Anda di halaman 1dari 17

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/328690568

OBJECT BASED MAPPING ON BENTHIC HABITAT USING SENTINEL-2


IMAGERY OF THE WANGI-WANGI ISLAND WATERS OF THE WAKATOBI
DISTRICT

Article  in  Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis · November 2018


DOI: 10.29244/jitkt.v10i2.21039

CITATION READS

1 324

3 authors:

La Ode Khairum Mastu Bisman Nababan


Bogor Agricultural University Bogor Agricultural University
2 PUBLICATIONS   1 CITATION    64 PUBLICATIONS   533 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

James P Panjaitan
Bogor Agricultural University
17 PUBLICATIONS   35 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Assessment of Geostrophic Flow Variability from Altimetry and Conventional Data View project

Mapping the Shallow Waters Benthic Habitat Using Drone/UAV Technology (Pemetaan Habitat Bentik Perairan Dangkal Menggunakan Teknologi Drone/UAV) View
project

All content following this page was uploaded by La Ode Khairum Mastu on 09 November 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis Vol. 10 No. 2, Hlm. 381-396, Agustus 2018
ISSN Cetak : 2087-9423 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
ISSN Elektronik : 2620-309X DOI: http://dx.doi.org/10.29244/jitkt.v10i2.21039

PEMETAAN HABITAT BENTIK BERBASIS OBJEK MENGGUNAKAN CITRA


SENTINEL-2 DI PERAIRAN PULAU WANGI-WANGI KABUPATEN WAKATOBI

OBJECT BASED MAPPING ON BENTHIC HABITAT USING SENTINEL-2 IMAGERY


OF THE WANGI-WANGI ISLAND WATERS OF THE WAKATOBI DISTRICT

La Ode Khairum Mastu1*, Bisman Nababan2, dan James P. Panjaitan2


1Program Studi Teknologi Kelautan, Sekolah Pascasarjana, IPB, Bogor
2
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB, Bogor
*
E-mail: khairum_14@apps.ipb.ac.id

ABSTRACT
Research on benthic habitat mapping in the Wangi-wangi Island waters was very limited. Therefore
the spatial data availability of benthic habitat in this area is also very limited. The purposes of this
study were to map the shallow water benthic habitats using Sentinel-2 image based on object-based
classification method (OBIA) and to calculate the accuracy level of benthic habitat classification
results in the Wangi-wangi Island waters of the Wakatobi District. This research was conducted in the
Wangi-wangi Island waters around Sombu Dive waters and it's surroundings. The study used satellite
Sentinel-2 data with 10x10 m2 spatial resolution acquired on 4 April 2017 and the field data were
acquired in March - April 2017. Satellite image was classified with OBIA method using contextual
editing at level 1. At level 2, we used supervised classification with some algorithms such as support
vector machine (SVM), decision tree (DT), Bayesian, and k-nearest neighbour (KNN) with
input themathic layer from field data. The classification of benthic habitats was performed in 12 and 9
classes with the application of segmentation-optimization scale of 1, 1.5, 2, and 2.5. Based on OBIA
method, benthic habitat can be mapped with the best overall accuracy of 60.4% and 64.1% for the
image classification of 12 and 9 classes, respectively with SVM algorithm and the optimum
segmentation scale of 2.

Keywords: mapping, benthic habitats, OBIA, Sentinel-2, Wangi-wangi Island waters

ABSTRAK
Penelitian pemetaan habitat bentik di Pulau Wangi-wangi masih sangat sedikit dilakukan, sehingga
ketersediaan data spasial habitat bentik di daerah ini sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk
memetakan habitat bentik perairan dangkal menggunakan citra Sentinel-2 dengan metode klasifikasi
berbasis objek/OBIA dan menghitung tingkat akurasi hasil klasifikasi habitat bentik di perairan Pulau
Wangi-wangi Kabupaten Wakatobi. Penelitian ini dilaksanakan di perairan Pulau Wangi-wangi,
khususnya perairan Sombu Dive dan sekitarnya. Penelitian ini menggunakan data satelit Sentinel-2
dengan resolusi spasial 10x10 m2 yang diakuisisi pada tanggal 4 April 2017 dan pengambilan data
lapangan dilakukan pada bulan Maret - April 2017. Klasifikasi citra dengan metode OBIA
menggunakan metode contextual editing pada level 1. Level 2 menggunakan klasifikasi terbimbing
dengan beberapa algoritma klasifikasi yaitu support vector machine (SVM), decision tree (DT),
Bayesian, dan k-nearest neighbour (KNN) dengan input themathic layer dari data lapangan.
Klasifikasi habitat bentik dilakukan pada 12 dan 9 kelas dengan penerapan optimasi skala segmentasi
yaitu 1, 1,5, 2, dan 2,5. Berdasarkan metode OBIA, habitat bentik dapat dipetakan dengan tingkat
akurasi sebesar 60,4% dan 64,1% pada citra klasifikasi 12 dan 9 kelas secara berturut-turut pada nilai
optimum skala segmentasi 2 dengan algoritma SVM.

Kata kunci: pemetaan, habitat bentik, OBIA, Sentinel-2, perairan pulau Wangi-wangi

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan FPIK-IPB, ISOI, dan HAPPI 381
Pemetaan Habitat Bentik Berbasis Objek Menggunakan Citra Sentinel-2 . . .

I. PENDAHULUAN (Green et al., 2000; Congalton and Green,


2009). Khusus untuk perairan di sekitar
Perairan Kepulauan Wakatobi berada pulau Wangi-wangi, penelitian terkait
pada wilayah “Coral Triangle” atau wilayah pemetaan habitat bentik masih sangat sedikit
pusat segitiga terumbu karang dunia yang dilakukan.
memiliki keanekaragaman terumbu karang Teknologi penginderaan jauh yang
dan hayati tertinggi di dunia (Supriatna, berkembang sampai saat ini, tidak telepas
2008; BTNW, 2009; Wilson et al., 2012; dari semakin berkembangnya teknologi
Purbani et al., 2014). Wakatobi tersusun dari satelit yang diluncurkan, dalam hal ini satelit
gugusan pulau-pulau dengan empat pulau sumber daya alam. Teknologi satelit ber-
besar yaitu pulau Wangi-Wangi, Kaledupa, kembang dengan berbagai kemampuan
Tomia, dan Binongko (COREMAP, 2001; dalam menyediakan data citra terkait dengan
Suyarso dan Budiyanto, 2008). Habitat informasi permukaan bumi. Citra satelit yang
bentik di Wakatobi memiliki kompleksitas dihasilkan bervariasi mulai dari citra dengan
yang sangat tinggi dimana keanekaragaman resolusi spasial dan resolusi spektral yang
terumbu karang dan lamun yang dijadikan rendah hingga tinggi. Citra satelit yang
sebagai tempat hidup bagi berbagai jenis tersedia juga ada yang gratis dan berbayar.
biota laut. Habitat bentik merupakan tempat Berbagai macam jenis citra satelit yang
hidup dari berbagai jenis organisme yang berkembang sampai saat ini salah satunya
disusun oleh rumput laut, lamun, alga, yaitu citra satelit Sentinel-2. Citra satelit
karang hidup, karang mati dengan tipe Sentinel-2, saat ini menjadi alternatif baru
substrat seperti pasir, lumpur, dan pecahan dalam menyediakan informasi permukaan
karang (Zhang et al., 2013; Anggoro, 2015). bumi karena selain mudah didapatkan dan
Pemanfaatan teknologi satelit peng- gratis, citra Sentinel-2 menawarkan kualitas
inderaan jauh dalam menyediakan informasi data citra dengan resolusi spasial yang lebih
secara spasial telah banyak dilakukan dan baik yaitu 10x10 m2/piksel, dibandingan
sampai saat ini terus mengalami kemajuan. dengan citra open source lainnya yang sering
Penelitian terkait pemanfaatan teknologi digunakan seperti citra Landsat yang hanya
penginderaan jauh khususnya pada memiliki resolusi spasial 30x30 m2/piksel.
penyediaan informasi spasial habitat bentik Pemanfaatan citra satelit untuk
perairan dangkal telah banyak dilakukan memetakan habitat dasar perairan dangkal
(Siregar, 2010; Phinn et al., 2011; Selamat et tentu tidak terlepas dari proses klasifikasi
al., 2012a; Selamat et al., 2012b; Siregar et ataupun analisis digital dari citra tersebut.
al., 2013; Zhang et al., 2013; Anggoro et al., Analisis digital data penginderaan jauh
2015; Wahidin et al., 2015; Zhang, 2014). secara umum memiliki dua pendekatan yaitu
Beberapa pemetaan habitat bentik di wilayah berbasis piksel (pixel-based) dan berbasis
perairan Wakatobi telah dilakukan terkait objek (object-based). Penggunaan metode
dengan pemetaan luasan, distribusi spasial klasifikasi berbasis objek saat ini menjadi
maupun geomorfologi terumbu karang alternatif dalam mengklasifikasikan suatu
(COREMAP, 2001; Adji, 2014; Yulius et al., objek permukaan bumi. Klasifikasi berbasis
2015; Hafizt et al., 2017). Pemetaan habitat objek/ Objek-Based Image Analysis (OBIA)
bentik, dalam penerapannya masih terdapat merupakan salah satu sub-kajian dari
permasalahan yaitu adanya pengaruh per- GISscience yang fokus pada pengembangan
mukaan perairan dan kedalaman perairan metode analisis citra penginderaan jauh
terhadap reflektansi dasar perairan (Lyzenga, berbasis objek sehingga menjadi beberapa
1981). Permasalahan lain adalah penentuan objek yang memiliki kesamaan tertentu
metode klasifikasi citra dengan tingkat (Navulur, 2007). Penggunaan metode OBIA
akurasi yang baik dari peta yang dihasilkan telah terbukti dapat meningkatkan akurasi

382 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Mastu et al.

pemetaan habitat bentik, geomorfologi dan metode klasifikasi berbasis objek/OBIA dan
ekologi ekosistem terumbu karang pada citra menggunakan beberapa algoritma klasifikasi
resolusi spasial sedang hingga resolusi (machine learning) pada jumlah kelas habitat
spasial tinggi (Phinn et al., 2011; Anggoro et bentik yang lebih banyak atau lebih detail,
al., 2015; Wahidin et al., 2015). serta menghitung tingkat akurasi hasil
Pemetaan habitat bentik di perairan klasifikasi habitat bentik di perairan Pulau
wakatobi telah dilakukan, namun rata-rata Wangi-wangi Kabupaten Wakatobi.
masih terbatas pada pemetaan luasan,
distribusi maupun geomorfologi terumbu II. METODE PENELITIAN
karang. Pemetaan habitat bentik Di Wakatobi
telah dilakukan oleh Hafizt et al. (2017) 2.1. Waktu dan Lokasi
dengan memetakan habitat bentik di perairan Penelitian ini dilaksanakan pada
pulau Lentea Kabupaten Wakatobi meng- bulan Maret-April 2017, bertempat di
gunakan model depth invariant index (DII) perairan Pulau Wangi-wangi, khususnya
dan relative water depth index (RWDI) dan perairan Sombu Dive dan sekitarnya,
proses klasifikasi habitat bentik meng- Kabupaten Wakatobi Provinsi Sulawesi
gunakann metode ISO-DATA yang ter- Tenggara (Gambar 1). Secara geografis
golong dalam unsupervised classification lokasi penelitian terletak antara 5° 15' 22.6''-
yang dilakukan terpisah pada habitat bentik 5° 16' 33.3'' LS dan 123° 31' 11.5'' -
perairan dangkal dan perairan dalam 123°31'14.9'' BT.
sehingga menghasilkan akurasi keseluruhan
tertinggi sebesar 83,93% pada 7 kelas habitat
bentik.
Penelitian terkait pemetaan habitat
bentik khususnya di perairan Pulau Wangi-
wangi baru pertama kali dilakukan oleh
Yulius et al. (2015) terkait distribusi spasial
terumbu karang, sehingga ketersediaan data
spasial habitat bentik di daerah ini sangat
terbatas. Pemanfaatan data citra satelit dapat
dijadikan sebagai alternatif utama dalam
menyediakan data dan informasi spasial
secara efektif dan efisien pada area yang luas
dibandingkan pemetaan konvensional dengan
pengamatan langsung di lapangan. Ber-
dasarkan hal tersebut, sehingga perlu di-
lakukan penelitian terkait pemetaan habitat
bentik dengan penerapan metode OBIA di
lokasi penelitian dengan jumlah tipe habitat
bentik yang lebih banyak atau detail. Selain
itu dengan penerapan metode OBIA pada
citra Sentinel-2 diharapkan dapat
mengkalifikasikan habitat bentik khususnya Gambar 1. Peta lokasi penelitian; Titik warna
pada kompleksitas habitat yang tinggi merah menunjukkan lokasi
dengan baik. sampling untuk tujuan klasifikasi
Tujuan penelitian ini adalah untuk dan titik warna kuning menunjuk-
memetakan habitat bentik perairan dangkal kan lokasi sampling untuk uji
menggunakan citra Sentinel-2 dengan akurasi.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 10, No. 2, Agustus 2018 383
Pemetaan Habitat Bentik Berbasis Objek Menggunakan Citra Sentinel-2 . . .

2.2. Data Komponen habitat bentik yang didapatkan


Data yang digunakan pada penelitian akan digunakan sebagai dasar dari
ini adalah data citra satelit multispektral pembentukan skema klasifikasi habitat bentik
Sentinel-2. Citra Sentinel-2 diperoleh secara di lokasi studi. Data habitat bentik yang
gratis yang dapat diunduh secara langsung diambil sebanyak 434 titik pengamatan,
pada website ESA Copernicus kemudian dibagi menjadi dua bagian yaitu;
(https://scihub.copernicus.eu/dhus/#/home). (1) sebanyak 217 titik sebagai acuan untuk
Citra satelit Sentinel-2 diakuisisi pada RoI (region of interest) pada proses
tanggal 4 April 2017 pada lembar perekaman klasifikasi citra dan (2) sebanyak 217 titik
51MWQ. Citra Sentinel-2 yang diunduh akan dijadikan sebagai data untuk uji akurasi
merupakan data Level 1C, yang artinya data dari hasil klasifikasi citra.
citra tersebut telah terkoreksi secara
geometrik dan radiometrik. Citra Sentinel-2 2.3. Skema Klasifikasi
memiliki 13 sensor dengan resolusi spasial Skema klasifikasi habitat bentik yang
yang berbeda-beda. Sensor atau band yang digunakan pada penelitian ini yaitu ditentu-
digunakan dalam penelitian ini adalah band kan berdasarkan hasil pengamatan habitat
sinar tampak (visible) dan infrared dengan bentik yang dilakukan secara langsung
resolusi spasial 10 meter yaitu band 2 (blue), maupun menggunakan bantuan foto transek
band 3 (green), band 4 (red) dan band 8 kuadrat pada setiap titik pengamatan di
(NIR). lokasi penelitian. Pembuatan skema
Pengumpulan data habitat bentik di klasifikasi daerah pengamatan dilakukan
lapangan dilakukan dengan pengamatan dengan mengacu pada prinsip tutupan habitat
langsung secara visual dan dikombinasikan bentik dominan (Siregar, 2010). Penentuan
dengan menggunakan teknik foto transek komponen habitat bentik dominan dilakukan
kuadrat (Roelfsema and Phinn, 2008; dengan analisis visual secara langsung di
Siregar, 2010; Phinn et al., 2011). Transek lapangan maupun hasil foto transek kuadrat
kuadrat yang digunakan dalam penelitian ini disetiap komposisi habitat bentik yang
berukuran 50x50 cm2 dengan titik-titik terdapat di dalam transek kuadrat pada titik
sampling seperti terlihat pada Gambar 1. pengamatan. Deskripsi atau penamaan dari
Luasan transek kuadrat yang digunakan habitat bentik nantinya ditentukan ber-
merupakan penyesuaian terhadap akurasi dari dasarkan komposisi tutupan habitat bentik
GPS (global positioning system) yang dominan yang seluruhnya dibangun oleh satu
digunakan yaitu GPS Trimbel GeoExplorer atau beberapa komponen habitat bentik
6000 series dengan akurasi 50 cm. Transek perairan dangkal. Skema kalasifikasi yang
kuadrat dengan luasan tersebut juga dibuat pada penelitian ini disusun secara
berfungsi untuk mempermudah dalam terstrukrur yang terdiri dari 2 level skema
mengidentifikasi atau menentukan komponen klasifikasi yaitu skema klasifikasi level 1
habitat bentik dominan secara visual baik (kelas reef level) dan skema klasifikasi level
secara langsung di lapangan maupun pada 2 (kelas habitat bentik).
hasil foto transek. Pengambilan data habitat
bentik dilakukan dengan meletakkan transek 2.4. Koreksi Kolom Perairan
kuadrat pada area habitat bentik yang Koreksi kolom perairan mampu
dominan atau homogen, dengan tujuan untuk mengurangi pengaruh attenuation dimana
memaksimalkan keterwakilan terhadap intensitas cahaya matahari secara ekponen-
ukuran dari resolusi spasial citra yang sial akan berkurang dengan meningkatnya
digunakan. Selanjutnya dilakukan peng- kedalaman perairan. Lyzenga (1978; 1981)
ambilan titik koordinat dengan menggunakan mengemukakan bahwa teknik koreksi kolom
GPS disetiap lokasi pengumpulan data. perairan merupakan pendekatan sederhana

384 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Mastu et al.

berbasis citra untuk mengkompensasi Perhitungan koefisien atenuasi (ki/kj)


pengaruh variabel kedalaman dalam dari beberapa pasangan band sinar tampak
pemetaan dasar perairan. Koreksi kolom diperoleh koefisien atenuasi berkisar antara
perairan menggunakan komposisi band sinar 0,30-0,67. Kisaran koefisien atenuasi yang
tampak dengan mengekstrak nilai piksel citra dihasilkan tersebut masih tergolong dalam
pada tipe subtrat yang sama (homogen) kisaran atenuasi perairan laut (Lyzenga
dalam hal ini substrat pasir dari kedalaman 1981). Tiga pasangan band DII yang di-
berbeda (Green et al., 2000; Wahiddin et al., hasilkan dari citra Sentinel-2 selanjutnya
2014). Pasangan band yang digunakan pada akan digunakan sebagai input data feature
penelitian ini adalah band sinar tampak citra dalam proses klasifikasi habitat bentik
Sentinel-2 yaitu band 2 (blue), band 3 perairan dangkal berbasis objek.
(green), band 4 (red). Metode koreksi kolom
perairan ini menghasilkan Depth Invariant 2.5. Klasifikasi Citra
Index (DII) dari setiap pasangan band Klasifikasi citra yang digunakan
spektral dengan persamaan berikut (Green et untuk memetakan habitat bentik yaitu meng-
al., 2000). gunakan klasifikasi citra berbasis objek/
OBIA. Metode OBIA merupakan metode
DIIij = 𝐿𝑜𝑔(𝑥𝑖) – [(𝐾𝑖/𝐾𝑗) ∗ 𝐿𝑜𝑔(𝑥𝑗)]….……. (1) klasifikasi yang dikembangkan dengan
proses segmentasi dan analisis objek atau
dimana, proses klasifikasi citra berdasarkan karak-
teristik spasial, spektral dan skala
𝐾𝑖* = 𝑎 + √𝑎/ + 1 ...….…………..…. (2) temporalnya, sehingga menghasilkan objek
𝐾𝑗
1223 144 citra atau segmen-segmen yang selanjutnya
𝑎 = ……….....….…………..…. (3) digunakan untuk klasifikasi (Wang et al.,
/567
2004; Blaschke, 2010). Secara umum
Keterangan: Ki/Kj adalah koefisien tahapan penggunaan metode OBIA dibagi
atas dua yaitu; (1) diawali dengan proses
attenuation, 𝜎𝑖𝑖 adalah variance band i, 𝜎𝑗𝑗
segmentasi citra, dan (2) citra yang telah
adalah variance band j dan 𝜎𝑖𝑗 adalah
disegmentasi kemudian diklasifikasikan ber-
covariance pasangan band i dan j.
dasarkan kelas-kelas yang telah ditentukan
Koreksi kolom perairan digunakan
sebelumnya.
dengan menghitung DII yang menggunakan
informasi dari rasio koefisien atenuasi tiap
2.5.1. Segmentasi
pasangan band sinar tampak. Berdasarkan
Segmentasi merupakan konsep untuk
band sinar tampak yang digunakan pada
membangun objek atau segmen dari piksel-
penelitian ini, maka diperoleh tiga pasangan
piksel menjadi objek atau segmen yang sama
band dengan komposisi pasangan band yaitu
(Navulur, 2007). Penelitian ini algoritma
DII 2/3 (biru-hijau), DII 2/4 (biru-merah),
segmentasi yang digunakan yaitu algoritma
dan DII 3/4 (hijau-merah). Hasil perhitungan
multiresolution segmentation (MRS). Proses
rasio ki/kj disajikan pada Tabel 1.
segmentasi dengan algoritma MRS terdapat
tiga perameter penting yaitu shape (bentuk),
Tabel 1. Rasio koefisien atenuasi pasangan
compactness (kekompakan), dan scale
band sinar tampak citra Sentinel-2.
(skala/ukuran). Penerapan segmentasi multi-
skala dengan menggunakan beberapa skala
Pasangan Koefisien Atenuasi
yang berbeda-beda pada level 1 (reef level)
Band (ki/kj)
dan level 2 (habitat bentik). Pada level 1 nilai
2/3 (biru - hijau) 0,67
skala yang digunakan yaitu 5. Sedangkan
2/4 (biru - merah) 0,30
pada level 2 akan dilakukan optimasi skala
3/4 (hijau - merah) 0,49

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 10, No. 2, Agustus 2018 385
Pemetaan Habitat Bentik Berbasis Objek Menggunakan Citra Sentinel-2 . . .

segmentasi pada beberapa nilai skala yang SVM (Tzotsos, 2006):


berbeda yaitu MRS 1, 1,5, 2, dan 2,5. Pada
tahap segmentasi, nilai parameter shape dan 𝑓 (𝑥) = ∑2∈? 𝜆2 𝑦2 𝐾(𝑥2 𝑥) + 𝑤B ...……....…. (4)
compactness menggunakan nilai tetap yaitu
masing-masing 0,1 dan 0,5. Sampai saat ini Keterangan: K merupakan fungsi kernel, 𝑦2
tidak ada ketentuan baku mengenai standar dan 𝑥2 mewakili sampel pelatihan,
nilai parameter dalam klasifikasi berbasis 𝜆2 merupakan pengganda Lagrange, S bagian
objek (Benfield et al., 2007; Phinn et al., dari sampel pelatihan yang sesuai dengan
2011; Trimble, 2014). pengganda Lagrange non-zero, dan 𝑤B
adalah parameter hyperplane.
2.5.2. Klasifikasi Multiskala
Konsep klasifikasi multiskala yang Bayes (Han et al., 2012):
dibangun dalam penelitian ini terdiri dari 2
level objek citra yaitu level 1 (reef level) dan GH𝐶2 I𝑋 JG(K6 )
𝑃 (𝐶2 |𝑋) = .…………..…….... (5)
level 2 (habitat bentik). Klasifikasi citra pada G(L)

tiap level yaitu dengan menggunakan


beberapa algoritma. Algoritma ini digunakan Keterangan: X merupakan kriteria suatu
untuk membangun suatu aturan (rule set) kasus berdasarkan masukan, Ci kelas solusi
pada pohon proses (process tree) yang pola ke-i, dimana i adalah jumlah label kelas,
penggunaannya disesuaikan dengan ke- P(Ci|X) probabilitas kemunculan label kelas
butuhan pengguna. Rule set merupakan suatu Ci dengan kriteria masukan X, P(X|Ci)
kumpulan dari beberapa algoritma yang probabilitas kriteria masukan X dengan label
digunakan dalam mengklasifikasikan objek kelas Ci, P(Ci) probabilitas label kelas Ci.
kedalam kelas-kelas tertentu (Anggoro,
2015; Anggoro et al., 2017). KNN (Wei et al., 2005):
Klasifikasi citra dengan multiskala
/
menggunakan metode contextual editing (R)
PQ 3 PQ
(S)

pada level 1 dan klasifikasi terbimbing 𝑑 = N∑U O 1Q


T .……………..…….... (6)
menggunakan beberapa algoritma machine
learning pada level 2. Klasifikasi pada level
Keterangan: d merupakan jarak antara objek
1 yaitu menggunakan assign class dengan
sampel s dan objek gambar o, 𝑣U(W) nilai fitur
penerapan batasan nilai (threshold) tertentu
sehingga menghasilkan kelas objek sesuai objek sampel untuk fitur f, 𝑣U(X) nilai fitur
dengan apa yang diinginkan. Nilai threshold objek gambar untuk fitur f, 𝜎U standar deviasi
diperoleh melalui try and error untuk dari nilai fitur untuk fitur f.
menemukan nilai optimun.
Klasifikasi level 2 yaitu meng- - DT (Bradski and Kaehler, 2008):
gunakan classifier dengan penerapan
beberapa algoritma klasifikasi seperti support 𝐺𝑖𝑛𝑖 𝑖𝑚𝑝𝑢𝑟𝑖𝑡𝑦: 𝑖(𝑁) = ∑𝑗≠𝑖 𝑃(ω𝑖 )𝑃Hω𝑗 J …… (7)
vector machine (SVM), decision tree (DT),
Bayesian dan k-nearest neighbour (KNN) Keterangan: metode ini menggunakan notasi
dengan input themathic layer atau training P(ωj) untuk menunjukkan fraksi pola pada
area dari data lapangan untuk meng- node N yang berada di kelas ωj.
klasifikasikan kelas habitat bentik. Formula
dari masing-masing algoritma klasifikasi 2.6. Uji Akurasi
yang digunakan yaitu sebagai berikut: Pengujian akurasi dilakukan terhadap
seluruh citra hasil klasifikasi untuk me-
ngetahui akurasi dari teknik klasifikasi yang

386 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
diterapkan. Uji akurasi yang umum ∑e
6fg d22
OA = .…………………..…….... (8)
dilakukan pada data hasil klasifikasi d
d44
penginderaan jauh adalah matriks kesalahan/ PA = .……………………...…….... (9)
confusion matrix (Tabel 2). Hal ini dilakukan dh4
d22
dengan membandingkan citra hasil klasi- UA = .……………………..….….... (10)
d2h
fikasi terhadap kelas atau objek sebenarnya
yang diperoleh berdasarkan pengamatan di Keterangan: k adalah jumlah baris pada
lapangan (Wahiddin, 2015). Uji akurasi matriks, n adalah jumlah pengamatan, 𝑛22
mengacu pada Congalton and Green (2009) adalah jumlah pengamatan pada kolom ke-i
yang terdiri dari overall accuracy (OA), dan baris ke-i dan 𝑛44 merupakan jumlah
producer (PA) dan user accuracy (UA) dan
pengamatan pada kolom ke-j dan baris ke-j.
menggunakan beberapa persamaan untuk
Secara umum prosedur penelitian
menghitung tingkat akurasi baik itu OA, PA,
yang telah dilakukan disajikan pada Gambar
dan UA masing-masing disajikan pada
2.
persamaan berikut.

Tabel 2. Confusion matrix (matriks kesalahan).

Lapangan (j) Jumlah baris ni+


n11 n12 n1k n1+
Klasifikasi
Citra

n21 n22 n2k n2+


(i)

nk1 nk2 nkk nk+


Jumlah Kolom n+j n+1 n+2 n+k n

Gambar 2. Diagram alir penelitian.


Pemetaan Habitat Bentik Berbasis Objek Menggunakan Citra Sentinel-2 . . .

III. HASIL DAN PEMBAHASAN sedangkan skema klasifikasi level 2 (habitat


bentik) terdiri dari 12 dan 9 kelas habitat
3.1. Skema Klasifikasi bentik perairan dangkal. Skema klasifikasi
Berdasaarkan hasil pengamatan di habitat bentik perairan dangkal yang
lapangan pada 434 titik stasiun pengamatan dihasilkan dari 434 titik stasiun pengamatan,
diperoleh komponen habitat bentik perairan selanjutnya akan dibagi menjadi dua yaitu
dangkal di lokasi penelitian sebanyak 12 sebanyak 217 stasiun pengamatan akan
komponen habitat bentik. Dari hasil tersebut, digunakan sebagai data RoI (region of
kemudian pada penelitian ini dibangun 2 interest) pada proses klasifikasi citra,
skema klasifikasi habitat bentik yaitu 12 dan kemudian sisahnya sebanyak 217 stasiun
9 kelas habitat bentik perairan dangkal. pengamatan akan dijadikan sebagai data
Duabelas kelas habitat bentik yang dihasilkan untuk uji akurasi dari hasil klasifikasi citra.
yaitu Alga (A), Batu intertidal (BI), Karang
hidup (KH), Karang hidup+Karang mati 3.2. Klasifikasi Citra
(KHKM), Karang mati (KM), Lamun (L), 3.2.1. Segmentasi
Lamun+Pasir (LP), Pasir (P), Pasir+Lamun Dasar dalam proses klasifikasi citra
(PL), Pasir+Rubble (PR), Rubble (R) dan berbasis objek yaitu segmentasi. Pada level 1
Rubble+Lamun (RL). Sedangkan 9 kelas skala segmentasi yang digunakan yaitu 5
habitat bentik yang terbentuk yaitu terdiri dengan menghasilkan sebanyak 506 segmen/
dari Alga (A), Batu intertidal (BI), Karang objek. Pada level 2 proses segmentasi
hidup (KH), Karang mati (KM), Lamun (L), dilakukan dengan optimasi skala segmentasi
Lamun+Pasir (LP), Pasir (P), Pasir+Lamun yaitu dengan penerapan beberapa skala
(PL), dan Rubble (R). segmentasi yang berbeda. Optimasi skala
Penentuan skema klasifikasi habitat segmentasi yang digunakan adalah MRS 1,
bentik sampai saat ini tidak mempunyai 1,5, 2, dan 2,5. Hasil segmentasi citra dengan
ketentuan atau standarisasi yang baku, optimasi beberapa skala segmentasi dapat
sehingga penamaan kelas habitat bentik dilihat pada Gambar 3.
dalam penelitian ini disesuaikan dengan
komposisi penyusun habitat bentik dominan
yang teramati di lapangan. Beberapa
penelitian tentang penentuan skema
klasifikasi habitat bentik perairan dangkal
telah banyak dilakukan dan menghasilkan
skema klasifikasi atau jumlah kelas yang
berbeda-beda seperti skema klasifikasi yang
dikembangkan secara hirarki oleh Phinn et
al. (2011) menghasilkan 12 kelas habitat Gambar 3. Variasi ukuran objek hasil
bentik. Zhang et al. (2013) menghasilkan 12 optimasi pada citra Sentinel-2;
kelas habitat bentik, Siregar et al. (2013) Skala segmentasi (a) 1, (b) 1,5,
menghasilkan 6 habitat bentik, Wahiddin et (c) 2, dan (d) 2,5.
al. (2015) menghasilkan 7 kelas habitat
bentik serta Anggoro et al. (2017) meng- Berdasarkan hasil segmentasi Gambar
hasilkan 9 skema klasifikasi habitat bentik. 3 dengan optimasi skala segmentasi (1, 1,5,
Skema klasifikasi yang dihasilkan 2, dan 2,5) pada level 2 dihasilkan jumlah
pada penelitian ini terdiri dari 2 level skema objek masing-masing sebanyak 3067, 1896,
klasifikasi. Skema klasifikasi level 1 (reef 1327, dan 1027. Hasil tersebut, diperoleh
level) terdiri dari 3 kelas yaitu kelas darat, bahwa semakin kecil skala segmentasi yang
perairan dangkal dan kelas laut dalam, diterapkan, maka jumlah objek yang

388 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Mastu et al.

dihasilkan akan semakin banyak dan juga penelitian kedalam tiga kelas
menghasilkan bentuk atau ukuran objek yang yaitu darat, perairan dangkal, dan
semakin kecil. Objek yang dihasilkan melalui laut dalam.
proses segmentasi pada penelitian ini,
selanjutnya akan diklasifikasikan berdasar- 3.2.3. Klasifikasi Habitat Bentik (Level 2)
kan data skema klasifikasi yang telah dibuat Kelas perairan dangkal pada level 1
sebelumnya. kemudian disegmentasi ulang pada level 2
dengan penerapan optimasi skala segmentasi.
3.2.2. Klasifiasi Reef Level (Level 1) Objek atau segmen yang dihasilkan
Klasifikasi level 1 pada penelitian ini selanjutnya diklasifikasi dengan klasifikasi
menghasilkan 3 kelas yaitu darat, perairan terbimbing menggunakan beberapa algoritma
dangkal, dan perairan dalam (Gambar 4). machine learning seperti algoritma SVM,
Kelas perairan dangkal menjadi batas area DT, Bayesian, dan KNN dengan
kajian habitat bentik dan selanjutnya akan menggunakan data skema klasifikasi habitat
disegmentasi ulang pada tahap klasifikasi bentik perairan dangkal sebagai input
habitat bentik (level 2). Phinn et al. (2011) thematic layer yang telah dibuat sebelumnya
dan Anggoro et al. (2017) mengungkapkan berdasarkan pengamatan langsung di
bahwa pada sistem klasifikasi hirarki hasil lapangan. Input fitur yang digunakan pada
klasifikasi level 1 (reef level) yaitu pada proses klasifikasi level 2 yaitu nilai layer
kelas perairan dangkal menjadi batasan area (mean dan standar deviasi) dari semua band
kajian dan diproses menjadi segmen baru sinar tampak serta hasil dari tiga komposisi
untuk klasifikasi pada level berikutnya, pasangan band DII.
dalam hal ini yaitu level 2 (habitat bentik). Hasil optimasi skala segmentasi
Berdasarkan hasil klasifikasi level 1 (Gambar 5) diperoleh nilai akurasi tertinggi
diperoleh luas tiap kelas yaitu kelas perairan pada algoritma SVM dan optimum pada
dangkal sebesar 44,8 Ha, kelas darat 33,5 Ha, skala segmentasi 2 baik pada hasil klasifikasi
dan kelas perairan dalam sebesar 27,7 Ha, 12 kelas dan 9 kelas habitat bentik dengan
dari luas keseluruhan lokasi penelitian nilai akurasi keseluruhan diperoleh masing-
sebesar 106 Ha. masing sebesar 60,4% dan 64,1%. Nilai
akurasi terendah diperoleh sebesar 29,0%
pada skala segmentasi 1 dan 1,5 dengan
algoritma DT untuk hasil klasifikasi 12 kelas
dan 32,8% pada skala segmentasi 1,5 dengan
algoritma DT untuk hasil klasifikasi 9 kelas
habitat bentik.
Overall Accuracy (%)

60

40

20

0
1 1,5 2 2,5
Skala Segmentasi
Gambar 4. Hasil klasifikasi level 1 (reef SVM Bayes KNN DT

level) yang membagi daerah

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 10, No. 2, Agustus 2018 389
Pemetaan Habitat Bentik Berbasis Objek Menggunakan Citra Sentinel-2 . . .

jumlah yang sedikit dan dapat menghasilkan


akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan
Overall Accuracy (%)

60
teknik klasifikasi lainnya. Faktor utama yang
mempengaruhi peningkatan akurasi dengan
40 menggunakan algoritma mesin pembelajaran
(SVM) yaitu kemampuan membedakan objek
20 dengan baik dari penggunaan data dengan
ciri probabilitas empiris yang tidak diketahui
(Zhang and Xie, 2013).
0 Hasil klasifikasi dengan meng-
1 1,5 2 2,5 gunakan algoritma SVM pada skala
Skala Segmentasi segmentasi 2 menunjukan bahwa terjadi
SVM Bayes KNN DT
peningkatan akurasi keseluruhan sebesar
Gambar 5. Hasil Akurasi 12 kelas (atas) dan 3,7% dari penerapan 12 kelas dan 9 kelas
9 kelas (bawah) habitat bentik habitat bentik. Hal ini menunjukan bahwa
pada tiap algoritma yang diguna- jumlah kelas yang digunakan akan mem-
kan. pengaruhi akurasi hasil klasifikasi, dimana
jumlah kelas yang lebih sidikit ( 9 kelas)
Berdasarkan hasil optimasi skala akan menghasilkan akurasi keseluruhan lebih
segmentasi dengan penerapan beberapa tinggi dibandingkan dengan penggunaan
algoritma klasifikasi, terlihat dengan jelas jumlah kelas yang lebih banyak (12 kelas).
bahwa algoritma SVM menghasilkan akurasi Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
keseluruhan tertinggi dibandingkan dengan Andrefouet et al. (2003) yang menerapkan
algoritma klasifikasi lainnya. Hal ini sesuai beberapa jumlah kelas dengan mengasilkan
dengan hasil penelitian Wahiddin et al. akurasi keseluruhan yang semakin menurun
(2015) yang memetakan habitat bentik dengan bertambahnya jumlah kelas yang
terumbu karang dengan menggunakan be- digunakan yaitu diperoleh akurasi rata-rata
berapa algoritma kalasifikasi yaitu algoritma 77% (4-5 kelas), 71% (7-8 kelas), 56% (9-11
SVM, DT, Bayesian, KNN, random tree kelas), dan 53% (>13 kelas) pada citra
(RT) dan dari hasil penelitiannya me- Landsat dan IKONOS.
rekomendasikan untuk menggunakan metode Hasil klasifikasi habitat bentik per-
berbasis objek (OBIA) dengan menerapkan airan dangkal (level 2) disajikan pada
algoritma klasifikasi SVM, karena meng- Gambar 6 untuk hasil klasifikasi 12 kelas dan
hasilkan nilai akurasi keseluruhan tertinggi Gambar 7 untuk hasil klasifikasi 9 kelas
dibandingkan dengan algoritma klasifikasi habitat bentik.
lainnya yaitu sebesar 73% pada 7 kelas Berdasarkan hasil klasifikasi habitat
habitat bentik. Kondraju et al. (2013) juga bentik pada Gambar 6 dan Gambar 7 terlihat
memetakan jabitat bentik dengan beberapa dengan jelas bahwa kelas habitat bentik
algoritma klasifikasi yaitu MLC (maximum terdistribusi dengan relatif homogen pada
likelihood), SAM (spectral angular mapper), wilayah perairan dangkal. Dari hasil tersebut,
SID (spectral information divergence) serta kemudian dapat diperoleh luas area masing-
SVM, dan menghasilkan nilai akurasi masing kelas habitat bentik dengan analisis
optimum pada penerapan algoritma SVM spasial dari hasil klasifikasi 12 dan 9 kelas
dengan nilai akurasi sebesar 95,97% pada 4 habitat bentik perairan dangkal di lokasi
kelas habitat bentik. Menurut Mountrakis et penelitian. Gambar 8 menunjukan luas area
al. (2011) algoritma SVM dalam bidang 12 dan 9 kelas habitat bentik hasil klasifikasi
penginderaan jauh memiliki kemampuan menggunakan algoritma SVM dengan skala
yang baik untuk menangani data dengan segmentasi 2.

390 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Mastu et al.

Gambar 6. Hasil klasifikasi 12 kelas habitat bentik menggunakan algoritma SVM; skala
segmentasi (A) 1, (B) 1,5, (C) 2, dan (D) 2,5.

Gambar 7. Hasil klasifikasi 9 kelas habitat bentik menggunakan algoritma SVM; skala
segmentasi (A) 1, (B) 1,5, (C) 2, dan (D) 2,5.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 10, No. 2, Agustus 2018 391
Pemetaan Habitat Bentik Berbasis Objek Menggunakan Citra Sentinel-2 . . .

20,0 19,1 20,0 18,0


16,0 16,0
Luas (Ha)

11,2

Luas (Ha)
12,0 12,0 8,8
8,0 4,4 4,1 8,0
3,7 4,2 4,1
4,0 0,5 0,6 0,6 1,2 1,2 0,6 0,9 0,3 4,0 2,5 2,1
0,5 0,8
0,0 0,0
A BI KH KM L LP P PL R
M

P
M

PR
A

LP

R
PL
BI

K H

L
R
K

K
K
H

Kelas Habitat Bentik Kelas Habitat Bentik

Gambar 8. Luas kelas habitat bentik hasil klasifikasi 12 kelas (kanan) dan 9 kelas (kiri).

Hasil klasifikasi 12 kelas dan 9 kelas habitat masing-masing sebesar 83,5% dan 68.7%.
bentik menunjukan bahwa kelas karang Phinn et al., (2011) melakukan pemetaan
hidup (KH) mendominasi area perairan habitat bentik menggunakan citra Quickbird-
dangkal di lokasi penelitian dengan diperoleh 2 di tiga daerah yang berbeda yaitu di
luasan masing-masing sebesar 19,1 Ha dan Ngderack Reef (11 kelas), Heron Reef (13
18,0 Ha, sedangkan kelas habitat bentik yang kelas), dan Navakavu Reef (17 kelas)
memiliki luas area terkecil yaitu didapatkan menghasilkan akurasi pemetaan masing-
pada kelas rubble + lamun (RL) sebesar 0,3 masing 51,6%, 77,9 %, dan 65,4%. Zhang et
Ha pada klasifikasi 12 kelas dan pada al. (2013) memetakan 12 kelas habitat bentik
klasifikasi 9 kelas didapatkan luasan terkecil menggunakan citra AVIRIS (airborne
pada kelas alga (A) sebesar 0,5 Ha. visible/infrared imaging spectrometer)
Hasil uji akurasi citra Sentinel-2 dengan algoritma random forest (RF)
optimum pada skala segmentasi 2 dengan menghasilkan akurasi keseluruhan yaitu
menggunakan algoritma SVM diperoleh 75,1-87,9%. Wahiddin et al., (2015)
akurasi keseluruhan (OA) sebesar 60,4% melakukan pemetaan pada 7 kelas habitat
pada 12 kelas dan 64,1% pada 9 kelas habitat bentik terumbu karang menggunakan
bentik. Green et al. (2000) menyatakan Landsat 8 OLI dengan algoritma SVM dan
bahwa akurasi pemetaan habitat bentik yang menghasilkan akurasi keseluruhan sebesar
baik atau dapat digunakan apabila peta 73%. Anggoro et al., (2017) memetakan 9
klasifikasi habitat bentik menghasilkan kelas habitat bentik menggunakan citra
akurasi keseluruhan (OA) di atas 60%. Worldview-2 dengan algoritma SVM dan
Berdasarkan hal tersebut, maka pada menghasilkan akurasi keseluruhan sebesar
penelitian ini peta hasil klasifikasi habitat 75%. Dalam penelitian ini dilakukan
bentik perairan dangkal dapat digunakan pemetaan 12 dan 9 kelas habitat bentik
untuk keperluan lebih lanjut. menggunakan citra Sentinel-2 dengan
Saat ini, pemetaan habitat bentik algoritma SVM menghasilkan akurasi
perairan dangkal telah banyak dilakukan keseluruhan masing-masing sebesar 60,4%
dengan menggunakan metode klasifikasi dan 64,1%. Hasil akurasi penelitian ini lebih
berbasis objek (OBIA) dan penggunaan rendah dari akurasi penelitian lainnya seperti
metode OBIA telah terbukti dapat Wahidin et al. (2015) dan Anggoro et al.
meningkatkan akurasi pemetaan habitat (2017) disebabkan oleh: (1) perbedaan
bentik perairan dangkal. Benfield et al., penggunaan algoritma klasifikasi, (2) jenis
(2007) memetakan 11 kelas bentik atau kualitas citra yang digunakan, (3)
menggunakan citra Quickbird dan Landsat 7 jumlah kelas atau kompleksitas habitat bentik
ETM+ dengan algoritma fuzzy logic dan di lokasi kajian, (4) jumlah titik pengamatan
contextual editing menghasilkan akurasi lapangan, (5) lokasi dan waktu penelitian

392 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Mastu et al.

yang berbeda, dan (6) ukuran dan teknik UCAPAN TERIMA KASIH
sampling lapangan yang berbeda. Menurut
Anggoro et al. (2017) bahwa perbedaan Penelitian ini sebagian dibiayai oleh
akurasi pemetaan dapat disebabkan adanya Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat
kompleksitas habitat bentik yang sangat Ditjen Penguatan Riset dan Pengembangan
tinggi di wilayah kajian. Kementerian Riset, Teknologi, dan
Umumnya metode klasifikasi yang Pendidikan Tinggi, Republik Indonesia
diterapkan selama ini masih menggunakan melalui program hibah Penelitian Dasar
metode klasifikasi berbasis piksel yang Unggulan Perguruan Tinggi (PDUPT)
hanya bertumpu pada aspek spektral saja. dengan surat perjanjian pendanaan penelitian
Perkembangan metode OBIA saat ini tidak No. 129/SP2H/PTNBH/DRPM/2018 tanggal
terlepas dari keunggulannya yang dapat 1 Februari 2018 dan surat perjanjian
menghubungkan antara aspek spektral dan penugasan pelaksanaan penelitian No.
spasial secara bersamaan dalam proses 1738/IT3.11/PN/2018 tanggal 21 Februari
klasifikasi. Selain itu, penggunaan algoritma 2018. Penulis mengucapkan terima kasih
klasifikasi dalam dunia penginderaan jauh kepada Dinas Pekerjaan Umum, Tata Ruang
semakin berkembang seperti pemanfaatan dan Pertambangan Kabupaten Wakatobi atas
algoritma yang berbasis machine learning. bantuan alat dan fasilitas selama penulis
Pada penelitian ini, metode OBIA dengan melakukan penelitian, khususnya pada saat
algoritma klasifikasi SVM telah terbukti proses pengambilan data lapangan. Penulis
dapat menghasilkan akurasi pemetaan yang juga mengucapkan terima kasih kepada
lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa reviewer yang telah memberikan masukan
algoritma klasifikasi lainnya. untuk meningkatkan kualitas paper ini.

IV. KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA

Habitat bentik perairan dangkal dapat Adji, A.S. 2014. Suitability analysis of
dipetakan dengan baik menggunakan metode multispectral satellite sensors for
klasifikasi berbasis objek (OBIA) dengan mapping coral reefs in Indonesia case
algoritma SVM pada citra Sentinel-2 di study: Wakatobi Marine National
lokasi kajian. Hasil uji akurasi diperoleh Park. Mar. Res. Indonesia, 39(2):73-
akurasi keseluruhan (OA) untuk 12 kelas dan 78. http://dx.doi.org/10.14203/mri.v3
9 kelas habitat bentik yaitu masing-masing 9i2.87.
sebesar 60,4% dan 64,1% pada nilai Andrefouet, S., P. Kramer, D. Torres-Pulliza,
optimum skala segmentasi 2 dengan K.E. Joyce, E.J. Hochberg, R. Garza-
algoritma SVM. Dari hasil klasifikasi habitat Pérez, P.J. Mumby, B. Riegl, H.
bentik pada klasifikasi 12 dan 9 kelas habitat Yamano, W.H. White, et al. 2003.
bentik menunjukan bahwa kelas karang Multi-site evaluation of IKONOS
hidup (KH) mendominasi area perairan data for classification of tropical coral
dangkal di lokasi penelitian dengan diperoleh reef environments. Remote Sens.
luasan masing-masing sebesar 19,1 Ha dan Environ., 88(1-2):128-143. https://
18,0 Ha. Sedangkan kelas habitat bentik yang doi.org/10.1016/j.rse.2003.04.005.
memiliki luas area terkecil yaitu didapatkan Anggoro, A., V.P. Siregar, and S.B. Agus.
pada kelas rubble + lamun (RL) sebesar 0,3 2017. Multiscale classification for
Ha pada klasifikasi 12 kelas dan pada geomorphic zone and benthic habitats
klasifikasi 9 kelas didapatkan luasan terkecil mapping using OBIA method in Pari
pada kelas alga (A) sebesar 0,5 Ha. Island. J. Penginderaan Jauh,

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 10, No. 2, Agustus 2018 393
Pemetaan Habitat Bentik Berbasis Objek Menggunakan Citra Sentinel-2 . . .

14(2):89-93. http://dx.doi.org/10.305 coastal management. Unesco Pub.


36/j.pjpdcd.1017.v14.a2622. Paris. 316 p.
Anggoro, A., V.P. Siregar, and S.B. Agus. Hafizt, M., M.D.M. Manessa, N.S. Adi, and
2015. Geomorphic zones mapping of B. Prayudha. 2017. Benthic habitat
coral reef ecosystem with OBIA mapping by combining lyzenga’s
method, case study in Pari Island. J. optical model and relative water
Penginderaan Jauh, 12(1):1-12. depth model in Lintea Island,
Anggoro, A. 2015. Pemetaan zona Southeast Sulawesi. The 5th
geomorfologi dan habitat bentik Geoinformation Science Symposium,
menggunakan citra Wordview-2 IOP Conf. Series: Earth and
dengan metode OBIA di Gugus Pulau Environmental Science, 98:012037.
Pari. Tesis. Institut Pertanian Bogor. https://doi.org/10.1088/1755-
43 hlm. 1315/98/1/012037.
Balai Taman Nasional Wakatobi [BTNW]. Han, J., M. Kamber, and J. Pei. 2012. Data
2009. Informasi Taman Nasional mining: Concepts and techniques
Wakatobi. Bau-Bau, Sulawesi (Third edition). Waltham, MA 02451
Tenggara. 12 hlm. (USA): Morgan Kaufmann
Benfield, S.L., H.M. Guzman, J.M. Mair, and Publishers. 703 p.
J.A.T. Young. 2007. Mapping the Kondraju, T.T., V.R.B. Mandla, R.S.
distribution of coral reefs and Mahendra, and T.S. Kumar. 2013.
associated sublittoral habitats in Evaluation of various image
Pacific Panama: a comparison of classification techniques on Landsat
optical satellite sensors and to identify coral reefs. Geomatics,
classification methodologies. Int. J. Natural Hazards and Risk, 5:173-
Remote Sens., 28(22):5047-5070. 184. http://dx.doi.org/10.1080/1947
https://doi.org/10.1080/01431160701 5705.2013.802748.
258062. Lyzenga, D.R. 1981. Remote sensing of
Blaschke, T. 2010. Object based image bottom reflactance and water
analysis for remote sensing. ISPRS J. attenuation parameters in shallow
Photogramm, 65(1):2-16. https://doi. water using aircraft and Landsat data.
org/10.1016/j.isprsjprs.2009.06.004. Int. J. Remote Sens., 2:71-82.
Bradski, G., A. Kaehler. 2008. Learning https://doi.org/10.1080/01431168108
opencv: Computer vision with the 948342.
opencv library. Sebastopol, CA, Lyzenga, D.R. 1978. Passive remote sensing
USA: O’Reilly Media, Inc. 555p. techniques for mapping water depth
Congalton, R.G. and K. Green. 2009. and bottom features. Appl. Opt.,
Assessing the accuracy of remotely 17(3):379-383. https://doi.org/10.13
sensed data principles and practices 64/AO.17.000379.
(second edition). CRC Press: Taylor Mountrakis, G., J. Im, and C. Ogole. 2011.
& Francis Group. France. 183 p. Support vector machines in remote
Coral Reef Rehabilitation and Management sensing: A review. ISPRS J.
Program (COREMAP). 2001. CRITC Photogramm., 66(3):247-259. https://
report: Base line study Wakatobi doi.org/10.1016/j.isprsjprs.2010.11.0
Sulawesi Tenggara. COREMAP. 132 01.
p. Navulur, K. 2007. Multispectral image
Green, E., A.J. Edwards, and C. Clark. 2000. analysis using the object-oriented
Remote sensing handbook for tropical paradigm. CRC Press: Taylor &
Francis Group. France. 165 p.

394 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Mastu et al.

Phinn, S.R., C.M. Roelfsema, and P.J. J. Ilmu dan Teknologi Kelautan
Mumby. 2011. Multi-scale, object- Tropis, 2(1):19-30. http://dx.doi.org
based image analysis for mapping /10.29244/jitkt.v2i1.7860.
geomorphic and ecological zones on Supriatna, J. 2008. Melestarikan alam
coral reefs. Int. J. Remote Sensing, Indonesia. Yayasan Obor Indonesia.
33:3768-3797. http://dx.doi.org/10.10 Jakarta. 482 hlm.
80/01431161.2011.633122. Suyarso, dan A. Budiyanto. 2008. Studi
Purbani, D., Yulius, M. Ramdhan, T. Arifin, baseline terumbu karang di lokasi
H.L. Salim, and N. Novianti. 2014. DPL Kabupaten Wakatobi.
Beach characteristics of Wakatobi COREMAP II (Coral Reef
National Park to support marine eco- Rehabilitation and Management
tourism: A case study of Wangi- Program)-LIPI. Jakarta. 107 hlm.
wangi Island. Depik, 3(2):137-145. Trimble. 2014. Ecognition developer: user
https://doi.org/10.13170/depik.3.2.15 guide. Trimble Germany GmbH.
39. Munchen, Germany. 262 p.
Roelfsema, C. and S. Phinn. 2008. Tzotsos, A. 2006. A support vector machine
Evaluating eight field and remote approach for object based image
sensing approaches for mapping the analysis. 2006. In: 1st International
benthos of three different coral reef Conference on Object-based Image
environments in Fiji. In: Frouin, R.J. Analysis, OBIA, Salzburg, Austria, 4-
et al. (eds.). Proc. SPIE, Remote 5 July. 6 p.
sensing of inland, coastal, and Wahiddin, N., V.P. Siregar, B. Nababan, I.
oceanic waters. 7150:71500F. https:// Jaya, and S. Wouthuyzend. 2015.
doi.org/10.1117/12.804806. Object-based image analysis for coral
Selamat, M.B., I. Jaya, V.P. Siregar, dan T. reef benthic habitat mapping with
Hestirianoto. 2012a. Aplikasi citra several classification algorithms.
quickbird untuk pemetaan 3D substrat Procedia Environmental Sciences,
dasar di gusung karang. J. Ilmiah 24:222-227. https://doi.org/10.1016/
Geomatika, 8(2):95-106. j.proenv.2015.03.029.
Selamat, M.B., I. Jaya, V.P. Siregar, and T. Wahiddin, N. 2015. Klasifikasi ekosistem
Hestirianoto. 2012b. Geomorphology terumbu karang berbasis objek dan
zonation and column correction for piksel di Pulau Morotai. Disertasi.
bottom substrat mapping using Institut Pertanian Bogor. Bogor.
quickbird image. J. Teknologi 102hlm.
Perikanan dan Kelautan, 2(2):17-25. Wahiddin, N., V.P. Siregar, B. Nababan, I.
http://dx.doi.org/10.24319/jtpk.3.17- Jaya, dan S. Wouthuyzend. 2014.
25 Deteksi perubahan habitat terumbu
Siregar, V.P., S. Wouthuyzen, A. Sunuddin, karang menggunakan citra Landsat di
A. Anggoro, dan A.A. Mustika. 2013. pulau morotai provinsi maluku utara.
Pemetaan habitat dasar dan estimasi J. Ilmu dan Teknologi Kelautan
stok ikan terumbu dengan citra satelit Tropis, 6(2):507-524. http://dx.doi.
resolusi tinggi. J. Ilmu dan Teknologi org/10.29244/jitkt.v6i2.9026.
Kelautan Tropis, 5:453-463. http://dx. Wang, L., W.P. Sousa, and P. Gong. 2004.
doi.org/10.29244/jitkt.v5i2. 7573. Integration of object-based and pixel-
Siregar, V.P. 2010. pemetaan substrat dasar based classification for mapping
perairan dangkal karang congkak dan mangroves with IKONOS imagery.
lebar Kepulauan Seribu Int. J. Remote Sens., 25(24):5655-
menggunakan citra satelit quick bird. 5668.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 10, No. 2, Agustus 2018 395
Pemetaan Habitat Bentik Berbasis Objek Menggunakan Citra Sentinel-2 . . .

http://dx.doi.org/10.1080/014311602 Zhang, C. 2014. Applying data fusion


331291215. techniques for benthic habitat
Wei, W., X. Chen, A. Ma. 2005. Object- mapping. ISPRS J. of Photo-
oriented information extraction and grammetry and Remote Sensing,
application in high-resolution remote 104:213-223. http://dx.doi.org/10.
sensing image. IEEE International 1016/j.isprsjprs.2014.06.005.
Geoscience and Remote Sensing Zhang, C., D. Selch, Z. Xie, C. Roberts, H.
Symposium. 8:3803-3807. http://doi. Cooper, and G. Chen. 2013. Object-
org/10.1109/IGARSS.2005.1525737. based benthic habitat mapping in the
Wilson, J.R., R.L. Ardiwijaya, and R. Florida Keys from hyperspectral
Prasetia. 2012. A study of the impact imagery. Estuar. Coast. Shelf S.,
of the 2010 coral bleaching event on 134:88-97. http://dx.doi.org/10.1016/
coral communities in Wakatobi j.ecss.2013.09.018.
National Park. The Nature Zhang, C. and Z. Xie. 2013. Object-based
Conservancy. 23 p. vegetation mapping in the Kissimmee
Yulius, N. Novianti, T. Arifin, H.L. Salim, river watershed using hymap data and
M. Ramdhan, and D. Purbani. 2015. machine learning techniques.
Coral reef spatial distribution in Wetlands, 33(2):233-244. https://doi.
Wangi-wangi island waters, org/10.1007/s13157-012-0373-x.
Wakatobi. J. Ilmu dan Teknologi
Kelautan Tropis, 7(1):59-69. http:// Diterima : 23 April 2018
dx.doi.org/10.29244/jitkt.v7i1.9774. Direview : 05 Mei 2018
Disetujui : 05 Juli 2018

396 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai