Anda di halaman 1dari 47

DEMAM TIFOID

dr. RESTUTI HIDAYANI SARAGIH, Sp.PD, K-PTI, FINASIM, M.H.(Kes)


DIVISI PENYAKIT TROPIS DAN INFEKSI DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H.ADAM MALIK MEDAN
dr. Restuti Hidayani Saragih, Sp.PD,K-PTI,
FINASIM, M.H.(Kes)
Pendidikan Pelatihan/Training of The Trainer/Kursus/Lokakarya
• 2019: Magister Hukum Kesehatan [ M.H.(Kes) ] dari Program • 2019: Pelatihan untuk Care Support and Treatment for People
Pasca Sarjana, Universitas Pembangunan Panca Budi (UNPAB) Living with HIV/AIDS, oleh Kementrian KesehatanRI, Jakarta,
2019
• 2019: Program Pendidikan Subspesialis (Sp2) Penyakit Tropis
dan Infeksi, Kolegium Penyakit Dalam Indonesia • 2016: Advanced HIV/AIDS Course dalam Bamrasnaradura
Infectious Diseases Institute, Nonthaburi di Thailand, 2016
• 2012: Program Pendidikan Dokter Spesialis (Sp1), Ilmu Penyakit
Dalam, Universitas Sumatera Utara • 2016: Pelatihan Nasional dalam Antimicrobial Stewardship
Program, diselenggarakan oleh Kementrian Kesehatan RI,
• 2004: Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Jakarta, 2016
Sumatera Utara
• 2015: Pelatihan Emerging Infectious Diseases (EID) Training,
Pekerjaan/Jabatan oleh Kementrian Kesehatan, Balai Pelatihan Kesehatan
• 2020-sekarang: Ketua Tim Penanganan Penyakit Infeksi Kemenkes RI, Batam, 2015
Emerging Provinsi Sumatera Utara • 2015: Infection Prevention Control Training, oleh PERDALIN dan
• 2020-sekarang : Koordinator Medis dan Paramedis Satuan RSUP Haji Adam Malik, 2015
Tugas Penanganan Provinsi Sumatera Utara / Anggota Bidang Penghargaan
Penanganan Kesehatan Satuan Tugas Penanganan COVID-19
Provinsi Sumatera Utara • 2014 : Dokter Terbaik di RSUP Haji Adam Malik Medan,
diberikan oleh Direktur Utama
• 2020 : Anggota Panel Ahli Pencegahan dan Pengendalian
HIV/AIDS dan TIMS, Kementerian Kesehatan RI • 2016 : Medan Most Inspiring Award 2016 (sebagai salah satu
pemberi inspirasi masyarakat di Kota Medan), diberikan oleh
• 2019-Sekarang: Anggota Komite Ahli Difteri dan Penyakit yang Walikota Medan
Dapat Dicegah dengan Imunisasi Provinsi Sumatera Utara
Publikasi
• 2015-Sekarang: Tim Penanggulangan Kejadian Luar Biasa dan
Penyakit Infeksi New Emerging dan Re-Emerging RSUP H.Adam • https://www.scopus.com/authid/detail.uri?authorId=57193952
Malik, Medan 985
• 2012-Sekarang: Dosen di Divisi Penyakit Tropis dan Infeksi, • https://https://scholar.google.co.id/citations?user=prs_hmQAA
Departemen Penyakit Dalam , Fakultas Kedokteran USU AAJ&hl=en
 Penyakit infeksi sistemik yang
disebabkan oleh Salmonella typhi
maupun Salmonella paratyphi A,B,C.
Nama lain : enteric fever
DEFINISI 

 Genus Salmonella  Famili


DAN Enterobacteriaceae
BAKTERIOLOGI  Batang gram negatif, panjang 2-3
um, diameter 0,4-0,6 um
 Anaerob fakultatif
 Motil, dengan peritrichious flagella
STRUKTUR
SALMONELLA

Sumber :
https://www.dreamstime.com
Nomor gambar :111182379
STRUKTUR
SALMONELLA…

Tiga struktur antigenik :


-Antigen O (somatic antigen)
-Antigen H (flagella antigen)
-Antigen Vi (capsular antigen--polisakarida)
SALMONELLA
TYPHI
DI BAWAH
MIKROSKOP

Sumber : CDC, Nomor gambar : 2115


EPIDEMIOLOGI

 Insidens tinggi di Asia Selatan, Asia Tenggara, Sub-sahara Afrika


(negara-negara dengan ketersediaan air bersih yang kurang dan
rendahnya sanitasi)
 Global : 11,9 – 27,1 juta kasus/tahun, Case Fatality Rate : 1%
 Indonesia : demam tifoid bersifat endemik; menduduki peringkat
ke-3 dari 10 penyakit terbanyak di Indonesia yaitu 41.081 kasus
(Kemenkes RI, 2010); diperkirakan terdapat 21 juta kasus, 200.000 di
antaranya meninggal (WHO, 2014); 91% kasus dijumpai pada
kelompok usia 3-19 tahun
Figure 1. Incidence rates (per 100 000) of typhoid
and paratyphoid fevers, by country, in 2017
Lancet Infect Dis 2019;
The Lancet Infectious Diseases 2019 19369-381DOI: (10.1016/S1473-3099(18)30685-6)
19: 369–81
Copyright © 2019 The Author(s). Published by Elsevier Ltd. This is an Open Access article under the CC
BY 4.0 license Terms and Conditions
RANTAI PENULARAN
PATOFISIOLOGI
TIGA RUTE PENETRASI SALMONELLA KE DALAM
LAPISAN EPITEL USUS
PATOFISIOLOGI...

 BAKTEREMIA TAHAP 1 : asimtomatik

-memasuki kandung empedu (dapat mengakibatkan infeksi kronis saluran


empedu  karier)
-ke usus halus ( invasi tahap 2 -- dapat menginfeksi Peyer’s patches 
hiperplastik  nekrosis  perdarahan  kerusakan bisa
lebih jauh ke pembuluh darah  perdarahan masif 
perforasi  peritonitis )

 BAKTEREMIA TAHAP 2 : timbul gejala / komplikasi


HIPERPLASIA
PEYER’S PATCH

NEKROSIS

PERDARAHAN

PERFORASI
Hiperplasia jaringan usus
Nekrosis Jaringan Usus
Masa inkubasi : 10 – 20 (3 – 56 hari)
Paratifoid 1 – 10 hari
Minggu pertama : tidak spesifik
Demam terutama sore hari
Naik bertahap seperti anak tangga (stepladder)
Sakit kepala,nyeri otot, malaise
Konstipasi, diare
Batuk non produktif
Pada anak bisa terjadi kejang demam
dengan suhu tubuh sangat tinggi
Minggu kedua :

Apatis
Suhu tubuh makin tinggi
Bradikardia relative, dicrotic pulse
Typhoid tongue
Hepatomegali dan/atau splenomegali

Rose spot di bagian atas abdomen sampai


ke bagian bawah dada (jarang di Indonesia)
TYPHOID
TONGUE
ROSE SPOTS
Minggu ke-3 :

Demam kontinu, tinggi


Gangguan kesadaran : konfusi, delirium
Diare kuning kehijauan, distensi abdomen
Pneumonia
Miokarditis
Perdarahan sal cerna
Perforasi
Kematian
KOMPLIKASI

 Intestinal : perdarahan, perforasi


 Hati, kandung empedu dan pankreas : Hepatitis, kolesistitis, pankreatitis
 Jantung : miokarditis dengan tanda-tanda takikardia, nadi dan suara
jantung lemah, hipotensi
 Paru : bronchitis, pneumonia, konsolidasi
 Sistem syaraf : konfusi, disorientasi, gelisah, delirium, twitching/kejang
pada wajah, psikosa, katatonia, meningitis, ensefalitis, mielitis, neuropati.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM :
DARAH RUTIN

 Hemoglobin dapat normal atau menurun


 Leukopenia +/-, bisa leukositosis
 Neutropenia dengan limfositosis relatif
 LED meningkat
 Trombosit normal atau menurun
PEMERIKSAAN LABORATORIUM : KULTUR

 Diagnosis pasti adalah : kultur darah atau kultur


sumsum tulang atau kultur cairan usus terdapat
pertumbuhan Salmonella
 Pertumbuhan kuman pada kultur tinja/urin mungkin
didapatkan karena karier  harus didukung
manifestasi klinis untuk menetapkan diagnosis demam
tifoid
 Hasil kultur darah negatif tidak menyingkirkan demam
tifoid
CATATAN DARI 

 Kultur darah biasanya hanya (+) pada 50%


kasus.
 Kultur feses biasanya (-) selama fase akut.
 Kultur sumsum tulang meningkatkan
cakupan diagnostik s/d 80% kasus. WHO-Kementerian Kesehatan dan
Kesejahteraan Anak Zimbabwe-
 Pemeriksaan kultur yang paling luas European Comission on Humanitarian
Aid, 2011
dilakukan adalah kultur darah dan kultur
feses. Ambil sampel kultur darah dan kultur
feses pada tiap pasien demam tifoid.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM : SEROLOGI

 Pemeriksaan serologis :
Widal : antibodi O: hari ke-6 s/d hari ke-8,
antibodi H hari ke-8 s/d hari ke-10
 Widal sebaiknya tidak dipakai lagi karena banyaknya
false (+), Indonesia adalah daerah endemis

 Pemeriksaan serologis relatif baru Mendeteksi IgM S.


typhi, contoh : Typhidot, Tubex
Widal Tubex Thypidot
Sensitivitas dan Sensitifitas dan Sangat sensitif, Sangat sensitif,
spesifisitas spesifisitas kurang spesifik kurang spesifik,
sama-sama PPV & NPV
sedang, sangat tinggi
sering false (+)
*sebaiknya
tidak dipakai di
daerah
endemis 
level cut-off
lokal? PERBANDINGAN
Waktu
pemeriksaan
Titer O : hari 6-8
Titer H : hari 8 -
Hari 1 Hari 2-3
WIDAL,TUBEX
10 DAN TYPHIDOT
Yang dideteksi Antibodi Antibodi Antibodi (Ig G
(aglutinin) terhadap & Ig M spesifik
terhadap antigen terhadap
antigen O dan tunggal (O9) S.typhi);
H dari S.typhi & yang hanya Typhidot-M: Ig
Salmonella lain ada pada M (Ig G total
S.typhi saja diinaktivasi)
PENEGAKAN DIAGNOSIS :
KRITERIA WHO 2003

 Kasus pasti (Confirmed case)


Demam (> 38°C) > 3 hari
Kultur (darah, sumsum tulang, cairan usus) positif
 Kasus probabel ( Probable case )
Demam (> 38°C) > 3 hari
Serologis positif atau dijumpai antigen
Kultur tidak dilakukan atau negatif
Kasus (klinis sesuai) dan berhubungan secara epidemiologi dengan satu kasus di
sebuah epidemi
 Karier kronik
Terdapat Salmonella pada urin / tinja selama 1 tahun setelah fase akut
PENEGAKAN DIAGNOSIS :
KONSENSUS PENATALAKSANAAN DEMAM TIFOID
PERHIMPUNAN KEDOKTERAN TROPIS DAN PENYAKIT INFEKSI
INDONESIA (PETRI) 2010

1. Possible Case : demam, gangguan saluran cerna,


gangguan pola BAB, hepatomegali/ splenomegali.
Sindrom demam tifoid belum lengkap; diagnosis possible
case hanya di faskes primer.
2. Probable Case : gejala klinis lengkap/hampir lengkap, titer
Widal O ≥ 1/160 atau H ≥ 1/160 satu kali pemeriksaan.
3. Definite Case : Ditemukan S.typhi pada kultur atau positif
S.typhi pada PCR atau terdapat kenaikan titer Widal 4 kali
lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer Widal O
≥ 1/320, H ≥ 640 yang menetap pada pemeriksaan ulang.
NELWAN SCORE
Karier kronik : terdapat Salmonella pada urin /
tinja selama 1 tahun setelah fase akut
-1-5 % penderita demam tifoid akan
menjadi karier
-Penderita karier meningkat pada wanita,
penderita > 50 tahun, penderita batu
empedu
 Untuk menskrining penderita karier digunakan
antibodi Vi.
 Biasanya diperiksa pada juru masak & kasus
wabah.
Malaria
Sepsis et causa bakteri lain
Tuberkulosis
Leptospirosis
Penyakit akibat riketsia
Dengue
Hepatitis akut
Infectious mononucleosis
PENGOBATAN

 Tirah baring selama beberapa hari sampai demam


mereda
Jika banyak bergerak  kuman terlepas dari tempat
perkembangannya di usus masuk ke dalam darah 
suhu badan akan naik  risiko perforasi usus (pada
minggu ke 3 – 4)
 Diet dan terapi penunjang (simptomatik dan suportif)
 Terapi antibiotik
Terapi Nutrisi
Lunak rendah serat (1)
Dianjurkan Tidak dianjurkan
 Karbohidrat : beras di-  Karbohidrat : beras ketan,
bubur / ditim, roti bakar beras tumbuk merah
 Protein hewani : daging  Protein hewani : daging
empuk berserat kasar
 Protein nabati : tahu,  Protein nabati : kacang
tempe ditim merah, kacang kering
 Sayuran : kacang  Sayuran : daun singkong,
panjang, buncis muda daun pepaya, daun/buah
direbus melinjo, sayuran mentah
Terapi Nutrisi
Lunak rendah serat (2)
Dianjurkan Tidak dianjurkan
 Buah-buahan : sari  Buah-buahan : dimakan
buah, buah segar dengan kulit / kulit ari,
matang tanpa kulit produksi gas
 Lemak : margarin,  Lemak : minyak untuk
mentega, minyak menggoreng, lemak
terbatas hewani, kelapa dan
 Minuman : teh encer, santan
sirup  Minuman : kopi, teh
 Bumbu : garam, gula, kental, soda, alkohol
cuka (jumlah terbatas)  Bumbu : cabe, merica
TERAPI ANTIBIOTIK PADA
DEMAM TIFOID TANPA
KOMPLIKASI (WHO 2003)

*MDR : resistensi terhadap chloramphenicol, ampicillin/amoxycillin dan trimethoprim/sulfamethoxazole) dan


terhadap fluoroquinolone
TERAPI ANTIBIOTIK PADA
DEMAM TIFOID BERAT
(WHO 2003)
TERAPI ANTIBIOTIK PADA
DEMAM TIFOID (PETRI 2010)
TERAPI ANTIBIOTIK KOMBINASI PADA
DEMAM TIFOID

Antibiotik kombinasi : pada tifoid berat


(tifoid toksik, typhoid encepalopathy),
sepsis, syok septik (sesuai Surviving
Sepsis Campaign 2020 / PNPK
Kemenkes tentang Sepsis 2017), atau
pada kasus yang terbukti ditemukan 2
macam organisme dalam kultur darah
selain Salmonella.
 This phenomenon of antimicrobial resistance
does not only affect the public health but also
PROBLEM : carry out an economic burden as well. The
increasing numbers of MDR S. typhi strains
RESISTENSI require new and more expensive antibiotics
ANTIBIOTIK and increase the hospitalization rates as well.

PADA  In this condition, clinicians should be alarmed


to conduct more studies or surveillance,
DEMAM TIFOID especially in tropical countries on the use of
antibiotics in typhoid fever to get the local and
national patterns of antimicrobial resistance as
well as to minimalize such cases and to gain
more knowledge on newer and more effective
antibiotics.
TERAPI KORTIKOSTEROID PADA
DEMAM TIFOID (WHO 2003)

Indikasi : Tifoid berat (gangguan kesadaran, syok)

Dexamethasone dengan dosis : -inisial 3 mg / kgBB / iv selama 30 minutes

-lanjutan : 1 mg / kgBB / 6 jam / iv sebanyak 8 dosis


TERAPI DEMAM TIFOID PADA IBU HAMIL

 Yang dianjurkan : Ampisilin, Amoksisilin, Ceftriaxone.


 Kloramfenikol : kontraindikasi pada trimester III
 Tiamfenikol : kontraindikasi pada trimester I
 Fluorokuinolon & Kotrimoksazol : kontraindikasi
TERAPI KARIER KRONIK PADA
DEMAM TIFOID
 Amoksisilin atau Ampisilin (100 mg per kg bb/hari)
ditambah probenesid (Benemid®) (1 gr oral atau 23 mg
per kg bb pada anak-anak)

 TMP-SMZ (160 to 800 mg 2 x sehari) diberikan selama 6


minggu;  60% menjadi negatif kultur

 Ciprofloxacin 750 mg, 2 x sehari selama 28 hari atau 400


mg norfloksasin atau kuinolon yang lain memberikan hasil
yang sama
VAKSINASI TIFOID

 Diberikan pada kelompok berisiko


tinggi (berdasarkan rekomendasi
SAGE*) : staf laboratorium
mikrobiologi, koki/penjual
makanan/pelayan restoran (“food
handlers”), wisatawan dari
daerah/negara non endemik ke
daerah/negara endemik
 Jenis-jenisnya : i) typhoid conjugate
vaccine (TCV), (ii) unconjugated Vi
polysaccharide (ViPS), (iii) live
attenuated Ty21a vaccines (WHO
Position paper, 2018)
*Strategic Advisory Group of Experts on Immunization
KARAKTERISTIK VAKSIN TIFOID
(WHO POSITION PAPER, 2018)

Anda mungkin juga menyukai