Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan jiwa adalah konsep sindrom yang ditandai dengan tingkah laku
seseorang secara psikologis yang sangat signifikan atau suatu pola yang dialami pada
kepribadian seseorang yang berhubungan dengan gejala nyeri atau cacat contohnya
penurunan pada satu atau lebih fungsi yang sangat penting atau resiko peningkatan
kematian,nyeri,kecacatan atau kerugian. Gangguan jiwa dapat dialami oleh siapapun
tidak mengenal suku budaya,umur, agama,ataupun status sosial dan ekonomi. Gangguan
jiwa bukan disebabkan pada melemahnya diri seseorang. Di masyarakat sendiri banyak
sekali pendapat tentang kepercayaan suatu mitos yang sangat salah mengenai gangguan
jiwa,ada yang meyakini bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh gangguan roh jahat, ada
pula yang meyakini semua itu disebabkan guna guna dari orang pintar (dukun) karena
suatu kutukan ataupun hukuman dari dosa yang pernah dilakukan oleh seseorang di
masalalunya. Orang-orang yang mempunyai penyakit gangguan jiwa yang akut seperti
contohnya depresi tentu saja mempunyai cobaan hidup yang jauh lebih berat
dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai penyakit gangguan kejiwaan.
Seseorang yang mengalami depresi dapat disebabkan oleh beberapa banyak hal misalnya
kehilangan suatu pekerjaannya, dibully,ditindas,tidak dihargai dan pada akhirnya
menyebabkan seseorang mengalami hilangnya suatu kepercayaan di dalam dirinya,
kehilangan hartanya, kehilangan anggota keluarga dan masih banyak yang kehilangan
nyawanya yang disebabkan karena bunuh diri.
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk
menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Dalam
sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif terhadap diri sendiri
yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri yang
mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan individu
menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan
1.2 Tujun
a. Untuk mengetahui pengertian dari resiko bunuh diri
b. Untuk mengetahui etiologi dari resiko bunuh diri
c. Untuk mengetahui apa tanda dan gejala dari resiko bunuh diri
d. Untuk mengetahui apa jenis – jenis dari bunuh diri
e. Untuk mengetahui bagaimana pengkajian pada pasien dengan resiko bunuh diri
f. Untuk mengetahui apa masalah keperawatan pada pasien resiko bunuh diri
g. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan pada pasien resiko bunuh diri
h. Untuk mengetahui apa diagnosa keperawatan pada pasien resiko bunuh diri
i. Untuk mengetahui bagaimana intervensi pada pasien resiko bunuh diri

1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui tentang konsep atau teoritis dari resiko bunuh diri
b. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang konsep dasar resiko bunuh diri, Menjelaskan
tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan resiko bunuh diri
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yangdapat mengancam
kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatrikarena merupakan perilaku untuk
mengakhiri kehidupannya. Perilakubunuh diri disebabkan karena stress yang tinggi dan
berkepanjangandimana individu gagal dalam melakukan mekanisme koping yangdigunakan
dalam mengatasi masalah. Beberapa alasan individumengakhiri kehidupan adalah kegagalan
untuk beradaptasi, sehinggatidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi, dapat terjadi
karenakehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yangberarti, perasaan
marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakanhukuman pada diri sendiri, cara untuk
mengakhiri keputusasaan
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk menyakiti diri
sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Dalam sumber lain
dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif terhadap diri sendiri yang jika tidak
dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap
bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai
sesuatu yang diinginkan. Bunuh diri merupakan suatu upaya yang disadari dan bertujuan
untuk mengakhiri kehidupan, individu secara sadar berupaya melaksanakan hasratnya untuk
mati. Perilaku bunuh diri meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan
mengakibatkan kematian, luka, atau menyakiti diri sendiri.
Bunuh diri dan percobaan bunuh diri atau membahayakan diri sendiri dengan sengaja
(DSH = deliberate self-harm), istilah yang terakhir ini, menjadi topik besar dalam psikiatri.
Di dunia, lebih dari 1000 bunuh diri terjadi tiap hari. Percobaan bunuh diri 10 kali lebih
sering, sekarang peracunan diri sendiri bertanggung jawab bagi 15% dari pasien medis yang
masuk rumah sakit dan pada pasien dibawah 40 tahun menjadi penyebab terbanyak. Bunuh
diri cenderung terjadi pada usia diatas 45 tahun, pria, tidak pandang kelas sosial disertai
depresi besar dan telah direncanakan. Percobaan bunuh diri cenderung dilakukan oleh
wanita muda dari kelas sosial bawah, jarang disertai dengan depresi besar dan bersifat
impulsif.
2.2 Etiologi
2.2.1 Faktor Predisposisi
Lima faktor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku destruktif-diri
sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
a. Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri
mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat
individu berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif,
penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh diri
adalah antipati, impulsif, dan depresi.
c. Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah pengalaman
kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian negatif dalam hidup,
penyakit krinis, perpisahan, atau bahkan perceraian. Kekuatan dukungan social sangat
penting dalam menciptakan intervensi yang terapeutik, dengan terlebih dahulu
mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalam menghadapi masalah
tersebut, dan lain-lain.
d. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor penting yang
dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
e. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi peningkatan
zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak sepeti serotinin, adrenalin, dan dopamine.
Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui ekaman gelombang otak Electro
Encephalo Graph (EEG).

2.2.2 Faktor Presipitasi


Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami oleh
individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.Faktor
lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui media
mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi
individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi sangat rentan
a. Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat
melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih
untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan
banyak faktor, baik faktor social maupun budaya. Struktur social dan kehidupan
bersosial dapat menolong atau bahkan mendorong klien melakukan perilaku
bunuh diri. Isolasi social dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan
keinginan seseorang untuk melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam
kegiatan masyarakat lebih mampu menoleransi stress dan menurunkan angka
bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang
melakukan tindakan bunuh diri.
b. Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang
berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization,
regression, dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada
seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan koping alternatif.

Respon adaptif Respon maladaptif


Peningkatan diri Beresiko Destruktif diri Pencederaan diri Bunuh diri
destruktif tidak langsung

Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri
mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat
mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan
mekanisme adaptif pada diri seseorang. Rentang Respons, YoseP, Iyus (2009)
1. Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri
secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai contoh
seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai  loyalitas
terhadap pimpinan ditempat kerjanya.

2. Beresiko destruktif. Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami


perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya
dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja ketika
dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan
secara optimal.

3. Destruktif diri tidak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat
(maladaptif) terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri.
Misalnya, karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka
seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak
optimal.

4. Pencederaan diri. Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri
akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.

5. Bunuh diri. Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan
nyawanya hilang.

Perilaku bunuh diri menurut (Stuart dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009)
dibagi menjadi tiga kategori yang sebagai berikut.

1. Upaya bunuh diri (scucide attempt) yaitu sengaja kegiatan itu sampai tuntas akan
menyebabkan kematian. Kondisi ini terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan
atau diabaikan. Orang yang hanya berniat melakukan upaya bunuh diri dan tidak
benar-benar ingin mati mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak
diketahui tepat pada waktunya.
2. Isyarat bunuh diri (suicide gesture) yaitu bunuh diri yang direncanakan untuk
usaha mempengaruhi perilaku orang lain.
3. Ancaman bunuh diri (suicide threat) yaitu suatu peringatan baik secara langsung
verbal atau nonverbal bahwa seseorang sedang mengupayakan bunuh diri. Orang
tersebut mungkin menunjukkan  secara verbal bahwa dia tidak akan ada di sekitar
kita lagi atau juga mengungkapkan secara nonverbal berupa pemberian hadiah,
wasiat, dan sebagainya. Kurangnya respon positif dari orang sekitar dapat
dipersepsikan sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.

2.3 Respon Protektif-diri dan Perilaku Bunuh Diri


Perilaku destruktif-diri yaitu setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah
kepada kematian. Aktivitas ini dapat diklasifikasikan sebagai langsung atau tidak
langsung. Perilaku destruktif-diri langsung mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri.
Niatnya adalah kematian, dan individu menyadari hal ini sebagai hasil yang diinginkan.
Lama perilaku berjangka pendek, (Stuart,2006, hal 226). Perilaku destruktif-diri tak
langsung meliputi perilaku berikut :
1. Merokok
2. Mengebut
3. Berjudi
4. Tindakan kriminal
5. Penyalahgunaan zat
6. Perilaku yang menyimpang secara sosial
7. Prilaku yang menimbulkan stress.
8. Ketidakpatuhan pada tindakan medis

Rentang respon protektif diri mempunyai peningkatan diri sebagai respon paling adaptif,
sementara perilaku destruktif-diri, pencederaan diri, dan bunuh diri merupakan respon
maladaptif.

RENTANG RESPON PROTEKTIF-DIRI

Respon Adaptif Respon Maladapatif

Peningkatan
Pertumbuhan
Diri Perilaku
Peningkatan Destruktif-diri tak langsung
Berisiko Pencederaan Diri Bunuh Diri
2.4 Tanda dan Gejala RBD
1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4. Impulsif.
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis
mematikan).
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan
mengasingkan diri).
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis
dan menyalahgunakan alcohol).
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
11. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan
dalam karier).
12. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
14. Pekerjaan.
15. Konflik interpersonal.
16. Latar belakang keluarga.
17. Orientasi seksual.
18. Sumber-sumber personal.
19. Sumber-sumber social.
20. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil

2.5 Jenis – jenis Bunuh Diri


Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
a. Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh kondisi
kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu seolah-olah tidak
berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat menerangkan mengapa
mereka tidak menikah lebih rentan untuk melakukan percobaan bunuh diri
dibandingkan mereka yang menikah.
b. Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)
Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh diri
karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa kelompok tersebut
sangat mengharapkannya.
c. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)
Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu dan
masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-norma kelakuan yang
biasa. Individu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau kelompoknya tidak
memberikan kepuasan padanya karena tidak ada pengaturan atau pengawasan
terhadap kebutuhan-kebutuhannya.
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh klien untuk
mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan klien melakukan
bunuh diri, ada tiga macam perilaku bunuh diri yang perlu diperhatikan, yaitu :
a. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin
bunuh diri, misalnya dengan mengatakan :”Tolong jaga anak-anak karena saya
akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
Pada kondisi ini klien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya,
namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Klien umumnya
mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/ sedih/ marah/ putus asa/ tidak
berdaya. Klien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang
menggambarkan harga diri rendah.
b. Ancaman bunuh diri.
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan untuk mati
disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk
melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan rencana
bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri. Walaupun dalam
kondisi ini klien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus
dilaksanakan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan klien untuk
melaksanakan rencana bunuh dirinya.
c. Percobaan bunuh diri.
Percobaan bunuh diri merupakan tindakan klien mencederai atau melukai diri
untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh diri
dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan
diri dari tempat tinggi.
2.6 Pohon Masalah

Perilaku Kekerasan (Resiko mencederai diri sendiri)

Rsiko Bunuh Diri

Gangguan interaksi sosial (Menarik Diri)

Gangguan Konsep Diri (Harga Diri Rendah)

2.7 Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan


1. Pengkajian
Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian :
a. Riwayat masa lalu :
b. Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri
c. Riwayat keluarga terhadap bunuh diri
d. Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia
e. Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.
f.Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline, paranoid,
antisosial
g. Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka
h. Peristiwa hidup yang menimbulkan stres dan kehilangan yang baru dialami.
I Hasil dan alat pengkajian yang terstandarisasi untuk depresi.

2. Riwayat pengobatan.
3. Riwayat pendidikan dan pekerjaan.
4. Catat ciri-ciri respon psikologik, kognitif, emosional dan prilaku dari individu
dengan gangguan mood.
5. Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan letalitas prilaku bunuh diri : 
a. Tujuan klien misalnya agar terlepas dari stres, solusi masalah yang sulit.
b. Rencana bunuh diri termasuk apakah klien memiliki rencana yang teratur dan
cara-cara melaksanakan rencana tersebut.
c. Keadaan jiwa klien (misalnya adanya gangguan pikiran, tingkat gelisah,
keparahan gangguan mood
d. Sistem pendukung yang ada.
e. Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit lain (baik
psikiatrik maupun medik), kehilangan yang baru dialami dan riwayat
penyalahgunaan zat
6. Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar keluarga klien, atau
keluarga tentang gejala, meditasi dan rekomendasi pengobatan gangguan mood,
tanda-tanda kekambuhan dan tindakan perawatan diri.
7. Symptom yang menyertainya
a. Apakah klien mengalami :
1) Ide bunuh diri
2) Ancaman bunuh diri
3) Percobaan bunuh diri
4) Sindrome mencederai diri sendiri yang disengaja
8. Derajat yang tinggi terhadap keputusasaan, ketidakberdayaan dan anhedonia
dimana hal ini merupakan faktor krusial terkait dengan resiko bunuh diri.
Bila individu menyatakan memiliki rencana bagaimana untuk membunuh diri
mereka sendiri. Perlu dilakukan penkajian lebih mendalam lagi diantaranya :
a. Cari tahu rencana apa yang sudah di rencanakan
b. Menentukan seberapa jauh klien sudah melakukan aksinya atau perencanaan
untuk melakukan aksinya yang sesuai dengan rencananya.
c. Menentukan seberapa banyak waktu yang di pakai pasien untuk
merencanakan dan mengagas akan suicide
d. Menentukan bagaiamana metoda yang mematikan itu mampu diakses oleh
klien. Hal – hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan pengkajian
tentang riwayat kesehatan mental klien yang mengalami resiko bunuh diri :

1) Menciptakan hubungan saling percaya yang terapeutik


2) Memilih tempat yang tenang dan menjaga privacy klien
3) Mempertahankan ketenangan, suara yang tidak mengancam dan
mendorong komunikasi terbuka
4) Menentukan keluhan utama klien dengan menggunakan kata – kata yang
dimengerti klien
5) Mendiskuiskan gangguan jiwa sebelumnya dan riwayat pengobatannya
6) Mendaptakan data tentang demografi dan social ekonomi
7) Mendiskusikan keyakinan budaya dan keagamaan
8) Peroleh riwayat penyakit fisik klien

Sebagai perawat perlu mempertimbangkan pasien yang memiliki resiko apabila


menunjukkan perilaku sebagai berikut :

1) Menyatakan pikiran, harapan dan perencanaan tentang bunuh diri 


2) Memiliki riwayat satu kali atau lebih melakukan percobaan bunuh diri.
3) Memilki keluarga yang memiliki riwayat bunuh diri.
4) Mengalami depresi, cemas dan perasaan putus asa.
5) Memiliki ganguan jiwa kronik atau riwayat penyakit mental
6) Mengalami penyalahunaan NAPZA terutama alcohol
7) Menderita penyakit fisik yang prognosisnya kurang baik
8) Menunjukkan impulsivitas dan agressif
9) Sedang mengalami kehilangan yang cukup significant atau kehilangan yang
bertubi-tubi dan secara bersamaan
10) Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh diri misal pistol,
obat, racun
11) Merasa ambivalen tentang pengobatan dan tidak kooperatif dengan
pengobatan
12) Merasa kesepian dan kurangnya dukungan sosial

Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat perlu memahami
petunjuk dalam melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga untuk
mendapatkan data yang akurat. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam
melakukan wawancara adalah :

1) Tentukan tujuan secara jelas : Dalam melakukan wawancara, perawat tidak


melakukan diskusi secara acak, namun demikian perawat perlu melakukannya
wawancara yang fokus pada investigasi depresi dan pikiran yang berhubungan
dengan bunuh diri

2) Perhatikan signal / tanda yang tidak disampaikan namun mampu diobservasi


dari komunikasi non verbal. Hal ini perawat tetap memperhatikan indikasi
terhadap kecemasan dan distress yang berat serta topic dan ekspresi dari diri klien
yang di hindari atau diabaikan.

3) Kenali diri sendiri. Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon klien,
karena hal ini akan mempengaruhi penilaian profesional

4) Jangan terlalu tergesa – gesa dalam melakukan wawancara. Hal ini perlu
membangun hubungan terapeutik yang saling percaya antara perawat dank lien.

5) Jangan membuat asumsi tentang pengalaman masa lalu individu


mempengaruhi emosional klien
6) Jangan menghakimi, karena apabila membiarkan penilaian pribadi akan
membuat kabur penilaian profesional. 

9. Masalah keperawatan : Diagnosa keperawatan yang dapat diambil pada klien dengan
resiko bunuh diri adalah: reiko bunuh diri

10.Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada klienresiko bunuh diri salah satunya
adalah dengan terapi farmakologi. Menurut (videbeck, 2008), obat-obat yang biasanya
digunakan pada klienresiko bunuh diri adalah SSRI (selective serotonine reuptake
inhibitor) (fluoksetin 20 mg/hari per oral), venlafaksin (75-225 mg/hari per oral),
nefazodon (300-600 mg/hari per oral), trazodon (200-300 mg/hari per oral), dan
bupropion (200-300 mg/hari per oral). Obat-obat tersebut sering dipilih karena tidak
berisiko letal akibat overdosis. Mekanisme kerja obat tersebut akan bereaksi dengan
sistem neurotransmiter monoamin di otak khususnya norapenefrin dan serotonin. Kedua
neurotransmiter ini dilepas di seluruh otak dan membantu mengatur keinginan,
kewaspadaan, perhataian, mood, proses sensori, dan nafsu makan

b. penatalaksanaan keperawatan

Tindakan keperawatan yang dilakukan harus disesuaikan dengan rencana keperawatan


yang telah disusun. Sebelum melaksanakan tindakan yang telah direncanakan, perawat
perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dengan
kebutuhannya saat ini (here and now). Perawat juga meniali diri sendiri, apakah
mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan yang
akan dilaksanakan. Dinilai kembali apakah aman bagi klien, jika aman maka tindakan
keperawatan boleh dilaksanakan

c. Intervensi keperawatan

Tindakan keperawatan untuk pasien percobaan bunuh diri, Tujuan : Pasien tetap aman
dan selamat  Tindakan : Melindungi pasien. Untuk melindungi pasien yang mengancam
atau mencoba bunuh diri, maka saudara dapat melakukan tindakan berikut :
1. Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ketempat yang aman
2. Menjauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya pisau, silet, gelas, tali pinggang)
3. Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien mendapatkan
obat
4. Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi pasien sampai
tidak ada keinginan bunuh diri

SP 1 Pasien: Percakapan untuk Tindakan keperawatan untuk keluarga


melindungi pasien dari percobaan bunuh dengan pasien percobaan bunuh diri
diri Tujuan: Keluarga berperan serta
SP 2 Pasien : Percakapan melindungi melindungi anggota keluarga yang 
pasien dari isyarat bunuh diri mengancam atau mencoba bunuh diri
SP 3 Pasien : Berikut ini percakapan Tindakan:
untuk meningkatkan kemampuan dalam 1. Menganjurkan keluarga untuk ikut
menyelesaikan masalah pada pasien mengawasi pasien serta jangan pernah
isyarat bunuh diri meninggalkan pasien sendirian
2. Menganjurkan keluarga untuk membantu
perawat menjauhi barang-barang berbahaya
disekitar pasien
3. Mendiskusikan dengan keluarga perlunya
melibatkan pasien agar tidak sering
melamun sendiri
4.Menjelaskan kepada keluarga pentingnya
pasien minum obat secara teratur
SP 1 Keluarga: Percakapan dengan Tindakan keperawatan untuk keluarga
keluarga untuk melindungi pasien dengan pasien isyarat bunuh diri
yang mencoba bunuh diri. Tujuan : keluarga mampu merawat pasien
dengan risiko bunuh diri.
SP 2 Keluarga : Percakapan untuk Tindakan keperawatan: 
mengajarkan keluarga tentang cara
1. Mengajarkan keluarga tentang tanda
merawat anggota keluarga berisiko bunuh
diri. (isyarat bunuh diri) dan gejala bunuh diri
SP 3 Keluarga : Melatih keluarga cara 2. Menanyakan keluarga tentang tanda
merawat pasien risiko bunuh diri/isyarat dan gejala bunuh diri yang penah
bunuh diri muncul pada pasien.
SP 4 Keluarga : Membuat perencanaan 3. Mendiskusikan tentang tanda dan
Pulang bersama keluarga dengan pasien gejala yang umumnya muncul pada
risiko bunuh diri pasien berisiko bunuh diri. 
4. Mengajarkan keluarga cara
melindungi pasien dari perilaku
bunuh diri
a. Mendiskusikan tentang cara yang
dapat dilakukan keluarga bila pasien
memperlihatkan tanda dan gejala
bunuh diri.
b. Menjelaskan tentang cara-cara
melindungi pasien, antara lain:
c. Memberikan tempat yang aman.
Menempatkan pasien di tempat
yang mudah diawasi, jangan
biarkan pasien mengunci diri di
kamarnya atau jangan meninggalkan
pasien sendirian di rumah
d. Menjauhkan barang-barang yang
bisa digunakan untuk bunuh diri.
Jauhkan pasien dari barang-barang
yang bisa digunakan untuk bunuh
diri, seperti: tali, bahan bakar
minyak / bensin, api, pisau atau
benda tajam lainnya, zat yang
berbahaya seperti obat nyamuk atau
racun serangga.
e. Selalu mengadakan pengawasan
dan meningkatkan pengawasan
apabila tanda dan gejala bunuh diri
meningkat. Jangan pernah
melonggarkan pengawasan,
walaupun pasien tidak menunjukan
tanda dan gejala untuk bunuh diri.
f. Menganjurkan keluarga untuk
melaksanakan cara tersebut di atas.
g. Mengajarkan keluarga tentang

hal-hal yang dapat dilakukan apabila pasien


melakukan percobaan bunuh diri, antara lain
:
1. Mencari bantuan pada tetangga sekitar
atau pemuka masyarakat untuk
menghentikan upaya bunuh diri tersebut
2. Segera membawa pasien ke rumah sakit
atau puskesmas mendapatkan bantuan
medis 
3. Membantu keluarga mencari rujukan
fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien
4. Memberikan informasi tentang nomor
telepon darurat tenaga kesehatan
5.Menganjurkan keluarga untuk
mengantarkan pasien berobat/kontrol secara
teratur untuk mengatasi masalah bunuh
dirinya. 
6. Menganjurkan keluarga untuk membantu
pasien minum obat sesuai prinsip lima benar
yaitu benar orangnya, benar obatnya, benar
dosisnya, benar cara penggunakannya,
benar waktu penggunaannya

12.Evaluasi
Perhatikan hari – demi hari. Libatkan klien dalam mengevaluasi prilakunya
a. Apakah ancaman Bunuh diri sudah menghilang ?
b. Apakah perilaku menunjukkan kepedulian pada kegiatan sehari-hari ?
c. Apakah sumber koping sudah dipakai semua ?
d. Apakah klien sudah dapat menggambarkan dirinya dengan positif ?
e. Apakah sudah memakai koping positif ?
f. Apakah klien terlibat dalam aktivitas meningkatkan diri ?
g. Apakah klien sudah mendapat keyakinan untuk pertumbuhan diri ?

DAFTAR PUSTAKA

Captain. 2008. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.


Carpenito Moyet, Lynda Juall. 2006. BukuSaku Diagnosis Keperawatan .Alihbahasa oleh
Yasmin Asih. Jakarta: EGC.

Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. Jakarta:EGC.Keliat,

Stuart, G.W.&Sundeen, S.J. 2006.Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Videbeck, S.L..(2011). Buku ajar keperawatan jiwa. (Renata Komalasari, dkk, penerjemah).
Jakarta : EGC.

Wardaningsih S., Rochmawati E., Sutarjo P. (2010). Gambaran Strategi Koping Keluarga dalam
Merawat Pasien Skizofrenia di Wilayah Kecamatan Kasihan Bantul.

Winurini, Sulis. (2019). Pencegahan Bunuh Diri di Indonesia. Jurnal Bidang Kesejahteraan
Sosial,

Yosep, I. 2010.Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai