Anda di halaman 1dari 3

Jawaban Pemicu 3 no 1,6,7

1. Jelaskan penyakit sistemik yang diderita pasien pada kasus di atas!

Berdasarkan kasus di skenario,menurut saya pasien mempunyai penyakit sistemik yaitu


diabetes melitus tipe II. Hal ini didukung dari ciri-ciri pasien yang terdapat di skenario
yaitu,jumlah kadar gula darah pasien yang jauh diatas normal (400 mg/Dl) dimana seharusnya
gula darah normal berada pada kisaran 70-100 mg/Dl,selalu merasa haus,dan sering buang air
kecil. Selain itu umur pasien yang sudah 60 tahun atau dapat dikatakan lanjut usia juga
mendukung jawaban di atas. Diabetes Melitus adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya
hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat,lemak, dan protein yang dihubungkan
dengan kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja dan atau sekresi insulin. Gejala yang
dikeluhkan pada penderita Diabetes Melitus yaitu polidipsia,poliuria,polifagia,penurunan berat
badan,kesemutan.

Diabetes melitus tipe 2 adalah penyakit yang terjadi akibat berkurangnya sensitivitas
insulin sehingga transpor glukosa dari pembuluh darah ke seluruh tubuh terutama sel hati dan
otot terganggu. Hal ini menyebabkan kadar gula dalam darah masih tinggi. Penyakit ini dapat
menimbulkan banyak masalah komplikasi salah satunya terjadi pada rongga mulut seperti
periodontitis dan gangguan laju saliva (yang dapat menyebabkan xerostomia),burning mouth
syndrome,serostomia dan infeksi kandida. Banyak individu yang menyadari telah mengalami
Diabetes tipe 2 setelah komplikasi parah terjadi. Periodontitis dan xerostomia kadang bisa
menjadi tanda pertama seseorang menderita diabetes,bahkan pada periodontitis yang parah dapat
mengakibatkan kehilangan gigi.

Diabetes melitus merupakan suatu tanda kerentanan terhadap terjadinya penyakit infeksi
karena berperan sebagai faktor predisposisi. Di dalam rongga mulut,periodontitis dan xerostomia
dinyatakan sebagai komplikasi penyakit diabetes. Pada penelitian Taylor dkk,ditemukan bahwa
Diabetes melitus dan periodontitis merupakan penyakit kronis yang saling berhubungan. Hal
tersebut terbukti pada penderita diabetes dengan kontrol glikemi yang buruk ditemukan
periodontitis yang lebih parah dan sebaliknya. Penelitian epidemiologi terkini menunjukkan
bahwa prevalensi diabetes dengan periodontitis secara signifikan terlihat lebih besar (dua kali)
dibandingkan penderita tanpa periodontitis.

Sumber:

1. Fatimah RN. Diabetes Melitus Tipe 2. 2015;

2. Wulandari P. HUBUNGAN ANTARA DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN


DESTRUKSI PERIODONTAL PADA PENDERITA PERIODONTITIS. 2010;

6. Jelaskan pengaruh kondisi penyakit sistemik tersebut dengan sensitivitas pengecapan!


Sejumlah manifestasi oral yang dikaitkan dengan kejadian dan perkembangan diabetes,
diantaranya penurunan kepekaan rasa. Penurunan kepekaan rasa pada Diabetes Melitus tipe 2
terjadi pada keempat rasa dasar dan perubahan rasa yang paling spesifik adalah rasa manis.
Etiologi yang mendasari penurunan kepekaan rasa pada diabetes banyak dikemukakan,namun
patofisiologi yang menjadi latar belakang belum jelas. Sejumlah faktor yang dikaitkan dengan
penurunan kepekaan rasa manis pada Diabetes Melitus tipe 2 diantaranya medikasi yang
digunakan untuk terapi Diabetes Melitus tipe 2 dan komplikasinya,kadar glukosa darah (KGD),
durasi Diabetes Melitus tipe 2, usia, status nutrisi, merokok dan jenis kelamin.

Pengendalian kadar glukosa darah berperan penting dalam mencegah kerusakan sel-sel β
pancreas dan menghambat kerusakan berbagai organ dan progresitas penyakit lebih serius,tidak
terkecuali di rongga mulut. Durasi panjang menyandang Diabetes Melitus tipe 2 berpotensi
meningkatkan terjadinya komplikasi mikroangiopati dan neuropati. Mikroangiopati dan
neuropati dapat mempengaruhi komponen- komponen yang berperan dalam kepekaan rasa,yaitu
saliva,taste buds, saraf, dan otak sebagai pusat persepsi rasa (Perros, dkk. 1996; Abdulrahman,
2006; Khovidhunkit, dkk. 2009). Perubahan pada salah satu komponen tersebut dapat
menyebabkan penurunan kepekaan rasa. Usia dipandang sebagai faktor yang berperan dalam hal
ini.

Bertambahnya usia maka secara perlahan beberapa fungsi biologis akan mengalami
kemunduran,termasuk kemampuan jaringan untuk regenerasi dan mempertahankan struktur serta
fungsi normalnya. Status nutrisi telah dilaporkan turut berperan dalam penurunan kepekaan rasa
manis. Individu obesitas dianggap memiliki preferensi yang lebih besar untuk makan makanan
manis dibandingkan individu yang memiliki berat badan normal. Merokok juga dipandang
sebagai faktor yang turut berperan dalam hal ini,diperkuat dari kebersihan dan kesehatan mulut
yang buruk menunjukkan besar kemungkinan bahwa pasien adalah perokok. Kandungan nikotin
dalam rokok dapat menekan aktifitas saraf di otak yang berhubungan dengan sensasi rasa.

Sumber:

1. Suhartiningtyas D. Analisis Faktor-Faktor Risiko Penurunan Kepekaan Rasa Manis Pada


Diabetes Mellitus Tipe 2 . 2013;2.

2. Sensitivitas Indera Pengecapan Rasa Manis, Asam, Asin, Pahit dan Umami Pada Penderita
Diabetes Mellitus Tipe 2 [Internet]. 123dok.com. [cited 2020Oct20]. Available from:
https://123dok.com/document/ozlmerry-sensitivitas-indera-pengecapan-manis-pahit-penderita-
diabetes-mellitus.html

7. Jelaskan pengaruh usia pasien terhadap kondisi saliva dan kelainan gigi pada kasus di atas!
Usia lanjut merupakan fase menurunnya kemampuan akal dan fisik yang dimulai dengan
adanya beberapa perubahan dalam hidup. Proses penurunan fungsi alami pada manusia usia
lanjut (manula) merupakan suatu desintergrasi kontrol keseimbangan dan organisasi pada organ
atau jaringan yang mulai terjadi pada usia dewasa muda. Pada masa ini terjadi proses menua dari
jaringan tubuh yang merupakan keadaan yang wajar terjadi dalam kehidupan manusia. Pada usia
lanjut,proses penuaan yang terjadi akan berdampak pada berbagai aspek kehidupan,baik sosial,
ekonomi, dan terutama kesehatan. Hal ini dikarenakan dengan semakin bertambahnya usia,
fungsi organ tubuh akan semakin menurun (degenerasi organ) baik karena faktor alamiah
maupun penyakit.

Salah satu hal yang terkait dengan degenerasi pada usia lanjut yaitu keluhan mulut kering
(xerostomia). Xerostomia disebabkan karena terjadinya atropi pada kelenjar saliva yang akan
menurunkan produksi saliva dan mengubah komposisinya. Seiring dengan meningkatnya usia,
terjadi perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva, dimana parenkim kelenjar akan hilang
dan digantikan oleh jaringan ikat dan jaringan lemak. Keadaan ini mengakibatkan pengurangan
jumlah aliran saliva. Selain itu,penyakit sistemik yang diderita pada usia lanjut dan obat-obatan
yang digunakan untuk perawatan dapat memberikan pengaruh mulut kering pada usia lanjut.

Hal ini juga berdampak pada penyakit mulut lainnya seperti peridontitis. Seperti ciri-ciri
yang dialami pasien pada skenario bahwa gigi pasien mengalami mobilitas,gusi berdarah,dan
sebagainya,hal ini berhubungan dengan xerostomia dimana kurangnya saliva pada mulut
menyebabkan munculnya karang gigi yang dapat berdampak pada penyakit gigi dan mulut
lainnya.

Sumber:

1. Tawas S. Xerostomia pada Usia Lanjut di Kelurahan Malalayang Satu Timur. 2018Jan;6.

2. Kost K. Xerostomia in the Elderly. Geriatric Otolaryngology. 2006;:303–12.

Anda mungkin juga menyukai