Anda di halaman 1dari 4

“KEADAAN SDA KEPITING BAKAU DI KAWASAN HUTAN MANGROVE

SURABAYA”

A. PENDAHULUAN

Hutan mangrove merupakan salah satu bentuk ekosistem hutan yang unik dan khas,
terdapat di daerah pasang surut di wilayah pesisir, pantai dan atau pulau-pulau kecil, dan
merupakan potensi sumber daya alam yang sangat potensial. Mangrove di beberapa wilayah
di Surabaya merupakan hutan mangrove yang dijadikan sebagai ekowisata. Salah satu peranan
mangrove adalah sebagai habitat tempat mencari makan bagi biota, contohnya kepiting bakau
(Scylla sp.). Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang
memiliki peran penting secara ekologis terhadap lingkungan perairan pesisir pantai.
Kepiting bakau memiliki peran yang sangat penting di alam, namun saat ini sulit
ditemukan di alam karena meningkatnya tekanan lingkungan. Baik dari tindakan manusia
sendiri yang mengubah habitat asli kepiting bakau, maupun dari faktor permintaan yang tinggi
tapi ternyata budidaya kepiting bakau cukup sulit. Ketersediaan kepiting bakau (Scylla
serrata) masih tergantung tangkapan dari alam.
Untuk dapat memanfaatkan atau mengkonsumsi kepiting bakau secara keseluruhan
maka kepiting yang dikonsumsi harus dalam keadaan lunak yaitu yang baru molting (ganti
kulit). Pertumbuhan kepiting bakau sangat dipengaruhi oleh molting karena pertambahan
bobot, panjang, dan lebar karapaks akan terjadi setelah molting. Di alam keberadaan kepiting
lunak tidak dapat diprediksi dan susah didapat karena setelah molting kepiting bakau akan
membenamkan diri atau bersembunyi di dalam lubang sampai cangkangya mengeras kembali.
Namun, karena ulah manusia yang sering merusak habitat asli kepiting bakau, maka untuk
mendapatkan kepiting bakau lunak di Surabaya masih sangat sulit, sehingga hal ini juga
berpengaruh terhadap harga kepiting bakau yang melonjak semakin tinggi.

a) Tujuan
1. Untuk mengetahui masalah lingkungan apa saja yang menjadi penyebab kepiting
bakau sekarang sulit untuk ditemukan.
2. Untuk mengetahui peran kepiting kepiting bakau secara ekologis di habitat
aslinya.
3. Untuk mengetahui cara menjaga keberadaan kepiting bakau tetap lestari di
wilayah pantai pesisir Surabaya.

b) Manfaat
1. Mampu untuk mengantisispasi terjadinya masalah lingkungan yang bisa
menyebabkan kepiting bakau menjadi sulit ditemukan.
2. Ikut serta dalam menjaga keberadaan kepiting di wilayah pantai Surabaya,
karena peran pentingnya dalam ekosistem pantai.
3. Membuat habitat kepiting bakau di pantai Surabaya bisa tetap lestari dan terjaga
keberadaannya untuk generasi yang akan datang.
B. GAGASAN

a. Kondisi Terkini

Seiring berkembangnya teknologi makanan dan kemajuan ilmu pengetahuan, saat ini
konsumen cenderung lebih menyukai makanan yang instan dan siap saji. Dalam hal ini
produk kepiting bakau cangkang lunak (soft shelling crabs) lebih banyak digemari, karena
konsumen lebih senang mengkonsumsi kepiting lunak. Namun, saat ini habitat kepiting
bakau di Surabaya sudah banyak yang rusak akibat ulah manusia maupun karena faktor
alami lingkungan, seperti abrasi.
Di Surabaya pembangunan di sekitar pantai terus menerus dilakukan, yang
dampaknya banyak menyebabkan kawasan pohon mangrove yang merupakan habitat asli
kepiting bakau rusak dan berkurang. Jika tidak ada mangrove maka tidak akan ada
kepiting bakau dan akhirnya akan berdampak pada sulit dibudidayakannya kepiting
bakau, karena untuk proses molting kepiting bakau sangat bergantung pada lumpur dan
pohon bakau yang ada di pantai. Sulitnya budidaya kepiting bakau ini, pada akhirnya akan
berimbas pada naiknya harga kepiting lunak di pasaran.
Kepiting bakau, dalam satu masa hidupnya di laut, saat tertentu masuk ke bakau untuk
pemijahan, tumbuh kembang, dan berlindung dari pemangsa. Kawasan hutan mangrove
memiliki peranan penting dalam siklus hidup kepiting bakau, sehingga penting untuk
dijaga. Kerusakan yang terjadi di daerah ini menyebabkan penurunan kualitas habitat
mangrove dan tidak berfungsinya mangrove sebagai tempat mencari makan, tempat
permijahan dan tempat asuhan anak-anak kepiting bakau.

b. Solusi yang pernah diterapkan sebelumnya


1.Larangan perdagangan kepiting dengan ukuran karapas kurang dari 15 cm.
2.Larangan penangkapan kepiting bakau yang sedang bertelur
3.Pengelolaan hutan mangrove

c. Pihak – Pihak yang dipertimbangkan


Pihak-pihak yang dipertimbangkan dalam mengimplementasi gagasan adalah
pemerintah dan masyarakat yang berada di sekitar pesisir atau mangrove. Pemerintah
harus membuat peraturan atau larangan untuk masyarakat agar tidak melakukan
penangkapan dan perdagangan kepiting yang bertelur dan berukuran karapas kurang
dari 15 cm. Masyarakat yang berada di sekitar pesisir atau mangrove dapat melakukan
budidaya kepiting bakau dan menjaga ekosistem di sana agar tetap bersih dan lestari.
Keberadaan masyaraat di sekitar hutan mangrove sangat berpengaruh terhadap
kelestarian ekosistem hutan mangrove.
d. Langkah-langkah strategis
Langkah-langkah strategis yang harus dilakukan untuk
mengimplementasikan gagasan di atas adalah dengan menerapkan solusi-solusi yang
pernah ada sebelumnya dan mengajak pihak-pihak terkait untuk terlibat aktif. Selain
itu, dapat dilakukan sosialisasi tentang budidaya kepiting dengan sistem silvofishery
kepada masyarakat dan mengadakan pelatihan budidaya kepiting bakau. Menanam
kembali pohon-pohon bakau di sekitaran pantai yang hilang, karena Mangrove
memiliki akar penyangga yang khas, hingga mengurangi gerakan air. Kondisi ini
menyebabkan partikel substrat dasar yang halus mengendap di sekeliling akar
mangrove. Kepiting bakau memiliki tingkah laku menggali lobang dan
membenamkan diri dalam lumpur untuk berlindung, terutama pada saat moulting,
sehingga keberadaan pohon bakau sangat penting untuk menjaga keberlangsungan
hidup kepiting bakau. Melakukan gerakan bersih pantai, juga bisa ikut menjaga
keberadaan kepiting bakau di hutan mangrove Surabaya.

C. KESIMPULAN
Masalah lingkungan yang menjadi penyebab kepiting bakau sekarang sulit untuk
ditemukan adalah degradasi ekosistem mangrove. Alih fungsi lahan mangrove menjadi
tambak atau yang lain semakin memperparah kondisi sumber daya kepiting bakau secara
alami. Selain itu, banyaknya aktivitas masyarakat seperti kegiatan penangkapan dan
pembuangan limbah ke perairan juga dapat menurunkan kondisi kualitas lingkungan dan
mempengarungi kelimpahan kepiting bakau.
Peran kepiting kepiting bakau secara ekologis di habitat aslinya adalah membantu
menjaga keseimbangan ekosistem di daerah bakau atau mangrove yang merupakan habitat
aslinya. Daun yang dimakan kepiting akan cepat terurai dan daun tersebut akan membantu
proses perputaran energi berjalan dengan cepat. Selain itu, lubang-lubang yang dibuat oleh
kepiting berguna sebagai media untuk melewatkan oksigen agar dapat masuk ke bagian
substrat yang lebih dalam sehingga dapat memperbaiki kondisi anoksik dalam substrat hutan
mangrove.
Cara menjaga keberadaan kepiting bakau tetap lestari di wilayah pantai pesisir
Surabaya adalah dengan menjaga ekosistem hutan mangrove yang menjadi habitat kepiting
bakau. Selain itu, juga dapat dilakukan pembudidayaan kepiting bakau agar keberadaannya
melimpah.
D. DAFTAR PUSTAKA

Trisyani, Ninis. & Sulestiani, Aniek. 2019. POTENSI PENGEMBANGAN BUDIDAYA


SILVOFISHERY DI MANGROVE WONOREJO SURABAYA. Jurnal Penelitian
Hutan dan Konservasi Alam, 16(2), 173-189.
Khairiah, K., Wardoyo, S.E. and Wahid, P., 2017. PENGARUH MUTILASI DAN ABLASI
TERHADAP MOLTING KEPITING BAKAU (Scylla Serrata) SEBAGAI
KEPITING LUNAK. Jurnal Sains Natural, 2(1), pp.81-91.
Saputri, M. and Muammar, M., 2019. KARAKTERISTIK HABITAT KEPITING BAKAU
(Scylla sp.) DI EKOSISTEM MANGROVE SILANG CADEK KECAMATAN
BAITUSSALAM KABUPATEN ACEH BESAR, PROVINSI ACEH. BIOTIK:
Jurnal Ilmiah Biologi Teknologi dan Kependidikan, 6(1), pp.75-80.
Shulchi, S.A Nurika (2018) Studi Kepadatan Kepiting Bakau (Scylla Sp.) Di Ekosistem
Mangrove Wonorejo, Rungkut, Surabaya. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.
Hanjani, A., 2019. Analisis Ekologi dan Morfometrik Kepiting Bakau (Scylla serrata) pada
Kawasan Estuaria di Pesisir Wonorejo, Rungkut, Surabaya (Doctoral dissertation,
UIN Sunan Ampel Surabaya).

Anda mungkin juga menyukai