Anda di halaman 1dari 25

REVIEW JURNAL 1

NAMA / NIM Moh Nurwandi Humola / 821319056


KELAS / KELOMPOK B-D3 FARMASI 2019 / III (Tiga)
PENULIS Chatarina lilis suryani, Siti Tamaroh, Agusta Ardiyan,
Astuti Setyowati
JUDUL JURNAL Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etnol Daun Pandan
(Pandanus Amaryllifolius) Dan Fraksi Fraksinya
VOLUME 37, No. 3
TAHUN Tahun 2017
PENDAHULUAN Daun pandan merupakan salah satu jenis herbal yang
banyak digunakan untuk penambah aroma dan rasa serta
pewarna pada makanan kudapan masyarakat Indonesia. Di
Malaysia, daun pandan banyak digunakan sebagai bahan
obat tradisional bagi penderita diabetes (Sasidharan dkk.,
2011).
Faktor makanan, termasuk antioksidan, mempunyai
efek yang besar dalam penanganan penderita diabetes dan
komplikasinya (Alberti dkk., 1997: Parker dkk., 2000).
Ekstrak etanol daun pandan mempunyai aktivitas
antioksidan walaupun masih lebih rendah dibanding BHT
(Suryani dan Tamaroh, 2014) dan bersifat hipoglisemik
(Suryani dan Tamaroh, 2015).
METODE PENELITIAN Ekstraksi dilakukan dengan metode yang digunakan
oleh Suryani dan Setyowati (2008). Daun pandan segar 50
g dihancurkan dengan food processor sampai terbentuk
bubur daun. Bubur yang telah diperoleh ditampung dalam
erlenmeyer 500 mL dan kemudian dicampur dengan
pelarut etanol 95% sebanyak 250 mL, digoyang dalam
shaker selama 1 jam hingga homogen. Selanjutnya
dimaserasi selama 36 jam. Filtrat yang diperoleh disaring
menggunakan kertas Whatman no 41, dipekatkan dengan
rotary evaporator pada suhu 40 °C dalam kondisi vakum
sampai pelarut yang terkondensasi tidak menetes.
HASIL Ekstrak etanol daun pandan berwarna hijau kecoklatan,
berbentuk kental, dan berbau khas pandan yang sangat tajam
sedangkan fraksi heksan dan fraksi etil asetat berwarna hijau
kehitaman, kental, dan sedikit terikut terekstrak, dan selama
proses evaporasi mengalami kerusakan. Menurut Dalimartha
(2002) kandungan senyawa kimia daun pandan di antaranya
alkaloida, saponin, flavonoid, polifenol yang berfungsi
sebagai antioksidan alami, dan zat pewarna pada ekstrak.
Warna kuning kecoklatan sampai coklat tua pada ekstrak
pandan berasal dari senyawa pewarna polar alami (kuning
kecoklatan) yang ikut terekstrak terutama dari senyawa
polifenol seperti tanin, melanin, lignin dan/ atau kuinon
serta sebagian kecil alkaloida berwarna. Pigmen kuinon
yang terdapat pada tanaman memiliki warna mulai dari
kuning sampai coklat tua (Harborne, 1996).
KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi etil asetat
yang diperoleh dari ekstrak etanol daun pandan mempunyai
kemampuan mereduksi lebih tinggi dibanding ekstrak
etanolnya, namun daya tangkap radikal DPPH-nya lebih
rendah. Secara khusus disimpulkan bahwa kemampuan
mereduksi dari fraksi etil > ekstrak etanol > fraksi heksan >
vitamin E komersial.

REVIEW JURNAL 2
NAMA / NIM Fitriawati Kaluku / 821319054
KELAS / KELOMPOK B-D3 FARMASI 2019 / III (Tiga)
PENULIS Made B. Anggriawan, Anna P. Roswiem, dan Waras
Nurcholis
JUDUL JURNAL Potensi Ekstrak Air Dan Etanol Kulit Batang Kayu
Manis Padang (Cinnamomum Burmanii) Terhadap
Aktivitas Enzim A-Glukosidase
VOLUME 23, No.2
TAHUN Tahun 2015
TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji
aktivitas penghambatan ekstrak air dan etanol (30, 70, dan
96%) kulit batang kayu manis Padang (Cinnamomum
burmannii) terhadap aktivitas enzim α-Glukosidase, serta
mengidentifikasi senyawa yang terkandung dalam ekstrak
tersebut yang memiliki daya inhibisi terhadap enzim α-
Glukosidase tertinggi. Dari hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan informasi kepada masyarakat bahwa
ekstrak air dan etanol kulit batang kayu manis Padang
(Cinnamomum burmannii) dapat digunakan untuk
pengobatan diabetes alternatif.
PENDAHULUAN Banyaknya penggunaan herbal alam sebagai obat
menimbulkan keinginan banyak peneliti untuk menemukan
obat antidiabetes dari bahan alam yang telah digunakan
secara turun temurun. Kulit batang kayu manis dapat
digunakan untuk menurunkan kadar gula dalam darah dan
sebagai pengobatan diabetes tipe 2, dengan mengkonsumsi
setengah sendok teh kayu manis perhari. Tanaman kayu
manis merupakan tanaman yang sering dijumpai di daerah
tropis, merupakan tanaman family Lauraceae dengan jumlah
spesies yang beragam.
METODE PENELITIAN Ekstraksi Sebanyak 25 gram simplisia yang telah
dikeringkan dimaserasi dengan pelarut air, etanol 30%, 70%
dan 96% masing–masing sebanyak 250 mL selama 1 hari
pada suhu kamar di dalam maserator. Rendaman disaring
menggunakan kertas saring halus dan filtratnya disimpan.
Residu direndam kembali dalam pelarut yang sama selama
24 jam dan dilakukan sebanyak 3 kali 24 jam. Filtrat yang
diperoleh dijadikan 1 kemudian dipekatkan dengan penguap
putar sehingga diperoleh ekstrak air kasar, etanol 30%, 70%,
dan 96%. Ekstrak yang telah dipekatkan selanjutnya diuji
aktivitas inhibisinya terhadap enzim α Glukosidase dan
untuk ekstrak dengan daya inhibisi tertinggi diidentifikasi
kandungan senyawa aktifnya dengan uji fitokimia.

HASIL Nilai kadar air simplisia kulit batang kayu manis


Padang pada penelitian ini sebesar 5.15 ± 0.09%. Menurut
Rismunandar dan Farry (2001) kadar air dari C.burmannii
adalah 10.50%. Perbedaan yang signifikan dapat
diakibatkan oleh perbedaan lamanya proses pengeringan,
dapat juga disebabkan oleh perbedaan umur dari tanaman
tersebut. Penentuan kadar air berhubungan dengan daya
simpan simplisia, sehingga jika melebihi batas yang
ditentukan akan sangat mempengaruhi waktu kadaluarsa
(self life) dari simplisia tersebut. Hasil penelitian
menunjukkan ekstrak air dan etanol C.burmannii mampu
menghambat aktivitas enzim α-Glukosidase.
KESIMPULAN Ekstrak air dan etanol (30%, 70%, dan 96%) kayu
manis Padang (Cinnamomum burmannii) memiliki aktivitas
penghambatan terhadap enzim α-Glukosidase. Aktivitas
penghambatan tertinggi terhadap enzim α-Glukosidase
adalah dari ekstrak etanol 30% C.burmannii konsentrasi
1.5% dan ekstrak air C.burmannii konsentrasi 1.5% dengan
daya inhibisi berturut-turut adalah 94.88% dan 94.51%.
Ekstrak tersebut memiliki daya penghambatan tidak berbeda
nyata dengan kontrol positip yaitu Glucobay (Akarbosa) 1%
sebesar 100.03%. Hasil fitokimia ketiga ekstrak tersebut
menunjukkan adanya kandungan flavonoid, senyawa fenolik
dan tannin.
REVIEW JURNAL 3
NAMA / NIM Winriyani Djamu / 821319041
KELAS / KELOMPOK B-D3 FARMASI 2019 / III (Tiga)
PENULIS Ririn Suharsanti, Christina Astutiningsih, Novy Dwi
Susilowati
JUDUL JURNAL KADAR KURKUMIN EKSTRAK RIMPANG KUNYIT
(Curcuma domestica) SECARA KLT DENSITOMETRI
DENGAN PERBEDAAN METODE EKSTRAKSI
VOLUME 7 No. 2
TAHUN Tahun 2020
PENDAHULUAN Kunyit memiliki kandungan senyawa aktif minyak atsiri
yang terdiri dari α dan β tumerone yang menyebabkan bau
khas pada kunyit, aril-tumerone, artumerone, α dan β
atlantone, kurkumol, zingiberance. Selain itu ada senyawa
kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin, dimetoksi
kurkumin, desmetoksi kurkumin, trietil kurkumin, dan
bisdemetoksi. Kurkumin merupakan senyawa aktif golongan
polifenol yang ditemukan pada kunyit. Beberapa penelitian
telah melaporkan pemisahan kurkuminoid dengan metode
berbasis kromatografi yaitu KLT, HPTLC dan kromatografi
kolom. Penelitian menunjukkan hasil kromatogram
KLTdensitometer ekstrak kurkuminoid terlihat puncak
utama merupakan kurkumin, sedangkan dua puncak yang
lain adalah demetoksi demetoksi kurkumin dan
bisdemetoksikurkumin(Ashraf, 2018). Penelitian mengenai
sidik jari dengan metode KLT densitometri pada ekstrak
kunyit, temulawak dan bangle dapat digunakan untuk tujuan
identifikasi dan otentifikasi oleh otoritas pengawas atau
industri jamu untuk mencegah pemalsuan dalam obat-obatan
herbal. Metode KLT merupakan metode yang valid untuk
penetapan kadar kurkuminoid pada herbal berbasis Cucuma
sp (Hanwar, dkk, 2018). Metode berbasis kromatografi
seperti KLT densitometri merupakan metode yang akurat,
sederhana, cost effective dan sensitive untuk penetapan
kadar kurkumin. KLT densitometri dimasudkan untuk
analisis kuantitatif analit dengan kadar kecil yang
sebelumnya telah dilakukan pemisahan dengan cara
kromatografi lapis titpis (KLT).
METODE PENELITIAN Ditimbang serbuk simplisia kunyit dan dilakukan
diekstraksi dengan 2 cara yang berbeda yakni maserasi dan
sokletasi. Maserasi dilakukan dengan penambahan etanol
96% sebanyak 2 liter pada 200 gram serbuk simplisia ke
erlenmeyer dengan ditutup dengan plastik hitam dan
dilakukan perendaman selama 3hari dan sesekali dilakukan
pengadukan. Setelah 3 hari dilakukan penyaringan dengan
kain kola dan diuapkan dengan alat rotary evaporator
sampai di dapat ekstrak kental. Sokletasi dilakukan dengan
memasang rangkaian alat soxhletasi,dengan shifon yang
telah dikalibrasi. Simplisia kunyit 50 gram sebanyak 2 kali,
masukkan kedalam kelongsong. Ditambahkan etanol 96%
sebagai pelarut. Proses ini berlangsung selama1 hari hingga
larutan yang ada sifon bening. Ekstrak cair yang didapat
kemudian diuapkan dengan alat rotary evaporator sampai di
dapat ekstrak kental. Dihitung hasil rendeman.
HASIL Ekstraksi dilakukan dengan 2 cara yakni maserasi dan
evaporasi. Maserasi dilakukan dengan penambahan etanol
96% sebanyak 2 liter pada 200 gram serbuk kunyit selama 3
hari sedangkan sokletasi dilakukan dengan serbuk kunyit
100 gram dengan penambahan etanol 96% sebanyak 500 ml
hingga warna pada tabung sifon bening. Ekstrak cair yang
didapat kemudian diuapkan dengan alat rotary evaporator
dan didapatkan ekstrak kental sebesar 16,25% untuk
maserasi dan 22,36% untuk evaporasi. Skrining Fitokimia
Setelah ekstrak kental didapatkan, dilakukan skrining
fitokimia meliputi senyawa fenolik, flavonoid, alkaloid,
saponin, tannin sterorin/triterpenoid.
KESIMPULAN 1. Rendemen ekstrak dengan metode maserasi lebih besar
dibandingkan metode ekstraksi
2. Kadar senyawa kurkumin metode metode mserasilebih
besar dibandingkan metode ekstraksi
3. Tidak terdapat perbedaan metode ekstraksi terhadap kadar
kurkumin berdasarkan uji
REVIEW JURNAL 4
NAMA / NIM Syaadilla S. Bunta / 821319071
KELAS / KELOMPOK B-D3 FARMASI 2019 / III (Tiga)
PENULIS Dede Sukandar, Sandra Hermanto, Eka Rizki Amelia dan
Muhamad Zaenudin
JUDUL JURNAL AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BIJI
KAPULAGA DAN KUNYIT (Amomum compactum Sol.
Ex Maton)
VOLUME Volume 17
TAHUN Tahun 2015
PENDAHULUAN Beberapa tanaman obat diduga memiliki sifat sebagai
antibakteri, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai antibiotik
alami. Salah satunya adalah kapulaga lokal (Amomum
compactum Sol. Ex Maton), termasuk famili Zingiberaceae
(Gambar 1), merupakan tanaman rempah asli Indonesia
yang banyak dimanfaatkan dan memiliki
khasiatmelegakantenggorokan, menghilangkan bau mulut,
mengobati perut kembung dan radang tenggorokan. Minyak
atsiri dan ekstrak metanol dari biji dan buah kapulaga lokal
(Amomum compactum Sol. Ex Maton) dilaporkan mampu
menghambat pertumbuhan cendawan Botrytis cinerea Pers
asal buah anggur (Vitis sp.) dan senyawa sineol diduga
merupakan senyawa utama dalam kapulaga lokal yang
bersifat sebagai anticendawan. Penelitian mengenai aktivitas
antibakteri kapulaga lokal umumnya menggunakan ekstrak
metanol, dietil eter dan minyak atsirinya, tetapi belum
dilakukan pengujian aktivitas antibakteri terhadap fraksi etil
asetat hasil partisi cair-cair ekstrak metanol. Oleh karena itu,
penelitian ini dimaksudkan untuk melakukan pengujian
aktivitas antibakteri S. aureus dan E. coli dan karakterisasi
senyawa aktif pada fraksi etil asetat hasil partisi cair-cair
ekstrak metanol biji kapulaga lokal (A. compactum Sol. Ex
Maton) menggunakan kromatografi GCMS,
spektrofotometer UV-Vis danFTIR.
METODE PENELITIAN Sebanyak 1,21 kg kunyit lokal yang telah dihaluskan
diekstraksi menggunakan ekstraktor soxhlet dengan pelarut
metanol sebanyak 250 ml pada suhu 60 oC selama 7 jam
dan ekstrak yang diperoleh dipekatkan menggunakan rotary
evaporator. Selanjutnya sebanyak 32gramekstrak kasar
metanol kunyit lokal difraksinasi dengan metode partisi cair-
cair menggunakan pelarut, etanol 70%sebanyak 100 ml, n-
heksan, etil asetat dann-butanol, dengan suhu 60oc. Uji
aktivitas antibakteri dilakukan pada ekstrak metanol kunyit
dan fraksi-fraksi hasil partisi yaitu fraksi n-heksana, fraksi
etil asetat dan fraksi n-butanol terhadap bakteri S. aureus
dan E. coli menggunakan metode difusi cakram dengan
mengukur diameter zona bening sebagai zona hambat dari
sampel yang diuji. Zona hambat yang terukur dari sampel
dibandingkan dengan zona hambat dari antibiotik
(kloramfenikol) sebagai kontrol positif. Selanjutnya dibuat
kurva hubungan antara sampel, antibiotik, kontrol negatif
(x) dengan diameter daerah hambat (y).
HASIL Ekstrak metanol kunyit lokal dihasilkan sebanyak 46,17
gram dengan rendemen sebesar 3,8 % dan berwarna coklat
kemerahan berbentuk pasta. Pemilihan metode ekstraksi
soxhlet dilakukan karena memiliki beberapa keuntungan
dibandingkan dengan metode ekstraksi lainnya, yaitu pelarut
yang digunakan lebih sedikit dan secara langsung diperoleh
hasil yang lebih pekat, proses ekstraksi berlangsung dengan
pelarut yang selalu baru sehingga dapat menarik zat aktif
yang lebih banyak, dan proses ekstraksi dapat diteruskan
sesuai keperluan tanpa perlu menambah volume pelarut.
Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak
kasar metanol hanya mampu membentuk zona hambat
terhadap bakteri E. coli dengan diameter zona hambat
tertinggi sebesar 14,00 ± 3,39 mm pada konsentrasi 3200
μg/mL:, tetapi tidak mampu menghambat pertumbuhan S.
aureus. Hal ini diduga karena ekstrak metanol lebih aktif
menghambat bakteri Gram negatif (E. coli) tetapi tidak
mampu menghambat bakteri Gram positif (S. aureus), yang
disebabkan lebih banyak mengandung senyawa polar.
KESIMPULAN Aktivitas antibakteri ekstrak kasar metanol biji
kapulaga lokal meningkat setelah dilakukan partisi cair-cair
dengan fraksi teraktif fraksi etil asetat terhadap S. aureus
dengan zona hambat sebesar 15,15 ± 1,34 mm (3200
μg/mL) dan terhadap E. coli sebesar 14,00 ± 2,54 mm (800
μg/mL). Sedangkan Fraksi 2 hasil fraksinasi dari fraksi etil
asetat hanya mampu menghambatS. aureus dengan zona
hambat sebesar 12,35 ± 0,07 mm (800μg/mL).Hasil analisa
GCMS menunjukkan Fraksi 2 memiliki 3 komponen
senyawa yang diduga bersifat antibakteri yaitu 2,9-
dihidroksi-1,8-sineol; 2,4-dihidroksi-1,8-sineol dan 2,2’-
metilen bis[6-(1,1-dimetiletil)-4-etil] fenol.
REVIEW JURNAL 5
NAMA / NIM Israwaty Adam / 821319087
KELAS / KELOMPOK B-D3 FARMASI 2019 / III (Tiga)
PENULIS Dian Trinsiska Anggraini, Wahyu Prihanta, Elly Purwanti
JUDUL JURNAL Penggunaan Ekstrak Batang Kayu Manis
(Cinnamomum burmannii) Terhadap Kualitas
Minuman Nata de Coco
HALAMAN 915 - 921
TAHUN Tahun 2015
PENDAHULUAN Nata de Coco adalah senyawa selulosa yang merupakan
hasil dari sintesa gula oleh bakteri pembentuk nata yaitu
Acetobacter xylinum. Bakteri nata dalam medium cair dapat
membentuk suatu lapisan atau massa yang dapat mencapai
ketebalan beberapa sentimeter, bertekstur kenyal, warna
putih dan tembus pandang. Produk ini dapat diolah menjadi
berbagai minuman segar seperti puding, koktail nata dalam
sirup, campuran jelly, manisan dan produk lainnya
(Wahyudi, 2003).
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini menggunakan eksperimen
sungguhan. Penelitian eksperimen sungguhan bertujuan
untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat
dengan cara mengenakan satu atau lebih kondisi perlakuan
kepada satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak dikenai
kondisi perlakuan (Sukmadinata, 2013).
Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian
ini adalah toples bertutup, corong gelas, timbangan analitik,
gelas ukur, botol, erlenmeyer, rotary evaporator, beaker
glass, shaker digital, water bath, kertas label, plastik wrap,
gelas plastik, autoklaf, enkast, rak tabung reaksi, cawan
petri, spatula, inkubator, hot plate, tabung reaksi, laminar air
flow, gelas sampel, sedangkan bahan yang digunakan adalah
nata de coco, simplisia kulit batang kayu manis, etanol 80%,
70%, natrium agar, gula, tissue, karet gelang, alumunium
foil, aquadest, kertas saring.
HASIL Perlakuan ekstrak kulit batang kayu manis terhadap
sifat organoleptik memiliki nilai yang berbeda antara nilai
aroma, warna, rasa dan tekstur. Nilai aroma tertinggi pada
konsentrasi 5% dan nilai terendah pada konsentrasi 30%.
Nilai warna tertinggi pada konsentrasi 10% dan nilai
terendah pada konsentrasi 30%. Nilai rasa tertinggi pada
konsentrasi 0% dan nilai terendah mayoritas pada
konsentrasi 30%. Nilai tekstur tertinggi pada konsentrasi 0%
dan nilai terendah pada konsentrasi 30%.
KESIMPULAN Ada pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak kulit batang
kayu manis (Cinnamomum burmannii) terhadap jumlah
koloni bakteri, daya simpan dan uji organoleptik pada
minuman nata de coco. Konsentrasi ekstrak kulit batang
kayu manis (Cinnamomum burmannii) 30% berpengaruh
paling baik dalam menghambat jumlah koloni bakteri pada
minuman Nata de Coco dengan rata-rata analisis data (3,0 x
102 ) dan masih dibawah standar SNI (1 x 104 cfu/ml).
Konsentrasi ekstrak batang kulit kayu manis (Cinnamomum
burmannii) 30% berpengaruh paling baik terhadap daya
simpan selama 7 hari pada minum nata de coco. Konsentrasi
ekstrak kulit batang kayu manis (Cinnamomum burmannii)
berpengaruh paling baik terhadap sifat organoleptik aroma
pada minuman nata de coco. Konsentrasi 5% berpengaruh
paling baik terhadap sifat organoleptik aroma, konsentrasi
10% berpengaruh paling baik terhadap sifat organoleptik
warna, konsentrasi 5% berpengaruh paling baik terhadap
sifat organoleptik rasa.

REVIEW JURNAL 6
NAMA / NIM Sulistiawati Panyue / 821319046
KELAS / KELOMPOK B-D3 FARMASI 2019 / III (Tiga)
PENULIS Sarah Chairunnisa, Ni Made Wartini, Lutfi
JUDUL JURNAL Pengaruh Suhu dan Waktu Terhadap Karakteristik
Ekstrak Daun Bidara (Ziziphus mauritiana L.) Sebagai
Sumber Saponin
VOLUME 7, No.4
TAHUN Tahun 2015
PENDAHULUAN Tanaman bidara yang dikenal dengan nama latin
Ziziphus mauritiana L. merupakan tanaman yang memiliki
banyak manfaat. Tanaman bidara memiliki banyak
kandungan yang bermanfaat antara lain protein, kalsium, zat
besi, magnesium, vitamin, senyawa aktif seperti flavonoid,
karotenoid, alkaloid, fenol, kuercetin, metil ester, terpenoid,
saponin, dan lain sebagainya (Suharno, 2013). Saponin
tergolong senyawa glikosida kompleks yakni metabolit
sekunder yang terdiri dari senyawa hasil proses kondensasi
suatu gula dengan suatu senyawa hidroksil organik yang
apabila dihidrolisis akan menghasilkan gula (glikon) dan
non-gula (aglikon).
METODE PENELITIAN Proses awal maserasi dilakukan dengan menimbang 50
gram bubuk daun bidara yang sudah diayak menggunakan
ayakan 60 mesh dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer,
kemudian ditambahkan pelarut metanol sebanyak 300 ml
(perbandingan bubuk daun. bidara dengan metanol yaitu
1:6) (Bintoro et al., 2017). Proses ekstraksi dilakukan
dengan metode maserasi menggunakan suhu (29±1°C,
40±2°C, 50±2°C) dan waktu (36 jam, 48 jam, 60 jam) sesuai
perlakuan. Untuk perlakuan suhu 40±2°C dan 50±2°C,
sampel dimaserasi menggunakan inkubator. Selama proses
maserasi, dilakukan penggojokan manual setiap 12 jam
selama 5 menit, sehingga diperoleh ekstrak yang masih
tercampur dengan pelarut (Yulianingtyas dan Kusmartono,
2016). Selanjutnya ekstrak disaring menggunakan kertas
saring kasar yang menghasilkan filtrat I dan ampas.
Kemudian ampas ditambahi pelarut sebanyak 50 ml digojog
selama 5 menit, lalu disaring dengan kertas saring kasar dan
menghasilkan filtrat II. Filtrat I dan II dicampur dan disaring
dengan ketas saring Whatman No. 1. Ekstrak yang diperoleh
dimasukkan ke dalam labu evaporator untuk dihilangkan
pelarut yang terdapat dalam ekstrak sehingga didapatkan
ekstrak kental. Hasil pencampuran kedua ekstrak ini
dievaporasi pada suhu ±40oC dengan tekanan 100 mBar.
Evaporasi dihentikan pada saat semua pelarut sudah
menguap yang ditandai dengan tidak adanya tetesan uap
pelarut. Ekstrak kental yang diperoleh dimasukkan ke dalam
botol sampel (Bintoro et al., 2017).
HASIL Dalam penelitian ini hasil investigasi menunjukkan
bahwa Busa yang menunjukkan kandungan saponin, tidak
akan hilang apabila diteteskan larutan HCl 2N. Hasil rata-
rata ketinggian busa yang diperoleh semakin meningkat
dengan adanya penambahan suhu dan hingga mencapai
waktu optimal. Semakin tinggi suhu dan lama waktu
maserasi, menyebabkan busa yang terbentuk lebih tinggi
dibandingkan tanpa proses pemanasan dan penggunaan
waktu yang singkat. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu maserasi,
maka semakin tinggi kadar saponin yang diperoleh.
Waktu dan suhu ekstraksi sangat berpengaruh terhadap
ketinggian busa pada ekstrak saponin kasar daun bidara.
Penggunaan suhu ruang (29±1°C) dan waktu ekstraksi yang
singkat belum menunjukkan reaksi yang optimal terhadap
ketinggian busa yang terbentuk. Penurunan ketinggian busa
setelah waktu maserasi 48 jam pada penggunaan suhu 40 ±
2°C dan 50 ± 2°C mengindikasikan adanya kemungkinan
senyawa saponin teroksidasi karena panas seiring dengan
penambahan waktu ekstraksi (Kristiani dan Halim, 2014).
Saponin teroksidasi menjadi lanosterol yang merupakan
bentuk dasar dari triterpen. Hal ini menyebabkan
menurunnya kemampuan saponin dalam membentuk busa.
Dari hasil tersebut, dapat dilihat bahwa waktu yang
melewati batas optimum proses ekstraksi akan
menyebabkan rusaknya kandungan saponin kasar yang
terekstrak. Penurunan kadar saponin kasar ini akan
mempengaruhi hasil ketinggian busa yang terbentuk.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
disimpulkan, antara lain :
1. Perlakuan suhu dan waktu maserasi serta interaksi antara
perlakuan sangat berpengaruh terhadap karakteristik
rendemen, kadar saponin kasar, dan ketinggian busa
ekstrak daun bidara (Ziziphus mauritiana L.).
2. Perlakuan suhu 50±2°C dan waktu maserasi selama 48
jam merupakan perlakuan terbaik untuk menghasilkan
ekstrak daun bidara (Ziziphus mauritiana L.) sebagai
sumber saponin dengan karakteristik rendemen
42,59±0,02%, kadar saponin kasar 40,84±0,09% dan
ketinggian busa 29,03±0,38 mm.
REVIEW JURNAL 7
NAMA / NIM Vanesa Suak / 821319059
KELAS / KELOMPOK B-D3 FARMASI 2019 / III (Tiga)
PENULIS Lia Umi Khasanah, Rohula Utami, Godras Jati Manuhara,
Qoesuma
JUDUL JURNAL Pengaruh Perlakuan Pendiaman dan Konsentrasi etanol
terhadap oleoresin daun dan kulit batang kayu manis
(cinnamonum Burmanii)
VOLUME 5, No.8
TAHUN Tahun 2018
PENDAHULUAN Kayu manis merupakan produk rempah-rempah yang
banyak dijumpai di Indonesia. Jumlah produksi kayu manis
di Indonesia meningkat pada setiap tahunnya. Tahun 2012
produksi kayu manis sebesar 89.600 ton, meningkat menjadi
92.000 ton pada tahun 2013, dan pada tahun 2014
mengalami peningkatan menjadi 92.100 ton (BPS, 2016).
Pada tahun 2016, Indonesia menguasai pangsa dunia sebesar
19,5%. Pada tahun 2013, Indonesia mengekspor kayu manis
sejumlah 52.507 ton ke beberapa negara (FAOSTAT, 2017).
Tanaman kayu manis yang paling banyak di Indonesia
adalah jenis Cinnamomum burmannii blume yang banyak
terdapat di Sumatera Barat dan Jambi (Susanti, 2013).
Kandungan sinamaldehida kayu manis jenis ini paling tinggi
yaitu 69,3% dibandingkan dengan jenis lainnya seperti
Cinnamomum zeylanicum (48,2%) dan Cinnamomum casia
(0,95-1,2%) (Daswir, 2010).
METODE PENELITIAN Tahapan proses yang dilakukanpada penelitian ini yaitu :
a. Perlakuan pendahuluan daun kayu manis
Daun kayu manis dikeringanginkan hingga kadar air
10-12% kemudian dilakukan pemotongan
menggunakan gunting dengan ukuran ± 2 cm
(Khasanah dkk., 2017)

b. Perlakuan pendahuluan kulit batang kayu manis


Kulit batang kayu manis yang berupa quil atau
gulungan dikeringanginkan untuk mengurangi kadar
air hingga 11-15% (Yuliani dan Suyanti, 2012). Tujuan
pengeringan adalah menguapkan air dalam bahan yang
menyebabkan lepasnya sel-sel minyak sehingga
memudahkan pengambilan selama penyulingan
(Khasanah, 2015). Selanjutnya dipotong menjadi
ukuran lebih kecil yang bertujuan mempermudah proses
penepungan.
c. Ekstraksi Maserasi
Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi menggunakan
labu leher tiga pada suhu 78oC selama 4 jam
menggunakan pelarut etanol 70% dan 95%.
Perbandingan bahan dengan pelarut adalah 1 : 6.
d. Perlakuan Pendiaman
Cairan hasil ekstraksi sebelum dilakukan penyaringan
diberi perlakuan berbeda yaitu pendiaman selama 12
jam pada suhu ruang (Zahroh dkk., 2016) dan tanpa
pendiaman (Nurlaili, 2014).
e. Penyaringan
Penyaringan dilakukan untuk memisahkan ampas daun
dan kulit batang kayu manis dengan filtratnya. Proses
penyaringan menggunakan kertas saring dan corong
(Khasanah dkk., 2017).
f. Evaporasi
Filtrat dievaporasi menggunakan rotary evaporator
vacuum Bibbi RE200 pada suhu 76– 80oC dengan
kecepatan konstan hingga pelarut habis teruapkan
setelah ditunggu hingga 20 menit dan didapatkan
oleoresin (Khasanah, 2017).
g. Analisis
Dilakukan analisis terhadap rendemen oleoresin daun
dan kulit batang kayu manis serta kandungan senyawa
aktif oleoresin daun kayu manis menggunakan GCMS.
HASIL Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan
perlakuan (dengan atau tanpa pendiaman sebelum
penyaringan hasil ekstraksi) dan konsentrasi etanol (70%
dan 95%) yang terpilih berdasarkan parameter rendemen
oleoresin yang didapatkan. Oleoresin pada penelitian
pendahuluan merupakan oleoresin satu tahap. Oleoresin satu
tahap adalah oleoresin yang didapatkan dari ekstraksi bahan
rempah-rempah yang telah dilakukan pengecilan ukuran
menggunakan pelarut tertentu kemudian dilakukan
evaporasi vakum pada hasil ekstraksi tersebut (Parker et al.,
1979). Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi
menggunakan suhu 780C selama 4 jam. Rendemen
oleoresin kayu manis yang dihasilkan dengan menggunakan
pelarut konsentrasi 70% baik perlakuan dengan pendiaman
maupun tanpa pendiaman secara berturutturut yaitu 22,511±
0,0792% (b/b) dan 24,130 ± 0,1273% (b/b), hal ini lebih
besar dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yaitu
sebesar 20,545±2,725% (Wardatun et al., 2017), dan lebih
kecil dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Anggiawan dkk. (2015), yang menghasilkan rendemen
ekstrak etanol 70% dengan maserasi sebesar 27,53%.
Perbedaan ini dikarenakan kondisi operasi yang digunakan
berbeda, yang mana pada penelitian ini dilakukan maserasi
menggunakan suhu 780C sedangkan pada penelitian
sebelumnya menggunakan suhu ruang (Susanti, 2013).
Perlakuan dan konsentrasi terpilih dalam pembuatan
oleoresin kulit batang kayu manis yaitu tanpa pendiaman
pada suhu ruang selama 12 jam dengan menggunakan
konsentrasi pelarut 70%. Kondisi tersebut dipilih karena
menghasilkan nilai rendemen oleoresin yang paling tinggi
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
disimpulkan, antara lain :
1. Perlakuan dan konsentrasi etanol terpilih pada proses
ekstraksi oleoresin daun kayu manis adalah perlakuan
pendiaman pada suhu ruang selama 12 jam dan
konsentrasi etanol 95%, dengan rendemen sebesar
4,718 %.
2. Kandungan senyawa aktif oleoresin daun kayu manis
pada perlakuan dan konsentrasi etanol terpilih adalah 1-
(1-methyl-cyclopentyl)-ethanone, benzyl benzoate,
kaur-16-ene, dan linalool berturut-turut sebesar
18,718%; 30,132%; 333,328% dan 17,82%.
3. Perlakuan dan konsentrasi etanol terpilih pada proses
ekstraksi oleoresin kulit batang kayu manis adalah
perlakuan tanpa pendiaman dan konsentrasi etanol 70%,
dengan rendemen sebesar 24,130%.
REVIEW JURNAL 8
NAMA / NIM Putri Lestari Febriani / 821319069
KELAS / KELOMPOK B-D3 FARMASI 2019 / III (Tiga)
PENULIS I Made Dwipayana, Ni Made Wartini, Luh Putu Wrasiati
JUDUL JURNAL Pengaruh Perbandingan Bahand Pelarut dan Lama
Ekstraksi terhadap Karakteristik Ekstrak Pewarna
Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)
VOLUME Vol. 07 , No.04
TAHUN Tahun 2019
TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh perbandingan bahan dengan pelarut dan lama
ekstraksi terhadap karakteristik ekstrak pewarna alami daun
pandan serta menentukan perbandingan bahan dengan
pelarut dan lama ekstraksi terbaik untuk menghasilkan
ekstrak pewarna daun pandan wangi (Reysa, 2016).
PENDAHULUAN Daun pandan wangi berpotensi sebagai pewarna alami
pada makanan. Warna merupakan salah satu parameter
selain cita rasa, tekstur dan nilai nutrisi yang menentukan
persepsi konsumen terhadap suatu bahan pangan.
Pemanfaatan daun pandan wangi sebagai zat pewarna
dapat dilakukan dengan cara ekstraksi. Ekstraksi adalah
proses pemisahan suatu bahan dari campurannya.
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi
diantaranya adalah perbandingan bahan dengan pelarut dan
lama ekstraksi. ekstrak kadar klorofil tertinggi didapat pada
perbandingan bahan dengan pelarut (1:15) dibandingkan
dengan perlakuan perbandingan bahan dengan pelarut (1:9),
(1:11), (1:13), dan (1:17) (Hernes et al, 2018).
Warna daun pandan wangi termasuk dalam golongan
klorofil dan harus diekstraksi dengan pelarut yang
mempunyai polaritas sesuai dan jumlah yang tepat.
Perbandingan bahan dengan pelarut berpengaruh terhadap
proses ekstraksi karena semakin banyak pelarut yang
digunakan maka semakin banyak senyawa yang dapat
diekstrak sampai pada batas tertentu senyawa yang diekstrak
habis dalam bahan.
METODE PENELITIAN Daun pandan yang telah dihancurkan dan diayak
ditimbang seberat 25 gram kemudian ditambahkan pelarut
aseton teknis dalam botol gelap volume 1 liter dengan
perbandingan sesuai perlakuan yaitu 1 : 13 (25g : 325 ml),
1 : 15 ( 25g : 375 ml), dan 1 : 17 (25 g : 425 ml) dengan
metode maserasi. Maserasi dilakukan selama 24, 36, 48 jam
sesuai perlakuan pada suhu kamar 28 ± 2oC. Selama
maserasi dilakukan penggojogan secara manual setiap 12
jam selama 5 menit. Selanjutnya ekstrak disaring
menggunakan kertas saring kasar yang menghasilkan filtrat I
dan ampas. Ampas ditambahkan pelarut aseton teknis 85%
sebanyak 50 ml, kemudian disaring dengan kertas saring
kasar sehingga menghasilkan Filtrat II. Filtrat I dan II
dicampur dan disaring dengan kertas saring Whatman
No. 1.
Sampel daun pandan hasil maserasi diievaporasi
dengan rotary evaporator. Evaporasi dilakukan pada suhu
40°C dengan tekanan 100 mBar untuk menguapkan
pelarut yang terdapat dalam ekstrak sampai semua
pelarut habis menguap yang ditandai dengan pelarut
tidak menetes lagi. Ekstrak kental yang diperoleh
dimasukkan ke dalam botol sampel.
HASIL Rendemen
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa
perlakuan perbandingan bahan dengan pelarut dan lama
ekstraksi berpengaruh sangat nyata (P≤0,01), sedangkan
interaksi berpengaruh tidak nyata (P≥0,05) terhadap
rendemen ekstrak daun pandan wangi.
Kadar Klorofil a
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa
perbandingan bahan dengan pelarut, lama ekstraksi serta
interaksi berpengaruh sangat nyata (P≤0,01), terhadap kadar
klorofil a.
Kadar Klorofil b
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa
perbandingan bahan dengan pelarut, lama ekstraksi serta
interaksi berpengaruh sangat nyata (P≤0,01), terhadap kadar
klorofil b.
Kadar Klorofil Total
Hasil analisis keragaman menunjukkan kadar klorofil
total berpengaruh sangat nyata (P≤0,01) terhadap
perbandingan bahan dengan pelarut.
Intensitas Warna (L*, a*, b*)
Tingkat kecerahan (L*)
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa
perlakuan perbandingan bahan dengan pelarut dan lama
ekstraksi berpengaruh sangat nyata (P≤0,01), sedangkan
interaksi berpengaruh tidak nyata (P≥0,05) terhadap tingkat
kecerahan ekstrak daun pandan wangi. Nilai tingkat
kecerahan menyatakan tingkat gelap sampai terang dengan
kisaran 0 – 100.
Tingkat kemerahan (a*)
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa faktor
perlakuan perbandingan bahan dengan pelarut, lama
ekstraksi dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh sangat
nyata (P≤0,01) terhadap tingkat kemerahan ekstrak daun
pandan wangi. Nilai tingkat kemerahan menyatakan tingkat
warna hijau sampai merah dengan kisaran -100 sampai
+100.
Uji indek efektivitas
Penentuan perlakuan terbaik dalam menghasilkan
ekstrak pewarna alami daun pandan wangi ditentukan
berdasarkan metode indeks efektivitas.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
disimpulkan, antara lain :
1. Perlakuan perbandingan bahan dengan pelarut dan lama
ekstraksi sangat berpengaruh terhadap rendemen
ekstrak, kadar klorofil a, klorofil b, klorofil total, tingkat
kecerahan, tingkat kemerahan, tingkat kekuningan b,
Interaksi antar perlakuan sangat berpengaruh terhadap
kadar klorofil a, klorofil b, klorofil total, tingkat
kemerahan, tingkat kekuningan tetapi tidak berpengaruh
terhadap rendemen ekstrak dan tingkat kecerahan.
2. Perlakuan perbandingan bahan dengan pelarut 1:15 dan
lama ekstraksi 36 jam, merupakan perlakuan terbaik
untuk menghasilkan ekstrak pewarna daun pandan
wangi dengan karakteristik rendemen sebesar 10,32 %,
kadar klorofil a sebesar 3402,04 ppm, kadar klorofil b
sebesar 612,23 ppm, kadar klorofil total sebesar 4013,42
ppm, tingkat kecerahan 35,27, tingkat kemerahan 17,15,
tingkat kekuningan 30,43.

REVIEW JURNAL 9
NAMA / NIM Riska Paneo / 821319045
KELAS / KELOMPOK B-D3 FARMASI 2019 / III (Tiga)
PENULIS Ivan Widiyanto
JUDUL JURNAL EKSTRAKSI OLEORESIN KAYU MANIS
(Cinnamomum burmannii) : OPTIMASI RENDEMEN
DAN PENGUJIAN KARAKTERISTIK MUTU
VOLUME Vol. VI, No. 1
TAHUN Tahun 2013
TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi
rendemen optimum dalam proses produksi oleoresin kayu
manis pada variasi ukuran bahan, suhu dan waktu kontak
selama proses ekstraksi maserasi dan mengetahui
karakteristik mutu oleoresin kayu manis yang meliputi kadar
sinamaldehid, kadar minyak atsiri, dan kadar sisa pelarut
(kadar metanol).
PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara Penghasil kayu manis
terbesar. Selama ini Kulit kayu manis Indonesia mempunyai
Pengaruh yang besar dalam pasar dunia. Menurut Sundari
(2002), pada tahun 1991 Sebanyak 94,1% cassiavera dalam
Perdagangan dunia berasal dari Cinnamomum burmannii
yang berasal dari Indonesia, sedangkan 4,2% berasal dari Sri
Lanka. Sebanyak 80% kayu manis di Indonesia dihasilkan di
daerah Sumatera Barat, yang dikenal sebagai pusat kulit
kayu Manis (cassiavera).
METODE PENELITIAN Proses pembuatan oleoresin Temulawak menggunakan
alat rotary vacuum Evaporator pada suhu 55oC dengan
Kecepatan yang konstan dan proses ini Dihentikan setelah
pelarut metanol teruapkan Semua serta didapatkan oleoresin.
HASIL Oleoresin kayu manis merupakan salah satu produk
olahan kayu manis yang berbentuk cairan kental atau pasta
yang memiliki aroma kayu manis. Oleoresin kayu manis
dibuat dengan mengekstrak bubuk kayu manis dengan
metode maserasi yang kemudian dilakukan pemisahan
antara ekstrak dan pelarut dengan menggunakan rotary
vacuum evaporator.
KESIMPULAN Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Rendemen optimum oleoresin kayu manis adalah
sebesar 21,0513% yang didapatkan pada kondisi ukuran
partikel38,76 mesh, suhu ekstraksi 55,709°C, dan waktu
ekstraksi 4,265 jam
2. Karakteristik mutu oleoresin kayu manis pada
rendemen optimum adalah kadar sinamaldehid 65,88 %,
kadar minyak atsiri 25,95 % dan kadar sisa pelarut
(kadar metanol ) 0,33%.

Anda mungkin juga menyukai