Disusun oleh :
ARIS SUBIYANTO
NIM. 837501235
UNIVERSITAS TERBUKA
KABUPATEN MALANG
2020.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
2. Alasan Demografis
Untuk mengajar murid dalam jumlah yang kecil, apa lagi tinggal di daerah
pemukiman yang amat jarang maka PKR dinilai sebagai pendekatan
pembelajaran yang praktis.
3. Kurang Guru
Walaupun jumlah guru secara keseluruhan mencukupi, sulit untuk mencari
guru yang dengan suka cita mengajar di daerah terpencil. Praktik penempatan
guru SD mirip kerucut terbalik. Yang lancip adalah SD di daerah terpencil dan
jumlah guru yang tersedia bertugas di daerah terpencil. Terbatasnya sarana
transportasi, alat dan media komunikasi dapat menciutkan nyali guru untuk
bertugas di daerah terpencil. Belum lagi harga keperluan sehari-hari yang jauh
lebih mahal daripada di daerah perkotaan, sementara besarnya gaji yang
diterima tidak berbeda. Ditambah dengan tanggal gajian yang lambat dan tidak
teratur, dan terbatasnya peluang untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan
lanjutan, serta pengembangan karier maka lengkaplah sudah minat guru untuk
mengadu nasib di daerah terpencil.
4. Terbatasnya Ruang Kelas
Walau jumlah muridnya cukup besar, jumlah ruang kelas yang tersedia
jauh lebih kecil daripada rombongan belajar. Salah satu jalan untuk mengarasi
masalah ini adalah menggabungkan dua atau lebih rombongan yang diajar
oleh seorang guru, dan tentu saja PKR diperlukan.
5. Adanya Guru Yang Tidak Hadir
Alasan ini tidak hanya berlaku bagi SD daerah terpencil, di kota besar pun
juga berlaku. Seperti di Jakarta, musibah banjir dapat menghambat guru untuk
datang mengajar. Guru yang tidak kena musibah atau beruntung karena
berumah dekat sekolah, harus mengajar kelas yang tidak ada gurunya.
6. Alasan Lainnya
Ketika yang dihadapi seorang guru baik ia mengajar di daerah terpencil
maupun diperkotaan adalah menghadapi murid dengan tingkat kemampuan
dan kemajuan belajar yang berbeda. Bahkan hal ini pun dapat terjadi diruang
dan tingkat kelas yang sama. Di daerah perkotaan yang padat penduduknya
ada kemungkinan seorang guru menghadapi murid lebih dari 40 atau 50 orang
hal ini juga dapat terjadi disatu sekolah favorit karena besarnya minat orang
tua untuk mengirimkan anak-anak mereka ke sekolah tersebut, sementara
jumlah ruang kelas dan mungkin pula gurunya tidak mencukupi. Sudah barang
tentu, sulit untuk mengharapkan berlangsungnya proses belajar mengajar yang
efektif (Susilowati, dkk.).
Dalam konteks seperti ini maka PKR dapat menjadi salah satu pilihan
yang tepat. Satu ruang kelas yang tadinya berjumlah 40 orang atau lebih, yang
diajar oleh seorang guru pada waktu dan dalam mata pelajaran yang sama
maka dengan PKR dimungkinkan memilah murid menjadi dua kelas atau lebih
subkelas yang terdiri atas 10-20 murid. Disetiap subkelas inilah, dalam waktu
yang hamper bersamaan, berlangsung pembelajaran denga bimbingan guru,
tutor sebaya atau tutor kakak. Dengan demikan, pengertian perangkapan tidak
lagi semata-mata dilihat dari dua atau lebih tingkat kelas yang berbeda, tetapi
juga dalam satu tingkat kelas yang sama, namun terdiri dari murid dengan
tingkat kemampuan dan kemajuan yang berbeda. Perbedaan kemampuan dan
kemajuan diantara murid pada tingkat kelas yang sama dapat terjadi tidak
hanya dalam satu mata pelajaran yang sama, tetapi juga dalam mata pelajaran
yang brrbeda.
Namun saat ini pengertian PKR di Indonesia ditekankan pada mengajar
dua atau lebih tingkat kelas yang berbeda pada waktu yang sama (Susilowati,
dkk.).
1.2.Gambaran Pembelajaran Kelas Rangkap Yang Ideal Dan Praktek Yang
Terjadi Di Lapangan
Praktik Mengajar Kelas Rangkap di Lapangan
Pemborosan waktu telah terjadi tanpa disadari oleh Ibu Indri. Ibu Indri
melakukan pemborosan waktu ketika mengabsen murid bahkan pada saat ada
murid yang tidak hadir terjadi dialog panjang dengan murid-murid lain. Belum
waktu yang hilang pada saat bu Indri mondar-mandir. Bahkan pada saat bu
Indri masuk di kelas 3, murid kelas 5 menungggu agak lama. Hal tersebut
dapat juga mengakibatkan murid kehilangan semangat untuk belajar.
Kelas tampak hidup, murid tampak ceria. Di awal pelajaran Pak dan
Bu guru bertanya, tetapi hampir tak ada kaitannya dengan pelajaran hari itu.
Pertanyaan seperti itu dengan tujuan agar murid termotivasi dan secara mental
siap menerima pelajaran hari itu.
Apalagi murid yang berbeda tingkat kelas ada dalam satu ruang.
Gangguan yang muncul tidak terlalu serius, sebab ketika guru menerangkan
murid dari kelas lain berada di sudut ruang yang lain. Tidak ada pemborosan
waktu karena guru tidak mondar-mandir pindah kelas.
Murid tidak hanya aktif secara individual tetapi juga kelompok dan
berpasangan. Murid yang lebih dahulu dimanfaatkan untuk membantu
temannya (tutor sebaya), atau membantu kelas dibawahnya (tutor kakak).
h. Sumber belajar murid bukan saja berasal dari Depdikbud atau Dinas