B. Praksis: berkarya + menyebar ‘virus’.
B1. Virus #1.0: [mimpi] rumah murah.
Upaya memasyarakatkan arsitektur.
Apa itu arsitektur? Dalam konteks kehidupan yang lebih luas, arsitek[tur] hanya bagian yang sangat kecil dan
tdk keliatan.
Arsitektur untuk apa?
..arsitektur hanyalah salah satu bidang dari sekian puluhan bahkan ratusan ilmu pengetahuan lainnya yang ada
di kehidupan ini. Semua ilmu itu untuk kesejahteraan manusia, termasuk arsitektur .
Arsitektur untuk semua, arsitektur untuk kehidupan.
Siapakah saya?
Saya bukan arsitek, saya adalah saya, saya adalah hidup saya
(arsitek hanya satu saja yang saya kerjakan. Berhenti di sana, maka hidup saya hanya itu saja, tidak ada apa-
apa, tidak keliatan.)
Hidup itu apa?
semua jenis keinginan/hasrat/pencapaian/ciri-ciri sukses: bahagia, materi, prestasi, profesi, keluarga, teman,
makan, minum, hiburan, anak, pasangan, lingkungan, kemanusiaan, memberi, dll.
Hidup adalah cinta :
paradigma:
Indonesia adalah bagian dari bumi. Hendaknya bumi ini tanpa negara.
‘bumi tanpa negara’: bumi dan segala isinya adalah milik Sang Pencipta, bukan manusia atau negara. Manusia
dititipkan Sang Pencipta untuk mengelola bumi [bagi kesejahteraan semua mahluk].
peran [manusia] indonesia:
Bertanggung jawab atas TITIPAN Sang Pencipta pada BUMI PERTIWI untuk mengelola, menggali,
mengembangkan, melestarikan segala potensi dan kekayaan Indonesia, kemudian diberikan kembali sebagai
SUMBANGSIH bagi WARISAN DUNIA.
ilmu pengetahuan.
Ilmu dan pendidikan [arsitektur] banyak bersumber dari ‘barat’. Masih sedikit keilmuan [perancangan
arsitektur] yang menggali dan bersumber dari konteks lokal [paling tidak saya merasakan hal itu ketika kuliah
di jurusan teknik arsitektur]. Walaupun mungkin agak terlambat, sudah waktunya ‘barat’ belajar dari [orang]
‘timur’. Sudah waktunya orang indonesia meneliti indonesia.
arus keseragaman.
Tanpa sepenuhnya sadar, kita terbawa arus besar ‘budaya global’. Haruskah ragam identitas lokal yang bineka
ditinggalkan? Atau semata-mata kita gagap, lupa diri ? Ke mana hilangnya akar kebinekaan?
arsitektur.
Mampukah kita mencari kembali kekayaan kebinekaan nusantara? Berlomba dengan pesatnya perkembangan
kota dan dunia, menghasilkan karya [ilmu pengetahuan, perencanaan, perancangan] tanpa meninggalkan nilai-
nilai lokal. Membangun INDONESIA TETAP BINEKA, sebagai sumbangsih warna bagi warisan dunia.
Karena dunia yang seragam adalah dunia yang miskin dan membosankan.
arsitektur Indonesia.
Apa itu arsitektur indonesia? KEBINEKAAN. Karena konteksnya berbeda-beda.
Bineka: suku, budaya, sumber daya alam, filosofi kearifan hidup, kepercayaan spiritual, dll.
Acehnese Alas Alune Alordi Ambonese Ampanas Amungme Anak Dalam [Anak Rimbo]
Aneuk Jamee Arabic Indonesian Aru Asmat Atoni Baduy Bajau Balinese Balantak
Banggai Bangka Banjar Bantenese Batak Batin Bauzi Bawean Betawi Belitung Bentong
Berau BERCU Bima Boti Bolang Mongondow Bugis Bunak Bungku Buol Buton Chinese
Indonesian Chinese Parit CIREBON Damal Dampeles Dayak Dani Dompu Dongo Duri
European Indonesia Flores Gayo Ganda Sirait Gorontalo Iban Indian Indonesia Jambi Javanese
Jews Indonesia Karo Kaili Kaur Kayan [Borneo] Kayu Agung Kerinci Kesepuhan Kemak
Indonesia Kendayan Kenyah Kombai Komering Konjo Korowai Koteka tribes Krio Dayak
Kubu Kulawi Kutai Kluet Krui Lampung Lani Lematang Lembak Lindu Lintang Lom
Lore Lubu Madurese Makassar Malay Indonesian Malays Mamasa Mandailing Mandar
Manggarai Manusela Marind-anim MATABESI Mek (tribe) Mentawai Meratus Dayak Minahasa
Minangkabau Mori Muko-Muko Muna Nage Nias Nuaulu Nusantara Orang laut Osing
Ogan Papua Palembang Pamona Pamenah Pasir Peranakan Pesisi Rawa Rejang Rote
Saluan Sambas Sangir Sasak Sawi Seafarers Selako Sekak Bangka Sekayu SEMENDO
Sika Simeulue Sigulai Sumbawa Sumba Sundanese Talaud Talang Mamak Tamiang
Tenggerese TEPAL Ternate Tidong TIDORE Timor Tojo Toraja Tolaki Toli Toli Tomini
Una-Una Wemale Woilo……..dan lain-lain [saya belum pernah ketemu satupun orang indonesia yang
tahu persis jumlah dan nama semua suku yang ada di indonesia].
Betapa banyak sumber daya dan nilai-nilai lokal yang kita tidak tahu.
Mari mulai kembali perjalanan mencari identitas indonesia untuk arsitektur kini.
makna.
Bila kita berkaca pada arsitektur tradisional/nusantara, arsitektur sanggup melampaui batas-batas fisik [fungsi
arsitektur]. Arsitektur juga dipakai sebagai medium bagi makna kehidupan yang lebih luas [nenek moyang kita
menitipkan warisan makna di berbagai hal, tidak hanya melalui elemen arsitektur, tetapi juga melalui
dongeng/cerita rakyat, lagu daerah, motif ornamen, motif tenun, motif batik, dll]. Misalnya dalam tata ruang
kampung adat sunda, sampai sekarang wilayahnya terbagi menjadi 3 bagian, yaitu: permukiman, perkebunan,
hutan keramat.
Arsitektur tidak hanya tentang tipologi rumahnya [yang juga banyak makna] tetapi juga keseimbangan
lingkungan alamnya yang terbukti lestari. Bumi kita akan memiliki keseimbangan alam yang baik bila prinsip
ini dipakai pada setiap perencanaan lahan.
Pada motif dayak perintai lima memiliki makna peringatan pada manusia untuk memelihara kelestarian hutan
agar tidak rusak oleh ulah manusia sendiri. Tampaknya peringatan ini sudah dilupakan, setiap tahun 1,5-2 juta
hektar hutan di Indonesia hilang akibat berubah fungsi. Tentu saja keseimbangan alam terganggu, gajah,
orangutan, burung, dll kehilangan tempat tinggal. Motif dayak dengan makna yang adiluhung menjangkau
kelestarian masa depan, telah melampaui fungsinya sebagai ornamen semata. Lagi-lagi [elemen] arsitektur
sebagai medium makna dapat melampaui fungsi arsitektur semata.
Demikian pula proses upacara dalam pendirian banyak rumah adat di indonesia seringkali berhubungan dengan
kepercayaan masyarakat akan nilai-nilai ilahi, kesejahteraan dan keselamatan warga, juga
penghormatan/penghargaan terhadap alam. Budaya upacara tersebut diwariskan turun temurun menjadi tradisi.
Tradisi melahirkan integritas masyarakatnya apabila memahami dan menghidupi makna yang terkandung
dalam tradisi tersebut.
integritas.
Pentingnya integritas [budaya tradisi, cara memandang hidup, cara menjalani hidup] seringkali dijaga dengan
cara membatasi pengaruh luar modernisasi. Misalnya lagi di kampung2 adat sunda, modernisasi dibatasi atau
dilarang. Pelestarian budaya adat membuatnya menjadi latar pembelajaran banyak pihak, termasuk peneliti-
peneliti luar negeri. Kampung adat menjadi menarik karena berani berbeda. Tidak mudah larut dalam
globalisasi keseragaman. Bahkan dalam beberapa kampung, jumlah warga dibatasi, kemungkinan juga karena
kesadaran atas keterbatasan daya dukung lingkungan. Hal ini bertolak belakang dengan kecenderungan
'manusia modern' yang relatif lebih suka mengeksploitasi alam demi keuntungan sesaat.
Dapat dibayangkan betapa sulitnya warga kampung adat itu memelihara integritas [nilai2 hidupnya] dalam
menghadapi kecepatan perubahan jaman.
Beberapa juga terjadi asimilasi tanpa meninggalkan akar budayanya. Melalui integritas, nilai-nilai
kebijaksanaan filosofi hidup terpatri dalam cara hidup keseharian. Arsitektur bukan hanya tentang proporsi,
komposisi, teknis konstruksi tetapi juga tentang menemukan diri. Budaya membantu manusia menemukan dan
memiliki integritas.
Dalam dunia saat ini, manusia dituntut berjalan makin cepat, bertindak cepat, berpikir cepat. Tidak ada cukup
ruang dan waktu bagi perenungan. Mungkin juga bagi budaya. Perlahan-lahan tapi pasti, kita sedang
menyaksikan evolusi pemusnahan budaya yang beragam. Keseragaman [arsitektur] terjadi dari aceh sampai
papua. Arsitektur tradisional hanya masa lalu yang layak dilestarikan saja tanpa dikembangkan sesuai konteks
masa kini, seolah-olah seperti itulah yang terjadi.
Manusia yang meninggalkan budaya seringkali juga melupakan pentingnya integritas. Larut dalam arus dunia
[yang lebih mementingkan popularitas].
reinterpretasi dan rekontekstualisasi.
Proses reinterpretasi merupakan proses penerjemahan dan pengembangan kecemerlangan nusantara sesuai
konteks kekinian, bukan sekedar fotokopi.
kesetaraan.
Arsitektur nusantara yang bineka mendorong kesetaraan dan kompetisi bagi semua daerah, bahkan dalam
konteks global, kalau kita tidak menyeragamkan diri sendiri.
warnai dunia.
Mari warnai dunia dengan kebinekaan.
B3. Virus #3.0: mengupayakan kampung kota lestari.
Persoalan di mana-mana. Ribuan, jutaan orang hidup mengatasi persoalannya sendiri, semampunya, karena
miskin dan non komersil kurang menarik.
Korban gusuran, menghapus kehidupan mulai dari awal kembali, seolah-olah bukan masalah besar.
Negara ini milik siapa? Rakyat….rakyat yang mana? Ilmu pengetahuan untuk siapa?
Di bumi pertiwi, tanah untuk mencangkul terbentang luas. Ilmu teori baru pasti segera bertunas. Selama
praksis tidak pernah berhenti.
Negara sejahtera adalah tanggung jawab semua warga negaranya. Itulah dambaan semua warga negara bukan?
Lestari/’sustainable’.
Semakin banyak yang ‘bergaya hidup’ lestari, maka bumi akan semakin lestari. Karena itu aplikasi kelestarian
(dalam berbagai aspek) perlu juga terjangkau (tidak hanya tentang teknologi tinggi yang mahal), terutama
karena di indonesia masyarakat menengah ke bawah masih lebih banyak daripada masyarakat yang kaya.
Kampung (kota).
Kampung (kota) merupakan bagian tidak terpisahkan dari perkembangan kota. Kota membutuhkan kampung.
Perspektif: potensi atau masalah.
Ketika kota2 terus membangun dan bertumbuh, seringkali masyarakat kecil ditinggalkan, dilupakan, dan
dikorbankan. ‘kota’ lupa bahwa masyarakat kecil pun bagian dari kotanya. Kota milik semua. Kota
bertanggung jawab pada semua.
Sinergi.
Sehingga perlu sinergi pemerintah + profesional + kampus + komunitas + paguyuban warga.
1. a. upaya #1.
Jejaring kampung kota.
Kemudian dibentuk jaringan dengan nama kampung kita. Jaringan antar kampus dan komunitas yang peduli
dan mau memberikan pendampingan kepada kampung kota, termasuk menyebarkan semangatnya kepada
kampus-kampus atau komunitas-komunitas lainnya. Pendampingan demi kemandirian, untuk meningkatkan
kesejahteraan dan kebahagiaan warga.
Melalui Jejaring diharapkan akan memberikan dampak seperti rantai, bara api, atau gerigi mesin yang bersatu,
saling membakar semangat, dan gotong royong saling membantu.
Kampung kota.
(kehadiran) Kampung merupakan suatu kepastian kota-kota di Indonesia. Seakan tak peduli seberapa jauh
perkembangan sebuah kota --bahkan sebesar ibukota negara—kampung (kota) tetap hadir di berbagai pelosok.
Warga kampung kota berjuang untuk menjalankan roda kehidupan kota tanpa disadari kehadirannya yang
sebenarnya sangat penting. Kampung kota merupakan rumah tinggal bagi banyak warga kota dengan berbagai
profesi formal maupun informal, yang dibutuhkan berbagai sektor yang ada di sebuah kota. Selain fungsinya
yang ikut menggerakan roda kehidupan kota, kampung kota juga merupakan sumber nilai-nilai hidup positif
(gotong royong, interaksi sosial tanpa batas, tenggang rasa, saling membantu, ruang pendidikan bagi
pendewasaan anak-anak, dan lain-lain) yang seringkali telah sangat berkurang di perumahan-perumahan
formal ala kota.
Namun kampung kota tidak mendapatkan perhatian yang cukup dari kota, malah seringkali dikorbankan demi
pembangunan fungsi lain. Kampung kota menjadi incaran sebagai korban gusuran keegoisan pemilik modal
yang tak pernah puas akan harta benda pribadi. Setelah digusur, kemana dan bagaimana warga kampung
memulai kembali hidupnya dari awal ? Seberapa besar kesulitan mereka beradaptasi ulang dan mencari sumber
penghidupan baru ? Hal-hal itu bukan persoalan yang mudah untuk dijawab.
Karena itu pula, kampung kota adalah wilayah praksis sosial holistik. Bergotong royong membangun
kemandirian dan kesetaraan. Kemandirian ilmu pengetahuan kontekstual, kesetaraan dengan keadilan, serta
menumbuh-kembangkan konsep kehidupan bersama manusia-masyarakat-alam dalam keselarasan. Kampung
kota juga adalah latar pembelajaran (galih widjil pangarsa, 2011).
b. upaya #2.
Komunitas arsitektur wedangan di surakarta. Mahasiswa dan arsitek yang berdomisili di surakarta melakukan
proses pendampingan ke berbagai kampung kota yang ada di surakarta.
Di antaranya kampung gandhekan yang dulu merupakan kampung penghasil sandal kulit. Seiring dengan krisis
ekonomi, pengrajin semakin berkurang sampai tinggal 1 keluarga yang masih menerima pesanan sandal kulit.
Teman-teman wedangan membantu dalam membuat citra/branding sandal kulit bu yamto ini menjadi lebih
dikenal agar pesanan dapat lebih banyak, dan diharapkan lama kelamaan kampung gandhekan menjadi hidup
kembali sebagai kampung pengrajin sandal kulit. Saat ini sandal kulit bu yamto telah mengikuti berbagai
pameran skala nasional. Juga sempat mewakili Indonesia, khususnya surakarta, sebagai produk kreatif usaha
kecil menengah yang berpameran di manila. Beberapa pembelinya pun dari luar negeri seperti belanda atau
jepang. Juga cukup banyak pembeli sandal kulit bu yamto dari berbagai kota besar di indonesia untuk dijual
kembali.
Beberapa kampung kota lainnya yang juga sedang terus didampingi yaitu kampung potrojayan di kecamatan
serengan dan kampung boro di jagalan. Dalam jangka panjang, wedangan menargetkan agar surakarta akan
memiliki kampung-kampung ekowisata.
c. upaya #3.
Lokakarya/workshop :
1. les arsitektur Institut Teknologi Indonesia: pengembangan ruang publik kampung kota (pamulang
barat) dengan anggota mahasiswa dari ITI, Universitas jayabaya, Universitas Indonesia, Universitas
Indra Prasta.
2. The joint studio-design workshop (kampung cikini ampiun): design intervention for sensible high
density urban kampung of the megacities, UI-RIHN+ university of tokyo,chiba university, tokyo
university of science.
d. upaya #4.
Penelitian dengan pendekatan percobaan desain untuk perumahan sosial pada kampung padat kota: oasis
social housing (FuturArc 3rd Prize Winner 2010), sayembara penataan stren kali Surabaya, sayembara futurarc
prize 2011: kampung laut.
e. upaya #5.
Eksperimen karya arsitektur menggunakan material murah/bekas/produksi rakyat.
f. upaya #6.
Juri sayembara kampung dalam rangka mengajak makin banyak calon arsitek peduli kampung:
1. sayembara desain kawasan bantaran kali brantas malang, mahasiswa rayon v jawa timur.
2. sayembara rumah di kampung pademangan, univ. trisakti.
3. sayembara balai perkumpulan warga kampung layur semarang, unika soegiyapranata.
4. sayembara rumah tropis nusantara di kampung kota, univ.brawijaya.
dikumpulkan dan diperbaiki dari berbagai sumber tulisan+materi presentasi/kuliah umum sejak 2009.
dirangkai kembali november 2011.
yu sing
Ini anak nekat. Masih sma mau bikin karya tulis arsitektural. Tapi ngotot. Kukuh
maksudnya. Karena ingin kuliah arsitektur nantinya. Seijin dia..sy kutip
percakapan kami.
[10/31, 18:57] Nadine Sma: Selamat Malam Pak Yu Sing [10/31, 18:58] Nadine
Sma: Saya Nadine yang beberapa hari lalu mengirim email ke bapak mengenai
asistensi karya tulis sma [10/31, 18:59] Nadine Sma: maaf pak baru sempat
menghubungi lagi karena minggu lalu saya sedang menghadapi ujian di sekolah
jd belum sempat menghubungi bapak [10/31, 19:22] yu sing: [10/31, 19:31]
Nadine Sma: kalau wawancaranya melalui whatsapp saja gimana pak? supaya
nnt bisa mempermudah saya menuliskannya ke kartul. kalau melalui telepon
takut ada yang tertinggal [10/31, 22:12] yu sing: [10/31, 22:12] yu sing: Boleh
[11/2, 13:19] Nadine Sma: judulnya Penerapan Rumah Tradisional Betawi
terhadap Rumah Minimalis [11/2, 13:20] Nadine Sma: gapapa sih pak, kebetulan
saya berniat mau jadi arsitek. jd kalau saya bisa sekalian belajar juga [11/2, 13:21]
yu sing: Tapi dari judul kamu itu msh belum jelas. [11/2, 13:22] yu sing: Mau
diterapkan gimana maksudnya. Direduksi sampai jadi minimalis? [11/2, 13:22]
yu sing: Kalau ternyata gak bisa krn gak nyambung gimana? [11/2, 13:23] yu sing:
Rekontekstualisasi rumah tradisional betawi mungkin lebih tepat [11/2, 13:24] yu
sing: Tapi nilai2 positif pd rumah betawi diambil lalu sesuai konteks masa kini
jadi gimana penerapannya. [11/2, 13:24] Nadine Sma: di terapkan misalnya
desain rumah minimalis tsb atapnya menggunakan atap khas betawi [11/2,
13:24] Nadine Sma: spt itu pak, tp dengan gaya minimalis [11/2, 13:25] yu sing:
Salah kesimpulan. Terlalu Menggampangkan [11/2, 13:26] yu sing: Pertanyaan:
kalau mau rmh minimalis, kenapa harus pakai atap betawi? [11/2, 13:27] Nadine
Sma: tujuannya untuk melestarikan rumah tradisional pak [11/2, 13:27] yu sing:
Klau mau melestarikan..kenapa harus minimalis? [11/2, 13:27] yu sing:
Melestarikan itu bangun plek sama [11/2, 13:28] yu sing: Bangunan heritage.
[11/2, 13:28] yu sing: Kalau diubah2 sudah jadi pengembangan. Bukan
pelestarian [11/2, 13:29] yu sing: Pelestarian itu juga memperbaiki rmh
tradisional yg sdh tdk terawat/ hampir rusak. [11/2, 13:30] yu sing: Menghargai
nilai lokal itu bukan membangun plek sama. Kecuali memang ingin membangun
rumah adat. Kalau tidak..maka memang akan banyak rekontekstualisasi. [11/2,
13:31] yu sing: Apa yg penting dr rumah betawi. Yg masih relevan sebagai
inspirasi bila dilakukan sekarang..dan signifikan terhadap kondisi sekarang
[11/2, 13:31] yu sing: Nah kamu hrs mendalami rumah dan tata ruang lingkungan
kampung betawi secara mendalam. [11/2, 13:33] yu sing: Lalu memberikan
rekomendasi apa3 saja yg bisa dijadikan rujukan untuk: 1. Persis sama dilakukan
juga sekarang. 2. Diadaptasi (ada perubahan) sesuai kondisi sekarang. 3.
Berubah sama sekali tetapi nilai2nya filosofisnya atau sikap thd lingkungannya
jadi rujukan. Walau bentuknya tdk sama dg rumah betawi..tp nilainya serupa
[11/2, 13:34] yu sing: Nah yg saya ceritakan ini, bhkan banyak arsitek dan dosen
arsitek saja belum paham ...bagaimana caranya [11/2, 13:36] Nadine Sma: jadi
pak lebih baik saya bawa topik rumah betawi mendalami ke arah tata ruang dan
nilai2nya saja ya? biar pembahasannya terfokus ke satu arah dan tidak terlalu
luas [11/2, 13:36] Nadine Sma: lalu judul saya diganti jd Rekonstektualisasi Tata
ruang rumah betawi terhadap Rumah Minimalis? [11/2, 13:37] Nadine Sma:
sebetulnya saya dari awal sudah bingung karena guru pembimbing saya tidak
paham secara mendalam mengenai hal ini, makanya saya hanya dapat gambaran
kasarnya di mentok di bab 2 [11/2, 14:14] yu sing: Jangan bawa2 2 hal: betawi
dan minimalis. [11/2, 14:14] yu sing: Itu bahas 2 hal itu saja bisa jadi 2 buku
[11/2, 14:15] yu sing: Mulai dari tujuan. [11/2, 14:15] yu sing: Tujuannya kan utk
menghargai nilai2 lokal (betawi). Btw kenapa betawi? Sma kamu di jakarta?
[11/2, 14:16] yu sing: Nah utk menghargai nilai (rumah) betawi itu bagaimana
bisa diterapkan sekarang (apapun gaya rumahnya..tidak harus mininalis toh)
[11/2, 14:17] yu sing: Menerapkan nilai positif rumah betawi itu yg penting kan.
[11/2, 14:18] yu sing: Topik seputar itu saja..lalu.kamu analisa..cari tahu rmh
betawi itu gimana2. Baru disaring. [11/2, 14:20] yu sing: (Bahkan menerapkan
nilai positif rmh tradisional saja perlu analisa panjang mendalam. Karena bukan
sekedar fotokopi bentuk) [11/2, 14:22] yu sing: Kalau cuma sekedar fotokopi
bentuk..apa manfaatnya buat lingkungan hidup yg lebih baik? Kan bisa juga tdk
berbentuk rumah betawi tetapi punya nilai2 positif terhadap lingkungan dan
kota, misal panggung shg banyak resapan air hujan. Punya sistem pengolahan air
limbah. Punya banyak kebun dan tanaman. Bahkan atapnya jadi kebun..tapi
datar tanpa atap...dst dll. [11/2, 14:24] Nadine Sma: iya pak kebetulan saya
memang tinggal di jakarta [11/5, 08:15] Nadine Sma: selamat pagi pak yu sing,
mengenai judul karya tulis sudah saya revisi jd rekontektualisasi rumah
tradisional betawi. yg akan membahas ttg penerapan dr nilai2 filosofi rumah
tradisional tersebut, contohnya teras yg luas pada rumah tradisional tersebut.
[11/5, 08:16] Nadine Sma: apakah dengan penjelasan mengenai penerapan teras
tersebut sudah cukup atau bagaimana pak? [11/5, 08:29] yu sing: Ya cb
dijelaskan kenapa terasnya luas? [11/5, 08:29] yu sing: Utk apa? [11/5, 08:29] yu
sing: Tp nanti ga cuma bahas teras kan? [11/5, 08:29] Nadine Sma: terasnya yg
luas itu biasanya buat nerima tamu dan tempat berkumpul [11/5, 08:30] Nadine
Sma: jd biasanya rumah betawi ga ada ruang tamunya pak [11/5, 08:30] Nadine
Sma: selain teras dia punya ciri khas halaman yg luas biasanya untuk tempat
latihan silat [11/5, 08:31] Nadine Sma: selain teras dan halaman, ornamen
tradisional betawi yg menjadikan ciri khas nya [11/5, 08:32] Nadine Sma: setiap
ornamen yg ada di rumah betaw punya filosofinya masing2 [11/5, 08:34] yu sing:
Nah lalu apa signifikansinya t4 berkumpul di teras itu dlm.kondisi skrg? [11/5,
08:35] yu sing: Apa perlunya halaman luas dlm.konteks skrg? Apa rekomendasi
nadine msh utk latihan silat atau apa? [11/5, 08:36] yu sing: (Krn judulnya kan
rekontekstualisasi..maka ada yg berubah fungsi/makna/pemanfaatan sesuai
konteks skrg..yg lbh cocok/bermanfaat. Bs dihubungkan dgn kondisi
lingkungan..ikatan sosial..dll) [11/5, 08:36] yu sing: Apa misalnya ornamen yg
dimaksud dan maknanya apa? [11/5, 08:37] Nadine Sma: menurut saya untuk
kondisi skrg, teras itu bisa dijadikan tempat untuk santai sm untuk bersosialisasi.
selain itu bisa dijadikan tempat buat menghirup oksigen krn teras tsb
menghadap halaman depan yg di tanami tumbuhan2. dan untuk halaman bisa
dijadikan tempat untuk daerah resapan air [11/5, 08:40] yu sing: [11/5, 08:40] yu
sing: Terus? [11/5, 08:41] yu sing: Tumbuhannya jenis apa? Kenapa? [11/5,
08:41] yu sing: Resapannya kenapa penting? Gmn cara meresapkan air sebanyak
mungkin ke dalam tanah sambil tetap halaman bs ditanami? [11/5, 08:45] yu
sing: Eh..nadine..bbrp percakapan ini boleh sy posting di medsos? Soalnya kamu
hebat sekali bahas ginian di karya tulis sma [11/5, 08:47] Nadine Sma: boleh pak
[11/5, 08:49] Nadine Sma: terus saya kepikiran, jd di salah satu ornamen betawi
itu ada yg berbentuk bunga melati dan bunga matahari. kalau tanaman itu jd
salah satu tanaman yg di tanam di halaman tersebut bagaimana pak? [11/5,
08:50] yu sing: Td pertanyaan sy blm dijawab [11/5, 08:50] Nadine Sma: nah itu
saya belum tau pak caranya hehe [11/5, 08:50] yu sing: Coba cari2 ya [11/5,
08:51] yu sing: Pengetahuan umum.kok itu [11/5, 08:52] yu sing: Coba cari
hubungan meresapkan air dengan muka tanah jakarta yg turun terus akibat
pengambilan terus menerus air tanah tetapi tanpa dikonservasi cukup (menjaga
kapasitas air tanah) [11/5, 08:52] yu sing: Gugel deh [11/5, 08:53] yu sing:
Kenapa menanam pohon penting? Dlm hubungannya menyediakan lahan
bertanam. [11/5, 08:54] yu sing: Jenis pohon apa saja? Pohon pelindung? Buah?
Sayur? Rempah? Kenapa? Ada isu apa sekarang dgn perlunya bertanam. Bahwa
rumah tidak hanya ruang dalam ttpi juga ruang luar utk bertanam kan kalo di
betawi [11/5, 08:54] Nadine Sma: kalau dengan cara membuat lubang biopori di
halaman agar air meresap ke dalam tanah itu gimana pak? [11/5, 08:54] yu sing:
Nah [11/5, 08:55] yu sing: Selain itu juga sumur resapan. [11/5, 08:55] yu sing:
Manfaat biopori kan tdk hanya utk air..bs utk apa lagi? [11/5, 08:56] yu sing:
Coba cari2 data referensi dari rujak.org ya [11/5, 09:06] Nadine Sma: oke deh
pak, terima kasih banyak ya pak [11/5, 09:10] yu sing: (jempol)
Sering dikultuskan oleh ahli2 budaya. Tapi bukti nyatanya apa? Byk.peradaban
itu musnah dan tak kembali. Entah oleh bencana alam atau perang saudara dan
lainnya. Kearifan lokal betapa luhur tidak mampu bertahan menjadi tuntunan
warganya. Terus luntur dan ditinggalkan. Kemudian tatanan dunia terus rusak.
Bumi makin rusak. Itu kenyataan.
Masihkah mau bergantung pada kearifan lokal persis spt dulu yg sekarang
terdengar banyak hanya jadi mitos2 pokoknya begini pokoknya begitu? Percuma.
Kan sudah terbukti tidak diikuti masyarakatnya.
Apa yang dibutuhkan sekarang? Tafsiran baru atas nilai luhur lama. Lalu
mungkin munculkan nilai luhur baru. Yang sangat kontekstual relevan dan harus
bisa disukai masyarakatnya. Misal saja hutan keramat/larangan yg demikian
dijaga hebat banyak kampung adat. Tapi juga kenyataan deforestasi indonesia
gila2an. Apakah dengan pendekatan mitos keramat dan larangan bisa ampuh?
Sdh terbukti gagal. Mungkin yg diperlukan skrg adalah pengetahuan mendalam
atas hutan dan segala isinya. Sehingga masyarakat mencintai hutan. Berwisata ke
hutan2. Walau pasti perlu fasilitas bangunan utk mengajak masyarakat masuk
hutan. Tapi dikendalikan sangat. Bukan eksploitasi hutan untuk wisata saja.
Konservasi jalan. Wisata jalan. Nilai pentingnya hutan tersampaikan. Sehingga
lbh banyak masyarakat yg akan bela hutan kalau dirusak. Karena lebih
mengerti..lebih menikmati. Pernah masuk. Pernah belajar mengenal. bukan
karena dikeramatkan. Atau dilarang2 masuk.
Tafsiran baru..kemasan baru...persuasi baru dibutuhkan agar peradaban kita
membaik. Tidak makin busuk.
Urbanisasi ke jakarta.
Siapa suruh datang jakarta? Nyatanya 60an% uang indonesia berputar di jakarta.
Maka sejak jaman bedil sundut orang2 dari negara belum bernama indonesia
sudah pada datang ke jakarta mencari nafkah. Puluhan tahun pengelolaan negara
yang 'rasis' thd daerah, tdk dipintarkan, dieksploitasi, 'upeti', dll membuat
daerah2 terus tidak bisa berkembang dengan baik.
Urbanisasi itu menjadi kepastian dan 'takdir'. Ada segelintir yang memang sudah
kaya bermodal datang ke jakarta dan terus bertambah kaya. Ada yg miskin ke
jakarta lalu menjadi kaya dan makin kaya. Ada pula memang yang kaya ke
jakarta lalu jatuh miskin. Tapi tentu saja jauh lebih banyak yang miskin ke
jakarta dan tetap miskin.
Bagaimana dengan yang berhasil kaya. Apakah sudah merasa cukup berhasil dan
punya modal besar lalu selesai tinggalkan jakarta kembali ke kampungnya?
Mungkin ada tapi anomali. Kenapa mereka tidak juga disuruh pulang dari jakarta
krn dianggap sudah cukup dan gantian orang lain yg mengadu nasib? Bukankah
mereka juga dulu bukan org jakarta?
Pangkal masalahnya adalah 60% uang indonesia itu berkumpul di jakarta. Maka
siapa saja berhak mengejarnya karena ketimpangan ekonomi itu mengakibatkan
ketimpangan sosial budaya dan kemanusiaan. Bagaimana bila diatur hanya 10%
saja uang indonesia yang berputar di jakarta? Pembangunan rumah2 jauh lbh
dibutuhkan banyak daerah yang terus tekor pasokannya daripada kebutuhannya.
Ekonomi maju di berbagai daerah mungkin menarik minat para migran kembali
ke kampungnya. Dan seterusnya sehingga jakarta tidak terlalu penuh sumpek.
Kalaupun masih jauh dari upaya itu, pernahkah berpikir bahwa kecerdasan itu
bukan hanya kecerdasan mengumpulkan kekayaan? Pernahkah berpikir bahwa
bos2 besar pengembang itu tidak akan jadi super kaya tanpa tukang2? Bos2
besar itu tdk punya kecerdasan bertukang. Dan tanpa kecerdasan
bertukang..tidaklah mungkin mereka sekaya sekarang. Tapi apakah kecerdasan
bertukang ini dihargai tinggi? Apakah para tukang yang cerdas ini diberikan
saham yang cukup shg mereka pun bisa mengkaya tanpa meninggalkan
profesinya?
Tidaklah cukup adil bila org2 miskin yang datang ke jakarta belum merasa cukup
walau cukup banyak hartanya dikirim ke kampungnya dan berhemat ketat di
jakarta, lalu diperlakukan spt maling dan disuruh kembali ke kampung.
Sementara org2 sangat kaya berlimpah tdk pernah merasa cukup terus
menumpuk kekayaan spt paman gober di tanah jakarta dan tak pernah disuruh
kembali ke kampung.
Telah begitu banyak saya ikuti dan dengar. Seminar. Ruang kuliah. Forum
diskusi kelompok. Baik di kampus, komunitas, maupun kementerian. "di banyak
tempat dibangun wc umum. Agar warga tdk buang kotoran ke sungai, kali, atau
sembarangan. Setelah dibangun..wc umum tidak dipakai. Banyak persoalan.
Budaya. Perawatan. Dll."
Itu hal sangat sederhana. Buang kotoran dan air kencing. Tapi tidak bisa
dianggap remeh. Pemberian ratusan juga buat warga bisa jadi sia2 hanya karena
maksud baik tanpa diskusi dengan kelompok pemakai.
Bayangkanlah rumah susun. Warga kampung kota dengan ikatan sosial ekonomi
budaya yang begitu kuat pada struktur kampungnya. Tiba2 dipindah gusur
masuk unit2 rusun yang begitu saja. Rusun standar. Keterpaksaan tentu bisa
membuat mereka bertahan. Tapi bila diajak diskusi..didengarkan..diajak mencari
alternatif lain..tentu sangat berbeda.
Namun. Sampai saat ini. Regulasi rusun masih sangat kuno. Tidak mampu dan
belum ada regulasi yang memungkinkan kampung susun. Begitu pula maksud
baik pemerintah sejak dulu. 1000 menara rusun yang kuno. Diseragamkan.
Dianggap remeh. Diinstankan. Dibangun di mana2. Di kampus dunia pendidikan
pun tidak terkecuali. Dana rusun untuk mahasiswa turun ke daerah. Ini dana
pusat. Gambar dari pusat. Seragam. Tak peduli bentuk lahan. Tak peduli budaya
lokal. Bangun rusun seragam.
Di kala banyak negara yang sudah terlanjur mengalami keseragaman lalu mulai
mau perbaiki cari karakter kotanya masing2. Sudah terlambat. Tapi tetap
berupaya. Pemerintah seolah menghianati dirinya sendiri. Menghianati nenek
moyangnya sendiri. Yang manusia laut. Manusia kampung.
Hargailah kearifan lokal. Hargailah keberagaman. Hargailah kebinekaan. Bineka
tunggal ika dihianati. Diseragamkan jadi rusun yang seolah menyelesaikan
semua persoalan dan tidak ada solusi bisa lebih baik dari itu. Menghianati bahwa
selama ini kota2 itu bisa berjalan karena jasa orang2 kampung kota dengan
berbagai peran profesi informal yang dibutuhkan banyak orang yang bekerja di
ruang2 formal.
wawancara yu sing dari studio akanoma dengan yasmin tri aryani dari www.asiagreenbuildings.com
dalam byk kasus..alam terjaga justru krn manusia bergantung, membutuhkan, dan memakai (material)
alam. sbg contoh sederhana....kampung adat sunda sampai sekarang masih pakai bambu utk rumah
maupun perkakas. maka sampai hari ini bambu masih ditanam luas dan dilestarikan.
sebaliknya...di ambon, sagu sudah tidak lagi jadi makanan pokok, byk pohon sagu masih kecil sudah
ditebang, dan kita tdk mendengar lagi bangunan dari kayu sagu. padahal saya temukan data masjid
wapauwe di sana dibangun pakai kayu sagu pd tahun 1414
2. In your opinion, are materials in traditional houses could be considered as eco-friendly material? Why?
berhub dg no.1. penggunaan material alam yang ada di sekitar, bukan yang didatangkan dari jauh,
membangun hubungan yg kuat antara masyarakat dengan alamnya. material alam energi terkandungnya
(embodied energy) sangat rendah. budaya pertukangan masyarakat juga dapat berkembang.
pengetahuan ttg material alam pun dapat terjaga
3. From all kind of natural materials you have tried and used in your design, which one do you think the
most eco-friendly and why?
yg plg eco friendly itu material alam yg ada di sekitar proyeknya. tdk hanya digunakan..tetapi juga
menyediakan lahan di dalam proyek utk menanam material tsb kalau itu dari pohon. energi
transportasinya menjadi sangat rendah. hubungan manusia dengan alam sekitarnya menjadi kuat.
karena itu setiap proyek dan lokasi bisa berlainan.
material alam yg didatangkan dr tempat yg sangat jauh menjadi kurang eco friendly...walaupun belum
tentu total energinya lebih besar drpd material industri manufaktur besar (yg seringkali juga jauh dr
lokasi proyek)
4. With a lot of new synthetic materials which offer a new range of possibility in creating any kind of
shape and texture, do you have a special strategy to make your client accept your choice of natural
materials? How do you convince them?
dalam banyak contoh, bila sumber daya alam masih memungkinkan/menyediakan, material alam misal
kayu, bambu, batu, tanah...dalam jangka panjang seiring usia penggunaan, materialnya semakin
berkarakter. kadang malah lebih indah. sebaliknya..material hasil industri manufaktur....semakin lama
kualitas dan keindahannya semakin menurun.
karena itu...ketika kita banyak pakai material alam misal kayu, maka saya juga mendesain lahan terbuka
di setiap proyek, dan menyarankan klien untuk menanam pohon kayu. sebagai tg jwb moral pribadi
mengembalikan ke alam apa yang telah diambil. (memang tdk semua klien menuruti, pada akhirnya
tetap klien yg bertg jwb atas lahannya sendiri. walau demikian, ckp byk klien juga yg sedikit demi sedikit
semakin menghargai pohon dan menanamnya)
5. Which one do you think the most interesting traditional house of Indonesia that has inspired your
design until now? Why?
sy belum tahu banyak. karena indonesia punya banyak sekali varian rumah tradisional. ada lebih dari 400
etnik. tiap etnik bisa berbeda. kadang ada kemiripan. 1 etnik yg sama kadang ada juga bbrp varian
rumah tradisional/vernakular. cukup sulit mencari data itu di sini. terutama etnik2 yg kurang dikenal.
tetapi perlahan2 saya mencari tahu mengapa dulu rumah tradisional/vernakular itu dibuat spt itu.
bagaimana hubungannya dengan iklim dan cuaca. dengan kondisi alam. dengan sumber daya alam
sekitarnya. dengan kepercayaan spiritual masyarakatnya.
lalu saya belajar mengambil pelajaran dari situ. apa yng bisa langsung ditiru. apa yg perlu disesuaikan
dgn kondisi masa kini. apa yg bisa diubah dgn inspirasi yg berakar kepada konteks lokal
6. Do you think building material in Asia’s traditional houses should (and could) be applied to the recent
house design (regarding to the different way of life, the change of climate, etc.)? Explain your argument.
ya tentu saja. spt telah sy jelaskan sblmnya...masyrkt tdk hanya melihat itu sebagai material. tapi ada
hubungan yg kuat dg alam. dlm bbrp kasus byk kepercayaan2 lokal ttg bbrp jenis kayu tertentu tidak
boleh dipakai untuk lantai supaya penghuni tidak sering sakit.kayu jati tidak boleh berdekatan dengan
kayu kelapa misalnya. saya belum menemukan penjelasan logisnya.
tetapi ini menjelaskan pengamatan dan interaksi yg lama sekali antara manusia dg alamnya. interdepensi
ini yg membuat lingkungan hidup masa lalu lbh nyaman. lbh hijau. lbh ekologis. lbh lestari. bisakah kita
perlahan2 mengembalikan kelestarian alam tsb sambil mencapai kenyamanan lingk hidup? dlm byk kasus
rumah dan karya akanoma yg kami buat, ternyata bisa. walau baru dlm skala mikro.
7. The exploitation of nature has been a significant issue in Indonesia, how do you collect the natural
materials for your design? Do you only reuse or recycle the existing material?
selama msh ada material bekas yg bs digunakan kembali, dan klien bisa diajak utk menyukainya, kami
selalu menggunakan material bekas. kalaupun ada material alam yg baru misal kayu, msh agak sulit
menemukan kayu bersertifikasi di indonesia, maka sy menyarankan klien menanam pohon kayu di
lahannya. tidak harus pohon yang sama karena kadang kondisi dan ukuran lahan yg tdk memungkinkan
utk pohon2 yg terlalu besar.
kadang juga saya mencari dan memakai jenis2 kayu yg selama ini hanya dipakai sebagai alat bantu
konstruksi atau kayu bakar, misal kayu aren atau dolken, dan mencari tahu bagaimana menggunakannya
sebagai material utama. atau material kayu atau bambu bekas alat bantu konstruksi di proyek tsb kami
gunakan kembali sebagai bagian dari elemen arsitekturnya di proyek itu
8. Are there any significant differences between the application of natural construction materials in
Indonesian houses and in other Asian counterparts?
saya rasa secara umum banyak kemiripan kondisi alam dan iklim indonesia dg bagian asia lain walau tdk
semua. tapi yg ceritakan di atas adalah prinsip2nya. bukan jenis material tertentu. prinsip2 itu mestinya
bisa diuji dan dipraktekkan di banyak tempat. sangat menarik ketika mendengar langsung dari para
tukang bagaimana mereka terkejut dengan material2 alam sederhana yg kami pakai, yg dulu sebetulnya
mereka juga pernah pakai tapi sudah ditinggalkan sejak beralih terlalu banyak bergantung kepada toko
material industri. dan mereka dengan senang ingin menggunakannya juga di rumah mereka di
kampungnya kelak. membangun interdependensi alam-budaya (manusia)-arsitektur saya rasa masih
akan menjadi proses yang sangat panjang. sudah terlalu banyak kekayaan dan kebaikan alam kita
tinggalkan dan lupakan.
interdependensi alam-budaya-arsitektur
Interdependensi = hubungan saling tergantung.
1. Arsitektur tidak berdiri sendiri. Arsitektur bagian dari alam dan budaya manusia. Sebaliknya
arsitektur juga perlu bersikap atau memberikan respon sesuai kondisi alam dan apa yang terjadi
dalam tatanan pemikiran masyarakat. Arsitektur tidak bebas nilai. Wujud arsitektur merupakan
implementasi dari serangkaian sikap, pilihan, respon atas berbagai persoalan atau tantangan yang
dihadapi, baik dalam fungsi bangunan itu sendiri, maupun semua unsur-unsur yang terlibat di
dalamnya (dalam proses berdirinya sebuah arsitektur).
2.Makalah ini hendak mengamati bahwa sesungguhnya antara alam, budaya, dan arsitektur saling
bergantung (dan membutuhkan) dan karena itu akan memberikan dampak bagi masing2. Dampak
yang terjadi dapat negatif atau positif, tergantung dari praksis arsitekturnya. Arsitektur merupakan
produk yang melibatkan alam sebagai sumber daya dan manusia sebagai pembangun maupun
penggunanya (yang dalam jangka waktu panjang dapat membentuk pola pikir dan kemudian
terbudaya).
3. Akibat eksploitasi yang besar terhadap alam, keseimbangannya mulai berubah. Kita menghadapi
perubahan suhu bumi yang meningkat dan mengakibatkan banyak hal.
KONTEKS GLOBAL
ASIA:
Setiap hari 1000 hektar lahan pertanian produktif dirubah untuk fungsi perkotaan.
16 dari 20 kota paling padat di dunia ada di asia.
Ilmuwan memperkirakan, pada 2050, 15 dari 20 kota paling kena dampak perubahan suhu
bumi ada di asia.
Kalau muka air laut naik 100cm, Indonesia akan kehilangan 34.000km2 lahan.
95.000.000 juta orang di asia pada 2070 akan terkena dampak parah akibat perubahan suhu
bumi.
42,2 % populasi tinggal di kota pada 2010.
Sumber: GREENING ASIA | nirmal kishnani, 2012.
INDONESIA:
4. Energi dunia paling banyak dipakai oleh bangunan gedung. Penggunaan energi dunia: 40%
bangunan gedung (terdiri dari 22% residensial & 18% komersial/publik), 32% sektor industri, 28%
transportasi. Dengan demikian, aplikasi arsitektur yang berdasarkan prinsip-prinsip kelestarian
sangat diperlukan karena dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap kondisi bumi.
Mungkin kita bisa menggali dan belajar kembali kepada kebijaksanaan masyarakat masa lampau
dalam berarsitektur, ketika keseimbangan alam masih terjaga dengan baik. Lalu kemudian
menganalisa apakah mungkin ‘budaya’ berarsitektur seperti masa itu juga dipraktekkan di masa kini.
Apa saja yang bisa langsung diadopsi dan apa yang perlu diadaptasi sesuai kondisi kini?
Mungkinkah budaya berarsitektur seperti itu dapat membantu dalam memperbaiki keseimbangan
alam yang sudah telanjur rusak?
Mungkinkah budaya berarsitektur seperti itu juga mengangkat harkat masyarakat (indonesia) yang
terlibat dalam proses panjang kehadiran arsitektur?
persiapan materi presentasi untuk acara seminar yang diadakan oleh IAI Lampung, 26 november
2013 dan holcim award forum 5 desember 2013 di yogyakarta.
yu sing
studio akanoma
0 Shares
Reporter: Reja Hidayat
05 Agustus, 2016dibaca normal 2:30 menit
Indonesia menempati peringkat kedua Asia setelah Cina dengan penyelesaian pembangunan
sembilan gedung.
Pembangunan gedung tinggi dinilai sering mengabaikan ruang terbuka hijau.
Pemerintah harus memperbanyak potensi RTH
Bangunan-bangunan tinggi di Jakarta kini tak hanya ditemui di kawasan Thamrin, Sudirman dan
Kuningan saja. Di pinggiran seperti kawasan TB Simatupang, BSD, ataupun Sunter pun sudah mulai
semarak oleh gedung-gedung bertingkat. Selain Jakarta, kota-kota besar Indonesia juga semakin disesaki
oleh gedung bertingkat seperti Surabaya dan Yogyakarta. Di Yogyakarta, kehadiran gedung-gedung
bertingkat ini bahkan sempat mendapatkan sorotan karena tingginya bahaya.
Indonesia memang termasuk agresif dalam pembangunan gedung bertingkat. Pertumbuhannya yang pesat
mendorong permintaan yang lebih besar akan keberadaan gedung-gedung perkantoran, mal, ataupun
kawasan bisnis lainya. Berdasarkan catatan Council on Tall Buildings and Urban Habitat (CTBUH),
Indonesia menempati peringkat kedua Asia setelah Cina dengan penyelesaian pembangunan sembilan
gedung.
Sembilang gedung itu adalah Sahid Sudirman Center Jakarta dengan ketinggian 259 meter, Raffles Hotel
Jakarta 253 meter, Sinarmas MSIG Tower Jakarta 245 meter, U-Residence 2 Karawaci Tangerang 209
meter, Seaview Condominium @ Green Bay (Pluit Tower J Jakarta) 2008 meter, 83 Seaview
Condominium @ Green Bay (Pluit Tower K Jakarta) 208 meter, 83 Seaview Condominium @ Green Bay
(Pluit Tower L Jakarta) 208 meter, 83 Seaview Condominium @ Green Bay (Pluit Tower M Jakarta) 208
meter dan Tunjungan Plaza 5 Surabaya 201 meter.
Maraknya gedung-gedung bertingkat itu tentu saja berdampak pada sisi lingkungan. Pengamat Tata Kota
Nirwono Yoga mengatakan pembangunan gedung tinggi sering mengabaikan ruang terbuka hijau.
Berdasarkan hasil penelitian di kawasan Sudirman, Thamrin, dan Kuningan, lebih dari 90 persen kavling
perkantoran tanahnya diperkeras baik dengan beton maupun aspal.
"Pada waktu pembangunan, dinas terkait tidak mengawasinya. Contohnya, Senayan City dari atas kita
melihat 100 persen lahannya diperkeras baik dibeton maupun di aspal. Di permukaan diperkeras, di
bawah diperkeras (parkiran)," kata Nirwono kepada tirto.id, Jakarta Rabu (28/7/2016).
"Harusnya 30 persen dari bangunan itu tidak boleh diperkeras karena diperuntukkan untuk ruang terbuka
hijau."
Kalau semua kavling diperkeras, lalu ketika hujan turun maka airnya terbuang ke jalan sehingga tidak
heran, jika Sarinah tergenang air. Hal ini terjadi karena tidak ruang resapan di kavling perkantoran
tersebut.
Tak hanya itu, gedung tinggi di Jakarta juga membutuhkan air bersih, sementara pasokan air kurang.
Akhirnya, para pemilik gedung bertingkat itu melakukan penyedotan air tanah secara besar-besaran tanpa
pengawasan. Akibatnya, penurunan permukaan tanah sangat tinggi
Hasil penelitian konsorsium Jakarta Coastal Defence Strategy (JCDS) menunjukkan, penurunan muka
tanah Jakarta sudah terjadi sejak 1974. Pada tahun 2010 disebutkan sebanyak 40 persen wilayah Jakarta
berada di bawah permukaan laut, seperti dikutip lama Jakarta.go.id Namun, yang lebih
mengkhawatirkan, hasil penelitian itu menyebutkan dalam tempo 10-20 tahun ke depan, sekitar 50 perse
wilayah Jakarta akan berada di bawah permukaan air laut
Data kuantitatif memaparkan sejak 1974-2010 ditemukan fakta telah terjadi penurunan permukaan tanah
hingga 4,1 meter. Itu terjadi di wilayah Muara Baru, Cilincing, Jakarta Utara. Tidak hanya itu sejumlah
wilayah lainnya seperti di Cengkareng Barat mengalami penurunan 2,5 meter, Daan Mogot 1,97 meter,
Ancol 1,88 meter (titik pantau di area wisata Ancol), Cempaka Mas 1,5 meter, Cikini 0,80 meter dan
Cibubur 0,25 meter
Mantan Kepala Bidang Prasarana, Sarana Kota dan Lingkungan Hidup Bappeda DKI Jakarta Nursyam
Daud mengungkapkan Penurunan tanah di kawasan Muara Baru, Penjaringan Jakarta Utara terjadi setiap
tahun. Padahal saat ini, permukaan tanah di wilayah pesisir Ibu kota itu sudah lebih rendah dari
permukaan air laut
“Penurunan tanah di Muara Baru, yang berada dekat pinggir laut, setiap tahun berkisar 10 sampai 15
centimeter. Penurunan tanah di Muara Baru yang berada dekat pinggir laut, setiap tahun berkisar 10
sampai 15 centimeter," kata Nursyam seperti dikuti Bappedajakarta.go.id
Pembangunan gedung bertingkat adalah sesuatu yang tak terhindarkan di tengah pembangunan ekonomi
yang pesat. Solusinya adalah dengan menambah ruang-ruang terbuka hijau, untuk meminimalisir dampak
lingkungan
Sayangnya, dalam beberapa tahun terakhir, jumlah RTH terus menyusut. Berdasarkan catatan Nirwono,
pada tahun 1965 RTH sebesar 37,2 persen, 1985 sebesar 25,85 persen, 2000 sebesar 13,94 persen, 2010
sebesar 9,8 persen dan terakhir 2015 sebesar 9,98 persen. "Dalam waktu 15 tahun, untuk mencapai satu
persen saja sangat lambat," kata Nirwono
Pemerintah sebenarnya memiliki potensi RTH publik sebesar 14 persen tanpa pembebasan atau
pembelian lahan. Potensi itu berada di jalur hijau tepi jalan, kolong jalan layang, tepi rel kereta api, di
bawah jalur sutet dan bantaran sungai
"Kalau lima (RTH) aja dipetain, itu luar biasa potensinya. Contohnya 13 jalur hijau bantaran sungai, 8
koridor jalur kereta api di Jakarta, kolong jalan layang. Banyak potensi jalur hijau tapi belum optimal,"
kata Nirwono
Kalau tiga contoh itu dikerjakan maka penambahannya juga signifikan sekali. Potensi RTH publik di jalu
hijau mencapai 14 persen, ditambah 9,98 persen maka sudah 23 persen RTH publik.Itu belum termasuk
RTH private yang dimiliki masyarakat dan swasta sebesar 16 persen.
Jika pemerintah bisa mengoptimalkan tanah di jalur hijau tersebut, maka pemerintah tak perlu
mengeluarkan biaya besar untuk penambahan RTH. Sebab status lahan tersebut jelas, seperti milik PT
KAI. Jadi, pemerintah hanya menghijaukan lahan tersebut.
Baca juga artikel terkait PENURUNAN PERMUKAAN AIR TANAH atau tulisan menarik lainnya Reja
Hidayat
Pada ujung barat jalan Datu Museng, terdapat situs makam dengan dua nisan kayu yang
bersanding kukuh, yang konon katanya itulah makam kedua pasangan cinta ini
dimakamkam, Datu Museng dan kekasihnya Maipa Deapati.
Kisah percintaan Datu Museng dan Maipa Deapati ini berawal ketika Addengareng
kakek dari Datu Museng melarikan diri bersama cucunya menyebarangi lautan nan luas
menuju ke negeri sumbawa, akibat dari politik adu domba yang dilancarkan penjajah
belanda di tanah Gowa, yang membuat bumi Gowa bergejolak dan tidak kondusif lagi
untuk dijadikan tempat tinggal yang aman.
Di Pulau sumbawa itulah akhirnya Datu Museng tumbuh menjadi seorang yang
dewasa dan bertemu dengan Maipa Deapati di Pondok Pengajian Mampewa.
Akhirnya tumbuh benih cinta dihati Datu Museng sejak pertama kali melihat
sosok Maipa Deapati yang anggun dan mempesona. Namun cinta dari Datu
Museng kepada Maipa Deapati menjadi sebuah cinta yang terlarang karena Maipa
Deapati telah ditunangkan dengan seorang pangeran Kesultanan Sumbawa,
Pangeran Mangalasa.
Setelah kakek Datu Museng mengetahui bahwa cucunya mencintai Maipa Deapati,
alangkah terkejutnya sang kakek. Sang kakek dari Datu Museng merasa malu karena
merasa bahwa mereka hanyalah sebongkah emas yang telah terkotori oleh lumpur,
sedangkan Maipa Deapati adalah Putri Kerajaan Sumbawa.
Datu Museng mengetahui bahwa cintanya kepada Maipa Deapati terhalang oleh tembok
yang kokoh, maka atas anjuran sang kakek, berangkatlah Datu Museng ke tanah
Mekkah untuk berguru. Disanalah ia mendapatkan ilmu “Bunga Ejana Madina”.
Kepergian Datu Museng ke tanah Mekah ternyata bukannya membuat kedua insan yang
saling mencinta ini menjadi terpisah, melainkan perpisahan itu malah semakin
membuat ikatan hati antara keduanya semakin kuat.
Selepas mendapatkan ilmu di tanah rantau Mekkah, Datu Museng lalu pulang
kembali ke Sumbawa dengan membawa rindu yang sangat besar kepada Maipa
Deapati. Sesampainya di Sumbawa ternyata sang kekasih yang dirindukan jatuh
sakit, maka Datu Museng pun menolong Maipa Deapati dengan ilmu yang
didapatkannya dari tanah Mekkah.
Mendengar kabar bahwa sang tunangan Maipa Deapati mencintai Datu Museng,
membuat perasaan cemburu di hati Pangeran Mangalasa bergejolak, Pangeran
Mangalasa lantas bersekutu dengan Belanda dengan tujuan untuk membunuh Datu
Museng. Tetapi Datu Museng yang teramat sakti itu tak dapat dikalahkan oleh Pangeran
Mangalasa maupun oleh Belanda.
Akhirnya Datu Museng mendapat restu dari Sultan Sumbawa, merekapun lantas
dinikahkan dan Datu Museng diberikan pangkat sebagai Pangllima
perang. Belumbeberapa lama menikah, berhembus kabar bahwa di Makassar tengah
bergejolak, masyarakat mulai menentang kesewenangan Belanda di ditanah Makassar.
Sultan Lombok lantas meminta Datu Museng ke Makassar untuk menyelesaikan
masalah tersebut.
Maka berangkatlah Datu Museng dan istrinya Maipa Deapati ke tanah Makassar.
Setibanya di Makassar, Datu Museng mendapatkan tantangan lain karena Kapten dari
Belanda itu justru mencintai Maipa Daepati, dan melancarkan berbagai macam
serangan kepada Datu Museng untuk merebut Maipa Deapati dari Datu Museng.
Akibatnya Datu Musengpun terdesak akibat serangan Belanda tersebut.
Namun bagi Maipa Deapati cintanya ke Datu Museng adalah harga mati baginya, ia
tidak mengijinkan seorang pun untuk mengambilnya dari Datu Museng. Sang
kekasih Maipa Deapati lantas meminta kepada Datu Museng untuk
membunuhnya, sebab cintanya hanya kepada Datu Museng seorang. Ia merasa
lebih biak mati daripada harus menyerahkan dirinya kepada Belanda.
Dengan sangat berat hati Datu Museng lantas mengabulkan permintaan sang istri,
iapun lantas menikamkan Badik pusakanya ke leher sang kekasih tercinta. Setelah itu,
karena rasa cinta yang dalam kepada istrinya Maipa Deapati, Datu Museng pun lantas
melepaskan semua ilmu ilmu yang dimilikinya, membiarkan dirinya dibunuh oleh
penjajah Belanda. Kisah inilah yang terus dikenang oleh masyarakat makassar, kisah
percintaan Romeo And Juliet Versi Makassar.
Di Sumbawa mungkin hanya sebagian kecil masyarakat yang mengetahui cerita ini,
itupun dari keluarga Sultan Sumbawa. Sayang nya cerita ini tidak pernah menjadi milik
Tau Samawa. Di Makassar hingga hari ini masih bisa ditemui jalan Datu Museng dan
Jalan Maipa Deapati bahkan makam keduanya selalu dirawat oleh orang Makassar.
https://ihinsolihin.wordpress.com/sastra/kisah-percintaan-datu-museng-dan-maipa-deapati-cerita-
rakyat-samawa/