REVIEW JURNAL 2
NAMA / NIM Fitriawati Kaluku / 821319054
KELAS / KELOMPOK B-D3 FARMASI 2019 / III (Tiga)
PENULIS Made B. Anggriawan, Anna P. Roswiem, dan Waras
Nurcholis
JUDUL JURNAL Potensi Ekstrak Air Dan Etanol Kulit Batang Kayu
Manis Padang (Cinnamomum Burmanii) Terhadap
Aktivitas Enzim A-Glukosidase
VOLUME 23, No.2
TAHUN Tahun 2015
TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji
aktivitas penghambatan ekstrak air dan etanol (30, 70, dan
96%) kulit batang kayu manis Padang (Cinnamomum
burmannii) terhadap aktivitas enzim α-Glukosidase, serta
mengidentifikasi senyawa yang terkandung dalam ekstrak
tersebut yang memiliki daya inhibisi terhadap enzim α-
Glukosidase tertinggi. Dari hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan informasi kepada masyarakat bahwa
ekstrak air dan etanol kulit batang kayu manis Padang
(Cinnamomum burmannii) dapat digunakan untuk
pengobatan diabetes alternatif.
PENDAHULUAN Banyaknya penggunaan herbal alam sebagai obat
menimbulkan keinginan banyak peneliti untuk menemukan
obat antidiabetes dari bahan alam yang telah digunakan
secara turun temurun. Kulit batang kayu manis dapat
digunakan untuk menurunkan kadar gula dalam darah dan
sebagai pengobatan diabetes tipe 2, dengan mengkonsumsi
setengah sendok teh kayu manis perhari. Tanaman kayu
manis merupakan tanaman yang sering dijumpai di daerah
tropis, merupakan tanaman family Lauraceae dengan jumlah
spesies yang beragam.
METODE PENELITIAN Ekstraksi Sebanyak 25 gram simplisia yang telah
dikeringkan dimaserasi dengan pelarut air, etanol 30%, 70%
dan 96% masing–masing sebanyak 250 mL selama 1 hari
pada suhu kamar di dalam maserator. Rendaman disaring
menggunakan kertas saring halus dan filtratnya disimpan.
Residu direndam kembali dalam pelarut yang sama selama
24 jam dan dilakukan sebanyak 3 kali 24 jam. Filtrat yang
diperoleh dijadikan 1 kemudian dipekatkan dengan penguap
putar sehingga diperoleh ekstrak air kasar, etanol 30%, 70%,
dan 96%. Ekstrak yang telah dipekatkan selanjutnya diuji
aktivitas inhibisinya terhadap enzim α Glukosidase dan
untuk ekstrak dengan daya inhibisi tertinggi diidentifikasi
kandungan senyawa aktifnya dengan uji fitokimia.
REVIEW JURNAL 6
NAMA / NIM Sulistiawati Panyue / 821319046
KELAS / KELOMPOK B-D3 FARMASI 2019 / III (Tiga)
PENULIS Sarah Chairunnisa, Ni Made Wartini, Lutfi
JUDUL JURNAL Pengaruh Suhu dan Waktu Terhadap Karakteristik
Ekstrak Daun Bidara (Ziziphus mauritiana L.) Sebagai
Sumber Saponin
VOLUME 7, No.4
TAHUN Tahun 2015
PENDAHULUAN Tanaman bidara yang dikenal dengan nama latin
Ziziphus mauritiana L. merupakan tanaman yang memiliki
banyak manfaat. Tanaman bidara memiliki banyak
kandungan yang bermanfaat antara lain protein, kalsium, zat
besi, magnesium, vitamin, senyawa aktif seperti flavonoid,
karotenoid, alkaloid, fenol, kuercetin, metil ester, terpenoid,
saponin, dan lain sebagainya (Suharno, 2013). Saponin
tergolong senyawa glikosida kompleks yakni metabolit
sekunder yang terdiri dari senyawa hasil proses kondensasi
suatu gula dengan suatu senyawa hidroksil organik yang
apabila dihidrolisis akan menghasilkan gula (glikon) dan
non-gula (aglikon).
METODE PENELITIAN Proses awal maserasi dilakukan dengan menimbang 50
gram bubuk daun bidara yang sudah diayak menggunakan
ayakan 60 mesh dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer,
kemudian ditambahkan pelarut metanol sebanyak 300 ml
(perbandingan bubuk daun. bidara dengan metanol yaitu
1:6) (Bintoro et al., 2017). Proses ekstraksi dilakukan
dengan metode maserasi menggunakan suhu (29±1°C,
40±2°C, 50±2°C) dan waktu (36 jam, 48 jam, 60 jam) sesuai
perlakuan. Untuk perlakuan suhu 40±2°C dan 50±2°C,
sampel dimaserasi menggunakan inkubator. Selama proses
maserasi, dilakukan penggojokan manual setiap 12 jam
selama 5 menit, sehingga diperoleh ekstrak yang masih
tercampur dengan pelarut (Yulianingtyas dan Kusmartono,
2016). Selanjutnya ekstrak disaring menggunakan kertas
saring kasar yang menghasilkan filtrat I dan ampas.
Kemudian ampas ditambahi pelarut sebanyak 50 ml digojog
selama 5 menit, lalu disaring dengan kertas saring kasar dan
menghasilkan filtrat II. Filtrat I dan II dicampur dan disaring
dengan ketas saring Whatman No. 1. Ekstrak yang diperoleh
dimasukkan ke dalam labu evaporator untuk dihilangkan
pelarut yang terdapat dalam ekstrak sehingga didapatkan
ekstrak kental. Hasil pencampuran kedua ekstrak ini
dievaporasi pada suhu ±40oC dengan tekanan 100 mBar.
Evaporasi dihentikan pada saat semua pelarut sudah
menguap yang ditandai dengan tidak adanya tetesan uap
pelarut. Ekstrak kental yang diperoleh dimasukkan ke dalam
botol sampel (Bintoro et al., 2017).
HASIL Dalam penelitian ini hasil investigasi menunjukkan
bahwa Busa yang menunjukkan kandungan saponin, tidak
akan hilang apabila diteteskan larutan HCl 2N. Hasil rata-
rata ketinggian busa yang diperoleh semakin meningkat
dengan adanya penambahan suhu dan hingga mencapai
waktu optimal. Semakin tinggi suhu dan lama waktu
maserasi, menyebabkan busa yang terbentuk lebih tinggi
dibandingkan tanpa proses pemanasan dan penggunaan
waktu yang singkat. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu maserasi,
maka semakin tinggi kadar saponin yang diperoleh.
Waktu dan suhu ekstraksi sangat berpengaruh terhadap
ketinggian busa pada ekstrak saponin kasar daun bidara.
Penggunaan suhu ruang (29±1°C) dan waktu ekstraksi yang
singkat belum menunjukkan reaksi yang optimal terhadap
ketinggian busa yang terbentuk. Penurunan ketinggian busa
setelah waktu maserasi 48 jam pada penggunaan suhu 40 ±
2°C dan 50 ± 2°C mengindikasikan adanya kemungkinan
senyawa saponin teroksidasi karena panas seiring dengan
penambahan waktu ekstraksi (Kristiani dan Halim, 2014).
Saponin teroksidasi menjadi lanosterol yang merupakan
bentuk dasar dari triterpen. Hal ini menyebabkan
menurunnya kemampuan saponin dalam membentuk busa.
Dari hasil tersebut, dapat dilihat bahwa waktu yang
melewati batas optimum proses ekstraksi akan
menyebabkan rusaknya kandungan saponin kasar yang
terekstrak. Penurunan kadar saponin kasar ini akan
mempengaruhi hasil ketinggian busa yang terbentuk.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
disimpulkan, antara lain :
1. Perlakuan suhu dan waktu maserasi serta interaksi antara
perlakuan sangat berpengaruh terhadap karakteristik
rendemen, kadar saponin kasar, dan ketinggian busa
ekstrak daun bidara (Ziziphus mauritiana L.).
2. Perlakuan suhu 50±2°C dan waktu maserasi selama 48
jam merupakan perlakuan terbaik untuk menghasilkan
ekstrak daun bidara (Ziziphus mauritiana L.) sebagai
sumber saponin dengan karakteristik rendemen
42,59±0,02%, kadar saponin kasar 40,84±0,09% dan
ketinggian busa 29,03±0,38 mm.
REVIEW JURNAL 7
NAMA / NIM Vanesa Suak / 821319059
KELAS / KELOMPOK B-D3 FARMASI 2019 / III (Tiga)
PENULIS Lia Umi Khasanah, Rohula Utami, Godras Jati Manuhara,
Qoesuma
JUDUL JURNAL Pengaruh Perlakuan Pendiaman dan Konsentrasi etanol
terhadap oleoresin daun dan kulit batang kayu manis
(cinnamonum Burmanii)
VOLUME 5, No.8
TAHUN Tahun 2018
PENDAHULUAN Kayu manis merupakan produk rempah-rempah yang
banyak dijumpai di Indonesia. Jumlah produksi kayu manis
di Indonesia meningkat pada setiap tahunnya. Tahun 2012
produksi kayu manis sebesar 89.600 ton, meningkat menjadi
92.000 ton pada tahun 2013, dan pada tahun 2014
mengalami peningkatan menjadi 92.100 ton (BPS, 2016).
Pada tahun 2016, Indonesia menguasai pangsa dunia sebesar
19,5%. Pada tahun 2013, Indonesia mengekspor kayu manis
sejumlah 52.507 ton ke beberapa negara (FAOSTAT, 2017).
Tanaman kayu manis yang paling banyak di Indonesia
adalah jenis Cinnamomum burmannii blume yang banyak
terdapat di Sumatera Barat dan Jambi (Susanti, 2013).
Kandungan sinamaldehida kayu manis jenis ini paling tinggi
yaitu 69,3% dibandingkan dengan jenis lainnya seperti
Cinnamomum zeylanicum (48,2%) dan Cinnamomum casia
(0,95-1,2%) (Daswir, 2010).
METODE PENELITIAN Tahapan proses yang dilakukanpada penelitian ini yaitu :
a. Perlakuan pendahuluan daun kayu manis
Daun kayu manis dikeringanginkan hingga kadar air
10-12% kemudian dilakukan pemotongan
menggunakan gunting dengan ukuran ± 2 cm
(Khasanah dkk., 2017)
REVIEW JURNAL 9
NAMA / NIM Riska Paneo / 821319045
KELAS / KELOMPOK B-D3 FARMASI 2019 / III (Tiga)
PENULIS Ivan Widiyanto
JUDUL JURNAL EKSTRAKSI OLEORESIN KAYU MANIS
(Cinnamomum burmannii) : OPTIMASI RENDEMEN
DAN PENGUJIAN KARAKTERISTIK MUTU
VOLUME Vol. VI, No. 1
TAHUN Tahun 2013
TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi
rendemen optimum dalam proses produksi oleoresin kayu
manis pada variasi ukuran bahan, suhu dan waktu kontak
selama proses ekstraksi maserasi dan mengetahui
karakteristik mutu oleoresin kayu manis yang meliputi kadar
sinamaldehid, kadar minyak atsiri, dan kadar sisa pelarut
(kadar metanol).
PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara Penghasil kayu manis
terbesar. Selama ini Kulit kayu manis Indonesia mempunyai
Pengaruh yang besar dalam pasar dunia. Menurut Sundari
(2002), pada tahun 1991 Sebanyak 94,1% cassiavera dalam
Perdagangan dunia berasal dari Cinnamomum burmannii
yang berasal dari Indonesia, sedangkan 4,2% berasal dari Sri
Lanka. Sebanyak 80% kayu manis di Indonesia dihasilkan di
daerah Sumatera Barat, yang dikenal sebagai pusat kulit
kayu Manis (cassiavera).
METODE PENELITIAN Proses pembuatan oleoresin Temulawak menggunakan
alat rotary vacuum Evaporator pada suhu 55oC dengan
Kecepatan yang konstan dan proses ini Dihentikan setelah
pelarut metanol teruapkan Semua serta didapatkan oleoresin.
HASIL Oleoresin kayu manis merupakan salah satu produk
olahan kayu manis yang berbentuk cairan kental atau pasta
yang memiliki aroma kayu manis. Oleoresin kayu manis
dibuat dengan mengekstrak bubuk kayu manis dengan
metode maserasi yang kemudian dilakukan pemisahan
antara ekstrak dan pelarut dengan menggunakan rotary
vacuum evaporator.
KESIMPULAN Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Rendemen optimum oleoresin kayu manis adalah
sebesar 21,0513% yang didapatkan pada kondisi ukuran
partikel38,76 mesh, suhu ekstraksi 55,709°C, dan waktu
ekstraksi 4,265 jam
2. Karakteristik mutu oleoresin kayu manis pada
rendemen optimum adalah kadar sinamaldehid 65,88 %,
kadar minyak atsiri 25,95 % dan kadar sisa pelarut
(kadar metanol ) 0,33%.