id 326
Tinjauan Pustaka
Abstrak
Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada bagian kepala dan
leher yang memerlukan kajian jelas dalam penegakkan diagnosis agar penatalaksanaan yang diberikan sesuai dan
akurat. Salah satu kendala yang ditemukan pada KNF adalah diagnosis dini dan rekurensi. Narrow Band-Imaging
adalah salah satu teknik pemeriksaan noninvasive dan mudah dilakukan, menggunakan teknik optikal terkini dan filter
sinar biru dengan panjang gelombang tertentu, yang mampu meningkatkan sensitivitas pemeriksaan nasoendoskopi
dengan pengamatan perubahan struktur vaskularisasi akibat pertumbuhan tumor terutama untuk KNF dengan sifat
pertumbuhan endofitik. Pola-pola perubahan vaskularisasi yang ditimbulkan oleh KNF dapat diamati dengan jelas
melalui pemeriksaan ini dan diharapkan juga mampu memberikan kepastian waktu bagi klinisi dalam menentukan saat
yang tepat untuk melakukan tindakan lanjut yang lebih invasif seperti biopsi sehingga diperoleh hasil yang lebih akurat
di saat yang tepat.
Kata kunci: Narrow Band-Imaging, Karsinoma Nasofarings, Endoskopi
Abstract
Nasopharyngeal carcinoma (NPC) is the most common cancer in the otolaryngology, head and neck region,
that needs an accurate examination for the management. An obstacle in management of NPC is the early diagnosis of
the disease and recurrency. Narrow-band imaging, is a non-invasive diagnostic technique, which uses optical
technique and special long wave blue filter, that will increase the sensitivity of the nasoendoscopy in the diagnosis of
NPC by observing the changes in vascularisation, especially in exophitic growth. This creates on better opportunity of
clinician to do more invasive diagnostic testing at earlier stage of the cancer.
Keywords:Narrow Band-Imaging, Nasopharyngeal carcinoma, Endoscopy
Affiliasi penulis : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada terjadi pada pria dibandingkan dengan wanita (2:1)
Korespondensi :Priyanto, E-mail: priyanto181181@gmail.com, Telp:
dengan puncak usia sekitar 50-60 tahun, namun 20%
081350771947
2
dapat ditemukan pada usia kurang dari 30 tahun.
Penanganan KNF umumnya dengan
PENDAHULUAN
menggunakan radioterapi atau kemoradioterapi,
Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan
tergantung pada stadium klinis.Kejadian rekurensi
keganasan yang paling sering ditemukan pada daerah
pasca terapi berkisar antara 7%–13%. Untuk itu, telah
kepala dan leher. Keganasan ini terutama ditemukan
dilakukan banyak cara untuk menilai kemungkinan
pada daerah endemik seperti di China bagian Selatan,
1
terjadinya rekurensi, antara lain dengan pemeriksaan
Hong Kong dan Taiwan. Di Indonesia, khususnya di
saat kunjungan rutin pasien disertai beberapa
Jawa Tengah, KNF tak terdiferensiasi (WHO tipe III)
modalitas pemeriksaaan tambahan seperti Ct-Scan,
berada pada deretan jenis keganasan yang cukup
MRI (magnetic resonance imaging), nasoendoskopi,
sering ditemukan. Di propinsi Daerah Istimewa
biopsi, dan pemeriksaan serologi.
Yogyakarta, berdasarkan data rumah sakit, KNF
Biopsi masih merupakan alatdiagnostik
menduduki peringkat I keganasan pada laki-laki dan
utama, namun nasoendoskopi dapat menjadi salah
peringkat III keganasan pada perempuan.
satu pemeriksaaan awal untuk menilai bila dicurigai
Berdasarkan jenis kelamin, keganasan ini cenderung
dini terjadinya karsinoma nasofarings dan rekurensi cabang utama arteri karotis eksterna, meliputi arteri
pada pasien pasca radioterapi/kemoradioterapi. faringeal ascenden, cabang dorsal dari arteri lingualis,
cabang tonsilar dari arteri fasialis, dan cabang palatina
nasofarings dilapisi oleh sel-sel epitel kolumnar namun kedua tipe ini lebih mudah dikontrol karena
bertingkat semu, kemudian pada usia lebih dari 10 lebih bersifat radiosensitif sehingga prognosisnya lebih
7,9
tahun, lapisan ini berubah menjadi lapisan sel-sel baik dibandingkan dengan tipe I.
epitel skuamosa bertingkat nonkeratinisasi, kecuali Diagnosis KNF ditegakkan berdasarkan
7
pada beberapa daerah transisi. anamnesis, pemeriksaan fisik, dan beberapa
penunjang diagnostik lainnya. Berdasarkan
B. Karsinoma Nasofarings (KNF) anamnesis, dapat ditemukan satu atau lebih gejala
KNF merupakan keganasan yang berasal yang umumnya berkaitan dengan lokasi primer
7
dari lapisan epitel nasofarings. Insidensi terjadinya keganasan, infiltrasi tumor terhadap struktur
karsinoma nasofarings di Negara Amerika Serikat dan disekitarnya, dan metastasis tumor ke kelenjar getah
11
Eropa hanya berkisar 1:100.000 penduduk, berbeda bening servikal. Massa tumor pada nasofarings
dengan di negara Taiwan, Hong Kong dan China dapat menimbulkan gejala obstruksi nasal baik
bagian selatan (terutama kota Guandong) dengan unilateral ataupun bilateral, disertai sekret dari rongga
insidensi 30 kali lebih tinggi. Data lain menunjukkan hidung. Apabila tumor mengalami ulserasi, maka
bahwa insidensi pada suatu daerah meningkat sesuai dapat terjadi keluhan epistaksis. Pertumbuhan tumor
dengan banyaknya penduduk China yang menetap yang besar, dengan atau tanpa perluasan ke
disana. Hal tersebut terjawab dengan data analisis posterolateral sering berhubungan dengan disfungsi
yang menemukan hubungan HLA-A2, HLA-B17, HLA- tuba eustachius dan mengakibatkan penurunan
Bw26 dengan peningkatan risiko KNF yang tidak pendengaran tipe konduktif, otalgia, tinitus dan rasa
8 8
ditemukan pada penduduk Amerika-Eropa. penuh pada telinga.
Selain faktor genetik yang berkaitan dengan Ketika tumor primer meluas ke arah superior,
HLA, faktor etiologi lain yang penting adalah virus dapat menginfiltrasi dasar tengkorak, maka pasien
Epstein-Barr (EBV). Terdeteksinya antigen nuklear akan merasakan sakit kepala. Bila infiltrasi mencapai
EBV dan DNA viral EBV memperlihatkan virus ini sinus kavernosus dan dinding lateral, akan
mampu menginfeksi sel-sel epitel nasofarings yang menyebabkan terganggunya saraf kranial III, IV dan VI
memicu transformasi menjadi sel-sel ganas. Faktor sehingga timbul gejala diplopia. Perluasan tumor
lainnya adalah infeksi kronik, buruknya higiene dan hingga foramen ovale mengakibatkan nyeri pada
ventilasi nasofarings, paparan terhadap bahan wajah karena massa tumor mengganggu saraf kranial
karsinogenik seperti nitrosamin dan V. Perluasan lanjut yang mengenai foramen jugularis
polisiklikhidrokarbon yang banyak ditemukan pada dan kanalis hipoglosus akan menyebabkan paralisis
9 9
makanan berpengawet. saraf kranial IX, X, XI dan XII.
Adapun klasifikasi histologis yang ditetapkan Kejadian yang sering ditemukan pada kasus
oleh WHO adalah tipe I, karsinoma sel skuamosa KNF adalah metastasis ke kelenjar getah bening
dengan keratinisasi. Tipe ini memiliki prognosis buruk servikalis yang umumnya bermanifestasi sebagai
dengan 5-years survival rate hanya 35%; Tipe II, yaitu massa pada leher bagian atas yang tidak nyeri. Oleh
karsinoma sel skuamosa tanpa keratinisasi yang karena nasofarings terletak pada garis tengah leher,
memiliki insidensi paling kecil di antara ketiga tipe KNF maka tidak jarang kita menemukan massa pada leher
dengan 5-years survival rate 65%; Tipe III, karsinoma atas yang bilateral. Selain penyebaran regional,
tak terdiferensiasi, insidensi pada daerah endemik keganasan ini dapat menyebar jauh antara lain ke
11
dapat mencapai 95% dengan 5-years survival rate tulang, hepar, dan paru-paru.
10
65%. Tipe I lebih sering ditemukan pada penderita Pada pemeriksaan fisik temukan beberapa
dengan usia lanjut, sedangkan untuk anak dan tanda klinis tergantung pada stadium KNF. Tanda-
dewasa muda lebih cenderung terjadi karsinoma tanda tersebut antara lain massaleher terutama bagian
nasofarings tipe III dan sedikit tipe II. Tipe II dan III atas, seringkali bilateral dan tidak nyeri, akumulasi
berkaitan dengan proses terjadinya metastasis jauh cairan di telinga tengah, dan keterlibatan saraf kranial
misalnya diplopia.Massa pada nasofarings terkadang Terapi operatif sulit dilakukan oleh karena
dapat terlihat bila telah menginvasi hingga ke koana letak tumor dan kemampuannya menginfiltrasi struktur
maupun orofarings.Biopsi nasofarings merupakan disekitarnya. KNF bersifat radiosensitif sehingga
standar baku untuk menegakkan diagnosis KNF. dalam beberapa dekade terakhir telah menjadi terapi
11
Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan penunjang, utama bagi keganasan ini. Walaupun efektif untuk
yaitu pemeriksaan aspirasi jarum halus terhadap KNF, namun komplikasinyapun cukup rumit karena
massaleher, pemeriksaan serologis, CT-Scan, dan karena letak tumor pada dasar tengkorak yang
9
endoskopi nasofarings. berhubungan dengan berbagai organ penting seperti
Adapun stadium KNF pada bahasan kali ini batang otak, medulla spinalis, aksis hipotalamik-
diambil berdasarkan kesepakatan antara Union pituitaria, lobus temporalis, mata, telinga tengah dan
Internationale Contrele Cancer dan American Joint telinga dalam. Organ-organ tersebut membatasi
Committee on Cancer, tahun 1997. jumlah/dosis radiasi yang seharusnya diberikan dalam
penanganan tumor tersebut. Di samping itu, adanya
Tabel 1. Klasifikasi Stadium karsinoma nasofarings keterlibatan kelenjar limfonodi regional, maka daerah
9 9
menurut UICC/AJCC 1997. leher juga merupakan bagian yang akan diradiasi.
Tumor pada nasofarings (T) Kombinasi dengan kemoterapi diberikan
T1 Tumor terletak pada nasofarings
terutama pada pasien dengan stadium lanjut atau
Tumor meluas ke jaringan lunak orofarings dan atau
T2 yang telah mengalami metastasis mengingat
kavum nasi
T2a Tanpa perluasan ke ruang parafarings kemampuan kemoterapi dalam mereduksi sel-sel
T2b Dengan perluasan ke parafarings kanker. Prasad dkk pada tahun 2002 di Malaysia
Tumor menyerang struktur tulang dan atau sinus
T3 melakukan kemoterapi adjuvan terhadap penderita
paranasalis
KNF dengan derajat histopatologi WHO II (24,2%) dan
Tumor meluas ke intrakranial dan atau melibatkan saraf
T4
otak, hipofarings, fossa infratemporal atau orbita WHO III (75,8%). Penderita mendapat 5-fluorouracil
Kelenjar Limfe Regional (N) (5-FU) 1000 mg/m2/hari diberikan pada hari pertama
N0 Tidak ada metastasis limfonodi regional
sampai ke-4 dengan cis-diaminedimino-di-chloro-
Metastasis unilateral dengan nodus < 6 cm, di atas fossa
N1 platium (CDDP atau cisplatin) 100 mg/m2 pada hari
supraklavikula
Metastasis bilateral dengan nodus < 6 cm, di atas fossa pertama diberikan 3x siklus setelah 3 minggu selesai
N2
supraklavikula radioterapi. Hasil didapatkan sebanyak 91,2%
Metastasis nodus ukuran > 6 cm, tidak ada perluasan ke
N3a mengalami respon lengkap, 4,4% respon sebagian,
fossa supraklavikula
4,4% progresif dan angka respon keseluruhan adalah
Metastasis nodus ukuran > 6 cm, dengan perluasan ke
N3b 12
fossa supraklavikula 95,6%.
Metastasis Jauh (M) Terdapat beberapa faktor yang
M0 Tidak terdapat metastasis jauh
mempengaruhi prognosis penyakit ini, antara lain
M1 Terdapat metastasis jauh
ukuran tumor yang berkaitan dengan infiltrasinya ke
organ sekitar, tipe tumor secara histopatologik,
Stadium Keterangan
keterlibatan limfonodi leher, usia, jenis kelamin, dan
I T1N0M0 13
teknik terapi yang diberikan. Sejumlah besar
IIA T2aN0M0
penelitian menunjukkan dengan pemberian
T1-2N1M0 atau T2aN1M0 atau T2bN0- radioterapi, rata-rata 5 years survival rate untuk
IIB
1M0 karsinoma nasofarings stadium I adalah 85-90% dan
III T1-2bN2M0 atau T3N0-2M0 stadium II sekitar 70-80%, sedangkan pada stadium
IVA T4N0-2M0 lebih lanjut (III-IV) rata-rata 5 years survival rate 37%
IVB T apapun, N3M0 dengan radioterapi namun dapat menjadi 67% bila
IVC T apapun, N apapun, M1 diberikan kemoradioterapi. KNF WHO tipe III
mempunyai prognosis yang baik dengan 5 years
survival rate 60-80% karena bersifat radiosensitif,
berbeda dengan WHO tipe I yang mempunyai Lugol voiding lesions. Namun hal tersebut tidak sesuai
prognosis paling buruk dengan 5 years survival rate apabila digunakan terhadap traktus aerodigestif
14
20-40% karena kurang sensitif terhadap radiasi. bagian atas oleh karena efek iritasi yang ditimbulkan
Pada umumnya penanganan karsinoma oleh lugol.Kromoendoskopi dapat memperlihatkan
dengan radioterapi menghasilkan respon terapi yang perbedaan kualitas epitelium sedangkan NBI selain
baik terutama dalam mengontrol terjadinya rekurensi kualitas epitelium juga dapat membedakan perubahan
bahkan dikatakan dapat mencapai 70-90% terutama vaskularisasi mukosa. NBI merupakan inovasi
pada karsinoma dengan tumor T1 dan T2.Walaupun teknologi optikal yang memperlihatkan kualitas
demikian, terjadinya rekurensi merupakan penyebab permukaan mukosa serta pola perubahan mukosa
kematian terbesar pada KNF. Insiden rekurensi ini dengan bantuan karakterisitik tertentu dari spektrum
19
bervariasi berkisar antara 18%-58% dengan rata-rata cahaya. Teknik ini tidak bersifat invasif dan dapat
15
34%. dikerjakan pada pasien rawat inap maupun rawat jalan
20
tanpa membutuhkan pembiusan umum.
C. Narrow-Band Imaging (NBI) Sistem pada NBI terdiri dari komponen yang
NBI merupakan teknik pemeriksaan optikal sama dengan sistem videoendoskopi konvensional
terkini yang mampu meningkatkan kemampuan yaitu sumber cahaya, unit kamera, dan beberapa chip
diagnostik endoskopik dalam menentukan karakteristik pendukungnya. Sebagai tambahan, sistem pada NBI
jaringan dengan menggunakan narrow-bandwidth memiliki prosesor gambar khusus dan seperangkat
16
filters pada sistem video endoskopi. unit pencahayaan dengan filter yang menghasilkan
Saat yang tepat untuk mendiagnosis dini cahaya pada frekuensi tertentu yaitu panjang
karsinoma sel skuamosa adalah saat ditemukannya gelombang 400-430 nm (rata-rata 415 nm) yang
displasia atau karsinoma in situ. Kemunculan lesi dini hanya mampu melakukan penetrasi ke lapisan
seringkali tidak terdeteksi dengan menggunakan mukosa sehingga memperjelas gambaran
endoskopi biasa yang memakai cahaya putih terutama vaskularisasi mukosa, dan panjang gelombang 525-
17
untuk tumor yang berdiameter lebih kecil dari 1 cm. 555 nm (rata-rata 540 nm) yang dapat berpenetrasi ke
Sistem videoendoskopi saat ini berkembang lapisan yang lebih dalam, sehingga vaskularisai
dengan pesat dibidang medis dan telah menjadi submukosa akan terlihat. Berbeda dengan cahaya
bagian dari alat diagnostik yang penting terutama sinar merah, cahaya dengan sinar biru dengan
dalam mendiagnosis berbagai kelainan termasuk panjang gelombang 415 nm hanya mampu melakukan
deteksi dini penyakit gastrointestinal. Selain minimal sedikit penetrasi sehingga meningkatkan resolusi
invasif, teknik ini berguna dalam menilai lebih awal gambar yang ditampilkan. Filter sinar biru dibuat untuk
timbulnya keganasan sehingga meminimalkan luas mencapai kemampuan spektrum absorbsi puncak
daerah tumor yang akan direseksi. Teknik ini pada hemoglobin sehingga memperjelas gambar
berkembang tidak hanya menilai sistem vaskularisasi yang dikenal sebagai Intraepithelial
gastrointestinal, namun juga pada struktur aerodigestif Papillary Capillary Loops (IPCL) di permukaan
lainnya. Untuk menemukan secara dini keganasan mukosa. Sinar dengan panjang gelombang 540 nm
pada mukosa, tentu saja memerlukan observasi yang berpenetrasi lebih dalam untuk menampilkan
tepat dan jelas perubahan warna dan pola struktur gambaran pleksus vaskularisasi submukosa.
18
permukaan mukosa. Bayangan gambar selanjutnya ditangkap oleh
Pada esofagus, lesi keganasan dapat dengan sepasang chip yang disebut coupled device chip
mudah terdeteksi mengunakan kromoendoskopi, (CCD) dan kemudian oleh perangkat prosesor gambar
dengan bantuan lugol.Apabila terjadi displasia yang tertangkap tersebut dijadikan gambar yang
20
skuamosa dan karsinoma insitu maka tampak sebagai tampak pada layar monitor.
19
Gambar 3. Prinsip dasar dari NBI.
Perubahan morfologi IPCL ini yang berguna
dalam diagnosis secara dini terjadinya keganasan dan
Hasil tampilan gambar dari teknik NBItampak
menilai batas serta kedalaman invasi tumor sehingga
mikrovaskularisai mukosa berwarna coklat dan
memudahkan batas reseksi yang direncanakan bila
gambaran pembuluh darah submukosa berwarna 21
dilakukan operasi.
cyan.
Terdapat beberapa tipe perubahan IPCL
yang dapat dinilai melalui teknik NBI, yaitu: Tipe I:
Gambaran pembuluh darah yang pendek, tipis, dan
jarang pada ruangan diantara folikel limfoid; Tipe II:
Gambaran pembuluh darah dengan panjang dan
diameter sedang, serta teratur; Tipe III: Gambaran
pembuluh darah yang bercabang, melebar,
memanjang dan sedikit tidak beraturan; Tipe IV:
Gambar 4. Gambaran mukosa nasofarings dengan
Gambaran pembuluh darah seperti kumpulan cacing
cahaya putih (A) dan oleh NBI, mikrovaskularisai
tanah dengan diameter yang sangat tidak beraturan.
mukosa berwarna coklat dan gambaran pembuluh
19
Pada endoskopi dengan NBI, adanya gambaran lesi
darah submukosa berwarna cyan (B).
berbatas tegas berupa bintik atau bulatan kecil
kecoklatan terutama pada tipe III dan IV menunjukkan
Deteksi perubahan permukaan mukosa yang
kemungkinan keganasan. Demikian pula jika terdapat
khas untuk lesi neoplastik seperti displasia, karsinoma
gambaran tipe I dan II atau tipe III tanpa disertai
in situ dan karsinoma invasif maupun abnormalitas
daerah tegas bintik kecoklatan dapat dianggap tidak
epitelial yaitu penebalan mukosa, perubahan lapisan 22
terjadi keganasan.
permukaan mukosa dan perubahan vaskularisasi
dengan kemampuan pembesaran dan resolusi yang cahaya putih (A) dan NBI (B); karsinoma verukosa
19
berkualitas.
19,27 dengan endoskopi cahaya putih (C) dan NBI (D).
pemeriksaan optikal tergantung pada observasi Pembuluh darah superfisial pada nasofarings
terhadap permukaan mukosa yang tentu saja dapat dinilai dengan jelas yang bermanifestasi sebagai
memerlukan kondisi yang baik tanpa adanya sekret gambaran mikrovaskular tipe I dan II serta pembuluh
kental yang mengganggu terutama pada pasien pasca darah submukosa yang berwarna hijau dengan
pengobatan.Di samping itu, lesi yang ditandai dengan percabangan tampak kecoklatanpada endoskopik
hiperkeratosis yang tebal seperti karsinoma verukosa menggunakan teknik NBI.Percabangan pembuluh
juga dapat mengganggu visualisasi vaskular darah tersebut bersilangan dan membentuk
mukosa.Umumnya gambaran mukosa mudah dinilai percabangan yang lebih kecil.Kapiler intrapapiler
melalui gambaran vaskularisasi mukosa.Pada lesi biasanya terbentuk dari percabangan keempat
jinak seperti polip plika vokalis, nodul atau granuloma pembuluh darah yang memasuki papila epitelial dan
dikenali dari gambaran pembuluh darah mukosa yang membentuk IPCL yang terletak di bawah membran
berjalan pararel tanpa adanya bintik-bintik kecoklatan basalis epitelial. IPCL umumnya tipis dan hampir tidak
yang biasanya terlihat pada mukosa dengan terlihat, namun perubahannya dapat dinilai sebagai
22
keganasan. Walaupun demikian, hasil positif palsu timbulnya lesi pada mukosa.
dapat terjadi pada teknik NBI seperti pada kasus Terdapat 5 gambaran mukosa nasofarings
papilomatosis larings yang terkadang memperlihatkan yang dianggap abnormal pada NBI, yaitu Tipe I: Bintik-
daerah tegas berbintik coklat sehingga untuk bintik kecoklatan, mengindikasikan pembuluh darah
membedakannya dari lesi ganas memerlukan yang lebih tebal dengan densitas tinggi serta tidak
endoskopi teknik NBI dengan kemampuan beraturan; Tipe II: Pola mikrovaskular yang tidak
dengan dilatasi abnormal, ukuran dan bentuk yang struktur jaringan bersilia. Dengan adanya
heterogen; Tipe III: Tanda light crest (LC) pertumbuhan karsinoma nasofarings yang merusak
mengindikasikan puncak permukaan berupa garis folikel jaringan limfoid pada mukosa maka LC dapat
28
putih yang halus; Tipe IV: Dua sisi yang berbeda, menghilang.
mengindikasikan keberadaan tanda light crests atau IPCL tipe IV merupakan konsep baru yang
adanya jaringan kapiler beraturan pada satu sisi, terjadi berdasarkan fenomena bahwa kedua sisi
sedangkan tidak ditemukan pada sisi lainya; Tipe V: nasofarings yang merupakan struktur yang
Adanya baik IMPV maupun gambaran dua sisi yang simetris.Oleh karena gambaran vaskularisai mukosa
28
berbeda. dan LC dapat dengan mudah dinilai dengan NBI,
maka perbedaan gambaran pada dua sisi nasofarings
dapat juga mudah dibandingkan. Dengan
ditemukannya beberapa tipe dari IPCL, maka dapat
dicurigai terdapat pertumbuhan keganasan pada
mukosa nasofarings, misalnya pada IPCL tipe V yang
memperlihatkan gambaran IPCL tipe II (IMPV) dan
28
tipe IV.
Kejadian rekurensi pada karsinoma
nasofarings tidak dapat diketahui dan diprediksi
Gambar 8. Pola gambaran mukosa nasofarings
dengan pasti.Untuk itu kunjungan rutin di poliklinik
normal dan abnormal dengan menggunakan cahaya
untuk pemeriksaan secara berkala sangat
putih konvensional dan NBI. (A) Gambaran pola
direkomendasikan.Apabila terjadi rekurensi dapat
mikrovaskular tidak jelas terlihat dengan cahaya putih
dengan segera diketahui dan diberikan
konvensional; (B) Pola jaringan kapiler retikular
terapi.Pemeriksaan pencitraan (CT-Scan dan atau
subepitelial terlihat menggunakan sisitem NBI; (C)
MRI) juga dibutuhkan untuk melihat perluasan tumor
IPCL tipe I pada fosa rosenmuller; (D) dan (E) IPCL
ke jaringan sekitarnnya.
tipe II; (F) Tampak tanda light crest pada IPCL tipe III;
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
28
(G) dan (H) IPCL tipe IV.
gambaran makroskopik dinding nasofarings tidaklah
mencerminkan timbulnya karsinoma nasofarings
Tipe I ditandai dengan daerah bintik-bintik
terutama pada pasien pasca radioterapi. Berbeda
kecoklatan berbatas tegas, yang sering ditemukan
dengan kasus karsinoma nasofarings baru yang
pada lesi prekanker dan keganasan pada orofarings
umumnya terlihat massa dengan jelas, pada kasus
dan hipofarings namun jarang ditemukan pada
rekurensi biasanya hanya memperlihatkan gambaran
mukosa nasofarings. Tipe ini pada karsinoma
mukosa yang tidak teratur atau penebalan terutama
nasofarings terlihat pada lesi superfisial stadium T1
pada fase awal kekambuhan. Nasofaringoskopi
dikarenakan bintik kecoklatan merupakan salah satu
memiliki spesifitas yang tinggi, yaitu 94.3% hingga
tanda neovaskularisasi dini yang jarang terdapat pada
99.6% dalam mendiagnosis karsinoma nasofarings
keganasan stadium lanjut.Karsinoma sel skuamosa
pasca radioterapi, namun sensitifitasnya hanya sekitar
superfisial dapat tampak dalam beberapa tipe pada
62% hingga 75%. Kwong dkk di tahun 2001
endoskopi khususnya IMPV (tipe II) dan daerah
melaporkan 30% kasus karsinoma nasofarings
berbatas antara epitel normal dengan lesi keganasan.
rekuren tanpa adanya gambaran tumor yang terlihat
Light crest (LC) pada IPCL tipe III adalah garis biru-
pada endoskopi tetapi pemeriksaan histologi
putih halus pada puncak permukaan epitel atau girus
menunjukkan adanya keganasan. Gambaran massa
yang tampak pada endoskopi dengan NBI. Timbulnya
atau penebalan mukosa nasofarings pada pasien
gambaran tersebut diperkirakan terjadi akibat refleksi
karsinoma nasofarings pasca terapi belum tentu
sinar dengan panjang gelombang yang sempit dan
menunjukkan rekurensi oleh karena mukosa
pendek (400-430nm) pada permukaan
nasofarings pasca radiasi mengalami fibrosis,
nasofaringitis, dan osteoradionekrosis. Hal tersebut bulan pasca nasofaringektomi tampak licin dan
tentu saja menjadi sebuah tantangan bagi kita dalam simetris dengan endoskopi konvensional serta tidak
4
melakukan deteksi dini rekurensi karsinoma terlihat bintik kecoklatan pada teknik NBI.
4
nasofarings pasca terapi.
Gambaran NBI dalam deteksi dini karsinoma
sel skuamosa kepala-leher ditunjukkan dengan
munculnya gambaran bintik-bintik kecoklatan sehingga
dijadikan sebagai standar utama lesi dini keganasan
17
sel skuamosa. Beberapa laporan kasus dan
penelitian yang memperlihatkan kemampuan dan
kegunaan teknik NBI dalam mendeteksi dini terjadinya
kekambuhan karsinoma sel skuamosa nasofarings
dengan hasil yang bervariasi. Lin pada tahun 2009
melaporkan bahwa gambaran karsinoma nasofarings
yang mengalami rekurensi tampak sebagai bintik-
bintik kecoklatan berbatas tegas pada salah satu sisi
mukosa nasofarings dan telah dikonfirmasi dengan
4
pemeriksaan patologi anatomi.
Selanjutnya Lin melakukan penelitian NBI Gambar 10. (A,D,G,J) Mukosa nasofarings dengan
pada tahun 2013 yang menyebutkan bawah 22 pasien endoskopi konvensional; (B,E,H,K) Dengan teknik
karsinoma nasofarings pasca radioterapi ditemukan NBI; (C,F,I,L) Gambaran histologi. (A,B,C) Gambaran
gambaranbintik-bintik kecoklatan pada mukosa mukosa dan histologi normal nasofarings tanpa
nasofarings. Setelah dikonfirmasi dengan biopsi riwayat radioterapi. (D,E,F,G,H,I,J,K,L) Gambaran
menunjukkkan 4 pasien positif mengalami rekurensi, mukosa dan histologi pasca radioterapi. (E,F) Tampak
dan 16 tidak mengalami rekurensi. Empat pasien yang lesi kecoklatan dengan pola berbentuk ekor dengan
mengalami rekurensi ditemukan gambaran bintik-bintik hasil histologi normal; (H,I) Lesi kecoklatan hampir
kecoklatan disertai pembuluh darah tidak homogen dengan histologi tanpa proses neoplastik;
beraturanmukosa nasofaring, sedangkan 18 pasien (K,L) Tampak lesi kecoklatan iregular/heterogen
lainnya ditemukan bintik kecoklatan dengan gambaran dengan histologi menunjukkan adanya proses
29
pembuluh darah yang lebih teratur dan jelas. neoplastik/rekurensi.
29
Ringkasan
Karsinoma nasofarings hingga saat ini masih
menduduki peringkat pertama keganasan pada daerah
kepala-leher.Keganasan ini cukup responsif terhadap
radioterapi dan atau kemoradioterapi dengan
prognosis dan tingkat rekurensi yang cukup
tinggi.Deteksi dini dalam mendiagnosis rekurensi
sangat penting oleh karena menentukan angka
harapan dan kualitas hidup pasien KNF.
Kontrol rutin (follow up) merupakan prosedur
Gambar 9. (A dan B): Mukosa nasofarings pasca tetap di pusat pelayanan kesehatan utama padapasien
terapi tampak licin dan asimetris pada pemeriksaan karsinoma nasofarings pasca terapi dengan ditunjang
endoskopi konvensional; (D dan E): Tampak bintik berbagai pemeriksaan rutin seperti nasoendoskopi
kecoklatan berbatas tegas pada mukosa nasofarings konvensional yang dilanjutkan biopsy.Salah satu
dengan teknik NBI; (C dan F): Mukosa nasofarings 6 kendala yang muncul adalah apabila tumor tidak
terlihat jelas atau meragukan oleh karena itu Otolaryngology 4th ed. Lippincott Williams and
dibutuhkan teknik pemeriksaan yang membantu Wilkins. 2006; 601-13.
menegakkan diagnosis rekurensi. 7. Jeyakumar A, Brickman TM, Jeyakumar A, Doerr
NBI merupakan teknik pemeriksaan T. Review of Nasopharyngeal Carcinoma. ENT-
endoskopik terkini yang digunakanuntuk deteksi dini Ear, Nose, and Throat Journal.2006; 85(3):168-
lesi mukosa superfisial yang umumnya sulit terdeteksi 73.
dibandingkan dengan endoskopik konvensional.Pada 8. Brennan B. Nasopharyngeal Carcinoma.
pasien KNF pasca terapi, teknik NBI dapat digunakan Orphanet Journal of Rare Diseases. 2006;
untuk melihat gambaran bintik-bintik kecoklatan 1(23):1-5.
disertai pembuluh darah tidak beraturanmukosa 9. Wei WI. Nasopharyngeal Cancer in: Bailey, B.J.,
nasofaring, sehingga biopsi yang dilakukan tepat pada and Johnson, J.T. (eds). Head and Neck Surgery-
daerah yang dicurigai terjadi rekurensi.Walaupun NBI Otolaryngology 4th (ed). Lippincott Williams and
memiliki keterbatasan, namun pemeriksaan ini Wilkins. 2006; 1658-71.
diharapkan dapat menjadi panduan bagi para klinisi 10. Tabuchi K, Nakayama M, Nishimura B, Hayashi
untuk melakukan biopsi secara tepat tidak hanya dari K, Hara A. Early Detection of Nasopharyngeal
segi waktu tetapi juga upaya meningkatkan Cancer. International Journal of Otolaryngology.
kenyamanan pasien. 2011; 1-6.
11. Ondrey FG and Wright SK. Neoplasm of the
DAFTAR PUSTAKA Nasopharynx in: Ballenger’s Manual of
1. Corry J, Fisher R, Rischin D, Peters LJ. Relapse Otolaryngology Head and Neck Surgery. BC
Patterns In Who 2/3 Nasopharyngeal Cancer: Is Decker. 2002; 484-95.
There A Difference Between Ethnic Asian Vs. 12. Rosmawati ID. Validitas Pemeriksaan
Non-Asian Patients?. Int. J. Radiation Oncology Nasoendoskop pada Evaluasi Pascaterapi
Biol. Phys. 2006; 64(1):63-71. Karsinoma Nasofarings. Dalam: Karya Tulis Akhir
2. Fachiroh J, Prasetyanti PR, Paramita KD, Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat
Prasetyawati AT, Anggrahini DW, Haryana SM, et Spesialis. 2010; Hal. 21-2.
al. Dried-Blood Sampling for Epstein-Barr Virus 13. El-Sherbieny E, Rashwan H, Lubis SH, Choi VJ.
Immunoglobulin G (IgG) and IgA Serology in Prognostic Factors in Patients with
Nasopharyngeal Carcinoma Screening. Jounal of Nasopharyngeal Carcinoma Treated in Hospital
Clinical Microbiology. 2008; 46(4):1374–80. Kuala Lumpur. Asian Pacific J Cancer Prev. 2011;
3. Comoretto M, Balestreri L, Borsatti E, Cimitan M, 12: 1739-43.
Franchin G, Lise M. Detection and Restaging of 14. Yu HS, Wang X, SongAQ, Liu N, Zhang W, Yu L.
Residual and/or Recurrent Nasopharyngeal Concurrent Chemoradiotherapy Versus
Carcinoma after Chemotherapy and Radiation Radiotherapy Alone for Locoregionally Advanced
Therapy: Comparison of MR Imaging and FDG Nasopharyngeal Carcinoma. Asian Pacific
PET/CT. Radiology. 2008; 249(1):203-11. Journal of Cancer Prevention.2012; 13: 3961-5.
4. Lin YC and Wang WH. Narrow-Band Imaging for 15. Hsu WC, Chen SJ, Ying KS, Jang CJ, Wang PM,
Detecting Early Recurrent Nasopharyngeal Lin GD. A Comparison of Treatment Plans for
Carcinoma. Head and Neck. 2009; 591-4. Recurrent Nasopharyngeal Carcinoma. Chin J
5. Dhillon RS and East CA. The Throat in: An Radiol. 2003; 28: 285-92.
Illustrated Colour Text of Ear, Nose and Throat 16. Watanabe A, Taniguchi M, Tsujie H, Hosokawa
and Head and Neck Surgery 2nd ed. Churchill M, Fujita M, Sasaki S. The Value of Narrow Band
Livingstone. 1999; 56-7. Imaging Endoscope for Early Head and Neck
6. Thompson LDR. Pharyngitis in: Bailey, B.J., and Cancers. Otolaryngology Head and Neck Surgery.
Johnson, J.T. (eds). Head and Neck Surgery- 2008; 138: 446-5.
17. Watanabe A, Tsujie H, Taniguchi M, Hosokawa squamous cell carcinoma. World J Gastoenterol.
M, Fujita M, Sasaki S. Laryngoscopic detection of 2011; 17(39): 4408-13.
pharyngeal carcinoma in situ with narrowband 24. Shibuya K, Hoshino H, Chiyo M, Iyoda A, Yoshida
imaging. Laryngoscope. 2006; 116(4): 650-4. S, Sekine Y, et al. High magnification
18. Gono K, Obi T, Yamaguchi M, Ohyama N, bronchovideoscopy combined with narrow band
Machida H, Sano Y, et al. Appearance of imaging could detect capillary loops of angiogenic
enhanced tissue features in narrow-band squamous dysplasia in heavy smokers at high risk
endoscopic imaging. Journal of Biomedical Optic. for lung cancer. Thorax. 2003; 58: 989-95.
2004; 9(3): 568-77. 25. Muto M, Nakane M, Katada C, Sano Y, Ohtsu A,
19. Lukes P, Zabrodsky M, PlazkJ, Chovanec M, Esumi H, et al. Squamous cell carcinoma in situ at
Betka J, Foltynova E, et al. Narrow Band Imaging oropharyngeal and hypopharyngeal mucosal
(NBI) – Endoscopic Method for Detection of Head sites. Cancer. 2004; 101: 1375-81.
and Neck Cancer. 2013; Avaiable at: 26. Piazza C, Cocco D, De Benedetto L, Del Bon F,
http://dx.doi.org/10.5772/52738: 76-87. Nicolai P, Peretti G. Role of narrow-band imaging
20. Piazza C, Dessouky O, Peretti G, Cocco D, De and high-definition television in the surveillance of
Benedetto L, Nicolai P. Narrow-band imaging: a head and neck squamous cell cancer after chemo
new tool for evaluation of head and neck – and/or radiotherapy. Eur Arch Otorhinolaryngol.
squamous cell carcinomas. Review of literature. 2010; 267: 1423–8.
Acta Otorhinolaryngol Ital. 2008; 28(2):49-54. 27. Piazza C, Cocco D, Del Bon F, Mangili S, Nicolai
21. Takano JH, Yakushiji T, Kamiyama I, Nomura T, P, Peretti G. Narrow Band Imaging and High
Katakura A, TakanoN, et al. Detecting early oral Definition Television in the endoscopic evaluation
cancer: narrowband imaging system observation of upper aero-digestive tract cancer. Acta
of the oral mucosa microvasculature. Int. J. Oral Otorhinolaryngologica Italica. 2011;31:70-5.
Maxillofac. Surg. 2010; 39: 208-13. 28. Wang WH, Lin YC, Lee KF, Weng HH.
22. Wen YH, Zhu XL, Lei WB, Zeng YH, Sun YQ, Nasopharyngeal Carcinoma Detected by Narrow-
Wen WP. Narrow-Band Imaging: A Novel band Imaging Endoscopy. Oral Oncology. 2011;
Screening Tool for Early Nasopharyngeal 47: 736-41.
Carcinoma. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 29. Lin YC, Wang WH, Tsai WC, Chen CC, Chen
2012; 138(2): 183-8. WC, Lee KF. Predicting the early invasiveness of
23. Ide E, Filho FM, Chaves DM, Matuguma SE, nasopharyngeal mucosal neoplasia after
Sakai P. Narrow-band imaging without radiotherapy by narrow-band imaging: A pilot
magnification for detecting early esophageal study. Head and Neck. 2013; 35: 46-51.