Oleh :
ILMAM AKBAR
RAYYAN SYUHADA
Pembimbing :
1
BAB I
PENDAHULUAN
Penyebabnya antara lain meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya
panjanan faktor resiko seperti semakin banyaknya jumlah perokok pada usia muda,
baik perokok aktif maupun perokok pasif serta pencemaran udara didalam ruangan
maupun didalam ruangan dan ditempat kerja. Faktor tersebut merupakan faktor yang
PPOK dapat terjadi pada lelaki dan perempuan tanpa memandang umur dan ras.
Data dari World Heath Organization (WHO) melaporkan pada tahun 2012, jumlah
penderita PPOK mencapai 274 juta jiwa dan diperkirakan meningkat menjadi 400
juta jiwa ditahun 2020 mendatang, setengah dari angka tersebut terjadi di Negara
urutan ke lima tertinggi di dunia yaitu 7,8 juta jiwa. Penderita PPOK dirumah sakit
umum daerah Pandang Arang Boyolali berdasarkan data instalasi rekam medik pada
tahun 2014 sebanyak 217 jiwa, pada tahun 2015 sebanyak 84 dan 47 jiwa diantaranya
meningkat di tahun mendatang. Jumlah penderita PPOK meningkat akibat pola hidup
yang tidak sehat, asap rokok dan polusi udara. Faktor penyebab PPOK diantaranya
2
adalah merokok, polusi udara dan pemajanan di tempat kerja (terhadap batu bara,
kapas, padi-padian) merupakan faktor resiko penting yang menunjang pada terjadinya
penyakit PPOK. Prosesnya dapat terjadi dalam rentang 20 sampai 30 tahun. Penyakit
Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 angka kematian akibat penyakit paru
Indonesia denga prevalensi PPOK rata-rata sebesar 3,7 %. Prevalensi PPOK di Aceh
bertambahnya usia dan angka kejadian lebih tinggi pada laki-laki sebesar (4,2%)
dibandingkan perempuan sebesar (3,3%) dan ini tentunya berkaitan dengan faktor
dan ini masih jauh dari pelayanan yang baik untuk kasus PPOK sendiri, sementara
kompetensi sumber daya manusia serta peralatan standar untuk menegakan diagnosis
PPOK seperti spirometri hanya terdapat di rumah sakit besar saja, di samping itu,
rumah sakit pusat rujukan untuk sebagian besar wilayah sulit untuk dijangkau oleh
Oleh karena itu perlu sebuah pedoman untuk penatalaksanaan PPOK yang tepat,dan
3
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang ditandai
dengan adanya suatu hambatan udara yang tidak sepenuhnya reversibel. PPOK
bersifat progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi abnormal paru terhadap
adanya paparan partikel atau gas yang beracun/berbahaya serta disertai efek ekstra
paru yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit. Berbagai jenis zat dapat
terbawa dalam udara lingkungan kerja. Efek paparan zat melalui saluran pernapasan
sangat beragam, tergantung pada kosentrasi dan lamanya pemaparan serta status
kesehatan orang yang terpapar. Banyaknya partikel kotoran dalam udara inspirasi
ditangkap oleh mukus yang menutupi rongga nasal, faring, trakea dan percabangan
bronkus.1
4
Gambar 3.1 Gambar Penyakit Paru Obstruksi Kronis
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering
PPOK ditandai dengan adanya respon inflamasi paru, seperti yang dijelaskan diatas
PPOK merupakan kondisi reversibel yang berkaitan dengan dispnue saat aktivitas dan
penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru. Kerusakan bervariasi pada setiap
individu, karakteristik hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh gabungan
antara obstruktif saluran napas kecil dan kerusakan parenkim. Pada usia pertengahan
PPOK seringkali timbul akibat merokok dalam waktu yang lama. PPOK sendiri
mempunyai efek sistemik yang bermakna sebagai pertanda sudah terdapat kondisi
komorbid lainnya.1,2
5
Gambar 3.2 Gambaran Bronkus dan Alveolus pada PPOK
3.2 Epidemiologi
studi, prevalensi PPOK menunjukkan banyak variasi. Data yang dihimpun dari
sebuah penelitian yang dilakukan terhadap lima negara di Amerika Latin (Brazil,
Meksiko, Uruguay, Chili dan Venezuel) menunjukkan hasil prevalensi PPOK sebesar
14,3%. Perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 18,9% dan 11,3%. Pada studi
BOLD, penelitian yang sama dilakukan pada 12 negara, kombinasi prevalensi PPOK
adalah 10,1%, prevalensi pada laki-laki lebih tinggi yaitu 11,8% dan 8,5%.4
morbiditas di seluruh dunia yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang
6
progesif dan sebagian besar yang irreversible. Menurut World Health Organization
(WHO) pada tahun 2015 PPOK merupakan salah satu penyebab utama kematian di
dunia dan akan menempati urutan ke-tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker.
Pada tahun 2012, 2013 dan 2014 Proportional Mortality Ratio (PMR) akibat PPOK di
beberapa negara maju masing-masing sebesar 3,9%, 3,5% dan 3,9%. Di negara
berkembang masin-gmasing sebesar 7,6%, 7,45% dan 8,1% serta di negara miskin
menyatakan bahwa sebanyak 201 juta manusia mengalami PPOK dan hampir 3 juta
manusia meninggal akibat PPOK. Diperkirakan pada tahun 2030, PPOK akan
Timur (10%) sedangkan Provinsi Aceh tercatat kedalam sepuluh besar (4,3%). Asap
rokok merupakan penyebab utama yang paling sering ditemukan. Pajanan yang terus
menerus dan berlangsung lama dengan asap rokok dapat menyebabkan gangguan dan
perubahan mukosa jalan napas. 75% kasus bronkitis kronik dan emfisema diakibatkan
oleh asap rokok. 45% perokok berisiko untuk terkena PPOK. Gejala PPOK jarang
muncul pada usia muda umumnya setelah usia 50 tahun ke atas, paling tinggi pada
mukus, sumbatan saluran pernapasan dan berisiko tinggi untuk menderita PPOK.
7
Risiko tergantung pada jumlah rokok yang dihisap perhari, umur mulai merokok dan
PPOK. di Indonesia, 70% kematian karena penyakit paru kronik dan emfisema adalah
akibat penggunaan tembakau. Lebih daripada setengah juta penduduk Indonesia pada
tahun 2011 menderita penyakit saluran pernafasan yang disebabkan oleh penggunaan
tembakau. Proses ini dikarenakan zat iritatif dan zat beracun yang terkandung dalam
sebatang rokok seperti nikotin, karbon monoksida dan tar. Terdapat beberapa alasan
yang mendasari pernyataan ini. Pertama, salah satu efek dari penggunaan nikotin
aliran udara ke dalam dan keluar paru. Kedua, efek iritasi asap rokok menyebabkan
lapisan epitel. Ketiga, nikotin dapat melumpuhkan silia pada permukaan sel epitel
pernapasan yang secara normal terus bergerak untuk memindahkan kelebihan cairan
dan partikel asing dari saluran pernafasan. Akibatnya lebih banyak debris
berakumulasi dalam jalan napas dan kesukaran bernapas menjadi semakin bertambah.
Penderita PPOK di Ruang Rawat Inap Paru RSUDZA Banda Aceh 63,33% adalah
perokok berat dan paling banyak dengan derajat III (berat) yaitu 36,67%. Terdapat
hubungan merokok dengan derajat PPOK pada penderita PPOK di Ruang Inap Paru
2) Pertambahan penduduk
8
3) Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an
menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an
4) Industrialisasi
3.3 Etiologi
Penyakit paru obstruksi kronik dapat disebabkan oleh berbagai faktor pencetus,
seperti:1,2,3
1) Genetik
PPOK adalah penyakit yang melibatkan banyak gen dan merupakan contoh
faktor risiko dari genetik yang memberikan kontribusi 1-3% pada pasien PPOK.
2) Merokok
Perokok memiliki prevalensi yang cukup tinggi menderita gejala dan gangguan
fungsi paru. Resiko PPOK pada perokok bergantung pada banyaknya rokok
yang dikonsumsi, usia pertama kali mulai merokok, jumlah total rokok yang
dihisap pertahun dan status merokok saat ini. Pencatatan riwayat merokok
terbagi atas:
- Perokok aktif
- Perokok pasif
- Bekas perokok
9
derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB) yaitu perkalian jumlah
rata-rata batang rokok yang dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam
tahun:
- Ringan : 0-199
- Sedang : 200-599
berkembangnya PPOK, meliputi agen kimia dan debu organik atau anorganik
serta bau-bauan.
Pembakaran pada tungku atau kompor yang tidak berfungsi dengan baik akan
Peranan polusi udara di luar rumah juga dapat menyebabkan PPOK seperti
polusi udara dari pembakaran hutan, asap kendaraan bermotor serta asap dari
pabrik perindustrian.
6) Stres Oksidatif
Paru-paru secara terus menerus terpapar oleh oksidan yang dikeluarkan secara
endogen dari fagosit dan jenis sel lainnya atau secara eksogen dari polusi udara
atau asap rokok. Akibat dari ketidak seimbangan antara oksidan dan anti
10
menghasilkan perlukaan langsung serta mengaktifkan mekanisme molekuler
7) Infeksi
8) Asma
Pada orang dewasa dengan asma memiliki resiko 12x lipat lebih besar untuk
asma.
3.4 Klasifikasi
Klasifikasi PPOK didapatkan bedasarkan ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan
PPOK, yaitu :1
11
Derajat I: Gejala batuk kronik dan produksi VEP1/KVP < 70%
PPOK Ringan sputum ada tetapi tidak sering. Pada VEP1 80% prediksi
derajat ini pasien sering tidak
menyadari bahwa faal paru mulai
menurun
Derajat III : Gejala sesak lebih berat, penurunan VEP1/KVP < 70%
PPOK Berat aktivitas, rasa lelah dan serangan 30 % < VEP1 < 50%
eksaserbasi semakin sering dan prediksi
berdampak pada kualitas hidup pasien
3.5 Patogenesis
Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada PPOK yang
diakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran nafas bagian proksimal,
perifer, parenkim dan vaskularisasi paru. Proses ini karena adanya suatu inflamasi
yang kronik dan perubahan struktural pada paru sehingga terjadilah peningkatan
penebalan pada saluran nafas kecil dengan peningkatan formasi folikel limfoid dan
deposisi kolagen dalam dinding luar saluran napas yang berakibat restriksi
12
pembukaan jalan napas. Lumen saluran napas kecil berkurang akibat penebalan
mukosa yang mengandung eksudat inflamasi yang meningkat sesuai berat sakit.1,7,8
Limfosit T Sel CD4+ dan CD8+ meningkat poada dinding saluran nafas dan
parenkim paru. Sel T CD8+ (Tc1) dan sel Th1 mensekresikan
interferon. Sel CD8+ dapat menjadi sitotoksik terhadap sel-sel
alveolar
Limfosit B Terdapat di saluran nafas perifer dan diantara folikel limfoid,
kemungkinan sebagai respon terhadap kolonisasi kronik dan
infeksi saluran nafas.
Eosinofil Protein eosinofil terdapat dalam sputum dan eosinofil terdapat
pada dinding saluran nafas saat eksaserbasi.
Sel-sel Epitel Kemungkinan dipicu oleh asap rokok untuk menghasilkan
mediator inflamasi
paru. Radikal bebas mempunyai peranan besar menimbulkan kerusakan sel dan
13
menjadi dasar dari berbagai macam penyakit paru. Pengaruh gas polutan dapat
lipid. Peroksidasi lipid selanjutnya akan menimbulkan kerusakan sel dan inflamasi.
Proses inflamasi akan mengaktifkan sel makrofag alveolar, aktivasi sel tersebut akan
leukotriene B4, tumor necrosis factor (TNF), monocyte chemotactic peptide (MCP)-1
dan reactive oxygen species (ROS). Faktor-faktor tersebut akan merangsang neutrofil
melepaskan protease yang akan merusak jaringan ikat parenkim paru sehingga timbul
kerusakan dinding alveolar dan hipersekresi mukus. Rangsangan sel epitel akan
proses inflamasi.5,6
bantuan enzim superoksid dismutase. Zat hidrogen peroksida (H2O2) yang toksik
akan diubah menjadi OH dengan menerima elektron dari ion feri menjadi ion fero,
ion fero dengan halida akan diubah menjadi anion hipohalida (HOCl). Pengaruh
radikal bebas yang berasal dari polusi udara dapat menginduksi batuk kronis sehingga
percabangan bronkus lebih mudah terinfeksi. Penurunan fungsi paru terjadi setelah
perubahan struktur saluran napas. Kerusakan struktur berupa destruksi alveolus yang
menuju ke arah emfisema karena produksi radikal bebas yang berlebihan oleh
14
Abnormalitas pertukaran gas akan menyebabkan terjadinya hipoksemia dan
ventilasi perfusi (VA/Q) disertai gangguan fungsi otot pernafasan, sehingga terjadi
retensi CO2. Hipersekresi mukus, penyebab batuk kronis, tidak dialami semua pasien
dengan PPOK. Proses ini disebabkan oleh metaplasia mukus dengan peningkatan
jumlah sel-sel goblet dan pembesaran kelenjar submukosa, sebagai respon terhadap
iritasi saluran nafas kronis akibat asap rokok dan agen berbahaya lainnya. Hipertensi
ringan juga dapat terjadi pada pasien PPOK. Hipertensi disebabkan vasokonstriksi
hipoksik dari arteri pulmonal kecil yang akhirnya akan menyebabkan terjadinya
Keterbatasan aliran udara yang bersifat progresif pada PPOK dapat disebabkan
oleh dua proses patologis, yaitu :7
kedua proses ini akan menyebabkan berkurangnya elastic recoil, tahanan aliran udara
yang meningkat akibat fibrosis serta meningkatnya air trapping dalam paru.
Progresivitas kerusakan paru akan menyebabkan penurunan faal paru antara lain
15
seperti kapasiti vital paksa (KVP) dan volume ekspirasi paksa detik pertama
(VEP1).7
hingga berat. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi
paru. Gejala yang paling sering dijumpai yaitu sesak napas yang bersifat kronis dan
progresif yang memberat seiring berjalannya waktu dan bertambah berat dengan
usaha untuk bernapas. Selain itu dijumpai juga batuk kronik yang hilang timbul
berdahak serta riwayat terpajan asap rokok, debu, bahan kimia ataupun asap dapur.2
Terdapat gejala dari PPOK eksaserbasi akut yang ditandai dengan memburuknya
gejala pernapasan pasien yang melebihi variasi normal sehari-hari yang akan
dapat ditandai dengan gejala yang khas seperti sesak napas yang semakin bertambah,
batuk produktif dengan perubahan volume atau purulensi sputum. Terkadang dapat
juga memberikan gejala yang tidak khas seperti malaise, dan gangguan susah tidur.
Gejala klinis PPOK eksaserbasi akut dapat dibagi menjadi dua yaitu gejala respirasi
berupa sesak napas yang semakin bertambah berat, peningkatan volume dan purulensi
sputum, batuk yang semakin sering, napas yang dangkal dan cepat. Sedangkan gejala
sistemik ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, peningkatan denyut nadi serta
16
Penyebab tersering eksaserbasi akut adalah infeksi pada saluran pernafasan
trakeobronkial (virus dan bakteri) dan polusi udara, namun pada sekitar sepertiga
kasus eksaserbasi akut tidak dapat diketahui penyebabnya. Peranan infeksi bakteri
50 % penderita mempunyai populasi bakteri yang tinggi pada saluran nafas bagian
dan steroid oral dan berat saat gejala eksaserbasi pernafasan memerlukan rawat
inap.1,7,9
3.7 Diagnosis
Indikator untuk mendiagnosis PPOK yaitu sesak bersifat progresif yang bertambah
berat dengan aktivitas, terkadang sesak yang persisten, batuk kronik yang hilang
timbul dan berdahak. Riwayat terpajan dari faktor seperti semakin banyaknya jumlah
perokok pada usia muda, baik perokok aktif maupun perokok pasif serta pencemaran
3.7.1 Anamnesis
17
Riwayat anamnesis biasanya pasien seorang yang merokok atau memiliki riwayat
merokok yang disertai dengan gejala pernapasan. Riwayat seringnya terpapar zat
iritan ditempat kerja yang terbuka maupun tertutup, adanya keluhan batuk berulang
dengan atau tanpa dahak dan terkadang pasien sering mengeluh sesak yang kadang-
1) Inspeksi
Terdapat tanda pursed lips brething, bareel chest, penggunaan otot bantu napas,
hipertrofi otot bantu napas, pelebaran sela iga, terlihat denyut vena jugularis di
leher dan edema apabila terjadi gagal ginja dan penampilan pink puffer atau
blue bloater.
2) Palpasi
4) Auskultasi
Suara napas terdengar vesikuler namun terkadang melemah, pada beberapa
kasus dapat terdengar ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau
pada ekspirasi paksa. Pada auskultasi juga didapatkan ekspirasi memanjang dan
18
3.7.3 Pemeriksaan Penunjang
1) Faal Paru
prediksi (%) dan atau VEP1/KVP (%). Obstruktif ditandai dengan % VEP 1
parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya derajat PPOK dan
tersedia, APE (Arus Puncak Ekspirasi) meter walaupun kurang tepat, dapat
2) Laboratorium Darah
3) Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain.1
Berbagai penyakit dapat memiliki gejala dan tanda yang menyerupai PPOK.
penunjang. Berbagai penyakit yang dapat menjadi diagnosis banding dari PPOK
yakni:1,8
19
1) Asma
Onset awal sering pada anak, gejala bervariasi dari hari ke hari, disertai atopi,
Auskultasi terdengar ronki halus dibagian basal, foto toraks tampak jantung
membesar, edema paru, uji faal paru menunjukkan restriksi dan bukan
3) Bronkiektasis
bronkus.
4) Tuberkulosis
3.9 Penatalaksanaan
20
Tatalaksana PPOK stabil
1) Bronkodilator
lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( long acting ).1
Jenis-jenis bronkodilator :1
- Golongan antikolinergik
21
Golongan antikolinergik digunakan pada derajat ringan sampai berat,
- Golongan xantin
Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ),
darah.
2) Anti inflamasi
22
Anti inflamasi digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau
perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.9
3) Antibiotik
4) Antioksidan
5) Mukolitik
panjang pada pasien PPOK. Edukasi PPOK berbeda dengan edukasi asma, karena
PPOK merupakan penyakit kronik yang ireversibel dan progresif. Inti dari edukasi
23
faal paru. Berbeda dengan asma yang sifatnya reversibel, menghindari pencetus dan
memperbaiki derajat penyakit. Adapun tujuan edukasi bagi pasien PPOK yaitu
yang maksimal, mencapai aktivitas yang optimal dan meningkatkan kualitas hidup.1,6
3.10 Komplikasi
progresif yang dapat memperburuk faal paru seiring perjalanan penyakit. Perlu
pemantauan gejala dan perubahan obstruksi saluran napas sehingga mudah untuk
bentuk perjalanan penyakit yang progresif dan tidak sepenuhnya reversibel, adapun
Gagal nafas kronik ditandai oleh analisis gas darah PO2 < 60 mmHg dan PCO2
Gagal nafas akut ditandai oleh sesak nafas dengan atau tanpa sianosis, sputum
3) Infeksi berulang
limfosit darah
4) Kor pulmonal
24
Ditandai oleh gelombang P pulmonal pada EKG, hematokrit >50% dapat
3.11 Prognosis
penurunan fungsi paru akan lebih cepat. Perlu diketahui prognosis jangka pendek dan
panjang bergantung pada umur, gejala klinis yang muncul serta komorditas masing-
masing pasien. Penderita dengan penyakit emfisema paru akan lebih baik dari pada
penderita dengan bronkitis kronis. Penderita dengan sesak nafas ringan dengan usia
(<50 tahun), 5 tahun kemudian akan terlihat perbaikan jika diterapi dengan baik,
tetapi apabila penderita datang dengan sesak nafas sedang, maka 5 tahun kemudian
42% penderita bisa mengalami sesak yang lebih berat dari sebelumnya.4,10
DAFTAR PUSTAKA
25
2. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit Lingkungan. Data/Informasi
2015.
5. Fadhil NE. Gambaran Derajat Merokok Pada Penderita PPOK di Bagian Paru
2014. Hal.74-95.
editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2010.
Hal. 2230-47.
26
10. Lidyadalovya. Gambar Penyakit Paru Obstruktif Kronik. [Serial Internet].
http//www.slideshare.net/mobile/lidyadalovya.
27