipasi ini secara keseluruhan berguna dan sangat
penting dalam menyeimbangkan kebutuhan anak dan untuk menunjang proses
pertumbuhan dan perkembangan anak.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Tumbuh Kembang?
2. Apa Tahapan Bermain anak?
3. Apa Pengertian Bimbingan Antisipasi?
4. Apa Pengertian Pencegahan Kecelakaan Pada Anak?
C. Tujuan
1. Mengetahui Tahapan Tumbuh Kembang Anak
2. Mengetahui Tahapan Bermain
4
BAB II
Pembahasan
A. Hakikat Perkembangan
1. Pengertian Perkembangan
Perkembangan merupakan suatu perubahan, dan perubahan ini tidak
bersifat kuantitatif, melainkan kualitatif. Perkembangan tidak ditekankan pada segi
material, melainkan pada segi fungsional. Menurut Yusuf Syamsu (2001: 15)5,
perkembangan adalah perubahan-perubahan yang dialami oleh individu atau
organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya (maturation) yang
berlangsung secara sistematis, progresif dan berkesinambungan, baik menyangkut
fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah).
Adapun menurut Oemar Hamalik (2004: 84)6, perkembangan merujuk
kepada perubahan yang progresif dalam organisme bukan saja perubahan dalam
segi fisik (jasmaniah) melainkan juga dalam segi fungsi, misalnya kekuatan dan
koordinasi.
2. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Istilah pertumbuhan dan perkembangan seringkali digunakan seolah-olah
keduanya mempunyai pengertian yang sama, karena menunjukan adanya suatu
proses perubahan tertentu yang mengarah kepada kemajuan. Padahal sesungguhnya
istilah pertumbuhan dan perkembangan ini mempunyai pengertian yang berbeda.
Pertumbuhan dapat diartikan sebagai perubahan yang bersifat kuantitatif, sebagai
akibat dari adanya pengaruh luar atau lingkungan. Pertumbuhan mengandung arti
adanya perubahan dalam ukuran dan struktur tubuh sehingga lebih banyak
menyangkut perubahan fisik. Selain dari pengertian di atas, pertumbuhan dapat
didefinisikan pula sebagai perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses
pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada diri individu
yang sehat dalam fasefase tertentu. Hasil dari pertumbuhan ini berupa bertambah
panjang tulang-tulang terutama lengan dan tungkai, bertambah tinggi dan berat
badan serta makin bertambah sempurnanya susunan tulang dan jaringan syaraf.
Pertumbuhan ini akan terhenti setelah adanya maturasi atau kematangan pada diri
5
3) Lingkungan Pengasuhan
Pada lingkungan pengasuhan interaksi ibu dan anak sangat mempengaruhi
perkembangan anak. Lingkungan atau orang tua mempunyai pengaruh lebih
besar dalam kecerdasan motorik kasar anak. Lingkungan dapat meningkatkan
atau menurunkan saraf kecerdasan anak terutama pada masa-masa pertama
kehidupannya. Dalam mengasuh anak orang tua cenderung menggunakan pola
asuh tertentu. Menurut Gerungan (2002) terdapat 3 macam pola asuh orang tua
yaitu demokratis, otoriter dan permisif.
4) Stimulasi Bermain
Stimulasi adalah perangsangan yang datang dari lingkungan-luar anak,
yang merupakan bagian dari kebutuhan anak yaitu asah atau kegiatan
merangsang kemampuan dasar anak umur 0-6 tahun agar anak tumbuh dan
berkembang optimal. Setiap anak perlu mendapatkan stimulasi rutin sedini
mungkin dan terus menerus pada setiap kesempatan (Nursalam, 2005).12
Beberapa tahun yang lalu, telah dikembangkan progam BKB (Bina Keluarga
dan Balita) dan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) untuk anak-anak
prasekolah yang bertujuan untuk menstimulasi perkembangan anak sedini
mungkin. Alat pemainan edukatif (APE) adalah alat permainan yang berfungsi
untuk mengembangkan berbagai aspek perkembangan anak, antara lain
motorik, bahasa, kecerdasan dan sosialisasi.progam BKB merupakan progam
yang menunjang progam-progam yang sudah ada di posyandu, dalam upaya
peningkatan kualitas tumbuh kembang anak. Bentuk dari stimulasi yaitu
bermain, permainan, Alat Permainan Edukatif (APE) dan teman bermain.
5. Perkembangan Intelektual
Perlu kita ketahui bahwa perkembangan intelektual anak pada usia dini
sangat berpotensi untuk menyerap berbagai macam hal baru. Untuk itu, kita harus
8
6. Perkembangan Bahasa
Bicara merupakan salah satu alat komunikasi yang paling efektif.
Semenjak anak masih bayi sering kali dengan menggunakan bahasa tubuh dapat
memenuhi kebutuhannya. Namun hal tersebut kurang di mengerti oleh orang
dewasa apa yang dimaksud oleh anak. Oleh karena itu baik bayi maupun anak
kecil selalu berusaha agar orang lain mengerti maksudnya. Hal ini yang
mendorong orang untuk belajar berbicara dan membuktikan bahwa berbicara
merupakan alat komunikasi yang paling efektif dibandingkan dengan bentuk-
bentuk komunikasi yang lain yang dipakai anak sebelum pandai berbicara. Secara
garis besar ada dua ketrampilan berbahasa, yaitu ketrampilan bahasa lisan dan
ketrampilan bahasa tulis. Dan secara umum ketrampilan bahasa dibagi menjadi
empat, yaitu menyimak, bicara, membaca, menulis. Secara real, anak-anak perlu
untuk mempelajari ketrampilan bahasa terutama bahasa lisan.
Secara umum tahap-tahap dalam berbahasa anak yaitu:
1) Aquisition (akuisisi), merupakan bahasa pertama yang dipelajari oleh anak,
biasa disebut dengan bahasa ibu (menirukan dan mendengarkan) dan
merupakan bahasa lisan. Dimulai dari usia 0-6 tahun, bahasa yang dipelajari
ataupun yang digunakan merupakan kata benda, kata kerja, kata sifat, dan
kata-kata yang lain.
9
2) Learning (belajar), anak mulai belajar bahasa tulis dan dimulai setelah anak
lulus dari TK. Di TK anak belajar menulis ataupun membaca itu hanya
sebagai pembiasaan untuk melatih motorik anak.
7. Perkembangan Sosial dan Emosi
Perilaku sosial merupakan aktivitas dalam hubungan dengan orang lain,
baik dengan teman sebaya, guru, orang tua maupun saudara-saudaranya. Saat
berhubungan dengan orang lain, terjadi peristiwa-peristiwa yang sangat bermakna
dalam kehidupan anak yang dapat membentuk kepribadiannya, dan membentuk
perkembangannya menjadi manusia yang sempurna.
Perkembangan sosial adalah proses kemampuan belajar dan tingkah laku
yang berhubungan dengan individu untuk hidup sebagai bagian dari
kelompoknya. Di dalam perkembangan sosial, anak dituntut untuk memiliki
kemampuan yang sesuai dengan tuntutan sosial di mana mereka berada.
8. Perkembangan Psikoseksual
Menurut Arif (2005) membicarakan masalah psikoseksual sebenarnya
adalah membahasmasalah bertumbuh-kembangnya kepribadian sejalan
dengan pertumbuhan dan perkembangantubuh, di mana faktor seksualitas
memainkan peranan kunci. Maka teori Freud pun tak jauh dariistilah tersebut
Freud percaya energi psikoseksual, atau libido, digambarkan
sebagai kekuatanpenddorong di belakang perilaku. Menurut Freud kepribadian
sebagian besar dibentuk pada limatahun pertama dan akan berpengaruh
besar terhadap perkembangan selanjutnya di kemudianhari. Jika tahap-
tahap psikoseksual selesai dengan sukses, hasilnya adalah kepribadian
yangsehat. Freud membagi perkembangan psikoseksual menjadi 5 tahapan
1. Fase Oral Yaitu antara usia 0-1,5 tahun, dikatakan fase oral karena pada
masa ini bagi bayi, mulutmerupakan hal yang dapat memicu
kesenangannya dengan mencicipi atau menghisapsesuatu, contohnya
seperti menghisap tangannya sendiri atau payudara ibu.
2. Fase Anal Yaitu antara usia 1,5-3 tahun, pada tahap ini fungsi
utama libido adalah padapengendalian kandung kemih dan buang air
besar. Contohnya seperti melatih anak untukbuang air kecil atau besar ke
toilet dengan baik.
10
3. Fase PhallicYaitu antara usia 3-5 tahun, pada fase ini fokus utama libido
adalah pada alat kelamin.Yang terpenting pada fase ini yaitu munculnya oedipus
complex, yang diikuti oleh fenomenacastration anxiety (Kecemasan
terpotongnya penis) pada laki-laki dan penis envy(kecemburuan penis)
pada perempuan. oedipus complex yaitu ketika anak laki-laki
akanmenganggap ayahnya sebagai kompetitornya dalam berebut kasih sayang
ibunya, pun padaperempuan sebaliknya
4. Fase LatenYaitu antara usia 5-12 tahun/pubertas, pada fase ini libido
seakan “tidur” dan akanbangkit lagi dengan kekuatan penuh kelak di
masa pubertas tiba. Di fase ini, anak akanmemilingi rasa ingin tahu yang
besar tentang berbagai hal
5. Fase GenitalYaitu usia 12 tahun (pubertas) sampai seterusnya
merupakan tahap akhir daripsikoseksual. Pada fase ini seseorang akan
mengalami perubahan yang besar dalam dirimaupun dunianya, dan masa
ini pula seseorang akan mengembangkan minat seksual yangkuat pada lawan
jenis.
9. Perkembangan Moral
Perkembangan moral anak ditandai dengan kemampuan anak untuk
memahami aturan, norma, dan etika yang berlaku (Slamet Suyanto, 2005: 67).
Mengingat moralitas merupakan factor penting dalam kehidupan manusia maka
manusia sejak dini harus mendapatkan pengaruh yang positif untuk menstimulasi
perkembangan moralnya.
1) Bayi
Seorang bayi belum memiliki kapasitas untuk mengembangkan
kecerdasan moralnya. Yang ia miliki hanyalah rasa benar dan salah terhadap
sesuatu yang berlaku untuk dirinya sendiri. Contohnya: Bagi bayi, rasa lapar
itu adalah salah, sehingga ia menangis saat lapar.
2) Batita
Menginjak satu tahun, anak belum memiliki kemampuan untuk menilai
sesuatu sebagai benar atau salah. Patokan baginya hanyalah apa yang mama
dan papa katakan padanya.
3) Prasekolah (3 - 7 tahun)
11
b. G = Gagal = Fail/F Anak tidak dapat melakukan item dengan baik atau
ibu/pengasuh memberi laporan bahwa anak tidak dapat melakukannya.
c. TaK = Tak ada Kesempatan = No Opportunity/NO Anak tidak memiliki
kesempatan untuk melakukan item karena ada hambatan.Skor ini digunakan
untuk kode L/Laporan orang tua/pengasuh anak. Misal pada anak retardasi
mental/ down syndrome.
d. M = Menolak = Refuse/R Anak menolak melakukan test karena faktor sesaat,
seperti lelah, menangis atau mengantuk.
4. Interpretasi nilai
a. Penilaian per item
1) Penilaian lebih/advance(perkembangan anak lebih) Termasuk kategori ini
ketika anak lulus pada uji coba item yang berada di kanan garis umur dan ketika
anak menguasai kemampuan anak yang lebih tua dari umurnya.
2) Penilaian OK atau normal Termasuk kategori normal ketika anak
gagal/menolak pada item di kanan garis umur, lulus atau gagal atau menolak
pada item di garis umur terletak diantara 25-75%.
3) Penilaian caution/peringatan Termasuk kategori ini ketika anak
gagal/menolak pada item dalam garis umur yang berada diantara 75-90%.Tulis
C disebelah kanan kotak.
4) Penilaian Delayed/keterlambatan Termasuk kategori ini bila gagal/menolak
pada item yang berada di sebelah kiri garis umur.
5) Penilaian Tidak ada Kesempatan Termasuk kategori ketika orang tua
laporkan bahwa anak tidak ada kesempatan untuk melakukan mencoba, dan
item ini tidak perlu diinterpretasikan.
b. Interpretasi tes Denver II
1) Normal Dikatakan normal saat tidak ada penilaian delayed (keterlambatan),
paling banyak 1 caution (peringatan), dan lakukan ulang pemeriksaan pada
control berikutnya.
2) Suspect Dikatakan suspect saat terdapat 2 atau lebih caution (peringatan),
terdapat 1 atau lebih delayed (terlambat) yang terjadi karena fail/kegagalan
14
bukan karena menolak/refuse. Dilakukan uji ulang 1-2 minggu kemudian untuk
menghilangkan rasa takut, sakit, dan lelah.
3) Untestable (tidak dapat di uji) Dikatakan untestable saat terdapat 1 atau lebih
skor delayed (terlambat), dan/atau terdapat 2 atau lebih caution(peringatan).
Dalam hal ini delayed atau caution kaeena penolakan/refuse bukan karena
kegagalan/fail. Dilakukan uji ulang 1-2 minggu kemudian.
B. Hakekat Bermain
Secara singkat dapat dikatakan bahwa perkembangan sosial anak adalah suatu
proses dalam kehidupan anak untuk berperilaku sesuai dengan norma atau aturan
dalam lingkungan kehidupan anak. Perilaku yang ditunjukkan oleh seorang anak
dalam lingkungan sosialnya sangat dipengaruhi oleh kondisi emosinya.
Perkembangan emosi seorang anak sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan.
Setiap anak di dunia ini memiliki hak untuk bermain. Bermain juga adalah
kegiatan pokok anak. Dengan bermain anak mendapatkan pengetahuan dan
pengalaman yang membantu perkembangannya untuk menyiapkan diri dalam
kehidupan selanjutnya. Para ahli pendidikan menganggap bahwa bermain sebagai
kegiatan yang memiliki nilai praktis, artinya bermain digunakan sebagai media untuk
meningkatkan keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak. Bermain merupakan
jembatan bagi anak dari belajar informal menjadi formal. Dengan bermain, anak dapat
melakukan kegiatan sehingga semua aspek perkembangan dapat berkembang secara
maksimal. Bermain bukan hanya menjadi kesenangan saja, tetapi juga suatu
kebutuhan yang mau tidak mau harus terpenuhi. Menurut Cony Semiawan (dalam
Ismatul Khasanah dkk,2011:94) dalam kegiatan bermain, seluruh tahapan
perkembangan anak dapat berfungsi dan berkembang dengan baik dan hasil dari
perkembangan yang baik itu akan muncul dan terlihat pada saat si anak menginjak
masa remaja. Bermain, atau permainan sebagai aktivitas terkait dengan keseluruhan
diri anak, bukan hanya sebagian, namun melalui permainan (pada saat anak bermain)
anak akan terdorong mempraktekkan keterampilannya yang mengarahkan
15
permainan juga mengikuti pola yang dapat diramalkan. Misal, permainan balok
kayu dilaporkan melalui empat tahapan. Pertama, anak lebih banyak memegang,
menjelajah, membawa balok dan menumpuknya dalam bentuk tidak teratur;
kedua, membangun deretan dan menara; ketiga, mengambangakan teknik untuk
membangun rancanganyang lebih rumit; keempat, mendramatisir dan
menghasilkan bentuk yang sebenarnya.
c) Ragam kegiatan permainan menurun dengan bertambahnya usia. Ragam kegiatan
permainan yang dilakukan anak-anak secara bertahap berkurang dengan
bertambahnya usia. Penurunan ini disebabkan oleh sejumlah alasan. Anak yang
lebih besar kurang memiliki waktu untuk bermain dan mereka ingin
menghabiskan waktunya dengan cara menimbulkan kesenangan terbesar. Dengan
meningkatnya lingkungan perhatian, mereka dapat memusatkan perhatiannya
pada kegiatan bermain yang lebih panjang ketimbang melompat dari satu
permainan kepermainan lain seperti yang dilakukan seperti usia yang lebih muda.
Anak-anak meninggalkannya dengan alasan karena telah bosan atau
menganggapnya kekanak-kanakan.
d) Bermain menjadi semakin sosial dengan meningkatnya usia. Dengan
bertambahnya jumlah hubungan sosial, kualitas permaianan anak-anak menjadi
lebih sosial. Pada saat anak-anak mencapai usia sekolah, kebanyakan mainan
mereka adalah sosial, seperti yang ada dalam kegiatan bermain kerja sama, tetapi
hal ini dilakukan apabila mereka telah memiliki kelompok dan bersamaan dengan
itu, timbul kesempatan untuk belajar berteman dengan cara sosial.
e) Jumlah teman bermain menurun dengan bertambahnya usia. Pada fase
prasekolah, anak menganggap semua anggota kelompok sebagai teman bermain,
setelah menjadi anggota gang, semua beruabah. Mereka ingin bermain dengan
kelompok kecilnya itu dimana anggotanya memiliki perhatian yang sama dan
permianannya menimbulkan kepuasan tertentu bagi mereka.
f) Bermain semakin lebih sesuai dengan jenis kelamin. Anak laki-laki tidak saja
menghindari teman bermain perempuan pada saat mereka masuk sekolah, tetapi
juga menjauhkan diri dari semua kegiatan bermain yang tidak sesuai dengan jenis
kelaminnya.
g) Permainan masa kanak-kanak berubah dari tidak formal menjadi formal.
Permainan anak kecil bersifat spontan dan informal. Mereka bermain kapan saja
18
dan dengan mainan apa saja yang mereka sukai, tanpa memperhattikan tempat
dan waktu. Mereka tidak membutuhkan peralatan atau pakaian khusus untuk
bermain. Secara bertahap menjadi semakin formal.
h) Bermain secara fisik kurang aktif dengan bertambahnya usia. Perhatian anak
dalam permainan aktif mencapai titik rendahnya selama masa puber awal. Anak-
anak tidak saja menarik diri untuk bermain aktif, tetapi juga menghabiskan sedikit
waktunya untuk membaca, bermain dirumah atau menonton televisi. Kebanyakan
waktunya dihabiskan dengan melamun - suatu bentuk bermain yang tidak
membutuhkan tenaga banyak.
i) Bermain dapat diramalkan dari penyesuaian anak. Jenis permainan, variasi
kegiatan bermain, dan jumlah waktu yang dihabiskan untuk bermain secara
keseluruhan merupakan petunjuk penyesuaian pribadi dan sosial anak.
j) Terdapat variasi yang jelas dalam permainan anak. Walau semua anak melalui
tahapan bermain yang serupa dan dapat diramalkan, tidak semua anak bermaian
dengan cara yang sama pada usia yang sama. Variasi permainan anak dapat
ditelusuri pada sejumlah faktor.
3. Klasifikasi Bermain
Bermain dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu berdasarkan isi
permainan dan berdasarkan klasifikasi sosialnya.
Menurut isi permainan, bermain dibagi menjadi enam jenis yaitu :
a. Social of Affective Play
Sosial affective play : hub interpersonal yg menyenangkan antara anak dgn
orla (EX : ciluk Baa. Dalam permainan ini, anak belajar memberi respon terhadap
stimulus yang diberikan olehlingkungan.
Contoh : Orang tua mengajak bermain ciluk baa, maka anak memberi respon
tertawa, tersenyum.
b. Sense of Pleasure Play
Sense of pleasure play : permaianan yg sifatnya memberikan kesenangan pada
anak (EX : main air dan pasir. Anak memberi perhatian, menstimulasi indera
mereka dan memperoleh kesenangan dari objek yang ada di sekitarnya. Objek
tersebut seperti : cahaya, warna, rasa, aroma, tekstur, dan konsistensi dari suatu
benda. Kesenangan tersebut dapat diperoleh dengan memegang objek
tersebut.Contoh : anak bermain boneka yang mengeluarkan suara apabila di
goyang.
c. Skill Play
19
e. Dramatic Play
Dramatik Role play : anak bermain imajinasi/fantasi (EX : dokter dan
perawat)
Anak berfantasi dengan menjalankan peran tertentu yang mereka lihat dalam
kesehariannya. Contoh : anak bermain sebagi dokter, atau bermain dagang-
dagangan.
f. Games
Games : permaianan yg menggunakan alat tertentu yg menggunakan
perhitungan / skor (EX : ular tangga). Anak memilih jenis permainan apakah
permainan yang melibatkan orang lain atau anak bermain sndiri. Contoh : anak
bermain puzzel gambar atau menyusun lego.
4. Klasifikasi Bermain Menurut Sosial:
a. Onlooker Play
Onlooker play : anak hanya mengamati temannya yg sedang bermain, tanpa
ada inisiatif utk ikut berpartisifasi dlm permainan(EX : Congklak).
Anak hanya mengamati hal yang menarik perhatiannya tanpa mau terlibat atau
anak hanya menjadi penonton yang aktif. Contoh : anak mengamati anak-anak
lain bermain sepeda.
b. Solitary Play
Solitary play : anak tampak berada dlm klp permaianan, tetapi anak bermain
sendiri dgn alat permainan yg dimilikinya. Anak asyik bermain sendirian, namun
terdapat anak lain dengan mainan yang berbeda tetapi dalam area yang sama.
c. Parallel Play
Parallel play : anak menggunakan alat permaianan yg sama, tetapi antara satu
anak dgn anak lain tidak terjadi kontak satu sama lain sehingga antara anak satu
dgn lainya tida ada sosialisasi. Jenis permainan ini biasanya dilakuan oleh toddler
20
atau balita, dimana masing-masing anak memiliki mainan yang sama, berada
dalam satu area, namun tidak ada interaksi dan tidak saling bergantung pada anak.
Contoh : anak mengamati anak-anak lain bermain sepeda.
d. Assosiative Play
Associative play : permeianna ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak
dgn anak lain, tetapi tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin.
Merupakan tipe bermain dimana anak bermain dalam kelompok, dengan
aktivitas yang sama, dapat saling meminjamkan mainan, tetapi belum teorganisir
dengan baik. Anak bermain sesuai keinginan masing-masing. Contoh : anak
bermain robot-robotan, mobil-mobilan, anak bermain masak-masakan.
e. Cooperatif Play
Cooperative play : aturan permainan dlm klp tampak lebih jelas pada
permaiann jenis ini, dan punya tujuan serta pemimpin (EX : main sepak
bola). Merupakan tipe bermain dimana anak bermain dalam kelompok dengan
permainan yang terorganisir, terencana dan ada aturan tertentu. Contoh : anak
bermain petak umpet.
Pada dasarnya bentuk dan jenis permainan edukatif tidak terbatas, namun
perlu diperhatikan bahwa dalam memilih permainan edukatif orangtua perlu
mempertimbangkan hal-hal berikut :
a. Usia dan minat anak. Agar bermain benar-benar berfungsi sebagai bagian yang
sangat penting bagi tumbuh kembang anak, jadi tidak justru menghambat tumbuh
kembang mereka.
b. Keamanan dari permainan tersebut (tidak tajam, tidak ada bagian-bagian yang
dapat melukai anak dan tidak mengandung zat yang berbahaya).
c. Pentingnya keterlibatan orang tua atau anggota keluarga dalam proses bermain,
agar dapat melindungi mereka dari hal-hal yang dapat merugikan tumbuh
kembang mereka atau dari hal-hal yang mematikan kreativitas atau minat anak
terhadap lingkungan.
d. Tidak selalu permainan yang mahal lebih edukatif dari permainan yang
sederhana.
e. Mudah dibongkar pasang. Alat permainan yang mudah dibongkar pasang, dapat
diperbaiki sendiri, lebih ideal daripada mobil-mobilan yang dapat bergerak
sendiri. Alat-alat permainan yang dijual di toko-toko (built-in) lebih banyak
menjadi bahan tontonan daripada berfungsi sebagai alat permainan. Anak-anak
22
tidak tertarik oleh bagus dan sempurnanya alat-alat permainan yang diproduksi di
pabrik tersebut.
f. Dapat mengembangkan daya fantasi. Alat permainan yang sifatnya mudah
dibentuk dan diubah-ubah sangat sesuai untuk mengembangkan daya fantasi,
yang memberikan kepada anak kesempatan untuk mencoba dan melatih daya-
daya fantasinya. Sesuai dengan ajaran pendidikan modern, alat-alat yang dapat
menunjang perkembangan fantasi itu misalnya bak pasir, tanah liat, kertas dan
gunting. Jumlah alat-alat itu masih dapat ditambah lagi dengan kapur berwarna,
papan tulis dan sebagainya (Abdul Khobir, 2009: 203)
antisipasi atau anticipatory guidance adalah bantuan perawat terhadap orang tua dalam
mempertahankan dan meningkatkan kesehatan melalui upaya pertahanan nutrisi yang
adekuat, pencegahan kecelakaan, dan supervisi kesehatan. Anak mempunyai
karakteristik yang khas yang memerlukan kecermatan orang tua untuk mengenalinya
sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan yang potensial dialami anak (Yupi,
2004).
klien sesuai dengan kepentingan individu dan atau kelompok yang mendapat
pelayanan tersebut. Pemahaman ini mencakup hal-hal berikut :
e. Fungsi adovokasi
Fungsi konseling yang menghasilkan kondisi pembelaan terhadap
pengingkaran atas hak-hak dan atau kepentingan pendidikan atau informasi
perkembangan atau perawatan biologis-psikologis-sosial-spiritual yang dialami
klien atau pengguna pelayanan konseling.
Menurut Surya dalam buku Boy S dan Sutijono (2005) dinyatakan bahwa
terdapat beberapa tujuan konseling yaitu sebagai berikut :
a. Perubahan perilaku
Para ahli behaviorisme mengatakan orang yang bermasalah adalah mereka
yang mempunyai perilaku yang tidak diinginkan oleh lingkungan, sehingga orang
tersebut akan mengubah perilaku yang bermasalah itu menjadi perilaku yang
bermasalah itu menjadi perilaku yang dapat diterima oleh lingkungan.
b. Kesehatan mental yang positif
26
Pencegahan :
a. Aspirasi: posisikan kepala bayi lebih tinggi saat menyusui
b. Kurang oksigen: ibu jangan menyusui bayi dengan posisi tidur, sebaiknya saat
menyusui posisi ibu duduk
c. Jatuh: tempat tidur ditutup, pengaman (restrain), jangan meletakkan bayi di
kursi atau tempat yang terlalu tinggi
d. Luka bakar: cek air mandi sebelum dipakai
e. Keracunan: simpan bahan beracun dilemari atau jauh dari jangkauan.
2) Antisipasi 6 Bulan Pertama
a. Menganjurkan orang tua untuk membuat jadwal dalam memenuhi kebutuhan
bayi
b. Membantu orang tua untuk memahami kebutuhan bayi terhadap stimulasi dari
lingkungan
c. Support kesenangan orang tua dalam melihat
pertumbuhan dan perkembangan bayinya misalnya respon tertawa
d. Menyiapkan orang tua untuk kebutuhan keamanan bayi
e. Menyiapkan orang tua untuk imunisasi bayi
f. Menyiapkan orang tua untuk mulai memberi makanan padat pada bayi.
dengan saudara kandung ( sibling rivalry)”. Oleh karena itu, sebeblum membahas
mengenai petunjuk bimbingan yang diperlukan, akan dijelaskan terlebih dahulu
mengenai toilet training dan sibling rivalry agar dapat membantu orang tua
memahami permasalahan anaknya mengenai fungsi eliminasi (Nursalam dkk,
2008).
a. Toilet Training
Toilet Training adalah latihan atau upaya yang harus dicapai oleh anak
dalam mengenali dorongan untuk melepaskan atau menahan BAB dan BAK,
serta mampu mengkomunikasikan kepada ibunya. Pada waktu ini, anak sudah
menguasai kemampuan motorik utama yaitu berkomunikasi dengan jelas,
memiliki lebih sedikit konflik antara tuntutan diri sendiri dengan negativisik,
dan menyadari kemampuannya untuk mengendalikan diri (Nursalam dkk,
2008).
b. Sibling Rivalry
Sibling Rivalry atau persaingan dengan saudara kandung adalah
perasaan cemburu yang biasanya dialami oleh seorang anak terhadap
kehadiran saudara kandungnya. Perasaan tersebut timbul bukan karena
benci terhadap saudara barunya, akan tetapi lebih pada perubahan situasi
dan kondisi. Anak harus berpisah dengan ibu semenjak masa kehamilan ibu,
oleh karena itu orang tua harus menjelaskan kepada anak tentang hadirnya
saudara baru serta mengikutsertakan anak dalam memenuhi keperluan
saudaranya yang akan segera lahir (Nursalam dkk, 2008).
4. Kelompok Usia Bimbingan
Bimbingan kepada orang tua selama balita dikelompokkan berdasarkan
kelompok usia sebagai berikut (Nursalam dkk, 2008):
a. Umur 12-18 Bulan (1-1,5 Tahun)
1) Mengkaji kebiasaan makan serta meningkatkan pemasukan makanan padat
2) Menyediakan makanan kecil antara 2 waktu makan dengan rasa yang disukai,
serta adanya jadwal makan yang rutin
3) Mengkaji pola tidur malam, terutama kebiasaan minum malam memakai botol
yang merupakan penyebab utama gigi berlubang
4) Menyiapkan orang tua untuk mencegah bahaya potensial yang terjadi dirumah
seperti jatuh
29
dapat muncul karena aktivitas gerak yang khas dari anak usia prasekolah, yaitu
tidak bisa diam dan bergerak terus (Yupi, 2004).
Oleh karena itu, orang tua harus diberi pengertian tentang bahaya yang
dapat terjadi pada anak. Tidak hanya orang tua, anakpun perlu diberikan
pemahaman tentang cara melindungi diri dari kecelakaan, dan hubungan sebab
akibat dari perbuatan berisiko untuk terjadi kecelakaan. Tentu saja cara
penyampaian informasi harus menggunakan bahasa yang sederhana dan dapat
dimengerti anak. Kecenderungan terjadi kecelakaan pada anak usia
prasekolah dilatarbelakangi oleh kondisi tersebut (Yupi, 2004):
1) Anak usia prasekolah sedang mengembangkan keterampilan motorik
kasarnya yang membuat mereka bergerak terus, berlari, berjinjit, naik
turun tangga, pagar, atau mainan, serta sepedanya.
2) Anak usia prasekolah mengalami peningkatan kemampuan motorik halus
ketika mereka semakin terampil menggenggam sesuatu, membuka dan
menutup botol, membuka dan menutup lemari yang tidak dikunci, jendela,
dan pintu, serta genggaman dan melempar benda-benda kecil. Dengan
demikian, mereka mencoba terus kemampuan benda-benda kecil. Dengan
demikian, mereka mencoba terus kemampuan motorik halusnya dengan
benda-benda yang ada di sekelilingnya, sementara mereka belum
mengetahui bahaya yang mengancam akibat mengeksplorasi benda
disekelilingnya.
3) Anak prasekolah mempunyai rasa ingin tahu yang besar dibanding
dengan anak pada usia lainnya dan senang mencoba melakukan sesuatu
yang belum dikenalnya, padahal ia belum dapat membaca sehingga belum
tahu hal-hal yang membahayakannya. Ia tertarik untuk selalu mencoba
4) Anak laki-laki cenderung lebih berpotensi mengalami kecelakaan daripada
anak perempuan karena lebih ektif bergerak
5) Anak yang tidak dijaga sewaktu bermain saat orang tuanya sedang
bekerja, sibuk dengan kegiatan lain, terlalu letih, atau merasa ada orang
lain yang telah menjaganya, menyebabkan anak berisiko untuk mengalami
kecelakaan.
31
6) Risiko kecelakaan akan lebih besar terjadi saat anak lapar dan lelah karena
pada saat itu keampuan tenaga menurun dan mungkin anak merasa lemah
atau lesu.
7) Anak merasa asing dengan lingkungan atau orang yang menjaganya
karena tidak mengenalnya dengan baik.
8) Anak belum tahu dan belum berpengalaman dalam upaya melindungi diri
dari bahaya kecelakaan.
Untuk itu, upaya yang dapat dialakukan oleh orang tua di rumah adalah
sebagai berikut:
5) Jaga lantai rumah selalu bersih dan kering. Jaga anak apabila lantai
baru atau sedang dipel dan segera dilap jika ada air atau cairan lain
tumpah
6) Apabila ada tangga, pasang pintu di bagian bawah atau atas tangga dan
jaga anak apabila akan naik atau turun tangga. Larangan anak untuk
naik tangga tidak dianjurkan karena anak harus belajar menaikinya,
yang terpenting ada yang menjaga dibelakang anak.
7) Sekring listrik harus tertutup dan atur kabel supaya tidak terlalu
panjang sehingga tidak terjutai ke bawah dan dapat dijangkau anak.
8) Apabila ada parit di samping atau depan rumah, tutup dengan papan
atau disemen.
9) Bagi yang letak rumahnya dipinggir jalan raya, sebaiknya memiliki
pintu pagar yang harus selalu dikunci rapat.
10) Apabila rumah menggunakan sumber air dengan sumur gali, buat
selongsongnya, kemudia tutup dengan papan/kayu atau besi yang tidak
dapat dibuka anak.
11) Bayi yang ditidurkan di tempat tidurnya jangan ditinggal tanpa
dipasang pengaman pada pinggir tempat tidur. Apabila ditidurkan di
tempat tidur orang dewasa, bayi harus dalam pengawasan.
12) Menganjurkan orang tua untuk meningkatkan minat anak dalam
hubungan yang luas
13) Menekankan pentingnya batas-batas/peraturan-peraturan.
14) Mengantisipasi perubahan perilaku yang agresif (menurunkan
ketegangan/ tension).
15) Menganjurkan orang tua untuk menawarkan kepada anaknya
alternative- alternatif pilihan pada saat anak bimbang.
16) Perlunya perhatian ekstra.
b. Usia 4 tahun (Nursalam dkk, 2008)
1) Perilaku lebih agresif termasuk aktivitas motorik dan bahasa
2) Menyiapkan meningkatnya rasa ingin tahu tentang seksual.
3) Menekankan pentingnya batas-batas yang realistis dari tingkah
lakunya.
4) Mendiskusikan tentang kedisiplinan
33
f. Usia 11 – 12 tahun
1) Bantu orang tua untuk menyiapkan anak tentang perubahan tubuh saat
pubertas.
2) Anak wanita mengalami pertumbuhan cepat.
3) Sex education yang adekuat dan informasi yang akurat.
g. Remaja (Yupi, 2004)
1) Penggunaan kendaraan bermotor bila jatuh dapat: fraktur, luka pada
kepala. Kecelakaan karena olah raga.
2) Perlu petunjuk dalam penggunaan kendaraan bermotor sebelumnya ada
negosiasi antara orang tua dengan remaja.
34
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Petunjuk bimbingan merupakan upaya untuk membantu orang tua dalam
membimbing anak melewati setiap tahapan perkembangannya dengan mengatasi
masalah yang mungkin timbul. Petunjuk antisipasi ini penting untuk dipahami oleh
petugas kesehatan dan orang tua. Dengan petunjuk yang lebih dulu dipahami, orang
tua dapat memberikan bimbingan dan arahan yang bijaksana terhadap anak,
35
sehingga anak dapat melewati setiap tahapan tumbuh kembangnya secara wajar
tanpa ada hambatan yang dapat menggangu tumbuh kembang selanjutnya.
Pada masa bayi, orang tua berperan untuk merawat kesehatan bayi. Orang tua
dapat sesekali meninggalkannya dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama
dan perlu memberikan perhatian dan kasih sayang yang cukup. Pada masa balita,
perlu diperhatikan masalah yang umunya muncul, seperti cemburu, pada saudara
kandungnya dan latihan kebersihan. Orang tua perlu memahami jika anak mulai
menolak untuk dibantu dalam setiap kebutuhannya. Penerapan disiplin sesuai
dengan pemahaman anak perlu mulai ditanamkan.
Anak memerlukan aktivitas bermain dengan alat-alat permainannya. Pada
masa prasekolah tersebut, orang tua juga perlu memahami bahwa anak belum
mampu membedakan antara dunia nyata dan dunia imajinasi, sehingga sering timbul
anggapan bahwa anak berdusta. Penerapan disiplin perlu ditegakkan secara
konsisten dan anak mulai dipersiapkan untuk memasuki dunia sekolah. Pada masa
remaja, para orang tua harus lebih memperhatikan anak karena pada masa ini anak
sedang berada dalam masa peralihan menuju dewasa, memerlukan bimbingan untuk
memilih apa yang baik dan apa yang tidak baik
B. Saran
1. Para orang tua agar menambah pengetahuan dengan membaca berbagai referensi,
sehingga menambah pengetahuan mengenai anticipatory guidance.
2. Seluruh perawat agar meningkatkan pemahamannya mengenai anticipatory
guidance sehingga dapat dikembangkan di tatanan pelayanan kesehatan.
36
DAFTAR PUSTAKA
Nursalam dkk. 2008. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawat dan Bidan).
Jakarta:Salemba Medika
Supartini, Yupi. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak . Jakarta: EGC Suriadi
dan Rita Yuliani. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak . Jakarta: Sagung Seto
M. E., Baidal, J. A. W., Cheng, E. R., & Taveras, E. M. (2016). Interventions for Childhood
Obesity in the First 1,000 Days A Systematic Review. American Journal of Preventive
Medicine, 1–10. https://doi. org/10.1016/j.amepre.2015.11.010 Combs-orme, T., Nixon, B.
H., & Herrod, H. G. (2015). Anticipatory Guidance and Early Child Development :
Pediatrician Advice , Parent Behaviors , and Unmet Needs as Reported by Parents From
Different Backgrounds. https://doi. org/10.1177/0009922811403302 Dosman, C., Faap, F.,
Andrews, D., & Frcpc, F. (2012). Anticipatory guidance for cognitive and socialemotional
development : Birth to five years, 17(2), 75–80. Fitri, D. I., Chundrayetti, E., & Semiarty, R.
(2014). Artikel Penelitian Hubungan Pemberian ASI dengan Tumbuh Kembang Bayi Umur 6
Bulan di Puskesmas Nanggalo, 3(2), 136–140. French, G. M., Nicholson, L., Skybo, T.,
Klein, E. G., Schwirian, P. M., Murray-Johnson, L., … Groner, J. A. (2012). An Evaluation
of Mother-Centered Anticipatory Guidance to Reduce Obesogenic Infant Feeding Behaviors.
Pediatrics, 130(3), e507– e517. https://doi.org/10.1542/peds.2011-3027 Halle, T. G., &
Darling-churchill, K. E. (2016). Journal of Applied Developmental Psychology Review of
measures of social and emotional development. Journal of Applied Developmental
Psychology, 45, 8–18. https://doi.org/10.1016/j. appdev.2016.02.003