Anda di halaman 1dari 11

JUDUL:IBADAH KHUSUS

KONTROL DISKUSI/SEMINAR TGL: 3 NOVEMBER 2020


NAMA: SUCI INSANI BP: 2011123015

PERTANYAAN SAYA TERHADAP MATERI MODUL KULIAH


YANG BELUM SAYA PAHAMI
1. Di dalam modul terdapat lingkaran gerakan shalat yang mana pada waktu ruku' yaitu Pinggang dalam
posisi membentuk garis datar separoh tegak lurus 90 derajat. jika dalam hal ini, banyak kami perhatikan
dilingkungan sekitar bahwa banyak dari orang-orang tidak memenuhi tata cara dalam keadaan ruku'
tersebut. apakah sah atau tidaknya sholat kita ketika ruku' hanya condong sedikit dan dalil beserta hadis
yang mengatur tentang dalam tata cara ruku' yang benar.
(Halaman 13, Paragraf 2, Materi lingkaran gerak sholat)

2. Puasa qadha yaitu mengganti puasa ramadhan yang ditinggalkan kerana sebeb yang di perbolehkan
terutama pada perempuan. Jika puasanya banyak yang bolong dan masih belum di ganti2 tetapi
melaksanakan puasa Sunnah seperti Muharram, apakah puasa kita untuk tahun selanjutnya sah atau
tidak, berikan dalil dan hadisnya.
( Halaman 20, Paragraf 3, Materi klasifikasi puasa)

PERTANYAAN PESERTA SEMINAR DAN JAWABANNYA

Moderator Diskusi/Seminar: Nama: Suci Insani BP. 2011123015


No NAMA NO BP ISI PERTANYAAN IRINGKASAN JAWABAN
1 Kelompok 1 1.Di dalam modul terdapat lingkaran Jawaban:
gerakan shalat yang mana pada 1. Jika seseorang meninggalkan rukuk atau
waktu ruku' yaitu Pinggang dalam tidak rukuk dengan sempurna maka tidak sah
posisi membentuk garis datar separoh shalatnya.
tegak lurus 90 derajat. jika dalam hal Hadits dari Abu
ini, banyak kami perhatikan Hurairah radhiallahu’anhu yang dikenal
dilingkungan sekitar bahwa banyak dengan hadits al musi’u shalatuhu, yaitu
dari orang-orang tidak memenuhi tata tentang seorang shahabat yang belum paham
cara dalam keadaan ruku' tersebut. cara shalat, hingga Nabi Shallallahu’alaihi
apakah sah atau tidaknya sholat kita Wasallam mengajarkan bagaimana cara
ketika ruku' hanya condong sedikit shalat yang benar dan sah.
dan dalil beserta hadis yang mengatur Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda
tentang dalam tata cara ruku' yang kepadanya:
benar.
(Halaman 13, Paragraf 2, Materi ‫إذا قمت= إلى الصالة فكبر واقرأ ما تيسر معك من‬
lingkaran gerak sholat) ‫ ثم اركع حتى تطمئن راكعا‬،‫القرآن‬

“Jika engkau hendak shalat, bertakbirlah dan


bacalah apa yang engkau mampu dari Al
Qur’an, lalu rukuk dengan tuma’ninah…”
(HR. Bukhari 757, Muslim 397).

Tata cara ruku' yang benar berdasarkan dalil


dan hadist:
1. Membungkukkan badan. Sebagaimana
dalam hadits Abu Humaid As
Sa’idi radhiallahu’anhu, beliau berkata:

1
‫كنت أحفظكم لصالة رسول هللا صلَّى هللاُ عليه‬
ُ ‫أنا‬
‫ وإذا ركع‬،‫ رأيته إذا كبر جعل يديه حذاء منكبيه‬،‫وسلَّم‬
‫ ثم هصر ظهره‬،‫أمكن يديه من ركبتيه‬

“Dahulu aku yang paling hafal diantara


kalian terhadap tata cara shalat Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam. Aku melihat
beliau ketika bertakbir, beliau menjadikan
kedua tangannya sejajar dengan pundak, lalu
membungkukkan badannya” (HR. Bukhari
no. 828).

2. Posisi punggung tegak lurus dengan kaki,


tidak miring dan tidak terlalu bungkuk.
Berdasarkan hadits dari Ali bin Abi
Thalib radhiallahu’anhu:

‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم إذا ركع؛ لو وضع‬


َ ‫كان رسول هللا‬
‫قدح من ماء على ظهره؛ لم يهراق‬

“biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi


Wasallam jika rukuk, andaikan diletakkan
wadah air di atas punggungnya, tidak akan
tumpah” (HR. Ahmad, Al Albani dalam Ashl
Shifat Shalat Nabi [2/637] mengatakan:
“sanadnya lemah, namun kesimpulannya
hadits ini dengan keseluruhan jalannya
menjadi shahih tsabit”).

3. Kepala sejajar dengan punggung, tidak


mendongak dan tidak terlalu menunduk.
Berdasarkan hadits Abu Humaid As
Sa’idi radhiallahu’anhu:

‫إذا ركع أمكن كفيه من ركبتيه وفرج بين أصابعه ثم‬


‫هصر ظهره غير مقنع رأسه وال صافح بخده‬

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam jika


rukuk beliau meletakkan kedua telapak
tangannya pada lututnya dan membuka jari-
jarinya sambil membungkukkan badannya
dengan kepala yang tidak mendongak dan
tidak mendekati pahanya” (HR. Abu Daud
no. 731, Al Albani dalam Shahih Abi Daud
mengatakan: “hadits ini shahih kecuali lafadz
‘dan tidak mendekati pahanya‘”).
Dalam hadits ‘Aisyah radhiallahu’anha juga
dijelaskan,

َ ‫وكان إذا َركَع لم يُ ْش ِخصْ رأ َسه ولم ي‬


‫ُص ِّوبَه ولكن بين‬
‫ذلك‬

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam jika


rukuk beliau tidak meninggikan
(mendongakkan) kepada dan tidak juga
merendahkannya (terlalu membungkukkan),
namun di antara keduanya (lurus)” (HR.
Muslim no. 498).

2
4. Tangan diletakkan di lutut, bukan di paha
atau di bawah lutut. Sebagaimana hadits Abu
Humaid di atas,

‫إذا ركع أمكن كفيه من ركبتيه وفرج بين أصابعه‬

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam jika


rukuk beliau meletakkan kedua telapak
tangannya pada lututnya dan membuka jari-
jarinya” (HR. Abu Daud 731).

Disebutkan juga dalam hadits Wa’il bin


Hujr radhiallahu’anhu,

‫فاستقبل القبلةَ فَكبَّ َر فرف َع يدي ِه حتَّى حا َذتا أ ُذني ِه ث َّم أخ َذ‬
َ
َ ِ‫شمالَهُ بيمينِ ِه فل َّما أرا َد أن يرْ ك َع رف َعهما= مث َل ذل‬
‫ك ث َّم‬
‫وض َع يدي ِه على رُكبتي ِه‬

“… lalu Nabi menghadap kiblat, lalu


bertakbir dan mengangkat kedua tangannya
hingga sejajar dengan telinga. Kemudian
beliau memegang tangan kiri dengan tangan
kanannya. Ketika beliau hendak rukuk beliau
mengangkat kedua tangannya sebagaimana
sebelumnya, kemudian meletakkan kedua
tangannya di lututnya...” (HR. Abu Daud
726, dishahihkan Al Albani dalam Shahih
Abu Daud).

5. Jari-jari direnggangkan, tidak dirapatkan.


Sebagaimana hadits Abu Humaid di atas,

‫إذا ركع أمكن كفيه من ركبتيه وفرج بين أصابعه‬

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam jika


rukuk beliau meletakkan kedua telapak
tangannya pada lututnya dan membuka jari-
jarinya”(HR. Abu Daud 731).

6. Pandangan mata ketika rukuk


Para ulama berbeda pendapat mengenai arah
pandangan mata dalam shalat. Sebagian
ulama menganjurkan untuk memandang
tempat sujud ketika shalat. Mereka berdalil
dengan hadits Anas bin
Malik radhiallahu’anhu,

‫بصري في الصال ِة ؟‬ َ ‫أض ُع‬


َ َ‫!أين‬ ِ‫رسول هللا‬
َ ُ
‫يا‬ :‫قلت‬
ُ‫ك يا أنس‬َ ‫وض ِع سُجو ِد‬
ِ ‫ ِعن َد َم‬ :‫قال‬

“Anas berkata: Wahai Rasulullah, kemana


aku arahkan pandanganku ketika shalat?
Rasulullah menjawab: ke arah tempat
sujudmu wahai Anas” (HR. Al Baihaqi
2/283).
Namun hadits ini dhaif karena terdapat
perawi Ar Rabi’ bin Badr yang

3
statusnya matrukul hadits. Juga dengan
hadits lain:

َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ْال َك ْعبَةَ َما َخلَف‬َ ِ ‫َدخَ َل َرسُو ُل هَّللا‬
‫ض َع ُسجُو ِد ِه َحتَّى َخ َر َج ِم ْنهَا‬ ِ َ ُ ‫ص‬
ْ‫و‬ ‫م‬ ‫ه‬ ‫ر‬
ُ َ َ‫ب‬

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam


masuk ke ka’bah, pandangan beliau tidak
pernah lepas dari arah tempat sujud sampai
beliau keluar” (HR. Al Hakim 1/479, Ibnu
Khuzaimah 3012).
hadits ini juga lemah karena periwayatan
‘Amr bin Abi Salamah dari Zuhair
itu ma’lul (bermasalah).
Dan dalam masalah ini tidak ada satu hadits
pun yang shahih dan sharih yang
mengkhususkan suatu arah pandangan dalam
shalat. Oleh karena itu dalam hal ini
perkaranya luas. Syaikh Muhammad bin
Shalih Al Utsaimin berkata: “dalam hal ini
perkaranya luas, seseorang boleh
memandang ke arah yang dapat membuatnya
lebih khusyu’, kecuali ketika duduk, ia
memang ke arah jari telunjuknya yang
berisyarat karena terdapat riwayat tentang hal
ini” (Syarhul Mumthi’, 3/39).

2 Kelompok 1 2. Puasa qadha yaitu mengganti Jawaban:


puasa ramadhan yang ditinggalkan
kerana sebeb yang di perbolehkan ‫ت فَ َم ْن َكانَ ِم ْن ُك ْم َّم ِر ْيضًا اَوْ ع َٰلى َسفَ ٍر‬ ٍ ۗ ‫اَيَّا ًما َّم ْع ُدوْ ٰد‬
terutama pada perempuan. Jika
‫فَ ِع َّدةٌ ِّم ْن اَي ٍَّام اُخَ َر َۗو َعلَى الَّ ِذ ْينَ ي ُِط ْيقُوْ نَهٗ فِ ْديَةٌ طَ َعا ُم‬
‫ِم ْس ِكي ۗ ٍْن فَ َم ْن تَطَ َّو َع خَ ْيرًا فَه َُو َخ ْي ٌر لَّهٗ ۗ َواَ ْن تَصُوْ ُموْ ا‬
puasanya banyak yang bolong dan
َ‫خَ ْي ٌر لَّ ُك ْم اِ ْن ُك ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُموْ ن‬
masih belum di ganti2 tetapi
melaksanakan puasa Sunnah seperti (Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka
Muharram, apakah puasa kita untuk barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam
tahun selanjutnya sah atau tidak, perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib
berikan dalil dan hadisnya. mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak
berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan
( Halaman 20, Paragraf 3, Materi
bagi orang yang berat menjalankannya, wajib
klasifikasi puasa) membayar fidyah, yaitu memberi makan
seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan
kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka
itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih
baik bagimu jika kamu mengetahui.
3 Kelompok 2 1. 1.bagaimana dengan seseorang Jawaban:
yang selalu melaksanakan puasa, Secara hukum, shalat Lima waktu adalah
zakat wajib, dan berbuat baik kepada ibadah yang hukumnya wajib. Konsekwensi
orang lain, sedangkan ia sendiri tidak hukum bagi orang yang meninggalkan shalat,
sholat. apakah nilai nilai ibadah yang amalannya tidak ada yang diterima oleh
sudah dilakukannya sepanjang hidup Allah ‘Azza wa Jalla, baik berupa haji,
bernilai jika ia tidak melaksanakan. puasa, zakat, atau amalan apapun.
sholat? Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari
Buraidah, ia berkata, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berrsabda,

ُ‫صالةَ ْال َعصْ ِر فَقَ ْد َحبِطَ َع َملُه‬ َ ‫َم ْن ت ََر‬


َ ‫ك‬

4
“Barangsiapa meninggalkan shalat Ashar,
maka terhapuslah amalannya.” (HR. Al-
Bukhari, 520).
Makna dari habitha ‘amaluhu adalah batal,
tidak bermanfaat sama sekali. Hadits ini
menunjukkan bahwa orang yang
meninggalkan shalat amalannya tidak akan
diterima oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Amalan
yang pernah dia lakukan sama sekali tidak
akan mendatangkan manfaat bagi dirinya.
Amalannya tidak akan sampai kepada Allah
‘Azza wa Jalla; tidak diterima.

Syaikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya tentang


status puasanya orang yang meninggalkan
shalat. Beliau menjawab,

‫ْح َواَل َم ْقبُوْ ٍل ِم ْنهُ؛‬


ٍ ‫ص ِحي‬ َ ‫صاَل ِة صَوْ ُمهُ لَي‬
َ ِ‫ْس ب‬ ُ ‫َار‬
َّ ‫ك ال‬ ِ ‫ت‬
‫صاَل ِة كَافِ ٌر ُمرْ تَ ٌّد‬
َّ ‫َاركَ ال‬ َ
ِ ‫أِل َّن ت‬
Orang yang meninggalkan shalat puasanya
tidak sah dan tidak diterima. Sebab orang
yang meninggalkan shalat statusnya adalah
kafir murtad. (Fatawa ash-Shiyam, 87).
Pernyataan beliau ini didasarkan pada firman
Allah ‘Azza wa Jalla,

‫فَإِ ْن تَابُوا َوأَقَا ُموا الصَّالةَ َوآتَ ُوا ال َّزكَاةَ فَإِ ْخ َوانُ ُك ْم فِي‬
‫الدِّي ِن‬

“Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat


dan menunaikan zakat, maka (mereka itu)
adalah saudara-saudaramu seagama.” (QS.
At-Taubah: 11).
Shalat merupakan salah satu sarana yang
paling utama dalam hubungan antara
manusia dengan Allah SWT. Shalat juga
merupakan sarana komunikasi bagi jiwa
manusia dengan Allah swt. Shalat juga
mempunyai kedudukan yang sangat penting
dan mendasar dalam Islam, yang tidak bisa
disejajarkan dengan ibadah-ibadah yang lain.
4 Kelompok 2 2. .Zikir di dalam shalat mempunyai Jawaban:
tiga aspek zikir yaitu,zikir qauli, zikir Shalat dapat dikatakan zikir di dalam shalat
qalbi, dan zikir fi'li. Apabila kita jika dikerjakan dengan sempurna dengan
melaksanan sholat dengan terburu2 rukun-rukun, sunnah-sunnahnya, serta
atau tidak khusyu' apakah terhitung merealisasikan adab-adab zahir maupun
aspek the zikir didalam sholat? batin. Salah satu adab zahir shalat adalah
mengerjakannya dengan anggota tubuh
secara sempurna. Sementara adab batinnya
adalah kekhusyuan.

Kekhusyuanlah yang dapat menjadikan


shalat memiliki peran penting dalam
penyucian jiwa dan berperangai. Rasulullah
SAW bersabda, “Ilmu yang pertama kali
diangkat dari muka bumi adalah
kekhusyuan.” (HR. ath-Thabrani dengan
sanad hasan).
5
Allah juga menegaskan, bahwa kekhusyuan
adalah ciri pertama orang-orang yang
beruntung.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
َ‫ ۙ قَ ْد اَ ْفلَ َح ْال ُم ْؤ ِمنُوْ ن‬
"Sungguh beruntung orang-orang yang
beriman.
َ ‫ ۙ الَّ ِذ ْينَ هُ ْم فِ ْي‬
َ‫صاَل تِ ِه ْم خَا ِشعُوْ ن‬
"(yaitu) orang yang khusyuk dalam
sholatnya."
(Qs.Al Mu'minun : 1-2)

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya


seorang hamba menunaikan shalat tetapi
tidak ditulis untuknya seperenamnya dan
tidak pula sepersepuluhnya.”

Terkait hadits tersebut, Abdul Wahid bin


Ziad berkata, “Para ulama sepakat bahwa
seorang hamba tidak akan mendapatkan nilai
dari shalatnya kecuali sebatas apa yang ia
sadari dari shalat itu.”

Dengan demikian kesimpulannya shalat yang


terburu-buru diperbolehkan dengan syarat
dalam keadaan darurat, sebagaimana
dijelaskan di atas. Kehadiran hati adalah ruh
dalam shalat, maka kelalaian hati (tidak
khusyu) adalah kebinasaan.
5 Kelompok 3 1,apakah ada syarat-syarat khusus Jawaban:
dalam melaksanakan puasa fidyah ? syarat khusus untuk puasa fidya tidak ada
( halaman 21, paragraf 2, materi tetapi jika ada seseorang yang tidak bisa
klasifikasi puasa) melaksanakannya seperti orang yang sudah
lansia diperbolehkan mengganti dengan
memberi makan fakir miskin atau membayar
nya seharga makan kita dikalikan jumlah
puasa sesuai dgn QS.albqarah:184
Dan wajib bagi orang-orang yang berat
menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa)
membayar fidyah, (yaitu): memberi makan
seorang miskin.” (QS. Al-Baqarah: 184)

6 Kelompok 3 2. Tujuan ibadah haji dan qurban Jawaban:


adalah untuk menyucikan perbuatan, Pendapat para Ulama mengatakan bahwa haji
bagaimana hukum nya dengan orang mabrur adalah haji yang tidak tercampuri
orang yang pulang haji tapi masih unsur riya. Ulama yang lain berpendapat
melakukan perbuatan kotor, seperti bahwa haji mabrur adalah jika sepulang haji
menggunjing dll? Apakah haji nya tidak lagi bermaksiat.
mabrur? ( halaman 22 tentang ibadah jika sepulang ibadah Haji seseorang masih
haji) melakukan perbuatan kotor, seperti
menggunjing dll, maka ibadah hajinya belum
terhitung mabrur, karena ibadah haji yang
dikatakan mabrur itu, ketika sepulang dari
Haji maka seseorang itu akan berusaha tidak
akan melakukan perbuatan kotor/maksiat lagi

7 Kelompok 4 1). Pertanyaan: Haji adalah kegiatan Jawaban:


ibadah berkunjung ke tanah suci Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata bahwa
6
dalam rangka mendekatkan diri Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa
kepada Allah, dan lebih mengenal yang datang ke Baitullah (untuk haji) lalu
Rasulullah SAW. Namun, pada saat tidak berkata kotor dan tidak menyalahi
ini kebanyakan orang ternodai niat aturan Allah, maka dia kembali sebagaimana
ibadah haji nya dengan sibuk berfoto baru terlahir dari rahim ibunya.” (H.R.
ria di lokasi ibadah untuk dipamerkan Muslim).
di sosial media, dan banyak juga dari Di sinilah pentingnya, kenapa sampai para
jemaah haji yang menganggap ibadah ulama angkat bicara untuk mengingatkan haji
haji sebagai “jalan-jalan”. Sebab tak sedunia masalah selfie dalam berhaji. Karena
sedikit biro-biro perjalanan haji yang selfie dalam berhaji dapat merusak amal
menyediakan perjalanan tambahan ke sekaligus menjerumuskan pelakunya ke arah
berbagai negara sehingga dapat langkah-langkah syaitan. Sedangkan syaitan
menodai niat awal dari pelaksanaan tidak akan menunjuki kecuali jalan ke
hajji itu sendiri. Menurut teman, neraka.
bagaimana cara untuk  Pertama menanamakn pentingnya niat
mengembalikan niat awal dari ibadah dalam diterima tidaknya suatu ibadah
haji sehingga tidak tercampur dengan Dalam memantapkan niat haji, para jamah
kesombongan atau pun riya? haji harus dimulai dari kesadaran pribadi.
(Halaman 22: Haji) Ibadah haji hendaknya dilakukan tulus dari
lubuk hati yang paling dalam untuk
menyempurnakan keimanan. Bukan karena
gengsi dan riya’, dan bukan pula karena
keturunannya (nasabnya) berasal dari orang
baik-baik lantas pergi haji, bukan pula karena
nasibnya baik serta bukan pula karena nisab (
materi)-nya. Atau istilahnya 3 ‘N’ (Nasab,
Nasib dan Nisab).
Dalam kehidupannya, Rasulullah saw
melaksanakan haji hanya sekali dan umrah
tiga kali. Padahal, kesempatan Rasulullah
saw untuk berhaji sangatlah banyak. Namun,
penghulu para Nabi itu justru menunjukkan
kepada umat-Nya bahwa kewajiban berhaji
itu hanya sekali saja. Atau dalam sebuah
istilah the first and the last of pilgrim to hajj
(yang pertama dan terakhir menunaikan
ibadah haji). Wallahu A’lam.
Kedua menyadari betapa besarnya makna
yang terdapat dalam ibadah haji. Alangkah
bnyaknya hikmah dan rahmat yang allah
titipkan disana. Beribadah haji dengan niat
yang untuk pamer ya pada akhirnya yang
terjadi hanya niat itu saja sukses pamer, tak
sedikitpun pahala dari allah malahan laknat
karena telah melakukan syirik kecil.
Mengunggah foto saat berhaji di media sosial
tidak dibenarkan jika niat nya riya atau
takabur. Namun jika niatnya untuk
memberikan motivasu kepada umat muslim
yang belum menunaikan ibadah haji padahal
sudah mampu, hal tersebut sah dilakukan.
Untuk kembali ke niat utama dalam
beribadah haji, ada beberapa tahapan niat.
- Niat labaikallah humma umrotan, dimana
calon haji melakukan niat umrah.
- Dengan melakukan tata cara yang sudah
diterangkan dalam ibadah haji, seperti rukun
haji dan lain lain.
Niat hati untuk ibadah haji

7
1. Tunaikanlah ibadah haji dengan benar-
benar berangkat dari motivasi dan niat yang
ikhlas karena Allah SWT. Kedudukan niat
dalam setiap ibadah dalam Islam menempati
posisi yang sangat penting, bahkan niat
menjadi penilaian dari setiap arah dan tujuah
ibadah yang kita tunaikan.

Penegasan niat di atas dikuatkan lagi oleh


Rasulullah SAW, yang dijelaskan dalam
sabdanya: “Sesungguh setiap perbuatan
tergantung dari niatnya dan masing-masing
mendapat pahala dari niatnya itu.”
(Muttafaq’ Alaihi).

Oleh karena haji harus benar-benar diniatkan


karena Allah SWT. Apalagi haji ini, sangat
sarat dengan perasaan riya dan sumah,
mengingat tidak semua orang dapat
menunaikan ibadah ini, seperti halnya
ibadah-ibadah lainnya.

2. Segala biaya dan nafkah yang digunakan


untuk menunaikan ibadah haji haruslah
benar-benar bersumber dari yang halal. Hal
ini ditegaskan oleh Rasulullah SAW:

”Jika seseorang pergi menunaikan haji


dengan biaya dari harta yang halal dan
kemudian diucapkannya,
“Labbaikallaahumma labbaik ( ya Allah,
inilah aku datang memenuhi panggilan-Mu).
Maka berkata penyeru dari langit: “Allah
menyambut dan menerima kedatanganmu
dan semoga kamu berbahagia.
Pembekalanmu halal, pengangkutanmu juga
halal, maka hajimu mabrur, tidak dicampuri
dosa.”

Sebaliknya, jika dia pergi dengan harta yang


haram, dan dia mengucapkan: “Labbaik”.
Maka penyeru dari langit berseru: “Tidak
diterima kunjunganmu dan engkau tidak
berbahagia. Pembekalanmu haram,
pembelanjaanmu juga haram, maka hajimu
ma’zur (mendatangkan dosa) atau tidak
diterima.” (HR. Tabrani).

3. Melakukan manasik hajinya dengan


meneladani dan mempedomani manasik haji
Rasulullah SAW. Ini sudah pasti dan dapat
dipahami, karena ibadah haji merupakan
ibadah mahdhah yang cara pelaksanaanya
mutlak harus mempedomani Rasulullah
SAW.

4. Ibadah haji yang ditunaikan harus mampu


memperbaiki akhlak dan tingkah laku.

8
Sesudah kembali dari tanah suci, dan dapat
menyelesaikan manasik hajinya secara
sempurna, mulai dari berihram di maiqat
yang telah ditentukan, thawaf di keliling
baitullah, sai antara Shafa dan Marwah,
wuquf di ‘Arafah, mabit di Muzdalifa.
8 Kelompok 4 2). Terkait dengan hikmah gerakan Jawaban:
dalam sholat, saya ingin bertanya, Mendahulukan kedua lutut dari kedua tangan
Saya pernah membaca dan melihat saat sujud didasarkan pada hadis dari Wa'il
bahwa jikalau sujud itu yang bahwa ia melihat Nabi SAW:
didahulukan untuk turun adalat lutut,
dan saya juga pernah mendengar "Apabila beliau sujud, beliau meletakkan
hadist kalau janganlah engkau sujud kedua lututnya sebelum kedua tangannya,
seperti unta tidur ( unta tidur dengan dan apabila bangkit, beliau mengangkat
lutut jatuh terlebih dahulu), jadi kedua tanggannya sebelum kedua lututnya"
manakah yang sebenarnya yang (H.R. Al-Tirmidzi 2/256: 268, Al-Nasai
benar, dan sertakan ayat dan 2/206: 1089, Abu Dawud 1/222: 838)
hadistnya(hal 12 : hikmah gerakan
sholat dalam kehidupan) Selain cara diatas, ada riwayat lain dari Abu
Hurayrah ra. yang justru menentukan untuk
meletakkan kedua tangan lebih dahulu
sebelum kedua lutut.

"Apabila salah seorang kalian sujud, maka


janganlah mendekam seperti mendekamnya
onta, hendaklah meletakkan tangan lebih
dahulu sebelum kedua lutut." (H.R. Abu
Dawud: 840, al-Nasai: 1091, Ahmad: 8732,
dan al-Darimi: 1321)

Menurut Ibn al-Qayyim bahwa matan hadis


dari Abu Hurayrah ini kacau dan ada
kesalahan (wahm) yang dilakukan
periwayatan yang kurang baik hafalannya
sehingga terjadi kejanggalan (syadz) berupa
keterbalikan (maqlub) dan ketidaksinkronan
pada kalimat awal dengan kalimat akhir.

Pada kalimat awal melarang sujud seperti


onta, sedangkan pada kalimat akhir justru
menganjurkan supaya meletakkan kedua
tangan lebih dahulu sebelum kedua lutut,
padahal jika dicermati, cara onta sujud
dimulai dengan meletakkan dan menekuk
kaki depannya, baru kemudian kaki
belakangnya.

Inilah yang dikritisi habis oleh Ibn al-


Qayyim sebagai kejanggalan dalam matan
hadis ini, seharusnya hadis ini berbunyi:
"hendaklah meletakkan kedua lutut sebelum
kedua tangan."
Tetapi ahli hadis lainnya mencoba
mengkompromikannya dengan menyatakan
bahwa itu tidaklah salah dan tidak
bertentangan karena menurutnya lutut onta
itu terdapat di kaki depannya.

Di sinilah masalahnya menjadi kacau dan


9
membingungkan karena perdebatan
selanjutnya beralih kepada struktur anatomi
onta yakni yang mana sebenarnya disebut
lutut onta dan mana tangan onta, kemudian
mana yang tidak boleh dilakukan oleh
manusia karena menyerupai cara sujud onta.
[ al-Fatawa al-Haditsiyah oleh al-Huwayni]

Bagi Imam Ahmad, karena kedua cara


tersebut masing-masing ada dasar hadisnya
maka beliau mempersilahkan untuk dipilih
salah satunya dan tidak usah dipertentangkan
satu sama lain.

Memang bisa jadi Nabi SAW melakukan


keduanya, misal: beliau mendahulukan
lututnya daripada tangannya ketika masih
muda dan kuat bertumpu pada lututnya.
Namun ketika sudah mulai tua, dan tidak lagi
kuat bertumpu pada lututnya, maka beliau
mendahulukan kedua tangannya dari pada
kedua lututnya.

Syekh Bin Baz -mufti Saudi- menganjurkan


meletakkan kedua lututnya terlebih dahulu
sebelum kedua tangan jika hal tersebut
memungkinkan.
Namun jika tidak memungkinkan -misal:
karena sakit lutut- maka dalam keadaan
darurat seperti ini, boleh meletakkan kedua
tangan lebih dahulu dari pada lutut. Inilah
pendapat yang tengah-tengah dan moderat
tentang sujud yang proporsional.

Menurut hemat penulis bahwa Rasulullah


SAW pada umumnya melarang sujud
menyerupai binatang seperti onta, anjing, dan
binatang lainnya karena kita adalah manusia
yang memiliki struktur anatomi tersendiri.

Lebih baik memilih dan melaksanakan yang


lebih mudah, lebih sesuai dan proporsional
untuk struktur manusia daripada binatang.

Jika dicermati, maka posisi berdiri binatang


berkaki empat sudah siap menuju sujud,
yakni kaki depan sebagai perlambangan
tangan sudah lebih dahulu menyentuh tanah,
lalu menyusul lutut depan onta.

Kalaupun diartikan bahwa lutut onta ada di


kaki depan maka pertanyaannya adalah mana
bagian onta yang akan diposisikan sebagai
kedua tangan manusia?.

Jika dijawab bahwa onta tidak bertangan,


padahal manusia bertangan? Tetapi kalau
diartikan bahwa kaki depan onta
diumpamakan sebagai "tangan" manusia

1
0
maka akan lebih mudah dipahami bahwa
semua bagian kaki depan termasuk "lutut
depan" (siku untuk manusia) adalah bagian
dari tangan manusia.

Dan Nabi SAW melarang sujud seperti


binatang, seperti onta yang mendahulukan
"kedua tangan" yakni kaki depannya,
melarang sujud seperti anjing yang
menjadikan sikunya sebagai alas (firasy)
menempel ditanah dan memasukkannya
kedalam kedua ketiak.

Posisi inilah yang dilarang karena lebih


menyerupai posisi binatang berlutut.
Sementara bagi manusia lebih mudah sujud
jika menurunkan kedua lutut sebagai bagian
anggota badan terdekat dengan tanah, lalu
menyusul kedua telapak tangan baru
kemudian wajah (yakni kening dan hidung).

Cara seperti inilah yang ternyata lebih


banyak dipilih para pengikut mazhab
Hanafiyah dan Syafi'iyah.

1
1

Anda mungkin juga menyukai