Anda di halaman 1dari 3

Ruang temu

Ruang temu dapat di kaitkan dalam artian titik pencarian sesuatu untuk saling berbincang, bersendau
gurau dan bercengkrama. Dalam ruang inilah kita dipertemukan untuk saling mengetahui satu samalain
dari hal yang sekiranya perlu di pertanyakan. Pertanyaan yang memuat hal yang terkecil hingga hal yang
besar patut di bincangkan. Ketika menyebut kata ruang temu berarti ada sesuatu hal yang
dipertemukan. Hal yang dipertemukan ini adalah aku dan dia. Di ruang temu inilah antara aku dan dia
mulai menyatu. Sebelum semua berawal maka sekiranya antara aku dan dia harus memahami apa yang
ingin di sampaikan. Antara aku dan dia di pertemukan dalam suatu titik yang mulai saling berkaitan
dalam bingkai garis menyatu menjadi sebuah bidang dan berakhir menjadi sebuah ruang. Maka tak ayal
kita biasa mendengar ruang adalah titik. Proses dari titik menjadi ruang ini kita sebut dengan kata
keterkaitan . Akibat dari keterkaitan timbulah saling percaya antara aku dan dia dalam titik itu.

Ini adalah sebuah epilog untuk membuka jalan kepada titik antara aku dan dia dalam ruang temu.

Siapa Aku?

Siapa Dia?

Sebelum berada di titik ruang temu itu. Coba kembali mempertanyakan siapa aku sebenarnya? Apakah
aku ini di ciptakan begitu saja atau kah hanya menjadi penikmat senandung dunia yang penuh dialektika.
Diri ini yang sebagai aku perlu kembali dipahami lebih dalam karena lewat memahami inilah akan
membuka aku pada diri ini ke tuntunan yang benar sebagai manusia sempurna ciptaan tuhan. Tuntunan
inilah yang akan merangkai titik ruang temu itu semakin dekat. Diri sebagai manusia patut mengetahui
seutuhnya diri di dalam aku ini siapa, dimana terlahir, dibesarkan hingga tumbuh dewasa saat membaca
tulisan ini. Sebelum memahami siapa aku sebenarnya maka titik ruang temu ini tak akan Nampak di
pelupuk mata. Mungkin akan di jumpai namun begitu pudar terasa. Jika belum mengerti coba pahami
lebih dalam dan ulangi terus menerus hingga mencapai ke akuan dalam diri ini. Jangan pernah mencoba
mencari aku pada diri yang lain karena aku sendiri lebih dekat dari diri ini. Melihat aku pada sosok yang
lain akan menghilangkan secara perlahan lahan siapa aku sebenarnya. Menemukan aku dengan
perspektif luar akan menutup mata hati dalam menyadari ke akuan pada diri ini. Semuanya perlu dilihat
dari dalam tidak perlu jauh keluar cukup kedalam untuk memahami sisi keakuan. Memahaminya dari
dalam bukan dari luar.

Proses diatas adalah tahapan awal keakuan bertemu dengan Dia yang akan berada tepat di depan aku
di ruang temu pada satu titik itu. Setelah memahami siapa aku. Maka mari ketahapan kedua mencari
siapa Dia yang di ruang temu. Dia ini adalah bagian dari aku yang perlu di ajak berdialog setelah aku
tersesat pada kejenuhan hidup diantara rangkaian sandiwara dunia. Aku perlu mempertanyakan kepada
dia bagamana cara berjalan di keramaian manusia pengikut arah, penjelma setengah manusia yang
harusnya seutuhnya manusia. Ini semua akibat penjelma belum menemukan kata aku pada dirinya yang
menjelma. Kesombong diri yang tidak bisa memahami aku membuat diri susah berjumpa Dia. Sekali lagi
jiakapun berjumpa maka dia inipun sesuatu yang menjelma pula. Penjelmaan akan bertemu Penjelmaan
jua. Keutuhan akan pula bertemu keutuhan. Tidak ada satu kepura-puran yang terjadi pada Aku dan Dia
saat di pertemukan pada ruang temu. Keterkaitan aku dan dia harus saling terikat bukan berjarak
.keberjarakan akan membuat dialog tidak akan dapat di mulai. Karena dialog perlu di mulai pada satu
titik kesepahaman dalam keterikatan itu sendiri. Dia adalah bukan sesuatu yang berjarak dengan aku
namun begitu dekat dengan ke akuan yang sedang diri telusuri keberadaannya dengan lewat petanyaan-
pertanyaan kegelisahan bahwa siapa aku sebenarnya.

Apakah aku ada pada diri yang sedang bimbang dalam keakuan saat ini?

Dimanakah sebenarnya aku itu?

Disaat kapan aku itu dapat di temukan dalam diri yang sedang menjelma dalam keakuan setengah
manusia ini?

Apakah dengan kepura-puraan ini sisi aku akan menghapiri penjelma ini ?

Mengapa begitu susah menelusuri ke akuan ini?

Atau kah aku ini telah melupakan penjelma ke akuan ini?

Wahai aku jumpailah diri, kuingin bertemu agar aku dapat berdialog dengan Dia.

Dia apakah kau mengizinkan keakuanku saat ini untuk sekedar bergurau denganmu?

Sudilah engkau bertemu dengan aku yang masih dalam proses mengerti siapa aku itu.

Sapalah aku dalam kebingungan diri menemukan aku.

Tegur diri jika telah jauh mencari aku.

Aku rindu dialog antara aku dan dia yang dulu.

Leburkan aku dalam ke akuan yang ada pada dia.

Luluhkan hatiku agar aku bisa lebih paham sisi keakuaan yang sedang kucari ini.

Pernah di suatu malam ada yang berbisik.

Ada segumpulan orang-orang menghampiri.

Kata mereka ke akuanku itu adalah seorang Panrita Bola.

Benarkah itu?

Jika iya, pertemukan aku dan dia untuk mengenal ke akuan itu sebagai panrita Bola seperti yang mereka
katakan kepadaku.

Setelah itu mereka jua menceritakan bahwa ada sahabat Panrita Bola di tanahnya masing-masing.
mereka menamakannya dengan Tomanarang, Nankodoh Rajo, Undagi Kalang/Empu, Pande, Pendagi,
Panggita, dan Mohmoli.
Siapa Tomanarang, Nankodoh Rajo, Undagi Kalang/Empu, Pande, Pendagi, Panggita, dan Mohmoli ini?

Pertemukanlah diriku dengan sahabat Panrita bola agarku bisa bertanya sebenarnya keakuanku dalam
Panrita bola itu seperti apa?

Disaat ku menuliskan inipun aku tidak mengetahui siapakah aku ini sebenarnya?

Dan siapakah dia?

Jika tak ada jawabannya biarkan titik mepertemukanku dalam Ruang Temu itu.

Tak akan terlihat jika tidak menemukan siapa aku dan siapa dia dalam ruang Temu

Anda mungkin juga menyukai