Anda di halaman 1dari 50

MAKALAH

“PERMASALAHAN SEKSUAL DALAM KESEHATAN REPRODUKSI”

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah: Gender dan Kesehatan Reproduksi
Dosen pengampu: Dr. Widia Shofa I.,SST.,M.Kes

Disusun oleh:

Kelompok 3
1. Rini Eka Rahayu ( 15301. 11. 19085)
2. Rizki Citra Dewi Pratiwi ( 15301. 11. 19086)
3. Rosda Zamzani ( 15301. 11. 19087)
4. Sinarmi ( 15301. 11. 19088)
5. Siti Fatimatus Zahro ( 15301. 11. 19089)
6. Siti Sunarsih ( 15301. 11. 19090)
7. Siti Widayati ( 15301. 11. 19091)
8. Solekhah Fitriawati ( 15301. 11. 19092)
9. Suwartiningsih ( 15301. 11. 19094)
10. Thiwud Puji Lestari ( 15301. 11. 19095)
11. Titis Dyah Anggraini ( 15301. 11. 19096)
12. Uswati Trisna Ayu ( 15301. 11. 19097)
13. Wida Fristya Yuhari ( 15301. 11. 19098)
14. Wiwik Irawati ( 15301. 11. 19099)
15. Yulia Ningrum ( 15301. 11. 19100)
16. Zakia Eka Warda ( 15301. 11. 19101)
17. Zulia Khikmawati ( 15301. 11. 19102)
18. Herlina Puspita Sari ( 15301. 11. 19103)
19. Nusa Herlina ( 15301. 11. 19104)
20. Emi Hasmiwati ( 15301. 11. 19105)

PROGRAM STUDI D IV KEBIDANAN


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
DI KABUPATEN LUMAJANG
Jl. Jendral S. Parman No. 13, Lumajang
2019/ 2020
HALAMAN PENGESAHAN

MAKALAH

GENDER DAN KESEHATAN REPRODUKSI

“PERMASALAHAN SEKSUAL DALAM KESEHATAN REPRODUKSI”

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah: Gender dan Kesehatan Reproduksi
Dosen pengampu: Dr. Widia Shofa I.,SST.,M.Kes

OLEH:

Kelompok 3

1. Rini Eka Rahayu ( 15301. 11. 19085)


2. Rizki Citra Dewi Pratiwi ( 15301. 11. 19086)
3. Rosda Zamzani ( 15301. 11. 19087)
4. Sinarmi ( 15301. 11. 19088)
5. Siti Fatimatus Zahro ( 15301. 11. 19089)
6. Siti Sunarsih ( 15301. 11. 19090)
7. Siti Widayati ( 15301. 11. 19091)
8. Solekhah Fitriawati ( 15301. 11. 19092)
9. Suwartiningsih ( 15301. 11. 19094)
10. Thiwud Puji Lestari ( 15301. 11. 19095)
11. Titis Dyah Anggraini ( 15301. 11. 19096)
12. Uswati Trisna Ayu ( 15301. 11. 19097)
13. Wida Fristya Yuhari ( 15301. 11. 19098)
14. Wiwik Irawati ( 15301. 11. 19099)
15. Yulia Ningrum ( 15301. 11. 19100)
16. Zakia Eka Warda ( 15301. 11. 19101)
17. Zulia Khikmawati ( 15301. 11. 19102)
18. Herlina Puspita Sari ( 15301. 11. 19103)
19. Nusa Herlina ( 15301. 11. 19104)
20. Emi Hasmiwati ( 15301. 11. 19105)

Mengetahui,
Dosen Pengampu

(Dr. Widia Shofa Ilmiah, S.ST., M.Kes )


NIDN. 0718048601
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat allah SWT karena telah melimpahkan
karunia serta rahmatnya sehingga akhirnya membuat kami bisa segera membuat sebuah makalah
hingga selesai yang bertemakan mengenai gender dan kesehatan reproduksi pada Permasalahan
Seksualitas dalam kesehatan reproduksi “Disfungsi seksual, paraphilia, perilaku seksual
kompulsif, kekerasan seksual, dan permasalahan reproduksi”.

Kemudian berikutnya dengan ketulusan hati kami harapkan kontribusi pembaca dalam
memberikan kritik dan sarannya. Agar di kemudian hari dapat kami jadikan sebagai bahan acuan
dalam penyusunan makalah dengan baik dan benar.

Kami sangat menyadari, bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna
sebab masih terdapat banyak kesalahan didalam nya.Tak luput juga kami haturkan rasa terima
kasih yang sebanyak – banyak nya kepada segenap pihak yang mendukung serta membantu kami
selama proses penyelesaian makalah ini hingga rampung.

Demikian makalah ini, kita susun jauh dari kata sempurna. Harapan kami dalam
penyusunan makalah ini, tentu saja bisa bermanfaat dan menambah pengetahuan terhadap siapa
saja yang membacanya.

Lumajang, 30 April 2020

Penyusun

Kelompok 3
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG..................................................................................1


1.2 RUMUSAN MASALAH..............................................................................1
1.3 TUJUAN PENULISAN................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Disfungsi Seksual.................................................................3


2.1.1 Pengertian Disfungsi Seksual .............................................................3
2.1.2 Etiologi Disfungsi Seksual..................................................................3
2.1.3 Tanda – tanda terjadinya Disfungsi Seksual.......................................5
2.1.4 Macam – macam Disfungsi Seksual...................................................5
2.1.5. Terapi dan Pengobatan Disfungsi Seksual.........................................8
2.2 Konsep Paraphilia........................................................................................9
2.2.1 Jenis – jenis Paraphilia .......................................................................10
2.2.2 Etiologi Paraphilia...............................................................................14
2.2.3. Terapi Paraphilia................................................................................15
2.3. Konsep Kekerasan Seksual..........................................................................17
2.3.1 Definisi Kekerasan Seksual ...............................................................17
2.3.2 Depresi................................................................................................21
2.3.3 Pengaruh Kekerasan seksual Terhadap Depresi.................................26
2.3.4 Pengaruh Keintiman Sosial dan Keluarga Terhadap Depresi.............28
2.4. Konsep Permasalahan Repoduksi................................................................29
2.2.1 Organ Reproduksi Manusia ...............................................................29
2.2.2 Organ Reproduksi Pria........................................................................29
2.2.3 Organ Reproduksi Wanita...................................................................32
2.2.4 Kelainan dan Penyakit pada Organ Reproduksi Manusia...................38

BAB III PENUTUP

Kesimpulan.........................................................................................................44
Saran...................................................................................................................44

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kesehatan seksual merupakan suatu aspek kesehatan yang berhubungan dengan

organ-organ kelamin dan perilaku seksual. Kesehatan seksual yaitu pencegahan

penyakit menular seksual dan kehamilan yang tidak di inginkan, kenikmatan seks

sebagai bagian dari hubungan intim dan kendali yang lebih besar terhadap keputusan

seksual seseorang. Seks merupakan aspek intim yang penting, dalam hubungan saling

mencintai antara satu orang dengan orang lain. Seks merupakan aspek hidup yang

pribadi dan tersendiri yang jarang dibahas dengan orang lain. 

Perilaku seksual adalah bermacam-macam dan ditentukan oleh suatu interaksi

faktor-faktor yang kompleks. Seksualitas seseorang adalah terlibat dengan faktor

kepribadian yang lain, dengan susunan biologis dan dengan rasa umum tentang diri

sendiri (sense of self). Ini termasuk persepsi sebagi laki-laki atau wanita, yang

mencerminkan perkembangan pengalaman dengan seks selama siklus kehidupan. 

Seksualitas abnormal yaitu perilaku seksual yang destruktif bagi diri sendiri

maupun oranglain, yang tidak dapat diarahkan kepada seseorang pasangan, yang diluar

stimulasi organ seks primer, dan yang di sertai dengan rasa bersalah dan kecemasan

yang tidak sesuai, atau konfulsif. 

Bagi kebanyakan orang, banyak yang tidak peduli tentang apakah perilaku

seksual yang normal dan apakah jenis-jenis dan gangguan seksual. Gangguan seksual

merupakan masalah dasar bagi pria dan wanita yang mengganggu kemampuan mereka

untuk menikmati seks.

Penyimpangan perilaku seksual sering di anggap perbuatan tidak bermoral oleh

masyarakat. Ada penderita yang merasa bersalah atau depresi dengan pemilihan objek

atau aktivitas seksual nya yang tidak normal. Namun banyak pula yang tidak merasa

terganggu dengan penyimpangan tersebut kecuali bila ada reaksi dari masyarakat

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas maka penulis merumuskan beberapa rumusan masalah yang

akan dibahas pada bab selanjutnya:

a. Apa yang dimaksud dengan disfungsi seksual ?


b. Bagaimanan ciri-ciri gangguan disfungsi seksual ?
c. Apa yang dimaksud dengan parafilia ?
d. Apa yang dimaksud dengan kekerasan seksual?
e. Apa saja Permasalahan Reproduski?

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui permasalahan seksualitas dalam kesehatan reproduksi “Disfungsi

seksual, paraphilia, perilaku seksual kompulsif, kekerasan seksual, dan bagian-

bagian dari sistem reproduksi pada manusia serta penyakit yang mungkin terjadi

pada sistem reproduksi manusia

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengertian disfungsi seksual


b. Mengetahui ciri-ciri gangguan disfungsi seksual
c. Memahami dan mengetahui paraphilia
d. Mengetahui pengertian kekerasan seksual
e. Mengetahui bagian – bagian reproduksi manusia
f. Mengetahui penyakit yang menyerang system reproduksi manusia

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar Disfungsi Seksual

2.1.1. Disfungsi Seksual

a. pengertian

Istilah disfungsi seksual menunjukkan adanya gangguan pada salah satu atau lebih aspek

fungsi seksual. Bila didefinisikan secara luas, disfungsi seksual adalah gangguan yang

terjadi pada salah satu atau lebih dari keseluruhan siklus respon seksual yang normal.

b. Siklus Respon Seksual

 Fase Perangsangan (Excitement Phase)

Perangsangan terjadi sebagai hasil dari pacuan yang dapat berbentuk fisik atau

psikis. Kadang fase perangsangan ini berlangsung singkat, segera masuk ke fase

plateau. pada saat yang lain terjadi lambat dan berlangsung bertahap memerlukan

waktu yang lebih lama. Pemacu dapat berasal dari rangsangan erotik maupun non

erotik, sepertipandangan, suara, bau, lamunan, pikiran, dan mimpi.

 Fase Plateau

Pada fase ini, bangkitan seksual mencapai derajat tertinggi yaitu sebelum

mencapai ambang batas yang diperlukan untuk terjadinya orgasme.

 Fase Orgasme

Orgasme adalah perasaan kepuasan seks yang bersifat fisik dan psikologik

dalam aktivitas seks sebagai akibat pelepasan memuncaknya ketegangan seksual

(sexual tension) setelah terjadi fase rangsangan yang memuncak pada fase plateau.

 Fase Resolusi

Pada fase ini perubahan anatomik dan faal alat kelamin dan luar alat kelamin

yang telah terjadi akan kembali ke keadaan asal. Sehingga adanya hambatan atau

gangguan padasalah satu siklus respon seksual diatas dapat menyebabkan terjadinya

disfungsi seksual.

2.1.2. Etiologi Disfungsi Seksual

Berikut ini ada beberapa penyebab terjadinya disfungsi seksual yaitu :

a. Dikarenakan adanya suatu penyakit seperti diabetes melitus, menurunnya hormon,

anemia, kurang gizi, dan lain-lain.

3
4

b. Adanya gangguan psikologis seperti depresi, fobia, dan gangguan lainnya.

Pada dasarnya disfungsi seksual dapat terjadi baik pada pria ataupun wanita, etiologi

disfungsi seksual dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

 Faktor Fisik

Gangguan organik atau fisik dapat terjadi pada organ, bagian-bagian badan

tertentu atau fisik secara umum. Bagian tubuh yang sedang terganggu dapat

menyebabkan disfungsi seksual dalam berbagai tingkat.

Faktor fisik yang sering mengganggu seks pada usia tua sebagian karena

penyakit-penyakit kronis yang tidak jelas terasa atau tidak diketahui gejalanya dari

luar. Makin tua usia makin banyak orang yang gagal melakukan koitus atau

senggama. Kadang-kadang penderita merasakannya sebagai gangguan ringan yang

tidak perlu diperiksakan dan sering tidak disadari.

Dalam Product Monograph Levitra (2010) menyebutkan berbagai faktor

resiko untuk menderita disfungsi seksual sebagai berikut.

a. Gangguan vaskuler pembuluh darah, misalnya gangguan arteri koronaria.

b. Penyakit sistemik, antara lain diabetes melitus, hipertensi (HTN),

hiperlipidemia (kelebihan lemak darah).

c. Gangguan neurologis seperti pada penyakit stroke, multiple sclerosis.

d. Faktorneurogen yakni kerusakan sumsum belakang dan kerusakan saraf.

e. Gangguan hormonal, menurunnya testosteron dalam darah (hipogonadisme)

dan hiperprolaktinemia.

f. Gangguan anatomi penis seperti penyakit peyronie (penis bengkok).

g. Faktor lain seperti prostatektomi, merokok, alkohol, dan obesitas.Beberapa

obat-obatan anti depresan dan psikotropika menurut penelitian juga dapat

mengakibatkan terjadinya disfungsi seksual, antara lain: barbiturat,

benzodiazepin, selective serotonin seuptake inhibitors(SSRI), lithium,

tricyclic antidepressant.

 Faktor Psikis

Faktor psikoseksual ialah semua faktor kejiwaan yang terganggu dalam diri

penderita. Gangguan ini mencakup gangguan jiwa misalnya depresi, anxietas

(kecemasan) yang menyebabkan disfungsi seksual. Pada orang yang masih muda,

sebagian besar disfungsi seksual disebabkan faktor psikoseksual. Kondisi fisik


5

terutama organ-organnya masih kuat dan normal sehingga jarang sekali

menyebabkan terjadinya disfungsi seksual. Tetapi apapun etiologinya, penderita

akan mengalami problema psikis, yang selanjutnya akan memperburuk fungsi

seksualnya. Disfungsi seksual pria yang dapat menimbulkan disfungsi seksual pada

wanita juga. Masalah psikis meliputi perasaan bersalah, trauma hubungan seksual,

kurangnya pengetahuan tentang seks, dan keluarga tidak harmonis.

2.1.3. Tanda – tanda terjadinya disfungsi seksual

a. Pada Pria.

 Terjadinya penurunan libido.

 Obesitas.

 Mempunyai penyakit impoten

 Adanya penyakit infeksi, seperti TBC, hepatitis, sehingga hilangnya kadar hormon

estrogen

b. Pada Wanita

 Penurunan gairah seksual

 Terjadinya gangguan orgasme akibat kecemasan atau trauma seksual

 Terjadinya dispareunia, ini adalah akibat vagina yang mongering

 Terjadinya vaginismus, ini adalah vagina menjadi berkerut saat beraktivitas

 Stres dan lelah

2.1.4. Macam – macam Disfungsi Seksual

2.1.4.1. Gangguan Dorongan Seksual (GDS)

a. Pengertian

Dorongan seksual dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu hormon testosteron,

kesehatan tubuh, faktor psikis dan pengalaman seksual sebelumnya. Jika di antara

faktor tersebut ada yang menghambat atau faktor tersebut terganggu, maka akan

terjadi GDS berupa:

1. Dorongan seksual hipoaktif

The Diagnostic and Statistical Manual-IV memberi definisi dorongan seksual

hipoaktif ialah berkurangnya atau hilangnya fantasi seksual dan dorongan secara

persisten atau berulang yang menyebabkan gangguan yang nyata atau kesulitan

interpersonal.
6

2. Gangguan eversi seksual

Timbul perasaaan takut pada semua bentuk aktivitas seksual sehingga

menimbulkan gangguan.

b. Prevalensi dan manifestasi

Diduga lebih dari 15 persen pria dewasa mengalami dorongan seksual

hipoaktif. Pada usia 40-60 tahun, dorongan seksual hipoaktif merupakan keluhan

terbanyak. Pada dasarnya GDS disebabkan oleh faktor fisik dan psikis, antara lain

adalah kejemuan, perasaan bersalah, stres yang berkepanjangan, dan pengalaman

seksual yang tidak menyenangkan.

2.1.4.2. Gangguan Ereksia.

a. Disfungsi ereksi

 Pengertian

Disfungsi ereksi (DE) berarti ketidakmampuan mencapai atau

mempertahankan ereksi penis yang cukup untuk melakukan hubungan seksual

dengan baik.

Disfungsi ereksi disebut primer bila sejak semula ereksi yang cukup

unutuk melakukan hubungan seksual tidak pernah tercapai. Sedang disfungsi

ereksi sekunder berarti sebelumnya pernah berhasil melakukan hubungan

seksual, tetapi kemudian gagal karena sesuatu sebab yang mengganggu

ereksinya.

 Penyebab dan manifestasi

Pada dasarnya DE dapat disebabkan oleh faktor fisik dan faktor psikis.

Penyebab fisik dapat dikelompokkan menjadi faktor hormonal, faktor

vaskulogenik, faktor neurogenik, dan faktor iatrogenik. Faktor psikis meliputi

semua faktor yang menghambat reaksi seksual terhadap rangsangan seksual

yang diterima. Walaupun penyebab dasarnya adalah faktor fisik, faktor psikis

hampir selalu muncul dan menyertainya.


7

2.1.4.3. Gangguan Ejakulasi

a. Ejakulasi dini

 Pengertian

Ada beberapa pengertian mengenai ejakulsi dini (ED). ED merupakan

ketidakmampuan mengontrol ejakulasi sampai pasangannnya mencapai

orgasme, paling sedikit 50 persen dari kesempatan melakukan hubungan

seksual. Berdasarkan waktu, ada yang mengatakan penis yang mengalami ED

bila ejakulasi terjadi dalam waktu kurang dari 1-10 menit.

Untuk menentukan seorang pria mengalami ED harus memenuhi

ketentuan sebagai berikut : ejakulasi terjadi dalam waktu cepat, tidak dapat

dikontrol, tidak dikehendaki oleh yang bersangkutan, serta mengganggu yang

bersangkutan dan atau pasangannya.

 Prevalensi dan manifestasi

ED merupakan disfungsi seksual terbanyak yang dijumpai di klinik,

melampaui DE. Survei epidemiologi di AS menunjukkan sekitar 30 persen

pria mengalami ED.

Ada beberapa teori penyebab ED, yang dapat dibagi menjadi dua

bagian, yaitu penyebab psikis dan penyebab fisik. Penyebab fisik berkaitan

dengan serotonin. Pria dengan 5-HT rendah mempunyai ejaculatory threshold

yang rendah sehingga cepat mengalami ejakulasi. Penyebab psikis ialah

kebiasaan ingin mencapai orgasme dan ejakulasi secara tergesa-gesa sehingga

terjadinya ED.

b. Ejakulasi terhambat

 Pengertian

Berlawanan dengan ED, maka pria yang mengalami ejakulasi terhambat

(ET) justru tidak dapat mengalami ejakulasi di dalam vagina. Tetapi pada

umumnya pria dengan ET dapat mengalami ejakulasi dengan cara lain,

misalnya masturbasi dan oral seks, tetapi sebagian tetap tidak dapat mencapai

ejakulasi dengan cara apapun.

 Prevalensi dan manifestasi

Dalam 10 tahun terakhir ini hanya 4 pasien datang dengan keluhan ET.

Sebagian besar ET disebabkan oleh faktor psikis, misalnya fanatisme agama


8

sejak masa kecil yang menganggap kelamin wanita adalah sesuatu yang kotor,

takut terjadi kehamilan, dan trauma psikoseksual yang pernah dialami

2.1.4.4. Disfungsi Orgasme.

a. Pengertian

Disfungsi orgasme adalah terhambatnya atau tidak tercapainya orgasme

yang bersifatpersisten atau berulang setelah memasuki fase rangsangan

(excitement phase) selama melakukan aktivitas seksual.

b. Penyebab dan manifestasi

Hambatan orgasme dapat disebabkan oleh penyebab fisik yaitu penyakit SSP

seperti multiple sklerosis, parkinson, danlumbal sympathectomy. Penyebab psikis

yaitu kecemasan, perasaan takut menghamili, dan kejemuan terhadap pasangan.

Pria yang mengalami hambatan orgasme tetap dapat ereksi dan ejakulasi, tapi

sensasi erotiknya tidak dirasakan

2.1.4.5. Dispareunia

a. Pengertian

Dispareunia berarti hubungan seksual yang menimbulkan rasa sakit pada

kelamin atau sekitar kelamin.

b. Penyebab dan manifestasi

Salah satu penyebab dispareunia ini adalah infeksi pada kelamin. Ini berarti

terjadi penularan infeksi melalui hubungan seksual yang terasa sakit itu. Pada

pria,dispareunia hampir pasti disebabkan oleh penyakit atau gangguan fisik berupa

peradangan atau infeksi pada penis, buah pelir, saluran kencing, atau kelenjar

prostat dan kelenjar kelamin lainnya

2.1.5. Terapi dan Pengobatan Disfungsi Seksual

Disfungsi seksual baik yang terjadi pada pria ataupun wanita dapat dapat

mengganggu keharmonisan kehidupan seksual dan kualitas hidup, oleh karena itu perlu

penatalaksanaan yang baik dan ilmiah.

Prinsip penatalaksanaan dari disfungsi seksual pada pria dan wanita adalah sebagai

berikut:

a. Membuat diagnosa dari disfungsi seksual

b. Mencari etiologi dari disfungsi seksual tersebut

c. Pengobatan sesuai dengan etiologi disfungsi seksual


9

d. Pengobatan untuk memulihkan fungsi seksual, yang terdiri dari pengobatan bedah

dan pengobatan non bedah (konseling seksual dan sex theraphy, obat-obatan, alat

bantu seks, serta pelatihan jasmani).

Pada kenyataannya tidak mudah untuk mendiagnosa masalah disfungsi seksual.

Diantara yang paling sering terjadi adalah pasien tidak dapat mengutarakan masalahnya

semua kepada dokter, serta perbedaan persepsi antara pasien dan dokter terhadap apa

yang diceritakan pasien. Banyak pasien dengan disfungsi seksual membutuhkan

konseling seksual dan terapi, tetapi hanya sedikit yang peduli.

Oleh karena masalah disfungsi seksual melibatkan kedua belah pihak yaitu pria

dan wanita, dimana masalah disfungsi seksual pada pria dapat menimbulkan disfungsi

seksual ataupun stres pada wanita, begitu juga sebaliknya, maka perlu dilakukan dual

sex theraphy. Baik itu dilakukan sendiri oleh seorang dokter ataupun dua orang dokter

dengan wawancara keluhan terpisah.

2.2. Paraphilia

Istilah paraphilia (para berarti ‘’salah atau abnormal’’ dan philia berarti

‘’ketertarikan’’) secara harfiah berarti penympangan yang melibatkan objek daya tarik

seksual manusia. Dalam DSM-IV-TR, parafilia adalah sekelompok gangguan yang

mencakup ketertarikan seksual terhadap objek yang tidak wajar atau aktivitas seksual yang

tidak pada umumnya. Fantasi, dorongan, atau perilaku harus berlangsung setidaknya

selama 6 bulan dan menyebabkan distress atau hendaya signifikan. Tapi seseorang yang

memiliki kritria tersebut, belum tentu bisa dikatakan seseoraang tersebut parafilia , karena

apabila seseorang tersebut memiliki perilaku dan fantasinya tidak berulang.

Perilaku seksual adalah bermacam-macam dan ditentukan oleh suatu interaksi faktor-

faktor yang kompleks. Seksualitas abnormal yaitu perilaku seksual yang destruktif bagi diri

sendiri maupun orang lain, yang tidak dapat di arahkan kepada seseorang pasangan, yang

diluar stimulasi organ seks primer, dan yang di sertai dengan rasa bersalah dan kecemasan

yang tidak sesuai, atau konfulsif.

Rafelia secara harfiah ‘para’ artinya penyimpangan ‘filia’ artinya objek atau situasi

yang disukai. Parafilia adalah dorongan seksual yang mendalam dan berulang yang

menimbulkan fantasi seksual yang difokuskan pada objek yang bukan pada manusia saja,

penderita atau penghinaan diri sendiri atau partnernya, atau anak-anak atau orang-orang
10

yang tidak mengizinkan. Parafilia dapat di artikan juga yang menunjukkan pada objek

seksual yang menyimpang (misalnya dengan benda atau anak kecil) maupun aktivitas yang

menyimpang (misalnya dengan memamerkan alat genital).

Penyimpangan ini bisa mengganggu hubungan seksual yang sehat (mengingat banyak

penderita parafilia yang menikah. Parafilia di golongkan kriteria tingkat ringan yaitu bila

penderita hanya mengalami dorongan parafilia yang kuat tetapi tidak melakukannya. Di

anggap sedang bila melakukan kadang- kadang dan di anggap berat bila berulang-ulang

dilakukan. Parafilia lebih banyak diderita pria daripada wanita dengan perbandingan 20:1.

2.2.1. Jenis – Jenis Paraphilia

1. Pedofilia

Pedofilia adalah kelainan seks dengan melakukan seksual untuk memenuhi

hasratnya dengan cara menyetubuhi anak- anak dabawah umur. Hal ini dilakukan oleh

orang dewasa(16 tahun keatas) terhadap anak-anak secara seksual belum

matang(biasanya dibawah 13 tahun). (tristiadi ardi) Meskipun pedofilia secara definisi

adalah ketertarikan pada anak-anak, kecenderungan seksual mereka dan perilaku mereka

itu sangat bervariasi. Beberapa dari tidak mengeluarkan impuls mereka, namun memiliki

fantasi kecenderungan yang mengganggu untuk menganiaya anak-anak. Mereka yang

melampiaskan dorongan pedofilianya melakukan tindakan- tindakan, seperti

menelanjangi anak, menyentuh alat kelamin anak, memaksa anak melakukan aktivitas

oral- genital, dan berusaha memaksakan hubungan seksual melalui vaginal atau anal.

(Richard)

2. Ekshibisionisme

Ekshibisionisme, melibatkan dorongan yang kuat dan berulang untuk

menunjukkan alat genital pada orang yang tidak dikenal dan yang tidak menduganya,

dengan tujuan agar korban terkejut, syok, atau terangsang secara seksual. Orang

penderita ekshibisionisme biasanya tidak tertarik pada kontak seksual aktual dengan

korban dan hal ini bukan sesuatu yang berbahaya.

a. Berulang, intens, dan terjadi selama periode minimal 6 bulan, fantasi, dorongan, atau

perilaku yang menimbulkan gairah seksual yang berkaitan dengan memamerkan alat

kelamin kepada orang lain yang tidak dikenal yang tidak menduganya.
11

b. Orang tersebut bertindak berdasarkan dorongan tersebut, atau dorongan dan fantasi

tersebut menyebabkan orang tersebut mengalami distress atau mengalami masalah

interpersonal.

3. Fetisisme Fetis( fetish)

Adalah ketertarikan seksual yang kuat dan berualang terhadap objek yang tidak

hidup. Orang dengan paraphilia fetisisme (fetishim) terkuasai oleh suatu objek dan

mereka menjadi bergantung pada objek ini untuk mencapai kepuasan seksual, lebih

menyukai hal tersebut daripada memiliki intimasi seksual dengan pasangan. Objek

fetisisme yang paling umum adalah bagian-bagian dari pakaian yang biasa, seperti

pakaian dalam, stocking, sepatu, dan lain-lain, tetapi ada sejumlah rujukan kejiwaan

yang melaporkan adanya objek fetisime yang luas, meliputi sesuatu yang terbuat dari

karet, objek dari kulit, popok, peniti, dan bahkan lengan yang diamputasi.

4. Froteurisme

Istilah froteurisme(frotteurism) berasal dari bahasa Froteurisme adalah gangguan

yang berkaitan dengan melakukan sentuhan yang berorientasi seksual pada bagian tubuh

seseorang yang tidak menaruh curiga akan terjadi hal itu. Seseorang yang mengidap

gangguan ini biasa menggosokkan penisnya ke paha atau pantat seseorang perempuan

atau menyentuh payudara atau kelaminnya. Biasanya tindakan ini dilakukan di dalam bis

yang penuh penumpang.

Kriteria Froteurisme dalam DSM-IV-TR:

a. Berulang, intens, dan terjadi dalam periode minimal 6 bulan, fantasi, dorongan, atau

perilaku yang menimbulkan gairah seksual yang menumbulkan gairah seksual yang

berkaitan dengan menyentuh atau menggosokkan bagian tubuhnya pada orang yang

tidak menghendakinya.

b. Orang yang bersangkutan bertindak berdasarkan dorongan tersebut, atau dorongan

dan fantasi tersebut menyebabkannya distress atau mengalami masalah interpersonal.

5. Masokhisme seksual

Masokisme adalah istilah yang digunakan untuk kelainan seksual tertentu, namun

yang juga memiliki penggunaan yang lebih luas. Gangguan seksual ini melibatkan

kesenangan dan kegembiraan yang diperoleh dari rasa sakit pada diri sendiri, baik yang

berasal dari orang lain atau dengan diri sendiri. Gangguan ini biasanya terjadi sejak
12

kanak-kanak atau menginjak remaja yang sudah mulai kronis. Orang dengan gangguan

ini mencapai kepuasan dengan mengalami rasa sakit. Masokisme adalah satu-satunya

kelainan paraphilia yang dialami oleh perempuan, sekitar 5 persen makosis adalah

perempuan. Istilah ini berasal dari nama seorang penulis asal Austria pada abad ke-19,

Leopold von Sacher-Masoch, yang novelnya sering menyebutkan karakter yang

terobsesi dengan kombinasi seks dan rasa sakit. Dalam arti lebih luas, masokisme

mengacu pada pengalaman menerima kenikmatan atau kepuasan dari penderitaan sakit.

Pandangan psikoanalitik bahwa masokisme adalah agresi berbalik ke dalam, ke diri,

ketika seseorang merasa terlalu bersalah atau takut untuk mengungkapkannya secara

lahiriah.

Kriteria Masokisme Seksual dalam DSM-IV-TR:

a. Berulang, intens, dan terjadi dalam periode minimal 6 bulan, fantasi, dorongan, atau

perilaku yang menimbulkan gairah seksual yang berkaitan dengan tindak (bukan

fantasi) yang dilakukan oleh orang lain untuk memperrmalukan atau memukul

dirinya.

b. Menyebabkan distress bagi orang yang bersangkutan atau mengalami hendaya dalam

fungsi social atau pekerjaan.

6. Sadomasokhis

Seorang individu sadisme mencapai kepuasan seksual dengan menyakiti orang

lain. Dalam teori psikoanalitik, sadisme terkait dengan rasa takut pengebirian, sedangkan

penjelasan perilaku sadomasokisme (praktek seksual menyimpang yang menggabungkan

sadisme dan masokisme) adalah perasaan secara fisiologis mirip dengan gairah seksual.

Kriteria diagnostik klinis untuk kedua gangguan ini adalah pengulangan dari perilaku

selama setidaknya enam bulan, dan kesulitan yang signifikan atau penurunan

kemampuan untuk berfungsi sebagai akibat dari perilaku atau terkait dorongan atau

fantasi. Sadomasokisme bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan, baik heteroseksual

dan hubungan homoseksual.

Kriteria Sadisme Seksual DSM-IV-TR

a. Berulang, intens, dan terjadi selama periode minimal 6 bulan, fantasi, dorongan, atau

perilaku yang menimbulkan gairah seksual yang berkaitan dengan tindakan (bukan

fantasi) mempermalukan atau menyebabkan penderitaan fisik pada orang lain.


13

b. Menyebabkan distress bagi orang yang bersangkutan atau mengalami hendaya dalam

fungsi social atau pekerjaan atau orang tersebut bertindak berdasarkan dorongan

tersebut kepada orang lain yang tidak menghendakinya.

7. Sadisme seksual

Adalah kepuasan seksual yang dihubungkan dengan menimbulkan penghinaan

atau rasa sakit pada orang lain. Diagnosis klinis untuk sadisme seksual biasanya tidak

diberikan, kecuali jika orang tersebut merasa tertekan akibat perilakunya atu

tindakannya yang membahayakan diri sendiri atau orang lain.

8. Transvestik fetishisme

Adalah dorongan yang kuat dan berulang serta fantasi yang berhubungan dengan

melibatkan memakai pakaian dari lawan jenisnya, dengan tujuan untuk mendapatkan

rangsangan seksual. Transvestik fetishisme biasanya terjadi pada pria heteroseksual.

9. Voyeurisme

adalah bertindak berdasarkan atau mengalami distres akibat munculnya dorongan

seksual yang kuat da terus-menerus sehubungan dengan fantasi yang melibatkan

kegiatan melihat/memperlihatkan orang, biasanya orang tak dikenal yang sedang tidak

berpakaian atau membuka pakaian atau sedang melakukan aktivitas seksual dimana

mereka tidak menduganya. Tujuannya adalah untuk mencapai kepuasan seksual. Orang

yang melakukan veyeurisme biasanya tidak menginginkan aktivitas seksual dengan

orang yang diobservasi.

Veyeurisme adalah kondisi dimana seseorang memiliki preferensi tinggi untuk

mendapatkan kepuasaan seksual dengan melihat orang lain yang sedang tanpa busana

atau sedang melakukan hubungan seksual.

Kriteria Veyeurisme dalam DSM-IV-TR:

a. Berulang, intens, dan terjadi selama periode minimal 6 bulan, fantasi, dorongan, atau

perilaku yang menimbulkan gairah seksual yang berkaitan dengan tindakan mengitip

orang lain tanpa busana atau sedang melakukan hubungan seksual tanpa diketahui

yang bersangkutan.

b. Orang yang bersangkutan bertindak berdasarkan dorongan tersebut, atau dorongan

fantasi menyebabkan orang tersebut sangat menderita atau mengalami masalah

interpersonal.
14

10. Pedofilia dan Incest

Menurut DSM pedofilia adalah orang dewasa yang mendapatkan kepuasaan

seksual dengan berhubungan fisik dan sering kali berhubungan dengan anak-anak

prapubertasi yang tidak memiliki hubungan darah dengan mereka. Lalu pedofilia dapat

dia artikan  orang dewasa yang yang suka melakukan hubungan seks / kontak fisik

yang merangsang dengan anak di bawah umur.

Kriteria Pedofilia dalam DSM-IV-TR:

a. Berulang, intens dan terjadi selama 6 bulan, fantasi, dorongan, perilaku yang

menimbulkan gairah seksual yang berkaitan dengan melakukan kontak seksual

dengan anak prapubertas.

b. Orang yang bersangkutan bertindak berdasarkan dorongan tersebut, atau dorongan

dan fantasi tersebut menyebabkan orang yang bersangkutan mengalami distress atau

masalah interpersonal.

c. Orang yang bersangkutan minimal berusia 16 tahun dan 5 tahun lebih tua dari anak

yang menjadi korbannya. Lalu untuk incest sendiri adalah hubungan seks dengan

sesama anggota keluarga sendiri non suami istri seperti antara ayah dan anak

perempuan dan ibu dengan anak laki-lakinya.

 Perbedaan antara incest dan pedofilia adalah

a. Incest sendiri berdasarkan definisi antar anggota keluarga sedangkan pedofilia

umum.

b. Korban incest cenderung lebih tua dari korban pedofilia.

2.2.2. Etiologi Parafilia

1. Perspektif Psikodinamika

Menurut pandangan psikodinamik, parafilia pada dasarnya defensif, melindungi

ego dari ketakutan dan ingatan dan direpres, dan mewakili fiksasi pada tahap

pragenital dalam perkembangan psikoseksual. Orang dengan parafilia dilihat sebagai

seseorang yang takut akan hubungan heteroseksual yang konvensional, bahkan yang

tidak melibatkan seks. Perkembangan sosial dan seksualnya tidak matang,

terbelakang, dan tidak adekuat untuk hubungan sosial dan persetubuhan heteroseksual

dengan orang dewasa.


15

2. Perspektif Behavioral dan Kognitif

Terdapat pandangan bahwa parafilia muncul dari classical conditioning, yang

secara kebetulan telah memasangkan rangsangan seksual dengan kelompok stimulus

yang dianggang tidak pantas oleh masyarakat. Namun teori yang terbaru mengenai

parafilia bersifat multidimensional, dan menyatakan bahwa parafilia muncul apabila

terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang. Seringkali orang dengan

parafilia mengalami penyiksaan fisik dan seksual pada masa kanak-kanak, dan

tumbuh dalam keluarga yang hubungan antara orang tua dengan anak terganggu.

Pengalaman-pengalaman awal ini dapat berkontribusi terhadap tingkat kemampuan

sosial serta self-esteem yang rendah, kesepian, dan kurangnya hubungan intim yang

sering terlihat pada parafilia. Kepercayaan bahwa sexual abuse pada masa kanak-

kanak merupakan predisposisi untuk munculnya, ternyata, masih perlu ditinjau ulang.

Distorsi kognitif juga memiliki peran dalam pembentukan parafilia. Orang dengan

parafilia dapat membuat berbagai pembenaran atas perbuatannya. Pembenaran

dilakukan antara lain dengan mengatribusikan kesalahan kepada orang atau hal lain,

menjelek-jelekkan korban, atau membenarkan alasan perbuatannya. Sementara itu,

berdasarkan perspektif operant conditioning, banyak parafilia yang muncul akibat

kemampuan sosial yang tidak adekuat serta reinforcement yang tidak konvensional

dari orang tua atau orang lain.

2.2.3. Terapi Parafilia

Karena sebagian besar parafilia illegal, banyak orang dengan parafilia yang masuk

penjara dan di perintahankan oleh pengadilan untuk mengikuti terapi. Para pelaku

kejahatan seks tersebut seringkali kurang memilii motivasi untuk mengubah

perilakunya. Terdapat beberapa metode yang dapat dilakukan untuk meningkatkan

motivasi mengikuti perawatan, sebagai berikut :

1. Berempati terhadap keengganan untuk mengakui bahwa ia adalah pelanggar hukum.

2. Memberitahukan jenis-jenis perawatan yang dapat membantu mengotrol perilaku

dengan baik menunjukkan efek negative yang timbul apabila tidak dilakukan

treatment.

3. Memberikan intervensi paradoksikal, dengan mengekpresian keraguan bahwa orang

tersebut memiliki motivasi untuk menjalani perawatan.


16

4. Menjelaskan bahwa aka nada pemeriksaan psikofiologis terhadap rangsangan

seksual pasien, dengan demikian kecenderungan seksual pasien dapat diketahui

tanpa harus diucapkan atau diakui oleh pasien.

Terdapat beberapa jenis perawatan untuk parafilia, yaitu :

1. Terapi psikoanalitis

Pandangan psikoanalisa beranggapan bahwa parafilia berasal diri kelainan 

karakter, sehingga sulit unutk diberi perawatan sehingga sulit untuk diberi perawatan

dengan hasil yang memuaskan. Psikoanalisa belum member kontribusi yang besar

dalam penanganan parafilia secara efektif.

2. Teknik Behavioral

Para terapis dari aliran behavioral mencoba unutuk mengmbangkan prosedur

terapeutik untuk mengubah aspek seksual individu. Pada awalnya, dengan pandangan

bahwa parafilia merupakan ketertarikan terhadap objek seksual yang tidak pantas,

prosedur yang dilakukan adalah dengan terapi aversif. Terapi aversif dilakukan

dengan memberikan kejutan fisik saat seseorang menunjukkan perilaku yang

berkaitan dengan parafilia. Metode lain, disebut satiation, dimana seseorang diminta

untuk bermarturbarsi untuk waktu yang lama, sambil berfantasi lantang. Kedua terapi

tersebut , apabila digabungkan dengan terapi lain seperti kemampuan social, dapat

bermanfaat terhdap pedofilia transvesisme eksibisionisme, dan transvestisme. Cara

lain yang dilakukan adalah orgasmic reorientation, yang bertujuan membuat pasien

belajar untuk menjadi lebih terangsang pada stimulus konvensional, sementara

mereka member respon seksual terhadap rangsangan lain yang tidak konvensional.

Selain tekni itua, ada teknik lain yang umum digunakan, seperti pelatihan social

skills.

3. Penanganan Kognitif

Prosedur kognitif sering digunakan untuk mengubah pandangan yang terdistorsi

pada individu dengan parafilia. Diberikan pula pelatihan empati agar individu

memahami pengaruh perilaku mereka terhadap orang lain. Banyak program

penanganan yang memberikan program pencegahan relapse, yang dibuat berdasarkan

program rehabilitasi ketergantungan obat-obatan terlarang.


17

4. Penanganan Biologis

Intervensi biologis yang sempat banyak diberikan dua generasi yang lalu adalah

dengan melakukan kastrasi atau pengangkatan testis. Baru-baru ini, penanganan

biologis yang dilakukan melibatkan obat-obatan. Beberapa obat yang digunakan

adalah medroxyprogesterone acetate (MPA) dan cyptoterone acetate. Kedua obat

tersebut menurunkan tingkat testosteron pada laki-laki, untuk menghambat

rangsangan seksual. Walaupun demikian, terdapat masalah etis daripenggunaan obat,

karena pemakaian waktu yang tidak terbatas serta efek samping yang mungkin

muncul dari pemakaian jangka panjang. Baru-baru ini, fluoxetine (Prozac) telah

digunakan, karena obat tersebut kadang-kadang efektif untuk mengobati obsesi dan

kompulsi. Karena parafilia terbentuk dari pikiran dan dorongan yang serupa dengan

parafilia.

5. Usaha Hukum

Di Amerika, sebagai akibat dari tuntutan masyarakat, telah muncul hukum

mengenai pelaku kejahatan seks. Dikenal sebagai Megan’s Law, hukum tersebut

memungkinkan warga sipil untuk mendeteksi keberadaan mantan pelaku kejahatan

seksual, yang dianggap berbahaya. Dengan hukum ini, diharapkan masyarakat dapat

waspada, dan para mantan pelaku tidak berkesempatan untuk mengulangi

kejahatannya.

2.3. Kekerasan Seksual

2.3.1. Kekerasan Seksual

2.3.1.1. Definisi

Definisi kekerasan seksual dapat dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya,

sosial, hak asasi, peran gender, inisiatif legal dan kriminal sehingga dapat

berubah seiring berjalannya waktu. Definisi akan kekerasan seksual dapat

membantu usaha global dalam mengidentifikasi dan mengeliminasinya,

namun perlu disadari bahwa definisi-definisi akan kekerasan seksual lahir dari

lensa-lensa kultural, sosio-politik dan geografis.

Kekerasan seksual didefinisikan sebagai tindakan seksual, usaha untuk

memperoleh seks, komentar atau pendekatan seksual seperti apapun atau


18

menjualbelikan seseorang sebagai objek seksual secara paksa, hal-hal tersebut

dapat dilakukan oleh siapapun tidak mempedulikan hubungannya dengan

korban, dan ia dapat terjadi di rumah maupun tempat kerja.

Kekerasan seksual erat kaitannya dengan pemaksaan dan pemaksaan

dapat mencakup berbagai bentuk tindakan. Selain paksaan secara fisik, ia

dapat mencakup intimidasi psikologis, pemerasan atau ancaman seperti

ancaman melukai, dipecat ataupun penolakan penerimaan kerja. Kekerasan

seksual juga dapat terjadi saat korban tak dapat menolak atau menerima

tindakan seksual, misalnya ketika mabuk, dalam pengaruh obat, tidur atau

terganggu secara mental.

Kekerasan seksual mencakup pemerkosaan, yang didefinisikan sebagai

penetrasi terhadap vulva atau anus dengan menggunakan penis, bagian tubuh

lain atau objek yang dilakukan secara paksa. Kekerasan seksual dapat juga

melingkupi jenis-jenis penyerangan lain yang berkaitan dengan organ seksual,

seperti kontak paksa antara mulut dan penis, vulva atau anus.

2.3.1.2. Jenis-jenis kekerasan seksual

Berbagai macam tindakan seksual dapat terjadi dalam beragam sitasi

dan kondisi. Kekerasan seksual dapat berupa pemerkosaan dalam hubungan

pernikahan atau pacaran, pemerkosaan oleh orang asing dan pemerkosaan

sistematis saat konflik bersenjata. Kekerasan seksual juga dapat berupa

pendekatan seksual yang tak diinginkan atau pelecehan seksual, termasuk

meminta hubungan intim sebagai balasan atas jasa tertentu.

Kekerasan seksual juga mencakup tindakan pelecehan seksual, misalnya

terhadap orang dengan cacat mental atau fisik maupun pelecehan seksual

terhadap anak. Pemaksaan pernikahan yang mencakup pernikahan anak di

bawah umur juga digolongkan sebagai kekerasan seksual.

Beberapa jenis kekerasan seksual memiliki dampak-dampak lain yang

nyata terhadap kesehatan fisik maupun kesehatan mental seorang perempuan,

misalnya pelarangan akan penggunaan kontrasepsi atau alat lain untuk

melindungi diri dari penyakit-penyakit menular seksual, tindakan aborsi

paksa, tindakan kekerasan terhadap integritas seksual perempuan, termasuk


19

mutilasi alat genital perempuan dan kewajiban pemeriksaan keperawanan

serta prostitusi paksa dan penjualbelian manusia untuk eksploitasi seksual.

Hubungan seks yang dipaksakan dapat memberikan kepuasan bagi

pelakunya, namun tujuan utama dari hal tersebut adalah untuk menunjukkan

kekuasaan dan dominasi terhadap korban. Seringkali, para pria yang memaksa

istrinya untuk berhubungan merasa bahwa hal tersebut adalah sah karena ia

telah menikah. Pemerkosaan terhadap perempuan dan pria juga seringkali

digunakan sebagai senjata dalam peperangan, sebagai bentuk dari ekspresi

kemenangan dan bertujuan untuk merendahkan para perempuan atau tentara

yang tertangkap.

2.3.1.3. Faktor risiko kekerasan seksual

Secara umum, faktor-faktor yang berkaitan dengan risiko seseorang

mengalami kekerasan seksual terbagi menjadi dua yaitu faktor-faktor yang

meningkatkan kerentanan perempuan dan faktor- faktor yang meningkatkan

kemungkinan seseorang melakukan tindakan kekerasan seksual. Penelitian

menunjukkan bahwa faktor-faktor tersebut memiliki efek aditif, maka semakin

banyak faktor yang ada, semakin besar kemungkinan terjadinya kekerasan

seksual. Menurut WHO terdapat faktor-faktor yang lebih penting pada tahap

kehidupan tertentu, yaitu:

a. Faktor-faktor yang meningkatkan kerentanan perempuan

Salah satu bentuk kekerasan seksual yang paling umum di dunia

adalah dilakukan oleh pasangan intim, yang berarti salah satu faktor risiko

utama bagi seorang perempuan untuk mengalami kekerasan seksual adalah

menikah atau hidup bersama dengan seorang pasangan, terutama bila

perempuan tersebut memiliki status pendidikan dan ekonomi yang tinggi.

Faktor-faktor lain yang meningkatkan risiko seorang perempuan

mengalami kekerasan seksual yaitu bila ia seorang dengan usia muda,

mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan, memiliki banyak pasangan

seksual, berkecimpung dalam pekerjaan seks komersial, dan memiliki

status sosio ekonomi yang rendah.

b. Faktor-faktor yang meningkatkan risiko pria melakukan kekerasan seksual


20

Data mengenai pria yang cenderung melakukan kekerasan seksual

cenderung terbatas dan bias terhadap para pelaku pemerkosaan, kecuali di

Amerika di mana penelitian juga dilakukan pada mahasiswa pria. Meskipun

demikian, kekerasan seksual ditemukan terjadi di seluruh negara, dalam

segala kelas sosioekonomi dan berbagai kelompok usia. Data menunjukkan

bahwa kebanyakan dari mereka melakukan kekerasan seksual pada

perempuan yang telah dikenal.

2.3.1.4. Konsekuensi dari kekerasan seksual

a. Kehamilan dan komplikasi ginekologis

Kehamilan dapat terjadi dari pemerkosaan, sebuah studi mengenai

remaja di Ethiopia menunjukkan bahwa 17% dari mereka yang pernah

diperkosa telah hamil, sepeti juga penelitian di Meksiko yang menunjukkan

15-18% mengalami kehamilan. Studi longitudinal di Amerika Serikat

menemukan bahwa dari 4000 perempuan yang diikuti selama 3 tahun, rasio

kehamilan dari pemerkosaan adalah 5% dari pemerkosaan di antara korban

berusia 12-45 tahun (WHO, 2010).

b. Penyakit-penyakit menular seksual

HIV dan penyakit menular seksual lainnya merupakan konsekuensi yang

jelas dari pemerkosaan. Penelitian pada perempuan di rumah-rumah

menunjukkan bahwa perempuan yang mengalami kekerasan seksual dari

pasangan intim secara signifikan lebih mungkin untuk memiliki penyakit

menular seksual. Pada perempuan yang diperjualbelikan untuk pekerjaan seks,

tingkat penyakit menular seksual cukup tinggi.

c. Kesehatan mental

Kekerasan seksual telah diasosiasikan dengan beberapa permasalahan

mental pada remaja dan dewasa. Pada suatu penelitian berdasar populasi,

prevalensi gejala dan tanda yang mengarahkan pada gangguan psikiatrik

adalah 33% pada perempuan dengan riwayat kekerasan seksual saat dewasa,

15% pada perempuan dengan riwayat kekerasan seksual oleh pasangan intim

dan 6% pada perempuan yang tidak mengalami (WHO, 2010).

Sebuah penelitian pada remaja di Prancis juga menunjukkan bahwa

terdapat hubungan antara riwayat pemerkosaan dengan gangguan tidur, gejala-


21

gejala depresi, keluhan somatik, konsumsi rokok dan gangguan perilaku saat

ini. Pada kondisi-kondisi di mana tidak dilakukannya konseling trauma, efek

psikologis yang negatif dapat menetap sampai setahun setelah kejadian

berlalu, sementara trauma fisik yang diderita cenderung membaik selama

periode tersebut. Meskipun dilakukan konseling, masih dapat ditemukan 50%

dari perempuan tersebut mengalami gejala-gejala gangguan stres. Adapun,

perempuan yang mengalami kekerasan seksual pada waktu kecil maupun

dewasa memiliki risiko lebih untuk melakukan tindakan bunuh diri (WHO,

2010).

d. Pengasingan social
Pada berbagai lingkungan sosial, dipercayai pria tak bisa mengendalikan

nafsu seksualnya dan perempuan bertanggungjawab untuk menarik hasrat

seksual pada pria. Pada beberapa masyarakat, disetujui bahwa perempuan

yang diperkosa sebaiknya menikahi pelaku, sehingga menjaga integritas dari

perempuan dan keluarganya dengan mengesahkan hubungan tersebut. Selain

dari pernikahan, keluarga cenderung menekan korban untuk tidak melaporkan

atau menuntut pelaku. Pria biasanya diperbolehkan untuk menolak seorang

perempuan sebagai istri jika ia sudah diperkosa. Di beberapa negara,

mengembalikan kehormatan seorang perempuan yang mengalami kekerasan

seksual dapat berarti sang perempuan harus diasingkan, atau dalam kasus yang

ekstrim, perempuan tersebut akan dibunuh (WHO, 2010).

2.3.2. Depresi

2.3.2.1. Pengertian

Mood merupakan suatu nada perasaan yang dialami secara internal

dan terus-menerus. Afek merupakan ekspresi luaran dari mood. Kondisi

mood maupun afek dapat normal, meningkat atau depresif. Gangguan

mood merupakan kelompok dari kondisi klinis yang khas dengan

kehilangan kendali dan pengalaman subjektif yang terganggu. Seorang

dengan gangguan mood depresif biasanya mengalami kehilangan energi

(anergia), kehilangan rasa ketertarikan akan hal menyenangkan

(anhedonia), merasa bersalah, susah berkonsentrasi, kehilangan nafsu

makan dan kecenderungan berpikir akan kematian dan bunuh diri.


22

2.3.2.2. Etiologi

Penyebab depresi belum diketahui sepenuhnya meski telah banyak

usaha yang dilakukan untuk mengetahui penyebab dari gangguan

tersebut. Faktor-faktor yang dihubungkan dengan penyebab depresi

yaitu faktor biologis, faktor genetik, dan faktor psikososial, dimana

ketiga faktor tersebut dapat saling mempengaruhi satu sama lain.

1) Faktor biologis

a) Norepinefrin

Satu-satunya data yang paling mengindikasikan peran

langsung sistem noradrenergik dalam kondisi depresi adalah studi

korelasi antara berkurangnya sensitivitas reseptor I2- adrenergik

dan respon klinis antidepresif.

b) Serotonin

Manfaat besar dari obat selective serotonin reuptake

inhibitors (SSRI) meningkatkan dugaan bahwa serotonin

merupakan neurotransmitter biogenik amin yang paling berkaitan

dengan depresi. Data-data lain mengindikasikan bahwa serotonin

berhubungan dengan patofisiologi depresi, misalnya deplesi dari

serotonin dapat mendahului kondisi depresi. Selain itu, beberapa

pasien dengan impuls bunuh diri ditemukan memiliki konsentrasi

serotonin dalam cairan serebrospinal serta konsentrasi daerah

pengambilan serotonin pada platelets yang rendah.

c) Dopamin

Biogenik amin yang diduga paling berpengaruh dalam

patofisiologi depresi adalah serotonin dan norepinefrin, namun,

dopamin juga dapat memiliki peran penting. Peningkatan aktivitas

dopamin ditemukan dapat mengurangi gejala depresi dan

meningkatkan mania. Bukti-bukti yang mendukung ditemukan

dari kasus-kasus di mana obat-obatan yang meningkatkan

konsentrasi dopamin cenderung mengurangi gejala-gejala depresi.

Sebaliknya, obat-obatan dan penyakit yang mengurangi


23

konsentrasi dopamin dapat mengakibatkan gejala-gejala depresi.

d) Neurokimia

Asetilkolin, gamma-aminobutyric acid (GABA), glutamat,


glisin dan beberapa peptida neuroaktif lainnya memiliki peran
tertentu dalam patofisiologi gangguan mood.
e) Neuroendokrin

Hipotalamus merupakan pusat regulasi neuroendokrin yang

menerima rangsangan neuronal. Beberapa macam disregulasi

endokrin dijumpai pada pasien gangguan mood. Aktivitas gen

yang mengkode neurokinin brain-derived neurotrophic growth

factor (BDNF) menurun setelah stres kronik, sehingga

neurogenesis juga menurun. Riwayat trauma ditemukan memiliki

asosiasi dengan peningkatan aktivitas HPA (hypothalamus-

pituitary-adrenal) yang berkaitan dengan depresi. Fungsi tiroid

juga ditemukan meningkat pada 5-10 persen orang dengan

depresi. Hormon pertumbuhan / growth hormone yang disekresi

kelenjar pituitary berkurang pada kondisi depresi, diperkirakan

karena neuropeptida somatostatin yang meningkat pada kondisi

depresi menghambat fungsi dari growth hormone. Prolaktin

diperkirakan berhubungan dalam patofisiologi depresi karena

respon prolaktin yang berkurang terhadap agonis serotonin pada

kondisi depresi.

f) Studi Pencitraan Otak dan Neuroanatomi

Baik gejala-gejala dari gangguan mood dan penelitian

biologis mendukung hipotesis bahwa gangguan mood berkaitan

dengan patologi otak. Terdapat empat daerah utama yang

bertanggungjawab dalam regulasi emosi normal yaitu korteks

prefrontal, anterior cingulate, hipokampus dan amigdala.

Abnormalitas yang konsisten ditemui dalam gangguan depresi

adalah peningkatan frekuensi dari hiperintensitas abnormal pada

daerah subkortikal (regio periventrikular, ganglia basalis dan

talamus). Beberapa pasien dengan depresi juga memiliki

penurunan volume dari salah satu atau kedua regio otak, yaitu
24

pada hipokampus atau nukleus kaudatus.

2) Faktor Genetik

Berbagai studi keluarga, adopsi dan saudara kembar telah

mendokumentasikan heritabilitas dari gangguan mood. Data dari studi

familial menunjukkan bahwa jika satu dari kedua orang tua

menderita gangguan mood, anak memiliki risiko 10 sampai 25

persen untuk menderitanya pula, jika keduanya memiliki gangguan

tersebut, risiko bagi anak secara kasar meningkat dua kali lipat.

3) Faktor Psikososial

a) Kejadian Hidup dan Stres Lingkungan

Observasi klinis menunjukkan bahwa kejadian hidup yang

sulit sering mendahului episode-episode gangguan mood. Asosiasi

ini telah dilaporkan baik untuk pasien dengan gangguan depresi

mayor dan pasien dengan gangguan bipolar I. Sebuah teori

mengajukan bahwa hal ini diakibatkan stres yang mengikuti episode

pertama menghasilkan perubahan yang cenderung permanen pada

biologi otak. Perubahan-perubahan ini mencakup hilangnya neuron

dan pengurangan yang berlebih pada kontak sinaptis. Hasilnya,

seseorang memiliki risiko tinggi untk mengalami episode gangguan

mood yang berlanjut.

b) Faktor Kepribadian

Tak ada satu jenis faktor kepribadian yang menjadi

predisposisi khusus bagi kondisi depresi, setiap orang dapat

mengalami depresi. Namun, orang-orang dengan gangguan

kepribadian tertentu seperti obsessive compulsive disorder (OCD),

histrionik dan kepribadian ambang dapat memiliki risiko lebih

tinggi untuk mengalami depresi.

c) Teori kognitif

Beck menunjukkan bahwa terdapat beberapa gangguan

kognitif atau pola pikir yang menonjol pada gangguan depresi.

Tiga pola kognitif utama yang berkaitan dengan depresi telah

diidentifikasikan Beck dan dinamakan triad kognitif, yaitu


25

mencakup:

 pandangan negatif terhadap diri sendiri;

 pandangan negatif terhadap lingkungan dan kecenderungan

untuk mengalami dunia sebagai tempat yang berbahaya dan

menuntut;

 pandangan negatif terhadap masa depan.

d) Learned Helplessness

Teori learned helplessness menghubungkan fenomena

depresif pada pengalaman akan kejadian yang tak dapat

dikendalikan. Misalnya, dalam sebuah penelitian di mana anjing di

laboratorium dipaparkan pada sengatan listrik yang tak dapat

mereka hindari, mereka menunjukkan perilaku yang sangat

berbeda dengan anjing-anjing yang tak pernah terpapar pada hal

tersebut. Anjing- anjing yang terpapar sengatan listrik tidak akan

berusaha menembus pembatas untuk menghentikan arus listrik

ketika berada di situasi belajar baru. Mereka tetap pasif dan tidak

bergerak. Menurut teori ini, anjing-anjing yang telah disengat

belajar bahwa hasil yang akan terjadi tidak terpengaruh oleh

respon yang mereka lakukan, maka mereka mengalami defisit

motivasional kognitif dan deficit emosional. Pada

pengaplikasiannya ke gejala depresi di manusia, pola internal

yang mengakibatkan gangguan depresi diduga dihasilkan setelah

kejadian eksternal yang buruk.

2.3.2.3. Klasifikasi depresi menurut DSM-IV

Gangguan depresi mayor terjadi tanpa riwayat episode manik,

campuran maupun hipomanik. Episode depresi mayor harus terjadi

selama minimal 2 minggu, dan biasanya seorang yang terdiagnosis

memiliki gangguan tersebut juga mengalami paling tidak empat gejala

yang mencakup perubahan nafsu makan dan berat badan, pola tidur dan

aktivitas, kekurangan tenaga, merasa bersalah, bermasalah dalam

berpikir dan membuat keputusan dan pikiran berulang akan kematian

dan bunuh diri.


26

2.3.3. Pengaruh Kekerasan Seksual terhadap Depresi

Kekerasan seksual merupakan faktor risiko terhadap berbagai komplikasi,

baik dampak fisik maupun psikologis. Pemerkosaan merupakan violasi terhadap

seorang individu. Perempuan lebih sering menjadi korban dari kekerasan seksual.

Meskipun begitu, pria juga dapat mengalaminya dan pria juga mengalami dampak

gangguan mental yang sama dengan perempuan (SVRI, 2010).

Perempuan yang mengalami kekerasan seksual dapat menderita berbagai

cidera fisik, baik genital maupun luar genital, dan pada kasus ekstrim mereka dapat

mengalami kematian. Kematian dapat terjadi baik karena tindakan kekerasan itu

sendiri maupun tindakan retribusi (misalnya pembunuhan berdasar “kehormatan”

sebagai hukuman pada korban yang melaporkan tindakan tersebut) maupun akibat

bunuh diri. Sebagai tambahan, perempuan yang mengalami kekerasan seksual

memiliki risiko tinggi untuk mengalami kehamilan yang tak diharapkan, aborsi tidak

aman, penyakit menular seksual, disfungsi seksual, infertilitas, nyeri pelvis, pelvic

inflammatory disease, infeksi saluran kemih dan cidera genital (WHO, 2010).

Konsekuensi yang dialami seorang korban kekerasan seksual juga mencakup

gangguan psikologis. Seseorang perlu dicurigai memiliki riwayat kekerasan seksual

jika ia secara berulang mengalami kondisi seperti sindrom trauma pemerkosaan,

PTSD (post-traumatic stress disorder), depresi, fobia sosial, kecemasan,

penggunaan obat-obatan berlebih dan perilaku bunuh diri. Pada jangka panjang,

seorang korban kekerasan seksual dapat memiliki keluhan-keluhan sakit kepala

kronis, kelelahan, gangguan tidur, rasa mual yang berulang, gangguan makan, nyeri

menstruasi dan kesulitan seksual (WHO, 2010).

Sindrom trauma pemerkosaan atau rape trauma syndrome (RTS) dapat

didefinisikan sebagai pola respon stres dari seseorang yang telah mengalami

kekerasan seksual. Rape trauma syndrome dapat berwujud simptom-simptom

kognitif, psikologis dan/atau perilaku. RTS dapat terbagi menjadi fase akut dan fase

jangka panjang. Fase akut merupakan masa disorganisasi, ia terjadi sekitar 2 sampai

3 minggu setelah kejadian kekerasan seksual dan korban cenderung mengalami

simptom-simptom fisik dan disertai reaksi-reaksi emosional yang kuat, di

mana reaksi emosional tersebut cenderung diekspresikan atau ditahan. Fase jangka

panjang merupakan masa reorganisasi dan terjadi setelah 2-3 minggu dari kejadian.

Pada masa ini, korban mulai menata ulang hidupnya. Fase jangka panjang ini dapat

menjadi adaptif atau maladaptif tergantung oleh individu (WHO, 2010).


27

Segera setelah kejadian kekerasan seksual, kebanyakan dari korban akan

mengalami syok, rasa takut yang intens, perasaan hampa, kebingungan, rasa

bersalah, terangsang berlebih serta tingkat kecemasan yang tinggi. Sekitar sepertiga

dari korban pemerkosaan akan mengalami post traumatic stress disorder (PTSD)

(SVRI, 2010).

Gejala-gejala tersebut biasanya meningkat keparahannya dalam tiga minggu

pertama sebelum terjadi penurunan intensitas tiga bulan setelahnya. Bagi banyak

korban, perasaan-perasaan yang dialami setelah pemerkosaan akan hilang sendiri

dalam periode ini, namun bagi sisanya, simptom-simptom tersebut bertahan untuk

waktu lama (SVRI, 2010).

Dampak kekerasan seksual terhadap seseorang berbeda-beda. Terdapat

faktor-faktor yang sangat mempengaruhi dampak psikologis kekerasan seksual yang

dialami oleh seseorang. Faktor-faktor tersebut antara lain:

 karakteristik sosio-biologis seseorang;

 persepsi hak-hak dan status diri seseorang;

 kepercayaan korban tentang apa yang termasuk kekerasan seksual

 riwayat trauma sebelumnya;

 riwayat gangguan mental seseorang;

 pandangan korban akan kondisi dari kejadian kekerasan seksual;

 mekanisme coping dari korban;

 dukungan sosial dan keluarga yang positif;

 latar belakang budaya korban;

 pandangan korban terhadap respon masyarakat terhadap kekerasan seksual;

 untuk kekerasan seksual pada masa kanak-kanak, hal-hal yang berpengaruh

mencakup durasi, derajat dan frekuensi dari kekerasan seksual, serta hubungan

korban dengan pelaku (SVRI, 2010).

Bagi seorang yang mengalami kekerasan seksual, secara psikis ia tak hanya

perlu untuk menegosiasikan dan menginterpretasikan pengalamannya, namun juga

respon dari masyarakat terhadap kekerasan seksual. Di banyak daerah di dunia,

kekerasan seksual masih menjadi stigma dan seringkali yang disalahkan adalah

pihak korban, di mana korban akan kehilangan kehormatan dan dipermalukan.

Ketidakpercayaan dari keluarga dan masyarakat terhadap korban dapat pula

mengarah pada trauma sekunder dari kekerasan seksual. Ditemukan, kurangnya


28

menceritakan pengalaman pada orang lain memiliki asosiasi dengan konsekuensi

psikologis yang lebih parah, terutama pada anak-anak (SVRI, 2010).

2.3.4. Pengaruh Keintiman Sosial dan Keluarga terhadap Depresi

Weiten (2013) mengutarakan bahwa dukungan sosial (social support)

berperan penting dalam meningkatkan daya tahan terhadap terhadap stres, di

mana stres eksternal dapat menjadi salah satu etiologi penting pada gangguan

depresi. Dukungan sosial berfungsi sebagai peredam yang melindungi

individu selama menghadapi stres serta mengurangi efek negatif dari

stressor. Dukungan sosial juga dapat mengubah penilaian/ persepsi

terhadap stressor, mengurangi reaktivitas terhadap stres fisiologis dan

mencegah timbulnya respons stres yang berkepanjangan, mengurangi tingkah

laku yang merusak kesehatan seperti merokok dan minum-minuman

beralkohol dan mendorong coping mechanism yang lebih konstruktif.

Dimensi dukungan sosial sangatlah luas, namun dukungan sosial yang

berasal dari keluarga dan kerabat atau lapis terdekat seseorang adalah

dukungan sosial yang dianggap paling penting dan berperan penting dalam

menghadapi kondisi stres (Myers, 2014). Oleh sebab itu hubungan antara

anggota keluarga, kondisi kedekatan dan keintiman keluarga merupakan

faktor yang berperan penting bagi seseorang dalam menghadapi stres.

Keintiman bisa terjadi baik dengan diri sendiri maupun dengan orang lain

(Howard, 2001). Tingkat keintiman keluarga dipengaruhi oleh beberapa

faktor, yaitu attachment (kelekatan), equity (kesetaraan), dan self- disclosure

(keterbukaan) (Wismanto, 2012).

Beberapa penelitian juga mengemukakan bahwa seseorang yang

dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang kurang baik lebih berisiko

mengalami gangguan kepribadian dan berperilaku menyimpang dibandingkan

dengan orang yang dibesarkan dalam lingkungan harmonis. Kriteria keluarga

yang tidak sehat diantaranya adalah (1) keluarga yang tidak utuh (broken

home by death or separation), (2) kesibukan orang tua,ketidakberadaan dan

ketidakbersamaan orang tua dan anak di rumah dan 3) hubungan

interpersonal antara anggota keluarga (ayah, ibu, dan anak) yang tidak baik

sehingga terjadi suasana yang tegang dan dingin.


29

2.4. Permasalahan Reproduksi

2.4.1. Organ Reproduksi Manusia

Organ reproduksi merupakan penyusun sistem reproduksi. Organ reproduksi

manusia dibedakan menjadi organ reproduksi pada pria dan wanita. Organ reproduksi

pria menghasilakan sperma dan organ reproduksi wanita menghasilkan ovum (sel

telur).

2.4.1.1. Organ reproduksi pria

Organ reproduksi pada pria dibedakan menjadi dua, yaitu alat reproduksi

luar dan organ reproduksi dalam. Organ reproduksi luar berupa penis dan skrotum.

Organ reproduksi dalam berupa testis, saluran kelamin, dan kelenjar kelamin.

a. Organ Reproduksi Bagian Luar

1. Penis

Penis merupakan alat untuk memasukan sperma ke dalam saluran

kelamin wanita. Di dalam penis terdapat tiga rongga. Dua rongga bagian atas

tersusun atas jaringan spons korpus kavernosa. Satu ronggabawahnya

tersusun atas jaringan spons korpus spongiosum. Korpus spongiosum

membungkus uretra. Uretra pada penis dikelilingi oleh pembuluh darah dan

ujung-ujung saraf perasa.

2. Skrotum (kantong pelir)

Skrotum merupakan kulit terluar yang melindungi testis. Skrotum

berjumlah dua buah, yaitu skrotum kanan dan skrotum kiri. Antara skrotum

kanan dan skrotum kiri terdapat jaringan ikat dan otot polos. Adanya otot

polos mengakibatkan skrotum dapat mengerut dan mengendur. Dalam

skrotum terdapat otot lurik yang berfungsi mengatur suhu di sekitar testis

agar selalu stabil (pembentukan sperma memerlukan suhu sedikit di bawah

suhu tubuh).

b. Organ Reproduksi Bagian Dalam

1) Testis (Gonad Jantan)

Testis merupakan alat untuk memproduksi sperma. Untuk memproduksi

sperma diperlukan suhu yang sedikit lebih rendah dari suhu tubuh. Dalam
30

testis terdapat saluran-saluran halus yang disebut saluran penghasil sperma

(tubulus seminiferus). Dalam tubulus seminiferus inilah terjadi pembentukan

sperma.

2) Saluran kelamin

Saluran kelamin berfungsi menyalurkan sperma dari testis ke luar

tubuh. Saluran kelamin meliputi epididimis, vas deferens, saluran ejakulasi,

dan uretra.

a. Epididimis merupakan saluran berkelok-kelok dalam skrotum yang keluar

dari testis. Epididimis berfungsi sebagai tempat penyimpanan sperma

sementara. Sperma yang telah matang disalurkan menuju vas deferens.

b. Vas deferens merupakan saluran yang mengarah ke atas dan merupakan

lanjutan dari epididimis. Vas deferens berfungsi sebagai saluran yang

dilalui sperma dari epididimis menuju vesikula seminalis (kantong

sperma).

c. Saluran ejakulasi merupakan saluran penghubung vesikula seminalis

dengan uretra. Fungsi saluran ejakulasi untuk mengeluarkan sperma

menuju uretra.

d. Uretra merupakan saluran reproduksi terakhir. Fungsi uretra sebagai

saluran kelamin dari vesikula seminalis dan saluran urine dari kantong

kemih.

3) Kelenjar kelamin

Di dalam saluran kelamin, sperma mengalami penambahan cairan-

cairan kelamin. Cairan kelamin berguna untuk mempertahankan hidup gerak

sperma. Cairan-cairan kelamin dihasilkan oleh vesikula seminalis, kelenjar

prostat, dan kelenjar cowper.

a. Vesikula seminalis menghasilakan cairan yang berfungsi sebagi sumber

energi dan untuk memudahkan gerakan sperma.

b. Kelenjar prostat menghasilkan cairan yang memberi suasana basa pada

cairan sperma. Cairan tersebut mengandung kolesterol, garam, dan

fosfolipid.

c. Kelenjar cowper/kelenjar bulbouretra yang menghasilkan cairan yang

bersifat basa.
31

Terjadinya spermatogenesis melibatkan spermatogonium, sel sertoli,

dan sel ledyg yang ketiganya terdapat di dalam tubulus seminiferus ( saluran

penghasil sperma):

a) Sel induk sperma (spermatogonium), yaitu calon sperma.

b) Sel sertoli memberikan nutrisi spermatozoa.

c) Sel leydig yang berfungsi testosterone. Hormone ini berperan dalam

 Hormon Reproduksi pada Pria

a. Hormone gonadotropin

Dihasilkan oleh hipotalamus (di bagian dasar dari otak) yang

merangsang kelenjar hipofisis sebagian depan (anterior) agar

mengeluarkan hormone FSH dan LH.

b. Follicle Stimulating Hormon/FSH

Hormon ini dihasilkan oleh kelenjar hipofisis anterior. FSH

berfungsi untuk merangsang perkembangan tubulus seminiferus dan sel

Sertoli untuk menghasilkan ABP (Androgen Binding Protein/protein

pengikat androgen) yang akan memacupembentukan sperma.

c. Luteinizing Hormone/LH

Hormon ini dihasilkan oleh kelenjar hipofisis anterior. Fungsi LH

adalah merangsang sel-sel interstial (sel Leydig) untuk menghasilkan

hormone testosterone.

d. Hormone Testosterone

Testosterone adalah hormone yang berfungsi merangsang

perkembangan organ seksprimer pada saat embrio belum lahir,

mempengaruhi perkembangan alat reproduksi dan ciri kelamin

sekunder pria seperti jambang, kumis, jakun, suara

membesar,pertambahan massa otot, dan perubahan suara.

Spermatogenesis terjadi melalui tiga tahap, yaitu tahap penggandaan,

tahap pertumbuhan, dan tahap pematangan.

Pada proses spermatogenesis terjadi proses-proses dalam istilah sebagai

berikut :   

a. Spermatositogenesis (spermatocytogenesis) adalah tahap awal dari

spermatogenesis yaitu peristiwa pembelahan spermatogonium menjadi


32

spermatosit primer (mitosis), selanjutnya spermatosit melanjutkan

pembelahan secara meiosis menjadi spermatosit sekunder dan spermatid.

Istilah ini biasa disingkat proses pembelahan sel dari spermatogonium

menjadi spermatid.

b. Spermiogenesis (spermiogensis) adalah peristiwa perubahan spermatid

menjadi sperma yang dewasa. Spermiogenesis terjadi di dalam epididimis

dan membutuhkan waktu selama 2 hari. Terbagi menjadi tahap 1)

Pembentukan golgi, axonema dan kondensasi DNA, 2) Pembentukan cap

akrosom, 3) pembentukan bagian ekor, 4) Maturasi, reduksi sitoplasma

difagosit oleh sel Sertoli.  

c. Spermiasi (Spermiation) adalah peristiwa pelepasan sperma matur dari sel

sertoli ke lumen tubulus seminiferus selanjutnya ke epididimidis. Sperma

belum memiliki kemampuan bergerak sendiri (non-motil). Sperma non

motil ini ditranspor dalam cairan testicular hasil sekresi sel Sertoli dan

bergerak menuju epididimis karena kontraksi otot peritubuler. Sperma

baru mampu bergerak dalam saluran epidimis namun pergerakan sperma

dalam saluran reproduksi pria bukan karena motilitas sperma sendiri

melainkan karena kontraksi peristaltik otot saluran.

2.4.1.2. Organ Reproduksi Wanita

Organ reproduksi wanita terdiri atas organ kelamin luar dan organ kelamin

dalam. Organ kelamin luar berupa vulva dan labium. Organ kelamin dalam berupa

ovarium dan saluran kelamin.

a. Organ Reproduksi Bagian Luar

1. Vulva merupakan celah paling luar dari alat kelamin wanita. Pada bagian

dalam vulva terdapat saluran urine dan saluran reproduksi. Pada daerah dekat

ujung saluran kelamin terdapat hymen/selaput dara. Hymen mengandung

banyak pembuluh darah.

2. Labium merupakan bagian yang membatasi Vulva. Ada dua macam labium,

yaitu labium mayora (terletak di sebelah luar) dan labium minora (terletak di

sebelah dalam). Antara labium mayora dan minora bagian atas terbentuk
33

tonjolan kecil yang disebut klitoris. Pada klitoris terdapat korpus kavernosa

yang mengandung banyak pembuluh darah dan ujung saraf perasa.

b. Organ Reproduksi Bagian Dalam

1. Vagina merupakan saluran akhir organ reproduksi wanita. Vagina bermuara

di vulva. Vagina mengandung banyak lendir yang dihasilkan kelenjar

Bartholin. Lender ini berguna pada saat koitus dan mempermudah kelahiran

bayi.

2. Uterus merupakan rongga besar yang merupakan pertemuan oviduk kanan

dan kiri. Bagian terbawah uterus menyempit yang disebut serviks (leher

rahim). Uterus berfungsi sebagai tempat pertumbuhan dan perkembangan

embrio hingga siap lahir. Uterus dibatasi oleh dinding endometrium yang

kaya pembuluh dara. Dinding endometrium akan menebal ketika terjadi

kehamilan.

3. Oviduk atau tuba fallopi merupakan sepasang saluran yang ujungnya

berbentuk corong yang disebut infundibulum.

4. Ovarium merupakan penghasil ovum. Terdapat dua buah ovarium, sebelah

kiri dan kanan.Organ kelamin wanita berfungsi menghasilkan ovum (sel

telur). Sel telur terbentuk melalui oogenesis yang terjadi di dalam ovarium.

Oogenesis adalah proses pembentukan sel telur (ovum) di dalam ovarium.

Oogenesis dimulai dengan pembentukan bakal sel-sel telur yang disebut

oogonia (tunggal: oogonium). Pembentukan sel telur pada manusia dimulai

sejak di dalam kandungan, yaitu di dalam ovari fetus perempuan. Pada akhir

bulan ketiga usia fetus, semua oogonia yang bersifat diploid telah selesai

dibentuk dan siap memasuki tahap pembelahan.  Semula oogonia membelah

secara mitosis menghasilkan oosit primer. Pada perkembangan fetus

selanjutnya, semua oosit primer membelah secara miosis, tetapi hanya sampai

fase profase. Pembelahan miosis tersebut berhenti hingga bayi perempuan

dilahirkan, ovariumnya mampu menghasilkan sekitar 2 juta oosit primer

mengalami kematian setiap hari sampai masa pubertas. Memasuki masa

pubertas, oosit melanjutkan pembelahan miosis I. hasil pembelahan tersebut

berupa dua sel haploid, satu sel yang besar disebut oosit sekunder dan satu sel

berukuran lebih kecil disebut badan kutub primer.


34

Pada tahap selanjutnya, oosit sekunder dan badan kutub primer akan

mengalami pembelahan miosis II.  Pada saat itu, oosit sekunder akan membelah

menjadi dua sel, yaitu satu sel berukuran normal disebut ootid dan satu lagi

berukuran lebih kecil disebut badan polar sekunder. Badan kutub tersebut

bergabung dengan dua badan kutub sekunder lainnya yang berasal dari

pembelahan badan kutub primer sehingga diperoleh tiga badan kutub sekunder.

Ootid mengalami perkembangan lebih lanjut menjadi ovum matang, sedangkan

ketiga badan kutub mengalami degenerasi (hancur). Dengan demikian dapat

disimpulkan  bahwa pada oogenesis hanya menghasilkan satu ovum.

 Hormon - Hormon Yang Berperan Dalam proses Oogenesis

Proses pembentukan oogenesis dipengaruhi oleh kerja beberapa hormon,

diantaranya:

Pada wanita usia reproduksi terjadi siklus menstruasi oleh aktifnya aksis

hipothalamus-hipofisis-ovarium. Hipothalamus menghasilkan hormon GnRH

(gonadotropin releasing hormone) yang menstimulasi hipofisis mensekresi

hormon FSH (follicle stimulating hormone) dan LH (lutinuezing hormone). FSH

dan LH menyebabkan serangkaian proses di ovarium sehingga terjadi sekresi

hormon estrogen dan progesteron. LH merangsang  korpus luteum untuk

menghasilkan hormon progesteron dan meransang ovulasi. Pada masa pubertas,

progesteron memacu tumbuhnya sifat kelamin sekunder. FSH merangsang

ovulasi dan meransang folikel untuk membentuk estrogen, memacu

perkembangan folikel. Hormon prolaktin merangsang produksi susu.

Mekanisme umpan balik positif dan negatif aksis hipothalamus hipofisis

ovarium.Tingginya kadar FSH dan LH akan menghambat sekresi hormon GnRH

oleh hipothalamus. Sedangkan peningkatan kadar estrogen dan progesteron

dapat menstimulasi (positif feedback, pada fase folikuler) maupun menghambat

(inhibitory/negatif feedback, pada saat fase luteal) sekresi FSH dan LH di

hipofisis atau GnRH di hipothalamus. 

Oosit sekunder yang diovulasikan dari ovarium dilindungi oleh dua

lapisan, lapisan luar disebut Corona dan lapisan dalam di sebut Zona Pelusida.

Oosit sekunder menghasilkan senyawa fertilisin yang mempunyai fungsi

berikut:
35

a. Mengaktifkan sperma agar bergerak lebih cepat.

b. Menarik secara komotaksis positif.

c. Mengumpulkan sperma di sekeliling ovum.

c. Siklus Menstruasi
Ovarium seorang wanita mampu memproduksi sel telur setelah masa

puber sampai dewasa subur, yaitu berkisar antara umur 12 sampai dengan 50

tahun. Setelah sel telur habis diovulasikan, maka seorang wanita tidak lagi

mengalami menstruasi (haid), dan disebut masa menopause. Pada masa

menopause alat reproduksi tidak berfungsi lagi dan mengecil, karena

berkurangnya produksi hormon kelamin.

Menstruasi terdiri dari beberapa siklus yang selalu dilalui. Mempelajari

siklus menstruasi sangat dibutuhkan khususnya untuk reporduksi. Karena,

dengan mengetahui dan memahaminya, maka dapat dideteksi kapan sel telur

siap untuk dibuahi.  Selain manusia, beberapa hewan khususnya primate besar

seperti monyet, gorilla dan siamang juga mengalami siklus menstruasi.

Umumnya, siklus menstruasi pada wanita terjadi dalam rentang waktu 28

hari, namun tidak menutup kemungkinan, antara satu wanita dengan wanita lain

memiliki rentang waktu siklus yang sama, dimana ada yang lebih pendek yaitu

21 hari atau bahkan lebih panjang yaitu 30 hari. Lamanya masa menstruasi

cukup bervariasi antara 5 sampai 7 hari, tergantung hormonal wanita tersebut.

Berikut ini tahapan siklus menstruasi yang terjadi pada wanita setiap 1 periode

siklus:

Fase Menstruasi

Pada fase siklus menstruasi ini, dinding Rahim meluruh dan keluar dari

tubuh dalam bentuk darah. Peluruhan dinding rahim terjadi akibat berkurangnya

kadar hormone yang berperan dalam aktivitas seksual tubuh seperti hormone

esterogen dan progesterone. Fase untuk siklus menstruasi ini, terjadi selama

antara 1 hingga 7 hari. Namun tidak menutup kemungkinan lebih lama dari itu

untuk beberapa wanita tertentu. Selain itu, jumlah darah yang keluar pada setiap

menstruasi berbeda dari 10 mL hingga mencapai 80 mL setiap hari selama

waktu siklus menstruasi dengan pola: sedikit di waktu-waktu awal dan semakin

banyak di hari-hari berikutnya hingga semakin berkurang menjelang akhir fase.


36

Fase Praovulasi

Pada fase ini dalam siklus menstruasi, ovum yang ada

didalam ovarium  terbentuk dan mulai mematangkan diri.  Pematangan sel telur

atau ovum ini dipicu oleh hormone yang bernama hormone estrogen dimana

semakin meningkat tingkat hormone esterogen, sel telur di dalam ovarium

semakin matang. Siklus menstruasi pada fase ini berlangsung selama antara hari

ke 7 singga hari ke 13.

Fase Ovulasi

        Didalam fase ovulasi dalam siklus menstruasi, sel telur atau ovum

berada dalam kondisi yang sangat baik dan tepat untuk dibuahi. Dengan

terjadinya pembuahan pada masa ovulasi, maka wanita yang mengalami siklus

menstruasi ini akan cenderung hamil. Namun, hal itu tergantung pula dengan

kondisi sel sperma yang datang. Jika sel sperma tersebut cukup kuat untuk

membuka dinding sel telur yang dirancang sangat kuat, maka kehamilan dapat

terjadi.

        Pada masa fase ovulasi di dalam siklus menstruasi inilah, wanita

disebut berada pada masa subur. Untuk pasangan suami istri yang sangat

mendambakan kehadiran seorang anak, maka inilah saat yang tepat

meningkatkan frekuensi berhubungan seksual. Agar tingkat keberhasilan untuk

hamil lebih tinggi, maka perlu dideteksi kapan tepatnya waktu subur sang istri

dalam siklus menstruasi nya terjadi. Berikut ini beberapa ciri-ciri yang dapat

menjadi indikasi bahwa sang istri berada pada masa subur yaitu adanya

perubahan lender serviks, terjadi perubahan suhu basal tubuh serta perubahan

periode siklus menstruasi.  Untuk lebih akurat, pasangan dapat memanfaatkan

alat pendeteksi masa subur yang saat ini banyak dijual di pasaran maupun

apotek-apotek.

Fase Pascaovulasi

Fase ini merupakan fase atau masa di dalam siklus menstruasi dimana

ovum mengalami kemunduran jika fertilisasi atau pembuahan tidak terjadi. Pada

masa ini, hormone progesteron  mengalami kenaikan sehingga menyebabkan

dinding endometrium semakin menebal. Penebalan ini mengindikasikan


37

kesiapan endometrium untuk menerima embrio untuk berkembang. Jika

pembuahan atau fertilisasi tidak terjadi dalam fase ini, maka siklus

menstruasi akan berulang dengan kembali ke fase menstruasi.

Mekanisme produksi sel telur oleh folikel diatur oleh hormon yang

dihasilkan hipofisis. Mekanisme produksi sel telur dan siklus menstruasi adalah

sebagai berikut.

- Kelenjar hipofisis menghasilkan hormon FSH (Follicle Stimulating

Hormone). Hormon ini berfungsi untuk memacu pembentukan folikel dalam

ovarium.

- Folikel yang sedang tumbuh tersebut memproduksi hormon estrogen. Fungsi

hormon estrogen ialah:

 merangsang pertumbuhan endometrium dinding rahim

 menghambat produksi FSH oleh pituitari

 memacu pituitari untuk memproduksi hormon LH (Luteinizing

Hormone). Keluarnya LH dari hipofisis menyebabkan telur masak, dan keluar

dari dalam folikel, peristiwa inilah yang disebut ovulasi.

- Setelah telur masak dan meninggalkan ovarium, LH mengubah folikel menjadi

badan berwarna kuning yang disebut korpus luteum. Dan sekarang tidak mampu

memproduksi estrogen lagi, tetapi mampu memproduksi hormon progesteron.

Hormon progesteron berfungsi untuk  mempercepat dan mempertahankan

pertumbuhan endometrium.

- Bila sel telur yang keluar dari ovarium tidak dibuahi, produksi estrogen terhenti.

Hal ini menyebabkan kadar estrogen dalam darah sangat rendah, akibatnya

aktivitas hipofisis untuk memproduksi LH juga menurun. Penurunan produksi

LH menyebabkan korpus luteum tidak dapat memproduksi progesteron. Tidak

adanya progesteron dalam darah menyebabkan penebalan dinding rahim tidak

dapat dipertahankan, selanjutnya akan luruh dan terjadilah pendarahan. Inilah

yang disebut menstruasi.

Bila terjadi pembuahan sel telur oleh sperma, maka zigot yang terbentuk

akan melakukan nidasi / transplantasi (penanaman diri) pada endometrium.  

Zigot akan berkembang menjadi embrio, terus menjadi janin. Selanjutnya

placenta janin yang terbentuk akan menghasilkan HCG (Human Chorionic


38

Gonadotropic) yang akan menggantikan peran progesteron. Janin ini mendapat

makanan dari tubuh induknya dengan perantaraan plasenta (ari-ari / tembuni).

2.4.1.3. Kelainan dan Penyakit pada Organ Reproduksi Manusia

Gangguan Kelainan pada Alat Reproduksi Pria Wanita dapat mengalami

gangguan, baik disebabkan oleh kelainan maupun penyakit. Penyakit pada sistem

reproduksi manusia dapat disebabkan juga oleh virus ataupun bakteri. Penyakit

yang menyerang sistem reproduksi manusia dinamakan juga penyakit kelamin.

Pada umumnya, penyakit kelamin ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit

tersebut dapat menyerang pria maupun wanita.

1. Hipogonadisme
     Hipogonadisme adalah penurunan fungsi testis yang disebabkan oleh gangguan
interaksi hormon, seperti hormon androgen dan testoteron. Gangguan ini
menyebabkan infertilitas, impotensi dan tidak adanya tanda-tanda kepriaan.
Penanganan dapat dilakukan dengan terapi hormon.
                                                          
2. Kriptorkidisme
Kriptorkidisme adalah kegagalan dari satu atau kedua testis untuk turun dari
rongga abdomen ke dalam skrotum pada waktu bayi. Hal tersebut dapat ditangani
dengan pemberian hormon human chorionic gonadotropin untuk merangsang
terstoteron. Jika belum turun juga, dilakukan pembedahan.

3. Uretritis
     Uretritis adalah peradangan uretra dengan gejala rasa gatal pada penis dan
sering buang air kecil. Organisme yang paling sering menyebabkan uretritis adalah
Chlamydia trachomatis, Ureplasma urealyticum atau virus herpes.

4. Prostatitis
     Prostatitis adalah peradangan prostat yang sering disertai dengan peradangan
pada uretra. Gejalanya berupa pembengkakan yang dapat menghambat uretra
sehingga timbul rasa nyeri bila buang air kecil. Penyebabnya dapat berupa bakteri,
seperti Escherichia coli maupun bukan bakteri.

5. Epididimitis
     Epididimitis adalah infeksi yang sering terjadi pada saluran reproduksi pria.
Organisme penyebab epididimitis adalah E. coli dan Chlamydia.

6. Orkitis
39

     Orkitis adalah peradangan pada testis yang disebabkan oleh virus parotitis. Jika
terjadi pada pria dewasa dapat menyebabkan infertilitas.

7. Anorkidisme
     Anorkidisme adalah penyakit dimana testis hanya bejumlah satu atau tidak ada
sama sekali.

8. Hyperthropic prostat
     Hyperthropic prostat adalah pembesaran kelenjar prostat yang biasanya terjadi
pada usia-usia lebih dari 50 tahun. Penyebabnya belum jelas diketahui.
9. Hernia inguinalis
     Hernia merupakan protusi/penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian
lemah dari dinding rongga yang bersangkutan.

10. Kanker prostat
     Gejala kanker prostat mirip dengan hyperthropic prostat. Menimbulkan banyak
kematian pada pria usia lanjut.

11. Kanker testis
Kanker testis adalah pertumbuhan sel-sel ganas di dalam testis (buah zakar), yang
bisa menyebabkan testis membesar atau menyebabkan adanya benjolan di dalam
skrotum (kantung zakar).

12. Impotensi
Impotensi yaitu ketidakmampuan ereksi ataupun mempertahankan ereksi penis
pada pada hubungan kelamin yang normal.

13. Infertilitas (kemandulan)
     Yaitu ketidakmampuan menghasilkan ketururan. Infertilitas dapat disebabkan
faktor di pihak pria maupun pihak wanita. Pada pria infertilitas didefinisikan
sebagai ketidakmampuan mengfertilisasi ovum. Hal ini dapat disebabkan oleh:
- Gangguan spermatogenesis, misalnya karena testis terkena sinar radio aktif,
terkena racun, infeksi, atau gangguan hormon
- Tersumbatnya saluran sperma
- Jumlah sperma yang disalurkan terlalu sedikit

14. Gangguan menstruasi
     Gangguan menstruasi pada wanita dibedakan menjadi dua jenis, yaitu amenore
primer dan amenore sekunder. Amenore primer adalah tidak terjadinya menstruasi
sampai usia 17 tahun dengan atau tanpa perkembangan seksual. Amenore sekunder
adalah tidak terjadinya menstruasi selama 3 – 6 bulan atau lebih pada orang yang
tengah mengalami siklus menstruasi.
40

15. Kanker vagina
     Kanker vagina tidak diketahui penyebabnya tetapi kemungkinan terjadi karena
iritasi yang diantaranya disebabkan oleh virus. Pengobatannya antara lain dengan
kemoterapi dan bedah laser.

16. Kanker serviks
      Kanker serviks adalah keadaan dimana sel-sel abnormal tumbuh di seluruh
lapisan epitel serviks. Penanganannya dilakukan dengan mengangkat uterus,
oviduk, ovarium, sepertiga bagian atas vagina dan kelenjar limfe panggul.

17. Kanker ovarium
      Kanker ovarium memiliki gejala yang tidak jelas. Dapat berupa rasa berat pada
panggul, perubahan fungsi saluran pencernaan atau mengalami pendarahan vagina
abnormal. Penanganan dapat dilakukan dengan pembedahan dan kemoterapi.

18. Kanker rahim
      Kanker rahim (uterus) atau yang sebenarnya adalah kanker jaringan
endometrium adalah kanker yang sering terjadi di endometrium, tempat dimana
janin tumbuh, sering terjadi pada wanita usia 60-70 tahun.

19. Kanker payudara
      Yaitu tumor yang bersifat ganas. Kanker payudara banyak terdapat pada wanita
yang telah menopause. Pengobatannya dengan operasi, sinar radio aktif, dan obat-
obatan.

20. Fibroadenoma
      Yaitu tumor yang bersifat jinak. Gejalanya berupa benjolan kenyal pada
payudara. Pengobatannya dengan operasi.

21. Endometriosis
      Endometriosis adalah keadaan dimana jaringan endometrium terdapat di luar
uterus, yaitu dapat tumbuh di sekitar ovarium, oviduk atau jauh di luar uterus,
misalnya di paru-paru. Gejala endometriosis berupa nyeri perut, pinggang terasa
sakit dan nyeri pada masa menstruasi. Jika tidak ditangani, endometriosis dapat
menyebabkan sulit terjadi kehamilan. Penanganannya dapat dilakukan dengan
pemberian obat-obatan, laparoskopi atau bedah laser.

22. Infeksi vagina
      Gejala awal infeksi vagina berupa keputihan dan timbul gatal-gatal.

Infeksi vagina menyerang wanita usia produktif. Penyebabnya antara lain akibat

hubungan kelamin, terutama bila suami terkena infeksi, jamur atau bakteri.

23. Condyloma
41

      Yaitu tumbuhnya bejolan keras berbungkul seperti bunga kol atau jengger

ayam atau dikenal sebagai kutil kelamin. Kutil kelamin atau condyloma merupakan

penyakit menular seksual yang disebabkan oleh human papilloma virus (HPV),

atau virus yang menyebabkan keganasan pada jaringan. Penyakit ini ditularkan

melalui kontak langsung secara seksual dengan penderita HPV lainnya. Penyakit

ini ditemukan di seputar alat kelamin bagian luar, di dalam liang vagina, di sekitar

anus, hingga mulut rahim. Jika sampai menginfeksi leher rahim, dapat

menyebabkan kanker mulut rahim atau kanker serviks. Kutil kelamin dapat diobati

dengan obat oles, suntik, maupun tindakan operasi. Untuk tindakan operatif dapat

dilakukan dengan menggunakan alat kotter (pemotong) oleh tenaga medis.

Pengobatan bisa dilakukan dengan obat topikal (oles).

24. Bartolinitis

Yaitu infeksi pada kelenjar bartolin. Bartolinitis dapat menimbulkan

pembengkakan pada alat kelamin luar wanita. Biasanya, pembengkakan disertai

dengan rasa nyeri hebat bahkan sampai tak bisa berjalan. Juga dapat disertai

demam, seiring pembengkakan pada kelamin yang memerah. Bartolinitis

disebabkan oleh infeksi kuman pada kelenjar bartolin yang terletak di bagian

dalam vagina agak keluar. Penyakit ini disebabkan oleh Chlamydia, Gonorrhea,

dsb. Bartolinitis dapat menyumbat mulut kelenjar tempat diproduksinya cairan

pelumas vagina. Akibat penyumbatan ini, lama kelamaan cairan memenuhi

kantong kelenjar sehingga disebut sebagai kista (kantong berisi cairan). Untuk

mengatasinya, pemberian antibiotik untuk mengurangi radang dan pembengkakan.

Jika terus berlanjut, dokter akan melakukan tindakan operatif untuk mengangkat

kelenjar yang membengkak.

25. Vulvovaginatis

Merupakan suatu peradangan pada vulva dan vagina yang sering

menimbulkan gejala keputihan (flour albus) yaitu keluarnya cairan putih/putih

kehijauan dari vagina. Penyakit ini dapat disebabkan oleh berbagai

mikroorganisme misalnya Gardnerella vagimalis, Trichomonas vaginalis, Candida

albicans, virus herpes, Candyloma accuminata, dll.

26. Candidiasis / keputihan
42

 Yaitu munculnya gumpalan seperti endapan susu berwarna putih. Disebabkan

karena infeksi jamur Candida albicans. Keputihan ini dapat muncul akibat

ketidakseimbangan hormonal yang disebabkan oleh kegemukan, pasca menstruasi,

kehamilan, pemakaian alat kontrasepsi hormonal, pengunaan obat-obatan steroid,

kondisi organ intim yang terlalu lembap, dan lainnya. Juga bisa merupakan akibat

dari gula darah yang tidak terkontrol. Penanganan untuk candidiasis cukup dengan

menjaga kebersihan dan kelembapan organ intim wanita. Peggunaan sabun khusus

pembersih vagina dan menjaga agar di bagian intim tak terlalu lembap bisa

dilakukan. Namun, jika memang tak tertahankan dan menimbulkan gatal yang amat

sangat, dapat diberikan obat antijamur misalnya triazol atau imidazol.

27. Kista ovarium

      Kista ovarium merupakan suatu pengumpulan cairan yang terjadi pada indung

telur atau ovarium. Cairan yang terkumpul ini dibungkus oleh semacam selaput

yang terbentuk dari lapisan terluar dari ovarium.

28. Infertilitas (kemandulan)

      Pada wanita infertilitas disebabkan oleh:

 Kerusakan pada ovarium karena infeksi, racun, atau sinar radio aktif

sehingga pembentukan ovum terganggu

 Penyumbatan pada tuba fallopi

 Gangguan sistemik, misalnya gangguan hormon, diabetes mellitus, dsb

      Sexually Transmitted Disease

      Selain kelainan-kelainan di atas, ada juga beberapa penyakit yang ditularkan

melalui hubungan kelamin (Sexually Transmitted Disease), yaitu:

29. Syphilis

Syphilis ialah penyakit menular yang disebabkan oleh suatu bakteri

berbentuk spiral yaitu Treponema pallidum. Penyakit ini dapat menyerang berbagai

organ dalam tubuh, dapat ditularkan melalui hubungan seksual atau badaniah yang

intim (misalnya ciuman), melalui transfusi darah, serta melalui plasenta dari ibu ke

bayinya.

30. Gonorrhoea
43

Gonorrhoea ialah suatu penyakit akut yang menyerang selaput lendir dari

uretra, serviks, rectum, kadang-kadang mata. Penyakit ini disebabkan oleh

Neisseria gonorrhoeae.

31. Herpes Simplex Genitalis

Merupakan gangguan pada bagian luar kelamin berupa gelembung-

gelembung berisi cairan. Gelembung air diakibatkan karena infeksi virus Herpes

(HSV2). Gejalanya dapat berupa demam dan menimbulkan sensasi perih bila

tersentuh. Bila menginfeksi sampai bagian dalam organ intim wanita, virus ini bisa

menyebabkan nyeri sendi hingga rasa pegal di area pinggang. Pengobatan penyakit

ini dengan obat antivirus. Pencegahannya dilakukan dengan menjaga daerah organ

intim agar tidak terlalu lembap dan tetap bersih.

32. Penyempitan Saluran Telur/ Oviduck

Kelainan ini merupakan faktor bawaan, tetapi adapula yang disebabkan

karena infeksi kuman tertentu. Saluran oviduk yang sempit akan membuat sperma

sulit untuk menjangkau bagian dalam saluran tersebut, sehingga menyebabkan

pembuahan sulit terjadi.

33. Gonorhoe (Kencing Nanah)

Merupakan penyakit kelamin yang disebabkan oleh bakteri Neisseria

gonorrhoeae. Penyakit kelamin ini bisa menular melalui seks bebas. Gejalanya

adalah keluar cairan berwarna putih, rasa nyeri pada saat buang air kecil, pada pria

mulut uretra bengkak dan agak merah.

34. HIV (AIDS)

Merupakan penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga

dalam waktu yang lama, penderita tidak memiliki sistem kekebalan tubuh.

Akibatnya, penderita dapat terbunuh oleh infeksi penyakit ringan, seperti flu atau

tifus.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Reproduksi adalah kemampuan makhluk hidup untuk menghasilkan keturunan yang

baru. Tujuannya adalah untuk mempertahankan jenisnya dan melestarikan jenis agar tidak

punah. Pada manusia untuk mengahasilkan keturunan yang baru diawali dengan peristiwa

fertilisasi. Sehingga dengan demikian reproduksi pada manusia dilakukan dengan cara

generative atau seksual

Kesehatan seksual merupakan suatu aspek kesehatan yang berhubungan dengan organ-

organ kelamin dan perilaku seksual. Kesehatan seksual yaitu pencegahan penyakit menular

seksual dan kehamilan yang tidak di inginkan, kenikmatan seks sebagai bagian dari

hubungan intim dan kendali yang lebih besar terhadap keputusan seksual seseorang.

 Seks merupakan aspek intim yang penting, dalam hubungan saling mencintai antara satu

orang dengan orang lain. Seks merupakan aspek hidup yang pribadi dan tersendiri yang

jarang dibahas dengan orang lain. 

Sehingga, proses pembentukan dan pengenalan identitas menjadi sempurna, diperlukan

dukungan dan pengawasan dari lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat serta pribadi

anak itu sendiri. Dan pengenalan identitas ini berfungsi supaya tidak terjadi penyalahgunaan

identitas serta berfungsi seksual sesuai dengan fungsinya

3.2. Saran

Kami yakin makalah ini banyak kekurangannya maka dari itu kami sangat

mengharapkan saran dari teman-teman dalam penambahan untuk kelengkapan makalah

ini,karna dari saran yang kami terima dapat mengkoreksi makalah yang kami buat ini atas

saran dari teman-teman kami ucapkan terima kasih.

44
45
DAFTAR PUSTAKA

Ardani, Tristiadi Ardi. 2011. Psikologi Abnormal. Bandung: Lubuk Agung

Askep disfungsi seksual diakses pada tanggal 30 april 2020 dari https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://id.scribd.com/document/198171518/115282691-
ASKEP-DISFUNGSI-
SEKSUAL&ved=2ahUKEwiFksbWrZ_pAhWxguYKHRMEAB8QFjAGegQIBRAH&us
g=AOvVaw3q8c8uQXxq5UHKlO78ljuZ

Corey, Gerald.2013. Teori dan Praktik Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika ADITAMA

Halgin, Richard P. Whitbourne,Susan krauss. 2010. Psikologi Abnormal Perspektif Klinis pada
Gangguan Psikologis. Jakarta: Salamba Humanika

Makalah Gangguan Seksual di akses pada tanggal 30 April 2020 dari


https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://id.scribd.com/doc/170476556/makalah-gangguan-
seksual&ved=2ahUKEwiuv-
6crZ_pAhXA8XMBHUarBRQQFjABegQIBRAC&usg=AOvVaw3nYrdsY9ZmvBLD0di
o2-Tw

Makalah penyakit reproduksi dan upaya pencegahannya di akses pada tanggal 30 April 2020 dari
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://bisnisrumahq.blogspot.com/2017/12/makalah-
penyakit-reproduksi-dan-upaya.html%3Fm
%3D1&ved=2ahUKEwjU6Li3q5_pAhXF63MBHZplDCYQFjAEegQlAxAB&usg=AOv
Vaw0MZuTzz1chDwSMlFcUFZkP

46

Anda mungkin juga menyukai