Anda di halaman 1dari 3

Akuntabilitas Talangan 

Century

Oleh Eko Prasojo

Penyelidikan kasus Bank Century oleh Pansus DPR tentang Hak Angket Bank Century patut
didukung dan diberikan apresiasi untuk menegakkan hukum dan pemerintahan yang bersih.
Meski demikian, patut dicatat, penyelidikan itu harus dilakukan secara proporsional dan
profesional sesuai dengan wewenang yang dimiliki DPR.

Kasus Century sebenarnya persoalan yang rumit dan multiperspektif karena melibatkan tak
saja aspek legalitas, tetapi juga aspek diskresi kebijakan pemerintah dan aspek politik.
Tulisan ini akan menguraikan berbagai aspek itu dan secara khusus aspek akuntabilitas
dalam suatu diskresi yang diambil oleh pejabat pemerintah terkait dengan kasus Century
dari perspektif administrasi negara.

Diskresi pejabat

Pada setiap pejabat pemerintah, sejatinya melekat wewenang yang bersifat diskresional
(discretionary power), yang diberikan undang-undang untuk mengambil keputusan
dan/atau tindakan berdasarkan pertimbangan-pertimbangannya sendiri.

Esensi dasar kewenangan diskresi dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah


menghindari kekosongan pemerintahan, menyelamatkan kepentingan negara dan
kepentingan umum yang mendesak, serta berbagai pilihan tindakan yang disediakan
peraturan perundang-undangan untuk dilakukan. Prinsip dasarnya adalah tidak melanggar
tujuan-tujuan konstitusional negara dan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Apakah tersedia kewenangan diskresi atau tidak, pejabat harus melihat dalam UU dan
peraturan perundang-undangan lain apakah diberikan wewenang tersebut. Lazimnya
wewenang diskresi dalam peraturan perundang-undangan ditandai oleh penggunaan kata
dapat, boleh, bisa, diberikan wewenang dan atau seharusnya. Pasal 18 UU Nomor 2 Tahun
22 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, misalnya, mengatur: ”Untuk kepentingan
umum, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.”

Kasus pengucuran dana ke Century sebenarnya salah satu contoh penggunaan wewenang
diskresi oleh pejabat pemerintah (dalam hal ini Menkeu dan Gubernur BI yang tergabung
dalam Komite Stabilitas Sektor Keuangan/KSSK). Karena itu, Pansus harus menelaah dasar
hukum pemberian diskresi secara detail dan jeli kepada Menkeu (sebagai ketua) dan
Gubernur BI (anggota) serta khususnya mengenai keberadaan KSSK sesuai Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 4/2008 tentang Jaring Pengaman
Sistem Keuangan.

Pertanyaan yang harus dijawab adalah apakah perppu tersebut secara langsung
memberikan wewenang diskresi kepada ketua dan anggota KSSK untuk mengambil
keputusan atas nama pemerintah dan atau apakah perppu itu memberikan mandat kepada
Presiden untuk mengaturnya terlebih dahulu dalam keputusan presiden (kepres).

Jawaban pertanyaan ini sangat penting untuk menyatakan apakah Menkeu sebagai ketua
dan Gubernur BI sebagai anggota KSSK memiliki wewenang diskresi untuk mengucurkan
dana kepada Century. Pembentukan suatu komite/badan/komisi seharusnya dilakukan
melalui keppres, sebagaimana pembentukan suatu kementerian dan lembaga pemerintah
nonkementerian. Jika wewenang mengucurkan dana kepada Century tidak didahului adanya
keppres pembentukan KSSK, penggunaan diskresi tersebut dianggap tidak memiliki dasar
kewenangan.

Pokok hal kedua yang harus diperhatikan Pansus adalah bagaimana kewenangan diskresi
digunakan Menkeu dan Gubernur BI waktu itu. Pertanyaan ini lebih sulit dijawab
dibandingkan dengan pertanyaan mengenai dasar hukum kewenangan diskresi karena
terbentang jawaban yang sangat luas dan melibatkan pertimbangan profesional tentang hal
yang akan diputuskan.

Dalam hal pengucuran dana, pertimbangan profesional yang harus dipergunakan adalah apa
yang dimaksud dengan berdampak sistemik sebagaimana dimaksud Perppu No 4/2008,
yaitu ”suatu kondisi sulit yang ditimbulkan oleh suatu bank, LKBB, dan/atau gejolak pasar
keuangan yang apabila tidak diatasi dapat menyebabkan kegagalan sejumlah bank
dan/atau LKBB lain sehingga menyebabkan hilangnya kepercayaan terhadap sistem
keuangan dan perekonomian nasional”. Dengan demikian, KSSK dapat memberikan fasilitas
pembiayaan darurat dari BI yang dijamin pemerintah kepada bank yang kesulitan likuiditas.

Berdampak sistemik dalam Perppu No 4/2008 merupakan ruang lingkup kewenangan


diskresi yang harus dijawab dengan pertimbangan profesional dalam ranah ekonomi
moneter dan memerhatikan batas-batas hukum yang memberikan kewenangan diskresi.
Jawaban atas hal ini harus diberikan oleh pakar yang memiliki pemahaman profesional
memadai mengenai kondisi krisis yang berdampak sistemik.

Legal vs profesional
Dalam perspektif administrasi negara, setiap keputusan pemerintah harus bisa
dipertanggungjawabkan secara legal dan secara profesional. Karena itu, penulis mengajak
pembaca dan Pansus berhati-hati menelaah kasus ini. Harus diakui, penggunaan
kewenangan diskresi oleh pejabat pemerintah di Indonesia merupakan salah satu penyebab
tindak pidana korupsi. Namun, intervensi politik yang berlebihan dalam keputusan atau
kebijakan yang dibuat akan melemahkan inovasi pemerintahan.

Keputusan pemerintah—dalam hal ini Menkeu dan Gubernur BI—atas pengucuran dana ke
Century yang dianggap berada dalam kondisi krisis dan berdampak sistemik harus bisa
dipertanggungjawabkan secara profesional. Orang yang harus membuktikan bahwa
keputusan tersebut akuntabel secara profesional tentu bukan politisi, apalagi masyarakat
biasa tanpa pengetahuan memadai. Akuntabilitas profesional ini harus diuji oleh sejumlah
pakar ekonomi dan moneter yang independen, imparsial, dan obyektif. Jadi, harus memiliki
dua syarat, yaitu profesional, tetapi tak memiliki konflik kepentingan.

Akuntabilitas legal harus menjawab apakah diskresi yang dipergunakan benar-benar


memiliki dasar dan sumber kewenangan. Ini harus dijawab oleh pakar hukum administrasi
negara dan pakar kebijakan publik. Penulis menyarankan Pansus tidak mendekati persoalan
Century hanya dalam perspektif hukum pidana dan hukum tata negara, tetapi lebih fokus
pada ranah hukum administrasi negara. Apalagi mendekati kasus ini semata-mata dalam
kacamata politik.

Para pakar hukum administrasi negara dan kebijakan publik yang independen dan tidak
berada dalam konflik kepentingan harus menguji apakah diskresi ini memiliki dasar
kewenangan serta memerhatikan prosedur pengambilan yang baik dan benar. Hal ini dapat
diuji dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Semoga kedua akuntabilitas ini
dapat diuji oleh Pansus. (Sumber: Kompas, 29 Januari 2010)

Tentang penulis:
Eko Prasojo, Guru Besar Administrasi Negara dan Ketua Program Pascasarjana Ilmu
Administrasi FISIP UI

Anda mungkin juga menyukai