Anda di halaman 1dari 14

KARYA ILMIAH

PEMBELAJARAN KELAS RANGKAP

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pembelajaran Kelas Rangkap

Dosen Pengampu Firsta Bagus S., M.Pd.

Disusun oleh :

ARIS SUBIYANTO
NIM. 837501235

UNIVERSITAS TERBUKA

KABUPATEN MALANG

2020.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Setiap warga negara berhak untuk memperoleh pendidikan yang layak,


demikian dalam undang-undang yang kita miliki dikatakan. Pendidikan yang
layak terjadi sampai pada tingkatan yang paling kecil yaitu pembelajaran di
dalam kelas, artinya bagi semua warga Indonesia yang belum masuk ataupun
sudah berada dalam sistem pembelajaran di kelas memiliki hak yang sama
untuk memperoleh pembelajaran yang layak.
Pembelajaran yang layak adalah pembelajaran yang dilakukan dengan
memenuhi standar minimal pembelajaran yang harus terjadi di dalam kelas,
ada kelas, ada guru, ada bahan ajar, Pembelajaran dapat berjalan dengan baik
ketika memiliki kelengkapan komponen pembelajaran, bagaimana
pembelajaran bisa berjalan baik dan efektif, jika gurunya saja tidak lengkap,
apalagi para murid tidak mempunyai buku-buku yang diperlukan.
Jika murid-murid pada setiap kelas hanya sedikit, bagaimana guru
dapat mengoptimalkan pembelajaran, tanpa mengurangi nilai keberadaan
tenaga guru. Salah satu pendekatan/model yang dapat di kembangkan untuk
menanggulangi permasalahan tersebut adalah melalui Manajemen
Pembelajaran Kelas Rangkap. Permasalahan lainnya dalam pola pembelajaran
dengan tingkatan kelas sekarang terutama untuk sekolah-sekolah yang terbatas
dari komponen guru, siswa, pembiayaan, sarana dan prasarana adalah
terpasilitasinya setiap kemampuan dan minat anak untuk mata pelajaran
tertentu.
Tidak jarang seorang anak yang karena minat dan penguasaan atas satu
mata pelajaran sudah jauh dari teman seangkatannya, mereka tidak terfasilitasi
sehingga memungkinkan memunculkan kebosanan dan kurang bergairahnya
dalam belajar karena merasa sudah memiliki apa yang diajarkan oleh gurunya
di kelas.
Masa menunggu ketika teman-temannya memperoleh apa yang sudah
diperoleh inilah yang sebetulnya dapat dikelola ke dalam satu model
pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada anak untuk masuk dan
mempelajari mata pelajaran tersebut pada tingkatan yang lebih tinggi seperti
pada kelas selanjutnya. Kelas dengan berbagai tingkatan umur tidaklah mudah
dilakukan, hal ini memerlukan perencanaan yang matang dan penelitian yang
terus menerus.
Banyak guru yang merasa enggan dan putus asa merubah gaya
mengajarnya dengan sesuatu yang baru dan berbeda, untuk itu perlu
ditetapkan prioritas dalam pengembangan guru dengan sesutau yang baru
tentang bagaimana mengajar dengan keragaman dalam tingkatan umur, jenis
kelamin, sikap dan kemampuan anak.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas adalah:
1. Mengapa pembelajaran kelas rangkap dipraktekkan?
2.Bagaimana prakteknya dilaksanakan dalam berbagai situasi dan kondisi
termasuk hambatannya?
1.3. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui alasan di laksanakan pembelajaran kelas rangkap.
2.Untuk mengetahui pembelajaran kelas rangkap yang ideal/ sebenarnya.
BAB II
PEMBAHASAN
1.1. Alasan di Adakannya Kelas rangkap
Pembelajaran kelas rangkap merupakan suatu kajian strategi
pembelajaran, yang menjadi pilihan dalam melaksanakan proses
pembelajaran. Pembelajaran kelas rangkap yang disingkat (PKR) relatife baru
di dalam dunia pendidikan dan tidak banyak sekolah yang melaksanakan PKR
ini.
Pengertian pembelajaran kelas rangkap sesungguhnya di mana seorang
guru atau sekelompok guru mengelola kelas, yang terdapat berbagai siswa dari
tingkatan kelas yang berbeda atau usia yang bervariasi dengan kemampuan
yang bervariasi pula dalam satu ruangan untuk tujuan pembelajaran yang
bermakna bagi siswa.Pada ringkasan materi ini akan dibahas lebih mendalam
tentang alasan di perlukannya oleh guru dan calon guru.
. Alasan Geografis
Sulitnya lokasi, terbatasnya sarana transportasi, permukiman yang
berpindah-pindah dan adanya mata pencaharian khusus, seperti menangkap
ikan, menebang kayu dan sebagainya, mendorong penggunaan PKR. Saat itu
(1995), demam mencari emas sedang memanas di Kalimantan Tengah. Di
desa karombang misalnya, diantara penebang mas tradisional ada yang
memboyong anak-anaknya yang sudah berumur seusia anak SD. Di antaranya
bahkan ada yang sudah duduk di SD. Dengan kondisi ini, sekolah dengan satu
guru (one-school teacher) adalah solusinya.

2. Alasan Demografis
Untuk mengajar murid dalam jumlah yang kecil, apa lagi tinggal di daerah
pemukiman yang amat jarang maka PKR dinilai sebagai pendekatan
pembelajaran yang praktis.
3. Kurang Guru
Walaupun jumlah guru secara keseluruhan mencukupi, sulit untuk mencari
guru yang dengan suka cita mengajar di daerah terpencil. Praktik penempatan
guru SD mirip kerucut terbalik. Yang lancip adalah SD di daerah terpencil dan
jumlah guru yang tersedia bertugas di daerah terpencil. Terbatasnya sarana
transportasi, alat dan media komunikasi dapat menciutkan nyali guru untuk
bertugas di daerah terpencil. Belum lagi harga keperluan sehari-hari yang jauh
lebih mahal daripada di daerah perkotaan, sementara besarnya gaji yang
diterima tidak berbeda. Ditambah dengan tanggal gajian yang lambat dan tidak
teratur, dan terbatasnya peluang untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan
lanjutan, serta pengembangan karier maka lengkaplah sudah minat guru untuk
mengadu nasib di daerah terpencil.
4. Terbatasnya Ruang Kelas
Walau jumlah muridnya cukup besar, jumlah ruang kelas yang tersedia
jauh lebih kecil daripada rombongan belajar. Salah satu jalan untuk mengarasi
masalah ini adalah menggabungkan dua atau lebih rombongan yang diajar
oleh seorang guru, dan tentu saja PKR diperlukan.
5. Adanya Guru Yang Tidak Hadir
Alasan ini tidak hanya berlaku bagi SD daerah terpencil, di kota besar pun
juga berlaku. Seperti di Jakarta, musibah banjir dapat menghambat guru untuk
datang mengajar. Guru yang tidak kena musibah atau beruntung karena
berumah dekat sekolah, harus mengajar kelas yang tidak ada gurunya.
6. Alasan Lainnya
Ketika yang dihadapi seorang guru baik ia mengajar di daerah terpencil
maupun diperkotaan adalah menghadapi murid dengan tingkat kemampuan
dan kemajuan belajar yang berbeda. Bahkan hal ini pun dapat terjadi diruang
dan tingkat kelas yang sama. Di daerah perkotaan yang padat penduduknya
ada kemungkinan seorang guru menghadapi murid lebih dari 40 atau 50 orang
hal ini juga dapat terjadi disatu sekolah favorit karena besarnya minat orang
tua untuk mengirimkan anak-anak mereka ke sekolah tersebut, sementara
jumlah ruang kelas dan mungkin pula gurunya tidak mencukupi. Sudah barang
tentu, sulit untuk mengharapkan berlangsungnya proses belajar mengajar yang
efektif (Susilowati, dkk.).
Dalam konteks seperti ini maka PKR dapat menjadi salah satu pilihan
yang tepat. Satu ruang kelas yang tadinya berjumlah 40 orang atau lebih, yang
diajar oleh seorang guru pada waktu dan dalam mata pelajaran yang sama
maka dengan PKR dimungkinkan memilah murid menjadi dua kelas atau lebih
subkelas yang terdiri atas 10-20 murid. Disetiap subkelas inilah, dalam waktu
yang hamper bersamaan, berlangsung pembelajaran denga bimbingan guru,
tutor sebaya atau tutor kakak. Dengan demikan, pengertian perangkapan tidak
lagi semata-mata dilihat dari dua atau lebih tingkat kelas yang berbeda, tetapi
juga dalam satu tingkat kelas yang sama, namun terdiri dari murid dengan
tingkat kemampuan dan kemajuan yang berbeda. Perbedaan kemampuan dan
kemajuan diantara murid pada tingkat kelas yang sama dapat terjadi tidak
hanya dalam satu mata pelajaran yang sama, tetapi juga dalam mata pelajaran
yang brrbeda.
Namun saat ini pengertian PKR di Indonesia ditekankan pada mengajar
dua atau lebih tingkat kelas yang berbeda pada waktu yang sama (Susilowati,
dkk.).
1.2.Gambaran Pembelajaran Kelas Rangkap Yang Ideal Dan Praktek Yang
Terjadi Di Lapangan
Praktik Mengajar Kelas Rangkap di Lapangan

Praktik pembelajaran kelas rangkap masih banyak yang menyimpang


dari gambaran pembelajaran kelas rangkap yang ideal. Pembelajaran yang
berlangsung hanya secara bergilir, sehingga banyak waktu yang terbuang
dengan percuma, pemanfaatan sumber belajar belum maksimal, dan supervisi
guru terhadap belajar murid masih kurang, kadang mengakibatkan
pembelajaran membosankan. Sehingga hasil belajar tidak sesuai dengan
dengan harapan. Padahal mengajar kelas rangkap bukan suatu keadaan yang
pantas dituduh sebagai penyebab rendahnya kemampuan siswa.
Penyimpangan praktik pembelajaran kelas rangkap yang saat ini masih banyak
terjadi adalah sebagai berikut.

1. Dilaksanakan Secara Bergilir (Pembelajaran Duplikasi)

Pembelajaran yang dilaksanakan secara bergilir (Pembelajaran


duplikasi) merupakan proses pembelajaran, dimana guru mengajar secara
bergilir dari kelas yang satu ke kelas lain dan kembali lagi. Kegiatan
pembelajaran tersebut bukan pembelajaran kelas rangkap karena kegiatan
belajar mengajar berlangsung tidak serempak.
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran bergilir memiliki beberapa kelemahan
yaitu,
a. Pemborosan waktu

Pemborosan waktu telah terjadi tanpa disadari oleh Ibu Indri. Ibu Indri
melakukan pemborosan waktu ketika mengabsen murid bahkan pada saat ada
murid yang tidak hadir terjadi dialog panjang dengan murid-murid lain. Belum
waktu yang hilang pada saat bu Indri mondar-mandir. Bahkan pada saat bu
Indri masuk di kelas 3, murid kelas 5 menungggu agak lama. Hal tersebut
dapat juga mengakibatkan murid kehilangan semangat untuk belajar.

b. Pembelajaran berlangsung seragam

Pembelajaran berlangsung dengan metode yang sama (seragam) dalam


waktu yang sama dan untuk semua murid, proses pembelajaran pun
berlangsung sederhana, mulai dari menerangkan, memberi soal, mengerjakan
soal, menyuruh murid maju ke papan tulis. Pembelajaran seperti ini terkesan
monoton. Meskipun murid-murid ditugaskan untuk mengerajakan soal secara
individual dan beberapa murid disuruh mengerjakan di papan tulis, tetapi
pembelajaran yang dilakukan oleh bu Indri ini masih jauh dari prinsip-prinsip
belajar aktif.

c. Kontak psikologis antara guru dengan murid sangat terbatas

Guru memang menanyakan kepada murid: “Siapa yang belum


mengerti?”, “Siapa yang betul?”. Tetapi pertanyaan seperti itu tidak dapat
mendorong siswa untuk aktif, apalagi hampir tidak dijumpai interaksi aktif
dan langsung diantara sesama murid. Pertanyaan yang diajukan secara umum
tersebut, juga tidak berguna untuk mengetahui kesulitan siswa secara
perorangan. Lebih-lebih tidak ada upaya bu Indri untuk mengelilingi kelas dan
mendatangi murid yang sedang mengerjakan soal.
Pemanfaatan Sumber Belajar Belum Maksimal Dan Supervisi Guru
Terhadap Belajar Murid Masih Kurang

Guru merupakan sumber belajar yang utama, yaitu dengan segala


kemampuan, wawasan keilmuan, keterampilan dan pengetahuan yang luas,
maka segala informasi pembelajaran dapat diperoleh dari guru tersebut.
Sumber belajar pada dasarnya banyak sekali baik yang terdapat di lingkungan
kelas, sekolah, sekitar sekolah bahkan di masyarakat, keluarga, di pasar, kota,
desa, hutan dan sebagainya. Yang perlu dipahami dalam hal ini adalah
masalah pemanfaatannya yang akan tergantung kepada kreativitas dan budaya
mengajar guru atau pendidikan itu sendiri.

Supervisi merupakan kegiatan pembinaan untuk memperbaiki dan


meningkatkan mutu mengajar dan belajar dengan bantuan yang diberikan oleh
guru. Supervisi yang dimaksud adalah kemampuan guru untuk mencari
inspirasi atau ide-ide agar ia dapat menghasilkan sesuatu yang terbaik bagi
anak didiknya. Dapat dibayangkan jika pemanfaatan sumber belajar belum
maksimal dan supervisi guru terhadap belajar murid juga dalam kondisi
kurang, maka murid mengalami kesulitan dalam proses belajar mengajar
selain itu dapat dipastikan kemampuan murid dalam klasifikasi yang rendah.
, dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan sumber belajar belum maksimal dan
supervisi guru terhadap belajar murid yang juga masih kurang memiliki
dampak sebagai berikut.

a. Mengurangi bahkan dapat menghilangkan kesempatan murid untuk


membaca

Kebiasaan menyalin bahan pembelajaran yang dilakukan oleh murid-


murid yang mungkin sudah berlangsung lama sejak di kelas rendah
mengurangi, bahkan dapat menghilangkan kesempatan untuk membaca.
Seharusnya ketiadaan buku tidak diatasi dengan cara menyalin. Kalau saja pak
Suruan dapat lebih kreatif atau mau berusaha, maka sebenarnya pak Suruan
bisa menyuruh beberapa murid yang mempunyai tulisan baik untuk menulis
salah satu bahan ajar sebagai PR. Kemudian esoknya dibagikan kepada semua
murid dan kemudian menyuruhnya membaca dengan keras atau dalam hati.

b. Rendahnya kemampuan murid

Sebenarnya mengajar kelas rangkap bukan suatu keadaan yang pantas


dituduh sebagai penyebab rendahnya kemampuan murid rendah.
Ketidakmampuan guru dan enggannya guru berupaya lebih keras untuk
membelajarkan siswa lebih pantas dikatakan sebagai penyebab utamanya.
Apalagi bila guru sudah kehilangan hasrat untuk mencari inspirasi atau ide-ide
agar ia dapat menghasilkan sesuatu yang terbaik bagi anak didiknya.

Pembelajaran Kelas Rangkap yang Ideal (yang diinginkan)

Tidak ada pembelajaran kelas rangkap yang mampu dilakukan dengan


100% benar, masih banyak kelemahan-kelemahan dalam melakukan praktik
pembelajaran kelas rangkap. Akan tetapi, yang perlu digarisbawahi adalah
bagaimana membuat pembelajaran kelas rangkap yang ideal untuk sang guru
dan murid yang diajarnya.
menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran kelas rangkap yang menyebabkan
kegiatan belajar mengajar menjadi sebagai berikut.

a. Keadaan iklim kelas ceria

Kelas tampak hidup, murid tampak ceria. Di awal pelajaran Pak dan
Bu guru bertanya, tetapi hampir tak ada kaitannya dengan pelajaran hari itu.
Pertanyaan seperti itu dengan tujuan agar murid termotivasi dan secara mental
siap menerima pelajaran hari itu.

b. Proses belajar berlangsung serempak

Apalagi murid yang berbeda tingkat kelas ada dalam satu ruang.
Gangguan yang muncul tidak terlalu serius, sebab ketika guru menerangkan
murid dari kelas lain berada di sudut ruang yang lain. Tidak ada pemborosan
waktu karena guru tidak mondar-mandir pindah kelas.

c. Guru memanfaatkan ruang kelas yang ada dengan menciptakan sudut


sumber belajar

Sudut sumber belajar dapat memberi peluang bagi murid, tanpa


pengawasan guru murid dapat mempraktikkan konsep belajar menemukan
sendiri dan pemecahan masalah.

d. Konsep CBSA yang sebenarnya Nampak

Murid tidak hanya aktif secara individual tetapi juga kelompok dan
berpasangan. Murid yang lebih dahulu dimanfaatkan untuk membantu
temannya (tutor sebaya), atau membantu kelas dibawahnya (tutor kakak).

e. Adanya asas kooperatif-kompetitif

Murid bersemangat mengerjakan tugas, apalagi ketika guru


mengatakan siapa yang sudah selesai lebih dulu akan mendapat nilai
tambahan, gambar yang terbaik akan dipajang atau siapa yang selesai duluan
boleh membaca buku-buku bacaan, dan sebagainya.

f. Belajar dengan pendekatan pembelajaran kelas rangkap yang benar

Belajar dengan pendekatan pembelajaran kelas rangkap yang benar


sangat menyenangkan. Belajar sambil bermain, main sambil belajar dapat
diperagakan khususnya bila kita sedang mengajar kelas rendah. Hal itu
nampak saat anak mengambil gulungan kertas dan membaca apa yang menjadi
tugas mereka masing-masing.
g. Ada perhatian khusus bagi murid yang lambat dan yang cepat

Guru membantu murid yang mengalami kesulitan (murid yang


lambat), bahkan guru menjelaskan lagi bagian-bagian yang tidak dipahami.
Bagi murid yang cepat guru memberikan tugas ekstra, misalnya murid diminta
untuk mengambil gulungan kertas yang berisi soal-soal baik mata pelajaran
yang baru saja dijelaskan maupun mata pelajaran lain.

h. Sumber belajar murid bukan saja berasal dari Depdikbud atau Dinas

Guru pembelajaran kelas rangkap dapat melengkapi sumber belajar


yang berasal dari lingkungan sekolah dan lingkungan sekitar. Sudut ruangan
menjadi lengkap dengan sumber belajar. Bahkan dapat memupuk tanggung
jawab murid terhadap kelas dan sekolah mereka.

i. Prinsip perangkapan kelas tidak hanya dalam bentuk mengajar dua


tingkat kelas atau lebih dalam satu ruang kelas atau lebih dan dalam
waktu yang bersamaan

Perangkapan kelas juga berarti dalam bentuk mengajarkan dua bidang


studi atau lebih dalam satu wacana atau topik. Inilah yang disebut pengajaran
terpadu (integrated).

j. Guru dapat memanfaatkan sumber daya yang ada di lingkungan

Ketika guru menjelaskan tentang bagaimana menangkap ikan, murid-


murid menjawab dengan menyebut beberapa alat menangkap ikan yang biasa
digunakan di lingkungan sekitar, kemudian murid diminta menggambar alat
tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Multigrade teaching atau pembelajaran kelas rangkap di SD banyak


dilakukan baik di Indonesia maupun negara maju. Penggunaan model ini
dilakukan karena faktor kekurangan tenaga guru, letak geografis yang sulit
dijangkau, jumlah siswa relatif kecil, keterbatasan ruangan, atau
ketidakhadiran guru.
B. SARAN
Setelah kita membahas pembelajaran kelas rangkap guru diharapkan
memahami konsep dan dapat melaksanakan pembelajaran kelas rangkap
sesuai dengan kondisi tertentu yang menuntut guru melaksanakan
pembelajaran kelas rangkap.Dengan diadakannya pembelajaran kelas rangkap
proses pembelajaran dapat berlangsung lebih efektif dengan kekurangan yang
ada.
DAFTAR PUSTAKA
Al Fahimah,Iffah.2012.Pembelajaran Kelas Rangkap.(Online)
http://pelangi-iffah.blogspot.com/2011/04/pembelajaran-kelas-
rangkap.html

Suardika.2010.Mengapa PKR Diperlukan. (Online)


http://aritmaxx.wordpress.com/2010/04/mengapa-pkr-diperlukan.html

Djalil A., dkk. 2009. Pembelajaran Kelas Rangkap. Jakarta: Universitas


Terbuka
Susilowati, dkk. 2009. PEMBELAJARAN KELAS RANGKAP (PKR).
Jakarta : Depdiknas.
Winataputra, Udin.S. 1998. PEMBELAJARAN KELAS RANGKAP (PKR).
Jakarta : Depdiknas.
http://www.blogbarabai.com/2014/11/gambaran-pembelajaran-kelas-
rangkap.html

Anda mungkin juga menyukai