Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KELOMPOK

KEWARGANEGARAAN

PERANAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

DALAM MEMBANTU PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA

DOSEN PEMBIMBING : Yantos Rw

KELOMPOK 6 :

INDAH MAIKA YUANDRI ( 19031017 )


RICE PERTIWI FITRI ( 19031023 )
WIDYA APRILIA NINGSIH ( 19031005 )
T. AULYA AZZAHARA ( 19031011 )
SASRA EFRIANI ( 19031035 )

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKES HANG TUAH PEKANBARU

PEKANBARU

2020
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Kewarganegaraan terkait tentang “
peranan pendidikan kewarganegaraan dalam membantu pembangunan karakter bangsa “

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang diberikan
dalam mata kuliah “kewarganegaraan”.

Kami menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi. Semoga apa yang dituangkan dalam
makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya teman-teman yang membaca.
Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan makalah
ini.

Pekanbaru, 14 November 2020

Penyusun

2
DAFRAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2

DAFTAR ISI......................................................................................................................3

BAB 1..................................................................................................................................4

PENDAHULUAN..............................................................................................................4

1.1 Latar Belakang....................................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................................5

1.3Tujuan Penulisan.................................................................................................................5

1.4Manfaat Penulisan...............................................................................................................5

BAB II........................................................................................................................................6
LANDASAN TEORI.................................................................................................................6
2.1 Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan.......................................................................6
2.2 Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan.............................................................................7

BAB III.....................................................................................................................................12
PEMBAHASAN......................................................................................................................12

3.1 Karakter Bangsa dalam Masyarakat Multikultural Indonesia....................................12


3.2 Pendidikan Kewarganegaraan untuk Pembangunan Karakter Bangsa.....................15

BAB IV.....................................................................................................................................18
PENUTUP................................................................................................................................18
4.1 Kesimpulan........................................................................................................................18
4.2 saran...................................................................................................................................18

3
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional yang menyatakan
bahwa disetiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat pelajaran yang terdiri dari
Pendidikan Bahasa, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan. Hal ini menunjukan
bahwa adanya Pendidikan Kewarganegaraan memiliki peran yang penting dalam membentuk
karakter pribadi generasi muda.

Pembelajaran kita selama ini berjalan dengan verbalistik dan berorientasi semata-mata
kepada penguasaan isi dari mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Pengamatan terhadap
praktek pembelajaran sehari-hari menunjukkan bahwa pembelajaran difokuskan agar siswa
menguasai informasi yang terkandung dalam materi pelajaran dan kemudian dievaluasi seberapa
jauh penguasaan itu dicapai oleh siswa. Seakan-akan pembelajaran bertujuan untuk menguasai
isi dari mata pelajaran tersebut. Bagaimana keterkaitan materi ajar dengan kehidupan sehari-hari
dan bagaimana materi tersebut dapat digunakan untuk memecahkan problema kehidupan, kurang
mendapat perhatian. Pembelajaran seakan terlepas dari kehidupan sehari-hari, oleh karena itu
siswa tidak mengetahui manfaat apa yang dipelajari, seringkali tidak tahu bagaimana
menggunakan apa yang telah dipelajari dalam kehidupan siswa.

Pendidikan Kewarganegaraan diberikan kepada peserta didik supaya dapat menjadikan


mereka warga Negara yang baik. Bagaimanakah pendidikan kewarganegaraan berperan dalam
pembangunan dan pengembangan karakter dalam diri generasi muda, tentu dapat terjawab jika
kontribusi yang diberikan pendidikan kewarganegaraan berhasil mengarahkan generasi muda
saat ini untuk berpartisipasi mengusung karakter bangsa.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa maksud dimaksud dengan Pendidikan Kewarganegaraan ?

4
2. Apa tujuan dari diadakannya Pendidikan Kewarganegaraan?

3. Bagaimana kontibusi Pendidikan Kewarganegaraan dalam membentuk karakter generasi


muda Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk memahami apa yang dimaksud dengan Pendidikan Kewarganegaraan

2. Untuk mengetahui apa tujuan dari diadakannya Pendidikan Kewarganegaraan

3. Untuk mengetahui peranan dan kontibusi Pendidikan Kewarganegaraan dalam


membentuk karakter generasi muda Indonesia

1.4 Manfaat Penulisan

1. Memberikan pengetahuan tentang peranan pendidikan kewarganegaraan

2. Membuka pemikiran mahasiswa untuk berusaha memperbaiki diri menuju karakter


bangsa yang berbudi luhur dan menjadi warga negara yang baik.

5
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

Kewarganegaraan dalam bahas latin civis, selanjutnya dari kata civis dalam bahasa
Inggris timbul kata civic, artinya mengenai warga negara atau kewarganegaraan. Dari kata civic,
terlahir kata civics, ilmu kewarganegaraan dan civic education atau pendidikan
kewarganegaraan. Stanley E. Dimond dan Elmer F.Peliger (1970:5) menyatakan bahwa secara
terminologis civics diartikan sebagai studi yang berhubungan dengan tugas-tugas pemerintahan
dan hak-kewajiban warganegara. Namun dalam salah satu artikel tertua yang merumuskan
definisi civics adalah tentang masalah “education “. Pada tahun 1886, Civics adalah suatu ilmu
tentang kewarganegaraan yang berhubugan dengan manusia sebagai individu dalam suatu
perkumpulan yang terorganisir dalam hubungannya dengan Negara (Somantri 1976:45).

Menurut Zamroni, pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi


yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis.
Sedangkan menurut Merphin Panjaitan, pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan
demokrasi yang bertujuan untuk mendidik generasi muda menjadi warga negara yang demokratis
dan partisipatif melalui suatu pendidikan yang dialogial. Dalam hal ini pendidikan
kewarganegaraan merupakan suatu alat pasif untuk membangun dan memajukan sistem
demokrasi suatu bangsa. Pembelajaran merupakan bagian atau elemen yang memiliki peran yang
sangat dominan untuk mewujudkan kualitas baik proses maupun lulusan (output) pendidikan.
Dan hal ini pun sangat tergantung pada proses belajar mengajarnya.

Sedangkan menurut Soedijarto, Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan yang


bertujuan untuk membantu peserta didik untuk menjadi warga Negara yang secara politik dewasa
dan ikut serta membangun politik yang demokratis. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan
salah satu konsep pendidikan yang berfungsi untuk membentuk generasi muda sebgai warga
negara yang mempunyai karakter. Keterkaitan pendidikan kewarganegaraan terhadap

6
pengembangan karakter memiliki dimensi-dimensi yang tidak bias dilepaskan dari aspek
pembentukan karakter dan moralitas public warga negara.

2.2 Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

Sebagaimana yang diketahui bahwa pendidikan kewarganegaraan itu penting, hal ini
dikarenakan pendidikan kewarganegaraan merupakan suatu hal mendasar yang akan membawa
individu untuk mengetahui nilai nilai, peranan, sistem, aturan dan segala sesuatu yang berkaitan
dengan kemasyarakatan dan kenegaraan. Dengan pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan
agar para generasi muda dapat menjadi pribadi yang berbudi luhur, bertanggung jawab, bermoral
dan menjadi warga negara yang baik.

Tujuan utama pendidikan kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan


kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang cinta tanah air dan bersendikan kebudayaan
bangsa, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional dalam diri para calon-calon penerus bangsa
yang sedang mengkaji dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, bahasa serta seni.
Mewujudkan warga negara sadar belanegara berlandaskan pemahaman politik kebangsaan, dan
kepekaan mengembangkan jati diri dan moral bangsa dalam perikehidupan bangsa. Selain itu
juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang berbudi luhur,
berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, professional, bertanggung jawab dan produktif serta
sehat jasamani dan rohani. Fungsi pendidikan kewarganegaraan adalah sebagai wahana untuk
membentuk warga negara yang cerdas, terampil dan berkepribadian yang setia kepada bangsa
dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak
sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945 (Depdiknas, 2001: 1).

Hakikat pendidikan kewarganegaraan adalah upaya sadar dan terencana untuk


mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan menumbuhkan jati diri dan moral
bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam belanegara, demi kelangsungan
kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara.

Standarisi pendidikan kewarganegaraan adalah pengembangan :

1. Nilai-nilai cinta tanah air

2. Kesadaran berbangsa dan bernegara


7
3. Keyakinan terhadap Pancasila sebagai ideologi negara

4. Nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia dan lingkungan hidup

5. Kerelaan berkorban untuk masyarakat, bangsa, dan negara, serta

6. Kemampuan awal belanegara

Berdasarkan Kep. Dirjen Dikti No. 267/Dikti/2000, tujuan Pendidikan Kewarganegaraan


mencakup :

a. Tujuan Umum

Untuk memberikan pengetahuan dan kemampuan dasar kepada mahasiswa mengenai


hubungan antara warga negara dengan negara serta PPBN agar menjadi warga negara yang
diandalkan oleh bangsa dan negara. untuk mengembangkan wawasan mahasiswa tentang makna
pendidikan bela negara sebagai salah satu kewajiban warganegara sesuai dengan Pasal 30 UUD
1945. Kedua mata kuliah ini merupakan mata kuliah yang wajib diikuti oleh seluruh mahasiswa,
yang mulai tahun 2000 disebut sebagai Mata Kuliah Pembinaan Kepribadian atau MKPK.

b. Tujuan Khusus

1) Agar mahasiswa dapat memahami dan melaksanakan hak dan kewajiban secara santun,
jujur, dan demokratis serta ikhlas sebagawai WNI terdidik dan bertanggung jawab.

2) Agar mahasiswa menguasai dan memahami berbagai masalah dasar dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta dapat mengatasinya dengan pemikiran
kritis dan bertanggung jawab yang berlandaskan Pancasila, Wawasan Nusantara, dan
Ketahanan Nasional

3) Agar mahasiswa memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kejuangan,
cinta tanah air, serta rela berkorban bagi nusa dan bangsa.

Peranan pendidikan kewarganegaraan adalah membina warga negara khususnya generasi


penerus yang baik bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan kewarganegaraan bagi
generasi penerus sangat penting dalam rangka menumbuhkan kesadaran bela negara dan
meningkatkan rasa cinta terhadap tanah air. Dikarenakan para generasi peneruslah yang akan
8
menjadi para pemimpin bangsa dimasa yang akan datang. Dalam pendidikan kewarganegaraan,
peserta didik (generasi penerus) senantiasa dibekali dengan hal-hal yang dapat meningkatkan
rasa nasionalisme. Pemahaman serta peningkatan sikap dantingkah laku yang berdasar pada
nilai-nilai Pancasila serta budaya bangsa merupakan hal yang diprioritaskan dalam pendidikan
kewarganegaraan. Sebagaimana tujuan utama pendidikan kewarganegaraan, hal itu semua guna
menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang cinta tanah air dan
bersendikan kebudayaan bangsa, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional dalam diri para
generasi penerus bangsa. Melalui pendidikan kewarganegaraan, para generasi penerus bangsa
Indonesia diharapkan mampu memahami, menganalisis dan menjawab masalah-masalah yang
dihadapi oleh masyarakat, bangsa, dan negaranya serta berkesinambungan dan konsisten dengan
cita-cita dan tujuan nasional seperti yang digariskan dalam pembukaan UUD 1945.

Pendidikan kewarganegaraan sebagai pemeran penting, perlu mengenalkan sebuah materi


pendidikan kewarganegaraan yang dihubungkan dengan nilai-nilai karakter sebuah bangsa. Demi
kemajuan sebuah bangsa ada beberapa karakter yang menjadi patokan dalam pengembangan
karakter bagi generasi muda, yaitu

 Religious : sikap yang patuh terhadap ajaran agama yang dianutnya, namun tidak
meremehkan agama lain. Dengan karakter yang religious diharapkan dapat menjadi
landasan nilai, moral dan etika dalam bertindak.

 Jujur : perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang dapat
dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan. Dengan menjadi pribadi yang jujur
maka akan kecil kemungkinan terjadi kesalah pahaman dan saling menuduh, membenci
karena merasa telah dibohongi.

 Tanggung jawab : dengan adanya tanggung jawab di setiap tindakan yang dilakukan, hal
ini akan menunjukkan bahwa pribadi tersebut layak untuk mendapatkan mandat dan
dapat menanggung akibat dari tindakannya.

 Toleransi : sikap dan tindakan yang menghargai adanya setiap perbedaan. Dengan
bertoleransi akan memudahkan tiap individu untuk saling berbaur tanpa adanya
diskriminasi.

9
 Disiplin : menaati tiap aturan atau tata tertip yang berlaku. Hal ini menunjukkan bahwa
individu tersebut sangat menghargai dan munjunjung tinggi setiap aturan yang telah
disepakati.

 Kerja keras : dengan berusaha keras dalam setiap tindaka, mandiri, optimis dan tegas
akan memunjukkan bahwa pribadi tersebut merupakan pribadi yang berkarakter dan
layak diajak untuk bekerja sama

 Kreatif : dengan berpikir secara kreatif dan kritis akan menunjukkan sebagai pribadi yang
cerdas. Akan menghindarkan dari tindakan plagiatisme dan memunculkan sesuatu yang
lebih inofatif.

 Demokratis : cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama antara hak dan
kewajiban dirinya dan orang lain. Mengetahui apa yang lebih penting dan apa yang harus
didahulukan

 Semangat kebangsaan dan cinta tanah air : hal ini deperlukan karena tanpa adanya
kesadaran, semangat kebangsaan dan cinta tanah air dari para warga negara, maka sampai
kapanpun bangsa yang berkarakter tidak akan pernah terwujud karena karakter bangsa itu
sendiri muncul dari para warga negaranya.

 Peduli lingkungan dan sosial : cerminan kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat
akan membawa tiap tiap individu menjadi pribadi yang disegani, dicintai dan dilindungi
oleh lingkungan-sosial tersebut.

Lembaga pendidikan yang dapat membaca situasi tentunya tidak akan mengabaikan
pentingnya karakter bangsa dan media pendidikan kewarganegaraan. Beru[aya dan berkontribusi
melalui sebuah pendidikan adalah yang mungkin dan memberikan sebuah pengalaman agar
tercapainya karakter yang diidamkan. Kontribusi nyata dalam pendidikan dan dengan patokan
yang seperti itu, maka kontribusi pendidikan kewarganegaraan dalam pembentukan karakter
generasi muda dapat dilakukan melalaui tiga tahap yaitu :

1. Pembelajaran

10
2. Pada dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan generasi muda menguasai
kompetensi yang ditargetkan, juga dirancang untuk menjadikan peserta didik mengenal,
menyadari, menginternalisasikan nilai – nilai dan menjadikannya perilaku.

3. Kegiatan ko-kurikuler dan atau kegiatan ekstra kurikuler

4. Kegiatan ini perlu diukung denganpedoman pelaksanaan, pengembangan kapasitas SDM


dalam rangka mendukung pelaksanaan pendidikan 18 karakter dan revitalisasi kegiatan
ko-kurikuler dan ekstra-kurikuler yang sudah ada kearah penegmbangan karakter

5. Alternative pengembangan dan pembinaan karakter disekolah sebagai aktualisasi budaya

6. Kegiatan keseharian dirumah dan di masyarakat

Pendidikan karakter bukan hanya sebuah pengetahuan belaka, melainkan harus


dilanjutkan dengan upaya menumbuhkan rasa mencintai perilakuyang baik dan dilakukan setiap
hari sebagai sebuah pembiasaan. Seseorang yang memiliki pengetahuan kebaikan belum tentu
dapat bertindak sesuai dengan pengetahuannya, maka dari itu perlu dilakukan pembiasaan dalam
setiap kegiatan.

BAB III
11
PEMBAHASAN

3.1 Karakter Bangsa dalam Masyarakat Multikultural Indonesia


Budaya, agama dan lain-lain yang masing-masing plural (jamak) dan sekaligus juga
heterogen (aneka ragam) (Kusumohamidjojo, 2000:45). Realitas pluralitas dan heterogenitas
tersebut tergambar dalam prinsip Bhinneka Tunggal Ika. Hefner (2007:16) mengilustrasikan
Indonesia sebagaimana juga Malaysia memiliki warisan dan tantangan pluralisme budaya
(cultural pluralism) secara lebih mencolok, sehingga dipandang sebagai “lokus klasik” bagi
bentukan baru “masyarakat majemuk” (plural society). Kemajemukan masyarakat Indonesia
paling tidak dapat dilihat dari dua cirinya yang unik, pertama secara horizontal, ia ditandai oleh
kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan suku bangsa, agama, adat,
serta perbedaan kedaerahan, dan kedua secara vertikal ditandai oleh adanya perbedaan-
perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam (Nasikun, 2007:33).

Namun demikian, pengalaman Indonesia sejak masa awal kemerdekaan,


khususnya pada masa demokrasi terpimpin Presiden Soekarno dan masa Orde Baru Presiden
Soeharto memperlihatkan kecenderungan kuat pada politik monokulturalisme (Azra, 2006:152).
Lebih lanjut Azra (2006:152) mengemukakan bahwa dalam politik ini, yang diberlakukan
bukannya penghormatan terhadap keragaman (kebhinnekaan atau multikulturalisme), tetapi
sebaliknya adalah keseragaman (monokulturalisme) atas nama stabilitas untuk pembangunan.
Berakhirnya sentralisasi Orde Baru yang memaksakan monokulturalisme,
pada gilirannya telah memunculkan kesadaran akan pentingnya memahami kembali
kebhinnekaan, multikulturalisme Indonesia. Bangunan Indonesia Baru dari hasil reformasi
adalah sebuah “masyarakat multikultural Indonesia” (Arif, 2008). Berbeda dengan masyarakat
majemuk yang menunjukkan keanekaragaman suku bangsa dan kebudayaan suku bangsa,
masyarakat multikultural dikembangkan dari konsep pluralisme budaya dengan menekankan
pada kesederajatan kebudayaan yang ada dalam sebuah masyarakat (Suparlan, 2005:98).
Masyarakat multikultural ini mengusung semangat untuk hidup berdampingan secara damai
(peaceful coexistence) dalam perbedaan kultur yang ada baik secara individual maupun secara
kelompok dan masyarakat (Azra, 2006:154, Suparlan 2005). Individu dalam hal ini dilihat
sebagai refleksi dari kesatuan sosial dan budaya di mana mereka menjadi bagian darinya.
Dengan demikian, corak masyarakat Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika bukan lagi
12
keanekaragaman suku bangsa dan kebudayaannya tetapi keanekaragaman kebudayaan yang ada
dalam masyarakat Indonesia.
Lawrence A Blum (2001:16), seorang profesor filsafat di University of
Massachusetts di Amherst menawarkan definisi multikulturalisme sebagai berikut:
Multikulturalisme meliputi sebuah pemahaman, penghargaan dan penilaian atas budaya
seseorang, serta sebuah penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain. Ia
meliputi sebuah penilaian terhadap budayabudaya orang lain, bukan dalam arti menyetujui
seluruh aspek dari budaya-budaya tersebut, melainkan mencoba melihat bagaimana sebuah
budaya yang asli dapat mengekspresikan nilai bagi anggota-anggotanya sendiri.
Dalam konsep multikulturalisme tercakup tiga sub nilai. Pertama,
menegaskan identitas kultural seseorang, mempelajari dan menilai warisan budaya seseorang;
Kedua, menghormati dan berkeinginan untuk memahami dan belajar tentang (dan dari)
kebudayaan-kebudayaan selain kebudayaannya; Ketiga, menilai dan merasa senang dengan
perbedaan-perbedaan kebudayaan itu sendiri, yaitu memandang keberadaan dari kelompok-
kelompok budaya yang berbeda dalam masyarakat seseorang sebagai kebaikan yang positif
untuk dihargai dan dipelihara (Arif, 2008).
Sebagaimana dikemukakan di atas, potensi konflik dalam masyarakat yang
multikultural cukup besar, karena itu pendidikan yang mampu membangun karakter warga
negara yang cinta damai mutlak diperlukan. Sebab tanpa kepemilikan karakter tersebut, sulit bagi
bangsa dan negara untuk tetap bertahan menghadapi berbagai tantangan, berbagai konflik yang
lahir dari realitas kebhinnekaan tersebut. Dalam hal ini, pendidikan adalah jembatan paling
penting untuk membentuk karakter masyarakat yang multikultural. Pernyataan Ellen G. White
yang dikutip Hidayatullah (2011) menyebtukan bahwa pembangunan karakter adalah usaha
paling penting yang pernah diberikan kepada manusia. Pembangunan karakter adalah tujuan luar
biasa dari sistem pendidikan yang benar. Pernyataan tersebut memberikan penguatan bahwa
pembangunan karakter tidak bisa dilepaskan dari pendidikan. Bahkan Stiles (Hidayatullah, 2011)
menyatakan bahwa “Pembangunan karakter tidak dapat dilakukan dengan serta merta tanpa
upaya sistematis dan terprogram sejak dini”.
Apa sebenarnya karakter itu? Dilihat dari asal katanya, karakter berasal dari
kata Yunani charaktêr yang mengacu kepada suatu tanda yang terpatri pada sisi sebuah koin.
Karakter menurut Kalidjernih (2010) lazim dipahami sebagai kualitas-kualitas moral yang awet
13
yang terdapat atau tidak terdapat pada setiap individu yang terekspresikan melalui pola-pola
perilaku atau tindakan yang dapat dievaluasi dalam berbagai situasi. Karakter adalah The
combination of qualities and personality that makes one person or thing different from others
(Hidayatullah, 2011). Dalam Kamus Poerwadarminta, karakter diartikan sebagai tabiat, watak,
sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang daripada yang lain.
Dalam pandangan Purwasasmita (2010) disebut watak jika telah berlangsung dan melekat pada
diri seseorang.
Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap
individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan
negara. Secara psikologis dan socio-cultural, pembentukan karakter dalam diri individu
merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan
psikomotorik) dalam konteks interaksi social kultural (dalam keluarga, satuan pendidikan, dan
masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas
proses psikologis dan socio-cultural tersebut dapat dikelompokkan dalam olah hati (spiritual and
emotional development), olah pikir (intellectual development), olah raga dan kinestetik (physical
and kinestetic development), dan olah rasa dan karsa (affective and creativity development)
(Kementerian Pendidikan Nasional, 2010). Olah hati berkenaan dengan perasaan sikap dan
keyakinan/keimanan menghasilkan karakter jujur dan bertanggung jawab. Olah pikir berkenaan
dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan
inovatif menghasilkan pribadi cerdas. Olah raga berkenaan dengan proses persepsi, kesiapan,
peniruan, manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas menghasilkan sikap
bersih, sehat, dan menarik. Olah rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan dan kreativitas yang
tercermin dalam kepedulian, citra, dan penciptaan kebaruan menghasilkan kepedulian dan
kreatifitas.
Dalam konteks suatu bangsa, karakter dimaknai sebagai nilai-nilai keutamaan
yang melekat pada setiap individu warga negara dan kemudian mengejawantah sebagai
personalitas dan identitas kolektif bangsa (PP Muhammadiyah, 2009). Karakter berfungsi
sebagai kekuatan mental dan etik yang mendorong suatu bangsa merealisasikan cita-cita
kebangsaannya dan menampilkan keunggulan-keunggulan komparatif, kompetitif, dan dinamis
di antara bangsa-bangsa lain. Karena itu, dalam pemaknaan demikian, manusia Indonesia yang
berkarakter kuat adalah manusia yang memiliki sifat-sifat: religius, moderat, cerdas, dan mandiri.
14
Sifat religius dicirikan oleh sikap hidup dan kepribadian taat beribadah, jujur, terpercaya,
dermawan, saling tolong menolong, dan toleran. Sifat moderat dicirikan oleh sikap hidup yang
tidak radikal dan tercermin dalam kepribadian yang tengahan antara individu dan sosial,
berorientasi materi dan ruhani, serta mampu hidup dan kerjasama dalam kemajemukan. Sifat
cerdas dicirikan oleh sikap hidup dan kepribadian yang rasional, cinta ilmu, terbuka, dan
berpikiran maju. Dan sikap mandiri dicirikan oleh sikap hidup dan kepribadian merdeka, disiplin
tinggi, hemat, menghargai waktu, ulet, wirausaha, kerja keras, dan memiliki cinta kebangsaan
yang tinggi tanpa kehilangan orientasi nilai-nilai kemanusiaan universal dan hubungan
antarperadaban bangsa-bangsa.
3.2 . Pendidikan Kewarganegaraan untuk Pembangunan Karakter Bangsa

Berbagai krisis yang dikemukakan di atas disinyalir sebagai bagian dari kegagalan
pendidikan membangun karakter dalam masyarakat yang multikultural. Hidayatullah
menyebutkan dua sebab gagalnya pendidikan karakter. Pertama, Sistem pendidikan yang kurang
menekankan pembangunan karakter tetapi lebih menekankan pengembangan intelektual, seperti
sistem evaluasi pendidikan menekankan aspek kognitif/akademik dalam bentuk ujian nasional.
Kedua, Kondisi sosial yang kurang mendukung pembangunan karakter yang baik.
Berdasarkan kerangka di atas, selanjutnya bagaimana peranan dan strategi
PKn dalam pembangunan karakter bangsa? Dalam kepustakaan asing ada dua istilah teknis yang
dapat diterjemahkan menjadi pendidikan kewarganegaraan yakni civic education dan citizenship
education. Cogan (1999:4) mengartikan civic education sebagai “...the foundational course work
in school designed to prepare young citizens for an active role in their communities in their adult
lives”, atau suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warga
negara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakatnya. Sedangkan
citizenship education atau education for citizenship oleh Cogan (1999:4) digunakan sebagai
istilah yang memiliki pengertian yang lebih luas yang mencakup “...both these in-school
experiences as well as out-of school or non-formal/informal learning which takes place in the
family, the religious organization, community organizations, the media,etc which help to shape
the totality of the citizen”.
Secara paradigmatik Winataputra (2001), mengemukakan bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan memiliki tiga komponen, yakni (1) kajian ilmiah pendidikan ilmu

15
kewarganegaraan; (2) program kurikuler Pendidikan Kewarganegaraan; dan (3) gerakan sosial-
kultural kewarganegaraan, yang secara koheren bertolak dari esensi dan bermuara pada upaya
pengembangan 10 pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), nilai, sikap dan watak
kewarganegaraan (civic disposition), dan keterampilan kewarganegaraan (civic skill).
Menurut Pasal 3 Keputusan Dirjen Dikti tersebut, PKn dirancang untuk
memberikan pengertian kepada mahasiswa tentang pengetahuan dan kemampuan dasar
berkenaan dengan hubungan antar warga negara serta pendidikan pendahuluan bela negara
sebagai bekal agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.
Sedangkan dalam Pasal 4 Keputusan Dirjen Dikti tersebut menyebutkan bahwa tujuan PKn di
perguruan tinggi adalah sebagai berikut:
1. Dapat memahami dan mampu melaksanakan hak dan kewajiban secara santun, jujur dan
demokratis serta ikhlas sebagai warga negara terdidik dalam kehidupannya selaku warga
negara republik Indonesia yang bertanggung jawab.
2. Menguasai pengetahuan dan pemahaman tentang beragam masalah dasar kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang hendak diatasi dengan penerapan
pemikiran yang berlandaskan Pancasila, wawasan nusantara dan ketahanan nasional
secara kritis dan bertanggung jawab.
3. Mempupuk sikap dan perilaku yang sesuai denan nilai-nilai kejuangan serta patriotisme
yang cinta tanah air, rela berkorban bagi nusa dan bangsa.
Selanjutnya bagaimana strategi PKn untuk pembangunan karakter bangsa? Mengutip
pendapat Winataputra (2005), agar paling PKn dapat benar-benar memberikan kontribusi dalam
rangka pembangunan karakter bangsa, tiga hal perlu kita cermati, yaitu “curriculum content and
instructional strategies; civic education classroom; and learning environment. Pertama, dilihat
dari content kurikulum, berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Dikti No. 43/Dikti/2006 obyek
pembahasan Pendidikan kewarganegaraan ialah: Filsafat Pencasila, Identitas Nasional, Negara
dan Konstitusi, Demokrasi Indonesia, HAM dan Rule of Law, Hak dan Kewajiban Warga
Negara, Geopolitik Indonesia, dan Geostrategi Indonesia. Substansi PKn tersebut menjadi dasar
dalam pembangunan karakter warga negara yang pada gilirannya dapat terakumulasi menjadi
karakter bangsa. Tugas para guru/dosen mengembangkan materi-materi tersebut sehingga
benarbenar sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman.

16
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Pendidikan kewarganegaraan sejatinya merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan


mutu warga negara melalui pendidikan. Sebagaimana yang diketahui bahwa pendidikan

17
sangatlah penting peranannya dalam membangun karakter bangsa. Bangsa yang berkarakter lahir
karena para warga negaranya mempunyai kredibilitas dalam melakukan tindakan yang berbudi
luhur sesuai apa yang ada dalam ajaran bernegara.

Generasi muda Indonesia yang berkarakter Pancasila tampaknya sudah mulai terkikis
oleh perkembangan jaman. Jika dibiarkan hal ini dapat meruntuhkan keyakinan masyarakat
bahwa bangsanya sudah tidak tangguh dan berkarakter. Oleh karenanya dengan pendidikan
kewarganegaraan diharapkan mampu meningkatkan kesadaran generasi muda terhadap karakter
bangsanya, menjadikan mereka warga negara yang baik dan terpandang di mata dunia.

4.2 Saran

Menjadi sebuah saran yang baik jika sebuah proses pembelajaran apapun perlu dikaitkan denga
nilai nilai yang diajarkan pendidikan kewarganegaraan yang berideologi Pancasila.

Untuk pemerintah dan instansi pendidikan

 Peningkatan mutu pendidikan kewarganegaraan harus ditingkatkan melalui unjuk kerja


yang dilakukan pendidikan untuk membangun dan mengembangkan generasi muda.

 Perbaikan sistem sarana dan prasarana pendidikan dan pemantauan terhadap pendidikan
karakter.

DAFTAR PUSTAKA
Arif, D.B. (2008). ”Kompetensi Kewarganegaraan untuk Pengembangan
Masyarakat Multikultural Indonesia”. Acta Civicus: Jurnal Pendidikan
Kewarganegaraan, Vol. 1 (3) Oktober 2008.
Cipto, B. at all. (2002). Pendidikan kewarganegaraan (Civic Education). Yogyakarta: LP3 UMY.

18
Kaelan. (2011). “Etika Politik dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Indonesia
Makalah disampaikan dalam Pentaloka Doswar se-Jawa Tengah dan DIY di Dodik
Bela Negara Resimen Kodam IV/Diponegoro Magelang, 12 April 2011.

19

Anda mungkin juga menyukai