Anda di halaman 1dari 4

BAB IV

PEMBAHASAN
4.1 Hasil

Gambar 4.1
Kromatografi Lapis Tipis
4.2 Pembahasan
Kromatografi lapis tipis merupakan jenis kromatografi yang dapat digunakan
untuk menganalisis senyawa secara kualitatif maupun kuantitatif. Lapisan  yang
memisahkan terdiri atas bahan berbutir (fase diam) ditempatkan pada penyangga berupa
pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah berupa larutan,
ditotolkan berupa bercak atau pita, setelah pelat/lapisan ditaruh dalam bejana tertutup
rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak). Pemisahan terjadi setelah
perambatan kapiler (pengembangan), selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus
ditampakkan/dideteksi. Deteksi dilakukan dengan menggunakan sinar UV (Sudjadi,
1988).
Pada praktikum ini kami menggunakan sampel ekstrak kental kayu manis hasil
dari evaporasi. Pada tahap pertama kami menyiapkan alat dan bahan, kemudian
dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%. Tujuan dari pembersihan alat ini untuk
membunuh mikroorganisme yang ada pada alat karena alkohol 70% berfungsi sebagai
desinfektan yaitu dapat membunuh bakteri atau mikroorganisme pada jaringan mati
(Susatyo, 2016).
Tahap kedua yang dilakukan adalah preparasi larutan sampel. Preparasi sampel
dilakukan untuk memperoleh larutan sampel sehingga bisa dianalisis karena dalam KLT,
sampel yang diuji harus berbentuk larutan. Sampel ekstrak kental kayu manis dilarutkan
sedikit dengan menggunakan etanol, karena menurut Murjana (2019), fungsi etanol ini
yaitu sebagai pelarut dan juga disinfektan. Setelah ditambahkan etanol diaduk terus
hingga larut yang bertujuan untuk melarutkan ekstrak kayu manis. Hal yang dilakukan
selanjutnya yaitu menyiapkan wadah untuk pemeriksaan senyawa yag terkandung dalam
ekstrak tersebut, hal ini sesuai dengan literature (M. zacky,2010) Peralatan yang
digunakan untuk KLT adalah chamber (wadah untuk proses KLT) , pinset, plat KLT, dan
eluen. Kemudian memotong lempeng menjadi 20 bagian dengan ukuran 5 x 1 cm.
Selanjutnya dilakukan penyiapan fasa diam dan fasa gerak dari sistem
kromatografi lapis tipis. Penggunaan eluen ini disesuaikan dengan sifat polar  eluen yang
digunakan ialah metanol dan etil asetat (1:3), menurut Eko Hidayaturrohman (2020),
alasan menggunakan eluen ini karena eluen ini dapat menghasilkan spot yang bagus,
kemudian pemisahannya baik, dengan waktu pemisahan juga yang tidak terlalu lama, hal
ini dikarenakan eluenya bersifat polar dan mudah menguap.
Pelarut yang digunakan dalam praktikum ini adalah etil asetat dan metanol,
menurut Sunyoto (2010), penggunaan pelarut yang berbeda bertujuan untuk mengetahui
senyawa apa saja yang tertarik dari masing-masing pelarut. Tujuan penggunaan etil asetat
menurut Rowe (2009), etil asetat merupakan pelarut yang baik digunakan untuk ekstraksi
karena dapat dengan mudah di uapkan, tidak higroskopis, dan memiliki sifat toksisitas
rendah. Sedangkan menurut Tensiska (2007), etil asetat bersifat semi polar sehingga
mampu menarik senyawa aglikon maupun glikon. Tujuan penggunaan metanol menurut
Depkes RI (1979), tujuan penggunaan metanol agar dapat mengetahui perubahan warna
larutan menjadi warna kuning, jingga, merah dan hijau maka menandakan adanya
flavonoid. Sedangkan menurut Astarina (2013), menggunakan pelarut metanol karena
metanol dapat menarik senyawa flavonoid, saponin, tanin dan terpenoid pada tanaman.
Selain itu, metanol merupakan pelarut yang bersifat universal sehingga dapat menarik
sebagian besar senyawa yang bersifat polar dan non polar pada bahan.
Larutan ekstrak kayu manis yang telah dibuat tadi ditotolkan pada lempeng klt
lalu lempeng klt dimasukkan kedalam eluen. Selanjutnya tunggu hingga eluen sampai
tanda batas. Setelah itu lempeng dikeluarkan, dikeringkan diudara kemudian dideteksi
dengan sinar UV 366 apakah terdapat bercak noda pada lempeng, tandai. Lalu dihitung
nilai Rfnya, dalam praktik ini didapatkan nilai Rf pada sampel ekstrak kayu manis yaitu=
0,8. Hal ini sesuai dengan literatur Gandjar (2007), dimana niliai Rf yang bagus berkisar
antara 0,2 – 0,8.
Penotolan hasil ekstrak pada lempeng, berdasarkan literatur penotolan dilakukan
memakai pipa kapiler. Pelarut dibiarkan menguap atau dihilangkan dengan bantuan aliran
udara kering. Lapisan kemudian dimasukan ke dalam bejana yang berisi pelarut yang
dalamnya sekitar satu cm yang akan bertindak sebagai fase gerak. Lalu bejana ditutup
ketat dan pelarut dibiarkan sekitar 10-15 menit. Titik tempat campuran yang ditotolkan
pada ujung pelat atau lembaran disebut titik awal dan cara menempatkan cuplikan disebut
penotolan (M. zacky,2010)
Dalam langkah ini harus diperhatikan pergerakan dari hasil totolan ekstrak
tersebut terhadap eluennya (pelarutnya) hal ini berdarkan literatur (Tim kimia
organic,2014). Garis depan pelarut ialah bagian atas fase gerak atau pelarut ketika
bergerak melalui lapisan dan setelah pengembangan selesai, merupakan tinggi maksimum
yang dicapai pelarut.
Selanjutnya dilihat hasil pengerakan noda hasil totolan pada cahaya UV, hal ini
sesuuai dengan literatur bahwa alat denstiometri memiliki sinar yang bergerak diatas
bercak pemisahan pada lempeng kromatografi yang akan ditetapkan kadar komponennya.
Lempeng digerakkan menyususri berkas sinar yang bersal dari sumber sinar tersebut
(sudjadi, 1988). Hal ini juga selaras dengan pendapat (Made Agus Gelgel Wirasuta,
2008) Untuk meningkatkan sensitifitas KLT sangat disarankan dalam analisis toksikologi
forensik, uji penapisan dengan KLT dilakukan paling sedikit lebih dari satu sistem
pengembang dengan penampak noda yang berbeda. Dengan menggunakan
spektrofotodensitometri analit yang telah terpisah dengan KLT dapat dideteksi
spektrumnya (UV atau fluoresensi). Kombinasi ini tentunya akan meningkatkan derajat
sensitifitas dan spesifisitas dari uji penapisan dengan metode KLT.
Hasil totoloan berdasarkan penggunan eluen. Eluent dapat digolongkan menurut ukuran
kekuatan teradsorpsinya pelarut atau campuran pelarut tersebut pada ekstrak atau sebuah
lapis tipis silika. Penggolongan ini dikenal sebagai deret eluotropik pelarut. Suatu pelarut
yang bersifat larutan relatif polar, dapat mendorong pelarut yang relatif tak polar
(Nunung Triana, 2010).
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan maka dapat ditarik ksimpulan
bahwa semakin tinggi polaritas senyawa, semakin ikatannya dengan fase diam yang
berupa plat silica gel yang bersifat polar sehingga mempunyai nilai Rf yang semakin
kecil, dan sebaliknya. Sedangkan jika dilihat dari pengaruh eluen yang digunakan,
semakin tinggi polaria eluen maka nilai Rfnya juga semakin tinggi.
Adapun faktor kesalahan yang dapat terjadi dari praktikum KLT adalah apabila
konsentrasi dan komposisi larutan yang digunakan tidak sesuai maka akan mengganggu
nilai Rf. Pada saat tidak terbentuknya noda bulat sempurna, hal ini juga dapat disebakan
oleh senyawa asing dan pencemaran pada pelarut yang digunakan (wadah yang
digunakan kotor) ataupun adanya partikel lain yang menempel pada lempeng. tidak
sesuainya perbandingan eluen yang digunakan berdasarkan prosedur yang sudah ada,
eluen yang digunakan tingkat kepolaranya rendah (semakin polar eluen maka semakin
mudah terserap), eluen tidak dijenuhkan sebelum proses KLT, eluen melewati tanda batas
pada lempeng tipis, dan jika gelas tidak ditutup.
Dengan hasil praktikum yang telah diperoleh maka telah tercapailah maksud dari
praktikum ini yaitu untuk mengetahui dan memahami cara-cara pemisahan suatu sampel
(obat) dengan menggunakan kromatografi lapis tipis dan mengatuhi nilai Rf-nya.

Anda mungkin juga menyukai