Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KONSEP HOSPITALISASI PADA ANAK

Tugas Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah Keperawatan Anak

Dosen : Dr. Ketjuk Herminaju, SST, S.Pd, MM

Disusun Oleh :

ROBITAH DARAJATUN

NIM : A1R19029

PRODI DIII-KEPERAWATAN SEMESTER 4

STIKES HUTAMA ABDI HUSADATULUNGAGUNG

2020/2021

A. Pengertian Hospitalisasi pada Anak

Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan

dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk

beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga
kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap anak maupun

orang tua dan keluarga (Wong, 2000).

Hospitalisasi merupakan suatu proses yang memiliki alasan yang berencana atau

darurat sehingga mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan

perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Selama proses tersebut anak dan

orangtua dapat mengalami kejadian yang menurut beberapa penelitian ditunjukan dengan

pengalaman traumatic dan penuh dengan stress. Perasaan yang sering muncul yaitu

cemas, marah, sedih, takut, dan rasa bersalah (Wulandari & Erawati, 2016).

Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau

darurat yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani

terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di rumah sakit tetap

merupakan masalah besar dan menimbulkan ketakutan, cemas, bagi anak

(Supartini, 2004). Hospitalisasi juga dapat diartikan adanya beberapa perubahan

psikis yang dapat menjadi sebab anak dirawat di rumah sakit (Stevens, 1999).

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa hospitalisasi

adalah suatu proses karena alasan berencana maupun darurat yang

mengharuskan anak dirawat atau tinggal di rumah sakit untuk mendapatkan

perawatan yang dapat menyebabkan beberapa perubahan psikis pada anak.

A. Stressor dan Reaksi Anak sesuai Tingkat Usia

Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang tampak

pada anak (Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2005). Jika seorang anak

dirawat di rumah sakit, maka anak tersebut akan mudah mengalami krisis

karena anak mengalami stres akibat perubahan yang dialaminya. Perubahan

tersebut dapat berupa perubahan status kesehatan anak, perubahan

lingkungan, maupun perubahan kebiasaan sehari-hari. Selain itu anak juga

mempunyai keterbatasan dalam mekanisme koping untuk mengatasi masalah


maupun kejadian-kejadian yang bersifat menekan.

Stresor atau pemicu timbulnya stres pada anak yang dirawat di rumah

sakit dapat berupa perubahan yang bersifat fisik, psiko-sosial, maupun

spiritual. Perubahan lingkungan fisik ruangan seperti fasilitas tempat tidur

yang sempit dan kuang nyaman, tingkat kebersihan kurang, dan pencahayaan

yang terlalu terang atau terlalu redup. Selain itu suara yang gaduh dapat

membuat anak merasa terganggu atau bahkan menjadi ketakutan. Keadaan

dan warna dinding maupun tirai dapat membuat anak marasa kurang nyaman

(Keliat, 1998).

Reaksi anak usia prasekolah terhadap rasa nyeri sama seperti sewaktu

masih bayi. Anak akan bereaksi terhadap nyeri dengan menyeringaikan

wajah, menangis, mengatupkan gigi, menggigit bibir, membuka mata dengan

lebar, atau melakukan tindakan agresif seperti menendang dan memukul.

Namun, pada akhir periode balita anak biasanya sudah mampu

mengkomunikasikan rasa nyeri yang mereka alami dan menunjukkan lokasi

nyeri (Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2005).

Selain perubahan pada lingkungan fisik, stressor pada anak yang

dirawat di rumas sakit dapat berupa perubahan lingkungan psiko-sosial.

Sebagai akibatnya, anak akan merasakan tekanan dan mengalami kecemasan,

baik kecemasan yang bersifat ringan, sedang, hingga kecemasan yang

bersifat berat.

Pada kondisi cemas akibat perpisahan anak akan memberikan respon

berupa perubahan perilaku. Respon perilaku anak akibat perpisahan di bagi

menjadi tiga tahap, yaitu tahap protes ( phase of protest), tahap putus asa

(phase of despair), dan tahap menolak (phase of denial).

Anak usia sekoalah sering merasa terkekang selama dirawat di rumah


sakit. Hal ini disebabkan adanya pembatasan aktivitas anak sehingga anak

merasa kehilangan kekuatan diri. Perawatan di rumah sakit sering kali

dipersepsikan sebagai hukuman sehingga anak akan merasa malu, bersalah,

dan cemas atau takut. Anak yang sangat cemas dapat bereaksi agresif dengan

marah dan berontak.

Anak yang mengalami kecemasan akan memunculkan respon

fisologis, seperti perubahan pada sistem kardiovaskuler, perubahan pola

nafas yang semakin cepat atau terengah-engah. Selain itu, dapat pula terjadi

perubahan pada sistem pencernaan dan neuromuscular seperti nafsu makan

menurun, gugup, tremor, hingga pusing dan insomnia. Kulit mengeluarkan

keringat dingin dan wajah menjadi kemerahan. Selain respon fisiologis,

biasanya anak juga akan menampakkan respon perilaku, seperti gelisah,

ketegangan fisik, tremor atau gemetar, reaksi kaget, bicara cepat,

menghindar, hingga menarik diri dari hubungan interpersonal. Respon

kognitif yang mungkin muncul adalah perhatian terganggu, pelupa, salah

dalam memberikan penilaian, hambatan berpikir, tidak mampu

berkonsentrasi, dan ketakutan. Sedangkan respon afektif yang biasa muncul

adalah tidak sabar, tegang, dan waspada (Stuart & Sundeen, 1998).

C. Asuhan Keperawatan dalam Mencegah Dampak Hospitalisasi

Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh perawat dalam memberikan asuhan pada

anak yang dihospitalisasi menurut (Hockenberry & Wilson, 2009) adalah:

a. Persiapan hospitalisasi

Proses persiapan yang dapat dilakukan adalah dengan tour

keliling rumah sakit, pertunjukan mengggunakan boneka dan

permainan yang menggunakan miniatur peralatan rumah sakit

yang nantiakan dijumpai anak pada saat pemberian perawatan.


Persiapan bisa menggunakan buku-buku, video atau film yang

menceritakan seputar kondisi d rumah sakit.

b. Mencegah dan meminimalkan perpisahan

Kehadiran orang tua setiap saat dapat mengurangi kecemasan

anak. Orang tua diharapkan terlibat dalm aktivitas perawatan

sehingga orang tua dapat berpartisipasi terhadap

perawatan.Perawat selalu memberikan informasi tentang kondisi

anak dan orang tua selalu memberikan dukugan terhadap anak.

c. Meminimalkan kehilangan kendali

Kehilangan kendali dapat terjadi akibat perpisahan, retriksi fisik

dan perubahan rutinitas.Kehilangan kendali dapat dicegah dengan

meningkatkan kebebasan bergerak, mempertahankan rutinitas

anak, mendorong kemandirian dan meningkatkan pemahaman.

d. Mencegah dan meminimalkan ketakutan akan cedera tubuh

Anak akan dihantui rasa takut akan nyeri dalam menghadapi

prosedur menyakitkan. Teknik manipulasi prosedural untuk setiap

kelompok umur dapat meminimalkan ketakutan terhadap cedera

tubuh.Intervensi yang paling mendukung adalah dengan prosedur

secepat mungkin dan mempertahankan kontak orang tua dengan

baik.

e. Memfasilitasi aktivitas yang sesuai dengan perkembangan

Salah satu tujuan dari asuhan keperawatan adalah tetap menjaga

perkembangan anak saat dihospitalisasi. Berbagai cara yang bisa

dilakukan diantaranya adalah dengan meminimalkan perpisahan,

memberikan kesempatan anak untuk berpartisipasi dalam

aktivitas-aktivitas yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak.


f. Memberikan kesempatan untuk bermain

Bermain adalah suatu aktivitas yang tidak bisa ditinggalkan

anak.Bermain sangat penting untuk perkembangan mental,

emosional dan kesejahteraan sosial anak.Kebutuhan bermain tidak

dapat dihentikan sewaktu anak mendapat perawatan di rumah

sakit. Permainan disesuaikan dengan kondisi anak dan tingkat

perkembangannya.

g. Mendorong partisipasi orang tua

Mencegah dan meminimalkan perpisahan merupakan tujuan

utama keperawatan dengan mempertahankan kontak antara orang

tua dengan anak.Pendekatan terbaik adalah menganjurkan orang

tua untuk tetap bersama anak dan berpartisipasi dalam perawatan

jika memungkinkan.Staf rumah sakit harus menghargai kelanjutan

kelekatan orang tua dan anak.Orang tua selalu dilibatkan dalam

perencanaan asuhan keperawatan dan berperan dalam pemulihan

kondisi anak.

Pendekatan perawat dalam mengatasi hospitalisasi

a.Komunikasi terapeutik

Memberi informasi yang baik pada anak dalam melakukan

komunikasi terapuetik dengan anak usia sekolah perawat harus

tetap memperhatikan tingkat kemampuan bahasa anak yang

berupa menggunakan kata sederhana yang lebih spesifik, jelaskan

sesuatu yang membuat ketidakjelasan pada anak atau sesuatu yang

tidak diketahui (Hidayat, 2005).

Dalam melakukan pendekatan pada anakdapat berupa memberi

informasi yang baik pada anak.Informasi yang baik tersebut


dengan cara menjelaskan prosedur atau tindakan yang akan

diberikan pada anak usia sekolah dan fungsi alat yang digunakan
b. Melibatkan orang tua anak

Orang tua merupakan orang yang dekat dengan anak, sehingga

perawat dalam merawat anak harus dekat dengan orang tua anak

(Hidayat, 2005).Perawat harus dapat berkomunikasi pada orang

tua anak, orang tua anak dilibatkan juga dalam tindakan

keperawatan maupun orang tua suruh menemani anak di rumah

sakit (rooming in), apabila orang tua mau pergi atau bekerja

seharusnya ada anggota yang menemani anak (Supartini, 2004) &

(Nursalam, Susilaningrum & Utami, 2005)

b. Lingkungan

Perawat harus dapat memanfaatkan sarana dan pra sarana yang

ada di rumah sakit untuk mengatasi anak yang cemas dan

takut.Ruang anak harus ada gambar-gambar, buku cerita, buku

serta efek fungsional dan prosedural dari objek tertentu sangat

tinggi (Nursalam, Susilaningrum, 2005).

Perawat dalam melakukan pendekatan pada anak harus menjalin

hubungan yang terapeutik, karena anak bukan miniatur orang

dewasa.Anak mempunyai dunia sendiri, sudah bisa berpikir

sehingga perawat harus dapat menjalin rasa saling percaya (trust)

dalam merawat anak yang sedang sakit. Apabila terjadi hubungan

yang terapeutik antara perawat dan anak akan memudahkan

perawat dalam mendekati anak yang sakit (Supartini, 2004).


gambar, dinding bergambar yang dapat membantu anak dalam

memodifikasi ruang anak selain ada ruang terapi bermain

(Ngastiyah, 2005). Ruang anak juga harus memenuhi kriteria

seperti nyaman, bebas bergerak untuk anak, memberikan suasana

seperti di lingkungan rumah dan menciptakan suasana yang

berpendidikan. Dinding ruangan anak yang bergambar dapat

menjadi salah satu cara pendekatan perawat pada anak usia

sekolah.

Perawat dalam melakukan cara pendekatan pada anak usia sekolah

juga dapat dengan adanya ruang bermain. Perawat dalam

memberikan permainan pada anak usia sekolah harus memiliki

pengetahuan tentang jenis alat permainan dan kegunaan dari

permainan yang diberikan, sabar dalam bermain, tidak

memaksakan pada anak, mampu mengkaji kebutuhan bermain

seperti kapan harus dimulai dan kapan harus berhenti, memberi

masukan kesempatan untuk mandiri. Alat permainan pada anak

usia sekolah bisa dengan alat bermain yang edukatif seperti buku

gambar, buku cerita, majalah, radio, tape dan televisi ( Hidayat, 2005).

Anda mungkin juga menyukai