Pemetaan Habitat Bentik Berbasis Objek Menggunakan
Pemetaan Habitat Bentik Berbasis Objek Menggunakan
net/publication/328690568
CITATION READS
1 324
3 authors:
James P Panjaitan
Bogor Agricultural University
17 PUBLICATIONS 35 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Assessment of Geostrophic Flow Variability from Altimetry and Conventional Data View project
Mapping the Shallow Waters Benthic Habitat Using Drone/UAV Technology (Pemetaan Habitat Bentik Perairan Dangkal Menggunakan Teknologi Drone/UAV) View
project
All content following this page was uploaded by La Ode Khairum Mastu on 09 November 2018.
ABSTRACT
Research on benthic habitat mapping in the Wangi-wangi Island waters was very limited. Therefore
the spatial data availability of benthic habitat in this area is also very limited. The purposes of this
study were to map the shallow water benthic habitats using Sentinel-2 image based on object-based
classification method (OBIA) and to calculate the accuracy level of benthic habitat classification
results in the Wangi-wangi Island waters of the Wakatobi District. This research was conducted in the
Wangi-wangi Island waters around Sombu Dive waters and it's surroundings. The study used satellite
Sentinel-2 data with 10x10 m2 spatial resolution acquired on 4 April 2017 and the field data were
acquired in March - April 2017. Satellite image was classified with OBIA method using contextual
editing at level 1. At level 2, we used supervised classification with some algorithms such as support
vector machine (SVM), decision tree (DT), Bayesian, and k-nearest neighbour (KNN) with
input themathic layer from field data. The classification of benthic habitats was performed in 12 and 9
classes with the application of segmentation-optimization scale of 1, 1.5, 2, and 2.5. Based on OBIA
method, benthic habitat can be mapped with the best overall accuracy of 60.4% and 64.1% for the
image classification of 12 and 9 classes, respectively with SVM algorithm and the optimum
segmentation scale of 2.
ABSTRAK
Penelitian pemetaan habitat bentik di Pulau Wangi-wangi masih sangat sedikit dilakukan, sehingga
ketersediaan data spasial habitat bentik di daerah ini sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk
memetakan habitat bentik perairan dangkal menggunakan citra Sentinel-2 dengan metode klasifikasi
berbasis objek/OBIA dan menghitung tingkat akurasi hasil klasifikasi habitat bentik di perairan Pulau
Wangi-wangi Kabupaten Wakatobi. Penelitian ini dilaksanakan di perairan Pulau Wangi-wangi,
khususnya perairan Sombu Dive dan sekitarnya. Penelitian ini menggunakan data satelit Sentinel-2
dengan resolusi spasial 10x10 m2 yang diakuisisi pada tanggal 4 April 2017 dan pengambilan data
lapangan dilakukan pada bulan Maret - April 2017. Klasifikasi citra dengan metode OBIA
menggunakan metode contextual editing pada level 1. Level 2 menggunakan klasifikasi terbimbing
dengan beberapa algoritma klasifikasi yaitu support vector machine (SVM), decision tree (DT),
Bayesian, dan k-nearest neighbour (KNN) dengan input themathic layer dari data lapangan.
Klasifikasi habitat bentik dilakukan pada 12 dan 9 kelas dengan penerapan optimasi skala segmentasi
yaitu 1, 1,5, 2, dan 2,5. Berdasarkan metode OBIA, habitat bentik dapat dipetakan dengan tingkat
akurasi sebesar 60,4% dan 64,1% pada citra klasifikasi 12 dan 9 kelas secara berturut-turut pada nilai
optimum skala segmentasi 2 dengan algoritma SVM.
Kata kunci: pemetaan, habitat bentik, OBIA, Sentinel-2, perairan pulau Wangi-wangi
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan FPIK-IPB, ISOI, dan HAPPI 381
Pemetaan Habitat Bentik Berbasis Objek Menggunakan Citra Sentinel-2 . . .
382 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Mastu et al.
pemetaan habitat bentik, geomorfologi dan metode klasifikasi berbasis objek/OBIA dan
ekologi ekosistem terumbu karang pada citra menggunakan beberapa algoritma klasifikasi
resolusi spasial sedang hingga resolusi (machine learning) pada jumlah kelas habitat
spasial tinggi (Phinn et al., 2011; Anggoro et bentik yang lebih banyak atau lebih detail,
al., 2015; Wahidin et al., 2015). serta menghitung tingkat akurasi hasil
Pemetaan habitat bentik di perairan klasifikasi habitat bentik di perairan Pulau
wakatobi telah dilakukan, namun rata-rata Wangi-wangi Kabupaten Wakatobi.
masih terbatas pada pemetaan luasan,
distribusi maupun geomorfologi terumbu II. METODE PENELITIAN
karang. Pemetaan habitat bentik Di Wakatobi
telah dilakukan oleh Hafizt et al. (2017) 2.1. Waktu dan Lokasi
dengan memetakan habitat bentik di perairan Penelitian ini dilaksanakan pada
pulau Lentea Kabupaten Wakatobi meng- bulan Maret-April 2017, bertempat di
gunakan model depth invariant index (DII) perairan Pulau Wangi-wangi, khususnya
dan relative water depth index (RWDI) dan perairan Sombu Dive dan sekitarnya,
proses klasifikasi habitat bentik meng- Kabupaten Wakatobi Provinsi Sulawesi
gunakann metode ISO-DATA yang ter- Tenggara (Gambar 1). Secara geografis
golong dalam unsupervised classification lokasi penelitian terletak antara 5° 15' 22.6''-
yang dilakukan terpisah pada habitat bentik 5° 16' 33.3'' LS dan 123° 31' 11.5'' -
perairan dangkal dan perairan dalam 123°31'14.9'' BT.
sehingga menghasilkan akurasi keseluruhan
tertinggi sebesar 83,93% pada 7 kelas habitat
bentik.
Penelitian terkait pemetaan habitat
bentik khususnya di perairan Pulau Wangi-
wangi baru pertama kali dilakukan oleh
Yulius et al. (2015) terkait distribusi spasial
terumbu karang, sehingga ketersediaan data
spasial habitat bentik di daerah ini sangat
terbatas. Pemanfaatan data citra satelit dapat
dijadikan sebagai alternatif utama dalam
menyediakan data dan informasi spasial
secara efektif dan efisien pada area yang luas
dibandingkan pemetaan konvensional dengan
pengamatan langsung di lapangan. Ber-
dasarkan hal tersebut, sehingga perlu di-
lakukan penelitian terkait pemetaan habitat
bentik dengan penerapan metode OBIA di
lokasi penelitian dengan jumlah tipe habitat
bentik yang lebih banyak atau detail. Selain
itu dengan penerapan metode OBIA pada
citra Sentinel-2 diharapkan dapat
mengkalifikasikan habitat bentik khususnya Gambar 1. Peta lokasi penelitian; Titik warna
pada kompleksitas habitat yang tinggi merah menunjukkan lokasi
dengan baik. sampling untuk tujuan klasifikasi
Tujuan penelitian ini adalah untuk dan titik warna kuning menunjuk-
memetakan habitat bentik perairan dangkal kan lokasi sampling untuk uji
menggunakan citra Sentinel-2 dengan akurasi.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 10, No. 2, Agustus 2018 383
Pemetaan Habitat Bentik Berbasis Objek Menggunakan Citra Sentinel-2 . . .
384 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Mastu et al.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 10, No. 2, Agustus 2018 385
Pemetaan Habitat Bentik Berbasis Objek Menggunakan Citra Sentinel-2 . . .
386 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
diterapkan. Uji akurasi yang umum ∑e
6fg d22
OA = .…………………..…….... (8)
dilakukan pada data hasil klasifikasi d
d44
penginderaan jauh adalah matriks kesalahan/ PA = .……………………...…….... (9)
confusion matrix (Tabel 2). Hal ini dilakukan dh4
d22
dengan membandingkan citra hasil klasi- UA = .……………………..….….... (10)
d2h
fikasi terhadap kelas atau objek sebenarnya
yang diperoleh berdasarkan pengamatan di Keterangan: k adalah jumlah baris pada
lapangan (Wahiddin, 2015). Uji akurasi matriks, n adalah jumlah pengamatan, 𝑛22
mengacu pada Congalton and Green (2009) adalah jumlah pengamatan pada kolom ke-i
yang terdiri dari overall accuracy (OA), dan baris ke-i dan 𝑛44 merupakan jumlah
producer (PA) dan user accuracy (UA) dan
pengamatan pada kolom ke-j dan baris ke-j.
menggunakan beberapa persamaan untuk
Secara umum prosedur penelitian
menghitung tingkat akurasi baik itu OA, PA,
yang telah dilakukan disajikan pada Gambar
dan UA masing-masing disajikan pada
2.
persamaan berikut.
388 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Mastu et al.
dihasilkan akan semakin banyak dan juga penelitian kedalam tiga kelas
menghasilkan bentuk atau ukuran objek yang yaitu darat, perairan dangkal, dan
semakin kecil. Objek yang dihasilkan melalui laut dalam.
proses segmentasi pada penelitian ini,
selanjutnya akan diklasifikasikan berdasar- 3.2.3. Klasifikasi Habitat Bentik (Level 2)
kan data skema klasifikasi yang telah dibuat Kelas perairan dangkal pada level 1
sebelumnya. kemudian disegmentasi ulang pada level 2
dengan penerapan optimasi skala segmentasi.
3.2.2. Klasifiasi Reef Level (Level 1) Objek atau segmen yang dihasilkan
Klasifikasi level 1 pada penelitian ini selanjutnya diklasifikasi dengan klasifikasi
menghasilkan 3 kelas yaitu darat, perairan terbimbing menggunakan beberapa algoritma
dangkal, dan perairan dalam (Gambar 4). machine learning seperti algoritma SVM,
Kelas perairan dangkal menjadi batas area DT, Bayesian, dan KNN dengan
kajian habitat bentik dan selanjutnya akan menggunakan data skema klasifikasi habitat
disegmentasi ulang pada tahap klasifikasi bentik perairan dangkal sebagai input
habitat bentik (level 2). Phinn et al. (2011) thematic layer yang telah dibuat sebelumnya
dan Anggoro et al. (2017) mengungkapkan berdasarkan pengamatan langsung di
bahwa pada sistem klasifikasi hirarki hasil lapangan. Input fitur yang digunakan pada
klasifikasi level 1 (reef level) yaitu pada proses klasifikasi level 2 yaitu nilai layer
kelas perairan dangkal menjadi batasan area (mean dan standar deviasi) dari semua band
kajian dan diproses menjadi segmen baru sinar tampak serta hasil dari tiga komposisi
untuk klasifikasi pada level berikutnya, pasangan band DII.
dalam hal ini yaitu level 2 (habitat bentik). Hasil optimasi skala segmentasi
Berdasarkan hasil klasifikasi level 1 (Gambar 5) diperoleh nilai akurasi tertinggi
diperoleh luas tiap kelas yaitu kelas perairan pada algoritma SVM dan optimum pada
dangkal sebesar 44,8 Ha, kelas darat 33,5 Ha, skala segmentasi 2 baik pada hasil klasifikasi
dan kelas perairan dalam sebesar 27,7 Ha, 12 kelas dan 9 kelas habitat bentik dengan
dari luas keseluruhan lokasi penelitian nilai akurasi keseluruhan diperoleh masing-
sebesar 106 Ha. masing sebesar 60,4% dan 64,1%. Nilai
akurasi terendah diperoleh sebesar 29,0%
pada skala segmentasi 1 dan 1,5 dengan
algoritma DT untuk hasil klasifikasi 12 kelas
dan 32,8% pada skala segmentasi 1,5 dengan
algoritma DT untuk hasil klasifikasi 9 kelas
habitat bentik.
Overall Accuracy (%)
60
40
20
0
1 1,5 2 2,5
Skala Segmentasi
Gambar 4. Hasil klasifikasi level 1 (reef SVM Bayes KNN DT
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 10, No. 2, Agustus 2018 389
Pemetaan Habitat Bentik Berbasis Objek Menggunakan Citra Sentinel-2 . . .
60
teknik klasifikasi lainnya. Faktor utama yang
mempengaruhi peningkatan akurasi dengan
40 menggunakan algoritma mesin pembelajaran
(SVM) yaitu kemampuan membedakan objek
20 dengan baik dari penggunaan data dengan
ciri probabilitas empiris yang tidak diketahui
(Zhang and Xie, 2013).
0 Hasil klasifikasi dengan meng-
1 1,5 2 2,5 gunakan algoritma SVM pada skala
Skala Segmentasi segmentasi 2 menunjukan bahwa terjadi
SVM Bayes KNN DT
peningkatan akurasi keseluruhan sebesar
Gambar 5. Hasil Akurasi 12 kelas (atas) dan 3,7% dari penerapan 12 kelas dan 9 kelas
9 kelas (bawah) habitat bentik habitat bentik. Hal ini menunjukan bahwa
pada tiap algoritma yang diguna- jumlah kelas yang digunakan akan mem-
kan. pengaruhi akurasi hasil klasifikasi, dimana
jumlah kelas yang lebih sidikit ( 9 kelas)
Berdasarkan hasil optimasi skala akan menghasilkan akurasi keseluruhan lebih
segmentasi dengan penerapan beberapa tinggi dibandingkan dengan penggunaan
algoritma klasifikasi, terlihat dengan jelas jumlah kelas yang lebih banyak (12 kelas).
bahwa algoritma SVM menghasilkan akurasi Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
keseluruhan tertinggi dibandingkan dengan Andrefouet et al. (2003) yang menerapkan
algoritma klasifikasi lainnya. Hal ini sesuai beberapa jumlah kelas dengan mengasilkan
dengan hasil penelitian Wahiddin et al. akurasi keseluruhan yang semakin menurun
(2015) yang memetakan habitat bentik dengan bertambahnya jumlah kelas yang
terumbu karang dengan menggunakan be- digunakan yaitu diperoleh akurasi rata-rata
berapa algoritma kalasifikasi yaitu algoritma 77% (4-5 kelas), 71% (7-8 kelas), 56% (9-11
SVM, DT, Bayesian, KNN, random tree kelas), dan 53% (>13 kelas) pada citra
(RT) dan dari hasil penelitiannya me- Landsat dan IKONOS.
rekomendasikan untuk menggunakan metode Hasil klasifikasi habitat bentik per-
berbasis objek (OBIA) dengan menerapkan airan dangkal (level 2) disajikan pada
algoritma klasifikasi SVM, karena meng- Gambar 6 untuk hasil klasifikasi 12 kelas dan
hasilkan nilai akurasi keseluruhan tertinggi Gambar 7 untuk hasil klasifikasi 9 kelas
dibandingkan dengan algoritma klasifikasi habitat bentik.
lainnya yaitu sebesar 73% pada 7 kelas Berdasarkan hasil klasifikasi habitat
habitat bentik. Kondraju et al. (2013) juga bentik pada Gambar 6 dan Gambar 7 terlihat
memetakan jabitat bentik dengan beberapa dengan jelas bahwa kelas habitat bentik
algoritma klasifikasi yaitu MLC (maximum terdistribusi dengan relatif homogen pada
likelihood), SAM (spectral angular mapper), wilayah perairan dangkal. Dari hasil tersebut,
SID (spectral information divergence) serta kemudian dapat diperoleh luas area masing-
SVM, dan menghasilkan nilai akurasi masing kelas habitat bentik dengan analisis
optimum pada penerapan algoritma SVM spasial dari hasil klasifikasi 12 dan 9 kelas
dengan nilai akurasi sebesar 95,97% pada 4 habitat bentik perairan dangkal di lokasi
kelas habitat bentik. Menurut Mountrakis et penelitian. Gambar 8 menunjukan luas area
al. (2011) algoritma SVM dalam bidang 12 dan 9 kelas habitat bentik hasil klasifikasi
penginderaan jauh memiliki kemampuan menggunakan algoritma SVM dengan skala
yang baik untuk menangani data dengan segmentasi 2.
390 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Mastu et al.
Gambar 6. Hasil klasifikasi 12 kelas habitat bentik menggunakan algoritma SVM; skala
segmentasi (A) 1, (B) 1,5, (C) 2, dan (D) 2,5.
Gambar 7. Hasil klasifikasi 9 kelas habitat bentik menggunakan algoritma SVM; skala
segmentasi (A) 1, (B) 1,5, (C) 2, dan (D) 2,5.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 10, No. 2, Agustus 2018 391
Pemetaan Habitat Bentik Berbasis Objek Menggunakan Citra Sentinel-2 . . .
11,2
Luas (Ha)
12,0 12,0 8,8
8,0 4,4 4,1 8,0
3,7 4,2 4,1
4,0 0,5 0,6 0,6 1,2 1,2 0,6 0,9 0,3 4,0 2,5 2,1
0,5 0,8
0,0 0,0
A BI KH KM L LP P PL R
M
P
M
PR
A
LP
R
PL
BI
K H
L
R
K
K
K
H
Gambar 8. Luas kelas habitat bentik hasil klasifikasi 12 kelas (kanan) dan 9 kelas (kiri).
Hasil klasifikasi 12 kelas dan 9 kelas habitat masing-masing sebesar 83,5% dan 68.7%.
bentik menunjukan bahwa kelas karang Phinn et al., (2011) melakukan pemetaan
hidup (KH) mendominasi area perairan habitat bentik menggunakan citra Quickbird-
dangkal di lokasi penelitian dengan diperoleh 2 di tiga daerah yang berbeda yaitu di
luasan masing-masing sebesar 19,1 Ha dan Ngderack Reef (11 kelas), Heron Reef (13
18,0 Ha, sedangkan kelas habitat bentik yang kelas), dan Navakavu Reef (17 kelas)
memiliki luas area terkecil yaitu didapatkan menghasilkan akurasi pemetaan masing-
pada kelas rubble + lamun (RL) sebesar 0,3 masing 51,6%, 77,9 %, dan 65,4%. Zhang et
Ha pada klasifikasi 12 kelas dan pada al. (2013) memetakan 12 kelas habitat bentik
klasifikasi 9 kelas didapatkan luasan terkecil menggunakan citra AVIRIS (airborne
pada kelas alga (A) sebesar 0,5 Ha. visible/infrared imaging spectrometer)
Hasil uji akurasi citra Sentinel-2 dengan algoritma random forest (RF)
optimum pada skala segmentasi 2 dengan menghasilkan akurasi keseluruhan yaitu
menggunakan algoritma SVM diperoleh 75,1-87,9%. Wahiddin et al., (2015)
akurasi keseluruhan (OA) sebesar 60,4% melakukan pemetaan pada 7 kelas habitat
pada 12 kelas dan 64,1% pada 9 kelas habitat bentik terumbu karang menggunakan
bentik. Green et al. (2000) menyatakan Landsat 8 OLI dengan algoritma SVM dan
bahwa akurasi pemetaan habitat bentik yang menghasilkan akurasi keseluruhan sebesar
baik atau dapat digunakan apabila peta 73%. Anggoro et al., (2017) memetakan 9
klasifikasi habitat bentik menghasilkan kelas habitat bentik menggunakan citra
akurasi keseluruhan (OA) di atas 60%. Worldview-2 dengan algoritma SVM dan
Berdasarkan hal tersebut, maka pada menghasilkan akurasi keseluruhan sebesar
penelitian ini peta hasil klasifikasi habitat 75%. Dalam penelitian ini dilakukan
bentik perairan dangkal dapat digunakan pemetaan 12 dan 9 kelas habitat bentik
untuk keperluan lebih lanjut. menggunakan citra Sentinel-2 dengan
Saat ini, pemetaan habitat bentik algoritma SVM menghasilkan akurasi
perairan dangkal telah banyak dilakukan keseluruhan masing-masing sebesar 60,4%
dengan menggunakan metode klasifikasi dan 64,1%. Hasil akurasi penelitian ini lebih
berbasis objek (OBIA) dan penggunaan rendah dari akurasi penelitian lainnya seperti
metode OBIA telah terbukti dapat Wahidin et al. (2015) dan Anggoro et al.
meningkatkan akurasi pemetaan habitat (2017) disebabkan oleh: (1) perbedaan
bentik perairan dangkal. Benfield et al., penggunaan algoritma klasifikasi, (2) jenis
(2007) memetakan 11 kelas bentik atau kualitas citra yang digunakan, (3)
menggunakan citra Quickbird dan Landsat 7 jumlah kelas atau kompleksitas habitat bentik
ETM+ dengan algoritma fuzzy logic dan di lokasi kajian, (4) jumlah titik pengamatan
contextual editing menghasilkan akurasi lapangan, (5) lokasi dan waktu penelitian
392 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Mastu et al.
yang berbeda, dan (6) ukuran dan teknik UCAPAN TERIMA KASIH
sampling lapangan yang berbeda. Menurut
Anggoro et al. (2017) bahwa perbedaan Penelitian ini sebagian dibiayai oleh
akurasi pemetaan dapat disebabkan adanya Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat
kompleksitas habitat bentik yang sangat Ditjen Penguatan Riset dan Pengembangan
tinggi di wilayah kajian. Kementerian Riset, Teknologi, dan
Umumnya metode klasifikasi yang Pendidikan Tinggi, Republik Indonesia
diterapkan selama ini masih menggunakan melalui program hibah Penelitian Dasar
metode klasifikasi berbasis piksel yang Unggulan Perguruan Tinggi (PDUPT)
hanya bertumpu pada aspek spektral saja. dengan surat perjanjian pendanaan penelitian
Perkembangan metode OBIA saat ini tidak No. 129/SP2H/PTNBH/DRPM/2018 tanggal
terlepas dari keunggulannya yang dapat 1 Februari 2018 dan surat perjanjian
menghubungkan antara aspek spektral dan penugasan pelaksanaan penelitian No.
spasial secara bersamaan dalam proses 1738/IT3.11/PN/2018 tanggal 21 Februari
klasifikasi. Selain itu, penggunaan algoritma 2018. Penulis mengucapkan terima kasih
klasifikasi dalam dunia penginderaan jauh kepada Dinas Pekerjaan Umum, Tata Ruang
semakin berkembang seperti pemanfaatan dan Pertambangan Kabupaten Wakatobi atas
algoritma yang berbasis machine learning. bantuan alat dan fasilitas selama penulis
Pada penelitian ini, metode OBIA dengan melakukan penelitian, khususnya pada saat
algoritma klasifikasi SVM telah terbukti proses pengambilan data lapangan. Penulis
dapat menghasilkan akurasi pemetaan yang juga mengucapkan terima kasih kepada
lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa reviewer yang telah memberikan masukan
algoritma klasifikasi lainnya. untuk meningkatkan kualitas paper ini.
Habitat bentik perairan dangkal dapat Adji, A.S. 2014. Suitability analysis of
dipetakan dengan baik menggunakan metode multispectral satellite sensors for
klasifikasi berbasis objek (OBIA) dengan mapping coral reefs in Indonesia case
algoritma SVM pada citra Sentinel-2 di study: Wakatobi Marine National
lokasi kajian. Hasil uji akurasi diperoleh Park. Mar. Res. Indonesia, 39(2):73-
akurasi keseluruhan (OA) untuk 12 kelas dan 78. http://dx.doi.org/10.14203/mri.v3
9 kelas habitat bentik yaitu masing-masing 9i2.87.
sebesar 60,4% dan 64,1% pada nilai Andrefouet, S., P. Kramer, D. Torres-Pulliza,
optimum skala segmentasi 2 dengan K.E. Joyce, E.J. Hochberg, R. Garza-
algoritma SVM. Dari hasil klasifikasi habitat Pérez, P.J. Mumby, B. Riegl, H.
bentik pada klasifikasi 12 dan 9 kelas habitat Yamano, W.H. White, et al. 2003.
bentik menunjukan bahwa kelas karang Multi-site evaluation of IKONOS
hidup (KH) mendominasi area perairan data for classification of tropical coral
dangkal di lokasi penelitian dengan diperoleh reef environments. Remote Sens.
luasan masing-masing sebesar 19,1 Ha dan Environ., 88(1-2):128-143. https://
18,0 Ha. Sedangkan kelas habitat bentik yang doi.org/10.1016/j.rse.2003.04.005.
memiliki luas area terkecil yaitu didapatkan Anggoro, A., V.P. Siregar, and S.B. Agus.
pada kelas rubble + lamun (RL) sebesar 0,3 2017. Multiscale classification for
Ha pada klasifikasi 12 kelas dan pada geomorphic zone and benthic habitats
klasifikasi 9 kelas didapatkan luasan terkecil mapping using OBIA method in Pari
pada kelas alga (A) sebesar 0,5 Ha. Island. J. Penginderaan Jauh,
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 10, No. 2, Agustus 2018 393
Pemetaan Habitat Bentik Berbasis Objek Menggunakan Citra Sentinel-2 . . .
394 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Mastu et al.
Phinn, S.R., C.M. Roelfsema, and P.J. J. Ilmu dan Teknologi Kelautan
Mumby. 2011. Multi-scale, object- Tropis, 2(1):19-30. http://dx.doi.org
based image analysis for mapping /10.29244/jitkt.v2i1.7860.
geomorphic and ecological zones on Supriatna, J. 2008. Melestarikan alam
coral reefs. Int. J. Remote Sensing, Indonesia. Yayasan Obor Indonesia.
33:3768-3797. http://dx.doi.org/10.10 Jakarta. 482 hlm.
80/01431161.2011.633122. Suyarso, dan A. Budiyanto. 2008. Studi
Purbani, D., Yulius, M. Ramdhan, T. Arifin, baseline terumbu karang di lokasi
H.L. Salim, and N. Novianti. 2014. DPL Kabupaten Wakatobi.
Beach characteristics of Wakatobi COREMAP II (Coral Reef
National Park to support marine eco- Rehabilitation and Management
tourism: A case study of Wangi- Program)-LIPI. Jakarta. 107 hlm.
wangi Island. Depik, 3(2):137-145. Trimble. 2014. Ecognition developer: user
https://doi.org/10.13170/depik.3.2.15 guide. Trimble Germany GmbH.
39. Munchen, Germany. 262 p.
Roelfsema, C. and S. Phinn. 2008. Tzotsos, A. 2006. A support vector machine
Evaluating eight field and remote approach for object based image
sensing approaches for mapping the analysis. 2006. In: 1st International
benthos of three different coral reef Conference on Object-based Image
environments in Fiji. In: Frouin, R.J. Analysis, OBIA, Salzburg, Austria, 4-
et al. (eds.). Proc. SPIE, Remote 5 July. 6 p.
sensing of inland, coastal, and Wahiddin, N., V.P. Siregar, B. Nababan, I.
oceanic waters. 7150:71500F. https:// Jaya, and S. Wouthuyzend. 2015.
doi.org/10.1117/12.804806. Object-based image analysis for coral
Selamat, M.B., I. Jaya, V.P. Siregar, dan T. reef benthic habitat mapping with
Hestirianoto. 2012a. Aplikasi citra several classification algorithms.
quickbird untuk pemetaan 3D substrat Procedia Environmental Sciences,
dasar di gusung karang. J. Ilmiah 24:222-227. https://doi.org/10.1016/
Geomatika, 8(2):95-106. j.proenv.2015.03.029.
Selamat, M.B., I. Jaya, V.P. Siregar, and T. Wahiddin, N. 2015. Klasifikasi ekosistem
Hestirianoto. 2012b. Geomorphology terumbu karang berbasis objek dan
zonation and column correction for piksel di Pulau Morotai. Disertasi.
bottom substrat mapping using Institut Pertanian Bogor. Bogor.
quickbird image. J. Teknologi 102hlm.
Perikanan dan Kelautan, 2(2):17-25. Wahiddin, N., V.P. Siregar, B. Nababan, I.
http://dx.doi.org/10.24319/jtpk.3.17- Jaya, dan S. Wouthuyzend. 2014.
25 Deteksi perubahan habitat terumbu
Siregar, V.P., S. Wouthuyzen, A. Sunuddin, karang menggunakan citra Landsat di
A. Anggoro, dan A.A. Mustika. 2013. pulau morotai provinsi maluku utara.
Pemetaan habitat dasar dan estimasi J. Ilmu dan Teknologi Kelautan
stok ikan terumbu dengan citra satelit Tropis, 6(2):507-524. http://dx.doi.
resolusi tinggi. J. Ilmu dan Teknologi org/10.29244/jitkt.v6i2.9026.
Kelautan Tropis, 5:453-463. http://dx. Wang, L., W.P. Sousa, and P. Gong. 2004.
doi.org/10.29244/jitkt.v5i2. 7573. Integration of object-based and pixel-
Siregar, V.P. 2010. pemetaan substrat dasar based classification for mapping
perairan dangkal karang congkak dan mangroves with IKONOS imagery.
lebar Kepulauan Seribu Int. J. Remote Sens., 25(24):5655-
menggunakan citra satelit quick bird. 5668.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 10, No. 2, Agustus 2018 395
Pemetaan Habitat Bentik Berbasis Objek Menggunakan Citra Sentinel-2 . . .
396 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt