Anda di halaman 1dari 17

PENKAJIAN DAN MANAJEMEN AIRWAY, BREATHING, DAN

CIRCULASI PADA PASIEN TRAUMA

Oleh
Maru Lowrenza Samosir
170204039

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
TAHUN 2020
PENKAJIAN AIRWAY, BREATHING, DAN CIRCULASI
PADA PASIEN TRAUMA

Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat tergantung dari


kecepatan dan ketepatan dalam memberikan pertolongan. Semakin cepat pasien
ditemukan maka semakin cepat pula pasien tersebut mendapat pertolongan
sehingga terhindar dari kecacatan atau kematian.
Kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat.
Kondisi ini dapat diakibatkan karena masalah sistem pernafasan ataupun bersifat
sekunder akibat dari gangguan sistem tubuh yang lain. Pasien dengan kekurangan
oksigen dapat jatuh dengan cepat ke dalam kondisi gawat darurat sehingga
memerlukan pertolongan segera. Apabila terjadi kekurangan oksigen 6-8 menit
akan menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih dari 10 menit akan
menyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian pernafasan pada penderita
gawat darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien.
Tahapan kegiatan dalam penanggulangan penderita gawat darurat telah
mengantisipasi hal tersebut. Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan
dengan terlebih dahulu melakukan survei primer untuk mengidentifikasi masalah-
masalah yang mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei
sekunder. Tahapan kegiatan meliputi :
A : Airway, mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas disertai
kontrol servikal.
B : Breathing, mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan
agar oksigenasi adekwat.
C : Circulation, mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan.

Survei primer bertujuan mengetahui dengan segera kondisi yang mengancam


nyawa pasien. Survei primer dilakukan secara sekuensial sesuai dengan prioritas.
Tetapi dalam prakteknya dilakukan secara bersamaan dalam tempo waktu yang
singkat (kurang dari 10 detik). Apabila teridentifikasi henti nafas dan henti
jantung maka resusitasi harus segera dilakukan. Apabila menemukan pasien
dalam keadaan tidak sadar maka pertama kali amankan lingkungan pasien atau
bila memungkinkan pindahkan pasien ke tempat yang aman. Selanjutnya
posisikan pasien ke dalam posisi netral (terlentang) untuk memudahkan
pertolongan.
Pengelolaan trauma ganda yang berat memerlukan kejelasan dalam
menetapkan prioritas. Tujuannya adalah segera mengenali cedera yang
mengancam jiwa dengan Survey Primer, seperti :
1. Obstruksi jalan nafas
2. Cedera dada dengan kesukaran bernafas
3. Perdarahan berat eksternal dan internal
4. Cedera abdomen

Jika ditemukan lebih dari satu orang korban maka pengelolaan dilakukan
berdasar prioritas (triage). Hal ini tergantung pada pengalaman penolong
dan fasilitas yang ada. Survei ABC (Airway, Breathing, Circulation) ini
disebut survei primer yang harus selesai dilakukan dalam 2 - 5 menit.

Terapi dikerjakan serentak jika korban mengalami ancaman jiwa akibat


banyak sistim yang cedera :
Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bicara dan bernafas dengan
bebas ? Jika ada obstruksi maka lakukan :
1. Chin lift / jaw thrust (lidah itu bertaut pada rahang bawah)
2. Suction / hisap (jika alat tersedia)
3. Guedel airway / nasopharyngeal airway
4. Intubasi trakhea dengan leher di tahan (imobilisasi) pada posisi netral

Breathing
Menilai pernafasan cukup. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas
bebas. Jika pernafasan tidak memadai maka lakukan :
1. Dekompresi rongga pleura (pneumotoraks)
2. Tutuplah jika ada luka robek pada dinding dada
3. Pernafasan buatan

Sirkulasi
Menilai sirkulasi / peredaran darah. Sementara itu nilai ulang apakah jalan
nafas bebas dan pernafasan cukup. Jika sirkulasi tidak memadai maka
lakukan :
1. Hentikan perdarahan eksternal
2. Segera pasang dua jalur infus dengan jarum besar (14 - 16 G)
3. Berikan infus cairan
PENGKAJIAN
AIRWAY Jalan nafas adalah yang pertama kali harus dinilai untuk
mengkaji kelancaran nafas. Keberhasilan jalan nafas
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses
ventilasi (pertukaran gas antara atmosfer dengan paru-paru.
Jalan nafas seringkali mengalami obstruksi akibat benda
asing, serpihan tulang akibat fraktur pada wajah, akumulasi
sekret dan jatuhnya lidah ke belakang. Selama memeriksa
jalan nafas harus melakukan kontrol servikal, barangkali
terjadi trauma pada leher. Oleh karena itu langkah awal untuk
membebaskan jalan nafas adalah dengan melakukan manuver
head tilt dan chin lift seperti pada gambar di bawah ini :
Data yang berhubungan dengan status jalan nafas adalah :
1. Sianosis (mencerminkan hipoksemia)
2. Retraksi interkota (menandakan peningkatan upaya nafas.
3. Pernafasan cuping hidung
4. Bunyi nafas abnormal (menandakan ada sumbatan jalan
nafas)
5. Tidak adanya hembusan udara (menandakan obstuksi
total jalan nafas atau henti nafas)
BREATHIG Kebersihan jalan nafas tidak menjamin bahwa pasien dapat
bernafas secara adekwat. Inspirasi dan eksprasi penting untuk
terjadinya pertukaran gas, terutama masuknya oksigen yang
diperlukan untuk metabolisme tubuh. Inspirasi dan ekspirasi
merupakan tahap ventilasi pada proses respirasi. Fungsi
ventilasi mencerminkan fungsi paru, dinding dada dan
diafragma.
Pengkajian pernafasan dilakukan dengan mengidentifikasi :
1. Pergerakan dada
2. Adanya bunyi nafas
3. Adanya hembusan/aliran udara
CIRCULASI Sirkulasi yang adekwat menjamin distribusi oksigen ke
jaringan dan pembuangan karbondioksida sebagai sisa
metabolisme. Sirkulasi tergantung dari fungsi sistem
kardiovaskuler.
Status hemodinamik dapat dilihat dari :
1. Tingkat kesadaran
2. Nadi
3. Warna kulit
4. Pemeriksaan nadi dilakukan pada arteri besar seperti pada
arteri karotis dan arteri femoral
MANAJEMEN
AIRWAY Pengelolaan Jalan Nafas (Airway Management)
1. Tujuan
Membebaskan jalan napas untuk menjamin pertukaran
udara secara normal
2. Pengkajian
Pengkajian airway dilakukan bersama-sama dengan
breathing menggunakan teknik L (look), L (listen) dan F
(feel) yang dilakukan dalam satu gerakan dalam tempo
waktu yang singkat (lihat materi pengkajian ABC).
3. Tindakan
a. Tanpa Alat
1) Membuka jalan nafas dengan metode :
o Head Tilt (dorong kepala ke belakang)
o Chin Lift Manuver (perasat angkat dahu)
o Jaw Thrust Manuver (perasat tolak rahang)
Pada pasien yang diduga mengalami cedera
leher dan kepala hanya dilakukan Jaw Thrust
dengan hati-hati dan mencegah gerakan leher.
2) Membersihkan jalan nafas
o Finger Sweep (sapuan jari)
Dilakukan bila jalan napas tersumbat karena
adanya benda asing dalam rongga mulut
belakang atau hipofaring (gumpalan darah,
muntahan, benda asing lainnya) dan hembusan
napas hilang.
o Abdominal Thrust (Gentakan Abdomen)
o Chest Thrust (Pijatan Dada)
o Back Blow (Tepukan Pada Punggung)
b. Dengan Alat
1) Pemasangan Pipa (Tube)
o Dipasang jalan napas buatan (pipa orofaring,
pipa nasofaring). Pipa orofaring digunakan
untuk mempertahankan jalan nafas dan
menahan pangkal lidah agar tidak jatuh ke
belakang yang dapat menutup jalan napas
terutama pada pasien-pasien tidak sadar.
o Bila dengan pemasangan jalan napas tersebut
pernapasan belum juga baik, dilakukan
pemasangan pipa endotrakhea (ETT/
endotracheal tube). Pemasangan pipa
endotrakhea akan menjamin jalan napas tetap
terbuka, menghindari aspirasi dan
memudahkan tindakan bantuan pernapasan.
2) Penghisapan Benda Cair (Suctioning)
o Bila terdapat sumbatan jalan napas karena
benda cair maka dilakukan penghisapan
(suctioning). Penghisapan dilakukan dengan
menggunakan alat bantu pengisap (penghisap
manual portabel, pengisap dengan sumber
listrik).
o Membersihkan benda asing padat dalam jalan
napas: Bila pasien tidak sadar dan terdapat
sumbatan benda padat di daerah hipofaring
yang tidak mungkin diambil dengan sapuan
jari, maka digunakan alat bantuan berupa
laringoskop, alat penghisap (suction) dan alat
penjepit (forceps)
3) Membuka Jalan Nafas Dengan Krikotirotomi
Bila pemasangan pipa endotrakhea tidak mungkin
dilakukan, maka dipilih tindakan krikotirotomi
dengan jarum. Untuk petugas medis yang terlatih
dan trampil, dapat dilakukan krikotirotomi dengan
pisau .
BREATHIG Pengelolaan Fungsi Pernafasan (Breathing Management)
1. Tujuan
Memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara membersihkan
pernafasan buatan untuk menjamin kebutuhan oksigen
dan pengeluaran karbondioksida.
2. Pengkajian
Gangguan fungsi pernafasan dikaji dengan melihat tanda-
tanda gangguan pernafasan dengan metode LLF dan telah
dilakukan pengelolaan jalan nafas tetapi tetap tidak ada
pernafasan.
3. Tindakan
a. Tanpa Alat
Memberikan pernafasan buatan dari mulut ke mulut
atau dari mulut ke hidung sebanyak 2 (dua) kali
tiupan dan diselingi ekshalasi.
b. Dengan Alat
1) Memberikan pernafasan buatan dengan alat
“Ambu Bag” (self inflating bag). Pada alat
tersebut dapat pula ditambahkan oksigen.
Pernapasan buatan dapat pula diberikan dengan
menggunakan ventilator mekanik.
2) Memberikan bantuan nafas dan terapi oksigen
dengan menggunakan masker, pipa bersayap,
balon otomatis (self inflating bag dan valve
device) atau ventilator mekanik
CIRCULASI Pengelolaan Sirkulasi (Circulation Management)
1. Tujuan
Mengembalikan fungsi sirkulasi darah.
2. Pengkajian
Gangguan sirkulasi dikaji dengan meraba arteri besar
seperti arteri femoralis dan arteri karotis. Perabaan arteri
karotis sering dipakai untuk mengkaji secara cepat. Juga
melihat tanda-tanda lain seperti kulit pucat, dingin dan
CRT (capillary refill time) > 2 detik. Gangguan sirkulasi
dapat disebabkan oleh syok atau henti jantung. Henti
jantung mengakibatkan suplai oksigen ke jaringan
terhenti dan menyebabkan kematian dengan segera.
Henti jantung ditandai dengan :
a. Hilang kesadaran
b. Apneu atau gasping
c. Sianosis dan pucat
d. Tidak ada pulse (pada karotis atau femoralis)
e. Dilatasi pupil (bila henti sirkulasi > 1 menit
3. Tindakan
Tindakan untuk mengembalikan sirkulasi darah
dilakukan dengan eksternal chest compression (pijat
jantung) untuk mengadakan sirkulasi sistemik dan paru.
Sirkulasi buatan (artificial circulation) dapat dihasilkan
dengan intermitten chest compression. Eksternal chest
compression menekan sternum ke bawah sehingga
jantung tertekan antara sternum dan vertebrae
menimbulkan “heart pump mechanism”, dampaknya
jantung memompa darah ke sirkulasi dan pada saat
tekanan dilepas jantung melebar sehingga darah masuk
ke jantung.

CONTOH PASIEN TRAUMA THORAK :


Tn. D (30 tahun) dibawa penolong dan keluarganya ke rumah sakit RSUP H.
Adam Malik Medan pada tanggal 15 Maret 2020 karena mengalami kecelakaan
bermobil. Dari pengkajian pasien mengalami penurunan kesadaran. Penolong
mengatakan dada korban membentur stir mobil, setelah kecelakaan pasien muntah
darah lalu kemudian pasien tidak sadar. Keaadaan pasien saat di IGD klien
mengalami penurunan kesadaran, napas cepat dan dangkal, auskultasi suara napas
ronchi, dan pasien ngorok. Terdapat bengkak dan jejas di dada sebelah kiri. Hasil
pemeriksaan GCS 8(E2V2M4) kesadaran sopor, hasil pemeriksaan TTV, TD :
120/80 mmHg, nadi : 110x/menit, RR : 35x/menit, suhu : 38,7oC, akral teraba
dingin, tampak sianosis, penggunaan otot-otot pernapasan, dan napas cuping
hidung.
PENGKAJIAN
1. Airway :
Pernapasan ada , napas ronchi, cepat dan dangkal dengan RR 35x/menit,
tampak gelisa dan sesak, ketidakefektifan bersihan jalan napas.
2. Breathing :
Pernapasan cuping hidung, pasien ngorok, penggunaan otot – otot
pernapasan, pasien sesak dengan RR 35x/menit, gangguan pola napas.
3. Circulation :
Ada nadi, nadi 110x/menit, TD : 120/80 mmHg, akral teraba dingin dan
tampak sianosis, gangguan perfusi jaringan.
PENILAIAN AWAL DAN PENGELOLAAN TRAUMA
Pengelolaan penderita yang terluka parah memerlukan penilaian yang cepat dan
pengelolaan yang tepat guna menghindari kematian. Pada penderita trauma,
waktu sangat penting, karena itu diperlukan adanya suatu cara yang mudah
dilaksanakan. Proses ini dikenal sebagai Initial assessment (penilaian awal) dan
meliputi :
1. Persiapan
2. Triase
3. Primary survey (ABC)
4. Resusitasi
5. Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi
6. Secondary survey, pemeriksaan head to toe dan anamnesis
7. Tambahan terhadap secondary survey
8. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinambungan
9. Penanganan definitif
Urutan kejadian diatas diterapkan seolah-seolah berurutan (sekuensial), namun
dalam praktek sehari-hari dapat dilakukan secara bersamaan (simultan).
Persiapan
a. Fase Pra-Rumah Sakit (pre-hospital)
1. Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dan petugas
lapangan.
2. Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit sebelum
penderita mulai diangkut dari tempat kejadian.
3. Pada fase pra-rumah sakit titik berat diberikan pada penjagaan
airway, kontrol perdarahan dan syok, imobilisasi penderita dan
segera ke rumah sakit terdekat.
4. Pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan di rumah sakit
seperti waktu kejadian, sebab kejadian. Mekanisme kejadian dapat
menerangkan jenis dan berat perlukaan.
b. Fase Rumah Sakit (hospital)
1. Perencanaan sebelum penderita tiba dan sebaiknya ada
ruangan/daerah khusus resusitasi.
2.Perlengkapan airway (laringoskop, endotracheal tube, dsb) sudah
dipersiapkan, dicoba dan diletakkan di tempat yang mudah
dijangkau.
3. Cairan kristaloid yang sudah dihangatkan, disiapkan dan diletakkan
pada tempat yang mudah dijangkau.
4. Pemberitahuan terhadap tenaga laboratorium dan radiologi apabila
sewaktu-waktu dibutuhkan.
5. Persiapan rujukan ke pusat trauma jika dibutuhkan.
6. Pemakaian alat-alat proteksi diri.

Triase
Triase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber
daya yang tersedia.
Dua jenis keadaan triase dapat terjadi :
a. Multiple Casualties
Penderita dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan
dilayani lebih dahulu.
b. Mass Casualties
Penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar, serta membutuhkan
waktu, perlengkapan dan tenaga yang paling sedikit akan dilayani lebih
dahulu.
Pemberian label kondisi pasien pada musibah massal :
A. Label hijau
Penderita tidak luka . Ditempatkan di ruang tunggu untuk dipulangkan.
B. Label kuning
Penderita hanya luka ringan. Ditempatkan di kamar bedah minor UGD.
C. Label merah
Penderita dengan cedera berat. Ditempatkan di ruang resusitasi UGD dan
disiapkan dipindahkan ke kamar operasi mayor UGD apabila sewaktu-waktu
akan dilakukan operasi
D. Label biru
Penderita dalam keadaan berat terancam jiwanya. Ditempatkan di ruang
resusitasi UGD disiapkan untuk masuk intensive care unit atau masuk kamar
operasi.
E. Label hitam
Penderita sudah meninggal. Ditempatkan di kamar jenazah.

Bagan Alur
Primary Survey
Airway dengan kontrol servikal (Cervical Spine Control)
Penilaian
a. Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)
b. Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi
Pengelolaan airway
a. Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line
immobilisasi
b. Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat yang rigid
c. - Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal
- Pasang airway definitif sesuai indikasi

Indikasi Airway Definitif

Kebutuhan untuk perlindungan airway Kebutuhan untuk ventilasi


Tidak sadar Apnea
• Paralisis neuromuskuler
• Tidak sadar
Fraktur maksilofasial Usaha nafas yang tidak adekuat
• Takipnea
• Hipoksia
• Hiperkarbia
• Sianosis
Bahaya aspirasi Cedera kepala tertutup berat yang
• Perdarahan membutuhkan hiperventilasi singkat,
• Muntah – muntah bila terjadi penurunan keadaan
neurologis
Bahaya sumbatan
• Hematoma leher
• Cedera laring, trakea
• Stridor

Fiksasi leher : Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap
penderita multi trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau perlukaan diatas
klavikula.
Evaluasi
Algoritme Airway

Kerjakan sesuai pertimbangan klinis dan tingkat ketrampilan/pengalaman

Breathing dan Ventilasi


Penilaian
a. Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol servikal
in-line immobilisasi
b. Tentukan laju dan dalamnya pernapasan
c. Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan terdapat
deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian otot-otot
tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya.
d. Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor
e. Auskultasi thoraks bilateral

Pengelolaan
a. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi (nonrebreather mask 11-12
liter/menit)
b. Ventilasi dengan Bag Valve Mask
c. Menghilangkan tension pneumothorax
d. Menutup open pneumothorax
e. Memasang pulse oxymeter
Evaluasi

Circulation dengan Kontrol perdarahan


Penilaian
c. Mengetah
ui sumber perdarahan eksternal yang fatal
d. Mengetah
ui sumber perdarahan internal
e. Periksa
nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak
ditemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya
resusitasi masif segera.
f. Periksa
warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.
g. Periksa
tekanan darah

Pengelolaan
a. Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
b. Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta
konsultasi pada ahli bedah
c. Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah
untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia
subur), golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah (AGD).
d. Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat.
e. Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasien-pasien
fraktur pelvis yang mengancam nyawa.
f. Cegah hipotermia
Evaluasi

Resusitasi
a. Re-evaluasi ABCDE
b. Dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah 1000-2000 ml pada dewasa dan
20 mL/kg pada anak dengan tetesan cepat

Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah, Berdasarkan Presentasi Penderita


Semula

KELAS I Kelas II Kelas III Kelas IV

Kehilangan Darah Sampai 750 750-1500 1500-2000 >2000


(mL)

Kehilangan Darah Sampai 15% 15%-30% 30%-40% >40%


(% volume darah)

Denyut Nadi <100 >100 >120 >140

Tekanan Darah Normal Normal Menurun Menurun

Tekanan nadi Normal atau Menurun Menurun Menurun


Naik
(mm Hg)

Frekuensi 14-20 20-30 30-40 >35


Pernafasan

Produksi Urin >30 20-30 5-15 Tidak berarti


(mL/jam)
CNS/ Status Sedikit cemas Agak cemas Cemas, Bingung,lesu
Mental bingung (lethargic)

Penggantian Kristaloid Kristaloid Kristaloid dan Kristaloid dan


Cairan darah darah
(Hukum 3:1)

Evaluasi resusitasi cairan


Nilailah respon penderita terhadap pemberian cairan awal
Nilai perfusi organ (nadi, warna kulit, kesadaran dan produksi urin) serta awasi
tanda-tanda syok

Rapid response

Transient response

No response
Tambahan pada Primary Survey dan Resusitasi
Pasang EKG
1. Monitor EKG dipasang pada semua penderita trauma
2. Disritmia, fibrilasi atrium atau ekstra-sistol dan perubahan segmen ST dapat
disebabkan kontusio jantung
3. Pulseless Electrical Activity mungkin disebabkan tamponade jantung, tension
pneumothoraks dan atau hipovolemia berat
4. Bila ditemukan bradikardi, konduksi aberan atau ekstrasistole harus dicurigai
adanya hipoksia dan hipoperfusi
5. Hipotermia dapat menampakkan gambaran disritmia

Secondary Survey
Anamnesis
Anamnesis yang harus diingat :
A : Alergi
M : Medikasi ( obat yang sedang diminum saat ini)
P : Past illness
L : Last meal (makan minum terakhir)
E : Event/Environtment yang berhubungan dengan kejadian perlukaan.
Jenis perlukaan dapat diramalkan dari mekanisme kejadian perlukaan, misal trauma
tumpul, trauma tajam, perlukaan karena suhu dan bahan berbahaya.

Tambahan pada Secondary Survey


a. Sebelum dilakukan pemeriksaan tambahan, periksa keadaan penderita
dengan teliti dan pastikan hemodinamik stabil
b. Selalu siapkan perlengkapan resusitasi di dekat penderita karena
pemeriksaan tambahan biasanya dilakukan di ruangan lain
c. Pemeriksaan tambahan yang biasanya diperlukan :
7. CT scan kepala, dada, abdomen dan spine
8. USG abdomen, transoesofagus
9. Foto ekstremitas
10. Foto vertebra tambahan
11. Urografi dan angiografi

Pemantauan dan Re-evaluasi berkesinambungan


a. Penilaian ulang terhadap penderita, dengan mencatat dan melaporkan
setiap perubahan pada kondisi penderita dan respon terhadap resusitasi.
b. Monitoring tanda-tanda vital dan jumlah urin
c. Pemakaian analgetik yang tepat diperbolehkan

Terapi Definitif
A. Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien
karena keterbatasan SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien yang
masih memungkinkan untuk dirujuk.
B. Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan dan kebutuhan penderita
selama perjalanan serta komunikasikan dengan dokter pada pusat
rujukan yang dituju.

Anda mungkin juga menyukai