Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PEMICU 3 BLOCK 12

“Putihnya Gusiku”

Disusun Oleh:
Dharshen Khaunder A/L Munusamy
190600230

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Periodontitis merupakan penyakit periodontalberupa inflamasi kronis pada jaringan penyangga


gigi yang disebabkan oleh bakteri plak. Proses kerusakan jaringan periodontal pada periodontitis
diawali akumulasi plak yang mengandung bakteri dan toksin yang bersifat patogenik. Interaksi antara
bakteri plak dan produknya serta respon tubuh sel penjamu memicu respon inflamasi yang dapat
menyebabkan ulserasi pada gingiva, kerusakan jaringan ikat, kehilangan tulang alveolar hingga
kehilangan gigi(Wijaksana, 2016).Periodontitis biasanya berkembang dari gingivitis yang sudah terjadi,
walaupun tidak semua gingivitis berkembang menjadi periodontitis. Perubahan komposisi dan potensi
patogenik dari mikroorganisme plak terhadap faktor resistensi dan jaringan sekitarnya menentukan
perubahan dari gingivitis menjadi periodontitis dan keparahan kerusakan jaringan periodontal (Kodir
dkk., 2014)

Penyakit periodontitis disebabkan oleh plak bakteri subgingiva meliputi bakteri obligat
anaerobik Gram negatif seperti Porphyromonas gingivalis, Prevotella intermedia, Bacteroides
forsythus, Fusobacterium nucleatum, Selenomonas dan Campylobacter, serta fakultatif anaerob Gram
negatif seperti Actinobacillus actinomycetemcomitans, Capnocytophaga dan Eikenella
corrodens(Suwandi, 2010).
Deksripsi Pemicu
Nama Pemicu: Putihnya Gusiku

Penyusun: Dr. drg., Wilda Hafni Lubis,M.Si; drg, Pocut Astari, M.Biomed; drg. Irma Ervina, Sp.Perio
(K)

Hari/Tanggal: Selasa, 2 Maret 2021

Jam: 13.30 – 15.30 WIB

Skenario:

Pak Gontar (67 tahun) datang ke dokter gigi dengan keluhan gigi dan gusi kanan bawah sakit. Gigi
goyang dan gusi sering berdarah sendiri. Pasien ingin mencabut gigi yang sakit dan mengobati gusinya
yang melepuh berwarna putih. Beberapa hari sebelumnya giginya sakit, pak Gontar mengobati giginya
dengan minum obat aspirin, tetapi tetap dirasakan sakit, akhirnya obat aspirin dihancurkan dan
dimasukkan ke gigi yang sakit. Keesokan hari dilihatnya gusi sudah berubah menjadi putih yang luas
dan berkerut terlihat seperti terkelupas. Dari pemeriksaan intra oral diperoleh gigi 47: mobiliti derajat
2, karies sekunder dengan tambalan yang rusak. Lesi putih ditemukan di gusi dan mukosa sekitar gigi
47 cukup luas. Gingiva berwarna merah pada seluruh regio, BoP (+) dengan rerata PBI 2,5; OHIS: 3,8;
dan poket absolut. Kedalaman poket pada gigi 47 yaitu distal10 mm, bukal dan lingual 7 mm
(Radiografi terlampir).

Pertanyaan:

1. Jelaskan diagnosis berdasarkan keluhan-keluhan kasus tersebut beserta alasannya


2. Jelaskan jenis respon inflamasi pada mukosa yang melepuh?
3. Jelaskan etiologi kasus pada mukosa dan penyakit periodontal kasus tersebut!
4. Jelaskan pathogenesis kelainan yang terjadi pada mukosa dan penyakit periodontal kasus
tersebut!
5. Jelaskan prognosis kelainan mukosa dan penyakit periodontal kasus tersebut!
6. Jelaskan penatalaksanaan kelainan mukosa tersebut?
7. Jelaskan rencana perawatan penyakit periodontal pada kasus tersebut?
BAB 2

PEMBAHASAN

Pertanyaan 1: Jelaskan diagnosis berdasarkan keluhan-keluhan kasus tersebut beserta alasannya

Jawaban:

Ulkus traumatikus sering terjadi pada mukosa bagan labial dan bukal karena posisi tersebut terletak
berdekatan dengan daerah kontak oklusi gigi sehingga lebih sering mengalami gigitan pada waktu
gerakan pengunyahan. Insidensi dari ulkus traumatikus dapat ditemukan pada mukosa rongga mulut,
antara lain pada gingiva, lidah, bibir, lipatan mukosa bukal, palatum, mukosa labial,mukosa bukal dan
dasar mulut. Ulkus traumatikus yang sering ditemukan mempunyai ukuran bervariasi, bulat, atau
berbentuk sabit, ditandai dengan tepi merah dan tidak ada indurasi (Birnbaum, 2010). Ulkus traumatikus
dapat ditemukandi sisi lateral lidah pada pengguna Gigi Tiruan Sebagian Lepasan (GTSL) dengan sayap
terlalu panjang dan kasar (Langkir dkk., 2015). Diagnosis pada mukosa mulut adalah ulkus traumatikus
karena sperti yang dikatakan pada kasus, lesi putih ditemukan di gusi dan mukosa sekitar gigi 47 cukup
luas. Gingiva berwarna merah pada seluruh regio, BoP (+). Jadi pemeriksaan intraoral pada pasien
tersebut sesuai dengan gambaran klinis yang diberikan oleh gambaran klinis dan pasien tersebut juga
telah mencoba untuk menggobati sendiri.

Penyakit yang dihapai oleh pasien tersebut adalah penyakit periodontitis kronis hal ini dikatakan karena
pemeriksaan intraoral sesuai dengan gambaran klinis yang dijumpai pada periodontitis kronis.

Pembentukan Poket

Pengukuran poket merupakan pemeriksaan yang penting sewaktu diagnosis periodontal tetapi harus
diintepretasi bersama dengan inflamasi gingiva dan pembengkakan, dan bukti radiografi kehilangan
tulang alveolar. Secara teoritis, jika tidak ada pembengkakan gingiva, suatu poket dengan kedalaman
lebih dari 2 mm mengindikasi migrasi apikal dari epitel sulkular.

Mobiliti Gigi

Sebagian mobiliti gigi dalam dataran labiolingual boleh terjadi pada gigi sehat yang berakar satu,
terutama insisivus bawah yang lebih mobil dibandingkan dengan gigi yang berakar banyak.
Peningkatan mobiliti gigi disebabkan oleh:

a. Pelebaran ligamen periodontal dengan tidak adanya kehilangan tulang alveoalar atau jaringan
pendukung lain
b. Pelebaran ligamen periodontal disertai dengan kehilangan tulang alveolaratau jaringan
pendukung lain
c. Kehilangan tulang alveolar atau jaringan pendukung lain tanpa adanyapelebaran ligament
periodontal

Mobiliti juga bisa bertambah setelah bedah periodontal dan pada saat hamil. Pada patogenesis
periodontal, destruksi jaringan selalunya ditandai inflamasi dan trauma oklusal. Mobiliti yang
disebabkan oleh inflamasi dan traumatik oklusi biasanya reversibel, tetapi mobiliti yang disebabkan
oleh destruksi jaringan pendukung adalah irreversibel. Mobiliti derajat pada gigi 47 adalah 2 iaitu
visible dan mobilitas sampai 0,3mm. Menurut Fedi, kegoyangan gigi diklasifikasikan menjadi tiga
derajat. Derajat 1 yaitu kegoyangan sedikit lebih besar dari normal. Derajat 2 yaitu kegoyangan sekitar
1 mm, dan derajat 3 yaitu kegoyangan > 1 mm pada segala arah dan/atau gigi dapat ditekan ke arah
apikal. Sampai saat ini, belum pernah dilakukan penelitian elemen gigi yang paling banyak mengalami
kegoyangan. Gigi-gigi yang goyang tersebut mengakibatkan tanggalnya gigi. Akibatnya kemampuan
menelan, berbicara, status nutrisi, berat badan, penampilan wajah, dan interaksi sosial terganggu. Hal
tersebut menyebabkan dampak besar pada kualitas hidup.

Indeks PBI pada pasien tersebut adalah 2,5 iaitu pada kategori yang mengatakan inflamasi moderat,
glazur moderat, kemerahan, edema, hypertrophy dan bleeding on probing.
Indeks OHIS pada pasien iaitu 3,8 adalah buruk.

Pertanyaan 2: Jelaskan jenis respon inflamasi pada mukosa yang melepuh?

Jawaban:

Respon imun dan inflamasi yang datang penting dalam perkembangan penyakit periodontal bersifat
merusak jaringan dan juga dipengaruhi oleh lingkungan, faktor genetik dari penderita dan pola
hidup.9Sistem imun bertujuan melindungi integritas dan individu serta mencegah invasi organisme dan
zat yang berbahaya di lingkungan yang dapat merusak dirinya yang merupakan sistem koordinasi
respons biologi.

Menurut Gottrup dkk.,(2007) fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai hari ketiga. Fase
inflamasi terjadi bertujuan untuk mengendapkan matriks ektraseluler serta menghilangkan komponen
asing.Pada tahap ini, sel radang akut serta neutrofil akan menginvasi daerah radang dan menghancurkan
semua bakteri. Denganadanya neutrofil maka dimulailah respon keradangan yang ditandai dengan
cardinal symptoms, yaitu tumor, kalor, rubor, dolor dan functio laesa(Dorland, 2002). Aktivitas seluler
yang terjadi adalah pergerakkan leukosit menembus dinding pembuluh darah (diapedesis) menuju luka
karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri
dan kotoran luka. Limfosit dan monosit yang kemudian muncul ikut menghancurkan dan memakan
kotoran luka dan bakteri ini atau bisa disebut fagositosis (Sjamsuhidajat dan de Jong,1997).Fase
inflamasi ditandai dengan terjadinya pembekuan darah (clotting) untuk mempertahankan hemostasis,
pelepasan bermacam-macam faktor untuk menarik sel-sel yang akan memfagosit debris, bakteri, dan
jaringan yang rusak, serta pelepasan faktor yang akan memulai proliferasi jaringan (Grab dan Smith
2006).

Pertanyaan 3: Jelaskan etiologi kasus pada mukosa dan penyakit periodontal kasus tersebut!
Jawaban:

Pasien pada kasus tersebut mendapati ulser traumatikus. Ulkus traumatikus dapat terjadi di beberapa
lokasi di rongga mulut, yaitu: mukosa pipi, bibir, tepi lidah dan palatum (Langlaisdkk., 2000). Ulkus
traumatikus adalah kondisi diskontinuitas jaringan yang meluas, berawal dari dermis hingga bagian
subkutis dan selalu terjadi pada kondisi patologis (Langkir dkk., 2015). Kasus ulserasi yang biasa terjadi
pada rongga mulut sebagian besar dikarenakan oleh trauma.Perlukaan mekanis (mechanical injuries)
menjadi penyebab ulkus traumatikus yang sering terjadi, selain perlukaan mekanis dapat juga terjadi
akibat dampak dari pemakaian pesawat orthodonsi, restorasi yang tidak sesuai bentuk anatomisdisertai
dengan menggunakanbahanamalgam dan patahandari protesajuga dapat berpengaruh. Makanan yang
bertekstur tajam dan keras yang dapat melukaimukosa juga mampu menjadi indikasi sebagai salah satu
penyebab ulkus traumatikus (Delong dan Burkhart, 2008). Menurut Scully dkk (2003) membagi etiologi
dalam beberapa faktor diantaranya:

1. Traumakimia: pemakaian aspirin, fenol, perak nitrat, hidrogen peroksida.


2. Trauma mekanik: terkena sikat gigi, makanan yang kasar dan tajam, tergigit, klamer dari gigi
tiruan lepasan, tepi restorasi yang tidak dilakukan finishing.
3. Elektrik: sengatan listrik.
4. Thermal: makanan atau minuman panas, CO2 dingin (dry ice)

Bagi penyakit periodontal kasus tersebut iaitu periodomtitis kronis dan etiologi penyakit tersebut seperti
dibahas dibawah. Menurut teori Socransky, penyakit periodontal dapat disebabkan oleh berbagai
patogen dalam jumlah yang berbeda. Teori beliau menyatakan bahwa 6 hingga 12 spesies bakteri
mungkin menyebabkan kebanyakan kasus periodontitis yang destruktif dan spesies tambahan mungkin
menjadi penyebab kasus yang lain. Kombinasi bakteri yang berbeda mungkin terdapat pada lesi
individual dan bersama-sama memproduksi faktor virulensi yang diperlukan. Selama 25 tahun,
beberapa peneliti mengatakan bahwa suatu jumlah bakteri dari flora subgingiva menunjukkan huungan
yang positif pada perkembangan penyakit periodontal. Penelitian ini menunjukkan korelasi yang positif
di antara kehadiran bakteri dan jumlah bakteri serta tanda-tanda penyakit seperti inflamasi, kedalaman
probing yang meningkat dan kehilangan perlekatan. Penelitian lain oleh van Winkelhoff dkk., telah
membuktikan bahwa Actinobacillus actinomycetemcomitans(A.actinomycetemcomitans),
Porphyromomnas gingivalis (P. gingivalis), Prevotellaintermedia (P. intermedia), Bacteroides forsythus
(B. forsythus), Fusobacterium nucleatum (F. nucleatum) dan Peptostreptococcus micros (P. micros)
lebih prevalen secara signifikan dalam poket pasien periodontitis kronis dibanding dengan kontrol yang
sehat.

Peneliti Bragd dkk. dan Slots dkk. telah mengatakan bahwa beberapa spesies bakteri mungkin berperan
sebagai marker untuk penyakit karena bakteri tersebut sering dihubungkan dengan tanda klinis penyakit
periodontal. Beberapa penelitian retrospektif yang mengaitkan jumlah spesies bakteri dengan
perkembangan penyakitperiodontal menunjukkan korelasi dengan jumlah P. gingivalis, P. intermedia
dan A. actinomycetemcomitans dan mengusulkan bahwa tingkat bakteri ini mungkin mengindikasikan
risiko terjadinya kerusakan periodontal di suatu daerah. Penelitian yang sama dilakukan oleh Papanaou
dkk. yang menunjukkan bahwa sebanyak 148 pasien dewasa yang berkebangsaan Cina berumur antara
30-59 dengan periodontitis kronis ditemukan peningkatan dalam spesies tertentu, terutama P. gingivalis
, T. denticola, B. forsythus dan C. recta, di daerah terjadinya periodontitis yang progresif.

Pertanyaan 4: Jelaskan pathogenesis kelainan yang terjadi pada mukosa dan penyakit periodontal kasus
tersebut!

Jawaban:

Patogenesis ulkus traumatikus adalah seperti berikut. Terjadinya ulkus traumatikus diawali dengan
adanya trauma pada mukosa rongga mulut. Proses terjadinya ulkus dari trauma menjadi lesi dipengaruhi
oleh tingkat kerentanan mukosa mulut seseorang (Langkir dkk., 2015), banyaknya frekuensi paparan
trauma dan luas jaringan yang terlibat (Greenberg dkk., 2008).Proses awal setelah terjadi trauma pada
mukosa rongga mulut akan terjadi perubahan vascular meliputi vasokontriksi sementara sebagai respon
cedera, kemudian diikuti dengan vasodilatasi dan peningkatan aliran darah ke daerah yang mengalami
cedera. Pelepasan histamin dari sel-sel mast yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler,
aliran limfatik juga meningkat sejalan dengan aliran darah. Proses selanjutnya adalah perubahan fase
seluler dimana terjadi marginasi leukosit di sepanjang dinding kapiler karena aliran darah melambat
(Price dan Wilson, 2005).

Eksudasi cairan terjadi setelah adanya proses radang dan berlanjut terus menjadi lebih nyata setelah 24
jam berikutnya. Adanya penggumpalan fibrinogen dapat menyumbat saluran limfe dan sela-sela
jaringan sehingga dapat menghambat penyebaran infeksi. Bersamaan dengan itu, juga terjadi perubahan
aliran limfe. Makin banyak cairan eksudat terkumpul di jaringan, saluran limfe juga akan melebar.
Selain itu, sel endotelium pembuluh limfe akan menjadi permeabel sehingga sel dan molekul yang lebih
besar dapat melewati dinding pembuluh darah. Hal ini berfungsi untuk menghilangkan eksudat di
daerah radang (Price dan Wilson, 2005).

Eksudasi cairan pada radang menyebabkan sel neutrofil dan makrofag meningkat. Sel neutrofil
mendominasi pada fase pembentukan eksudat, setelah itu akan didominasi oleh makrofag. Makrofag
berfungsi untuk fagositosis pada organisme patologis dan melepaskan faktor pertumbuhan serta
substansi lain yang mengawali dan mempercepat pembentukan jaringan granulasi (Sudrajat, 2005). Bila
agen penyerang sudah dinetralkan, maka rangsang untuk melanjutkan eksudasi cairan dan sel-sel sedikit
demi sedikit menghilang. Pembuluh darah kecil pada area cedera akan memperoleh
semipermeabilitasnya kembali, sehingga aliran cairan berhenti, dan emigrasi leukosit juga akan
berhenti. Proses tersebut akan mengembalikan jaringan yang sebelumnya meradang ke keadaan semula,
yang disebut dengan resolusi (Price dan Wilson, 2005).

Patogenesis periodontitis kronis seperti berikut. Etiologi utama penyakit periodontal adalah bakteri
anaerob fakultatif gram negatif yang terdapat di dalam lapisan biofilm subgingiva. Bakteri ini
mempunyai kemampuan untuk mengaktifkan mekanisme pertahanan pejamu dalam memperbaiki
jaringan yang rusak pada waktu yang bersamaan, bakteri ini akan memproduksi toksin yang akan
menghancurkan epitel dan struktur periodontal. Bila organisme terpapar dengan serangan bakteri, hal
tersebut akan memicu respon imun antara patogen bakteri dan pejamu. Bakteri tersebut akan
menyebabkan pelepasan sitokin seperti interleukin-6 (IL-6) dan tumor necrosis factor-αlpha (TNF-α),
sehingga meningkatkan jumlah produksi polimorfonuklear leukosit. Leukosit adalah sel pertama yang
akan melawan bakteri patogen yang menyerang jaringan periodontal. Pada tahap awal terjadinya
periodontitis, terjadi peningkatan PMN yang sekaligus akan meningkatkan pengeluaran radikal bebas
dalam proses fagositosis melawan infeksi. Pasien dengan penyakit periodontal mempunyai kadar PMN
yang tinggi dan ROS yang berlebihan yang akan menyebabkan destruksi jaringan gingiva,
ligamenperiodontal dan tulang alveolar melalui berbagai cara termasuk merusak DNA dan merangsang
pembentukan sitokin proinflamasi. Hal ini sekaligus menjelaskan bahwa keterlibatan ROS yang
berlebihan berkaitan dengan kerusakan jaringan periodontal.

Pertanyaan 5: Jelaskan prognosis kelainan mukosa dan penyakit periodontal kasus tersebut!

Jawaban:

Prognosis untuk periodontitis kronis agak buruk karena kehilangan tulang moderat hingga berat, gigi
mobility, sulit untuk mempertahankan daerah, dan adanya faktor sistemik. Secara umum penyakit
periodontal disebabkan oleh bakteri plak pada permukaan gigi, dimana plak berupa lapisan tipis biofilm
yang berisi kumpulan mikroorganisme patogen seperti Porphyromonas gingivalis, Actinobacillus
actinomycetemcomitans, Prevotela intermedia, Tannerella forsythia serta Fusobacterium
nucleatumyang merupakan deposit lunak. akteri secara langsung dapat merusak jaringan inang yang
dapat menghasilkan bermacam-macam toksin (terutama protease). Bakteri plak merupakan penyebab
primer dari penyakit periodontal. Hasil dari produk bakteri dapat mengubah metabolisme dan
menghambat pertumbuhan dari jaringan sel inang. Sistem imun melibatkan interaksi yang kompleks
antara molekul regulasi dan sel. Kerusakan jaringan diakibatkan oleh produk-produk dari bakteri.
Respons inflamasi yang terjadi secara masif dapat merusak jaringan serta menghasilkan bahan-bahan
toksik prooksidatif. Respons inflamasi menyebabkan keadaan inflamasi akut yang mengakibatkan
kerusakan jaringan. Sedangkan kerusakan progresif ligamenperiodontal dan tulang alveolar
(alveolarbone loss) menyebabkan gigi goyangdan mudah tanggalmenandakan periodontitis parah.

Pertanyaan 6: Jelaskan penatalaksanaan kelainan mukosa tersebut?

Jawaban:

Proses penyembuhan ulkus terlihat jelas dalam gambaran histologis. Proses ini ditandai dengan
banyaknya sel fibroblas yang tersebar dalam daerah ulkus (Kumar, 2007). Fibroblas menghasilkan
molekul prekolagen interseluler yang disebut tropokolagen dalam batas membranribosom,
membungkus pro-kolagen kedalam vesikel sekretorik didalam badan golgi, dan kemudian
mengeluarkannya menembus membrane sel kedalam ruang ekstraseluler dimana kolagen yang
dihasilkan merupakan matriks yang paling dibutuhkan pada fase remodeling atau maturasi
(Mercandetti, 2002).Sel fibroblas sangat berperan dalam proses penyembuhan luka dan memiliki tugas
untuk mensistesis matriks ekstrasel (Junqueira, 2007). Susunan matrik ekstraseluler terdiri dari protein
adhesif (laminin dan fibronektin), protein fibrin (elastin dan kolagen) serta gel proteoglikan dari
hialuronat. Matrik estraseluler ini berfungsi sebagai motilitas sel, dan mengatur proliferasi sel (Birkedal,
1993).

Pertanyaan 7: Jelaskan rencana perawatan penyakit periodontal pada kasus tersebut?

Jawaban:

Tujuan perawatan periodontitis adalah menghilangkanpatogen periodontal, umumnya dilakukan secara


kimia dengan obat-obatan dan secara mekanis dengan scalingroot planing(SRP).Scalingroot
planingmerupakan cara menghilangkan deposit keras dan lunak serta bakteri yang menempel pada
permukaan gigi dan dalam subgingiva, sehingga mengeliminasi bakteri (Andriani, 2012).Scaling root
planingpada kasus periodontitistidak dapat dipisahkan, tindakan scalingperlu diikuti dengan root
planingdengan harapan permukaan akar menjadi halus sehingga menghambat akumulasi plak dan
perlekatan kalkulus. Scaling root planingmerupakan terapi mendasar ntuk perawatan penyakit
periodontal. Meskipun perawatan ini mempunyai keterbatasan, antara laintidak dapat mencapai daerah
poket dengan kedalaman lebih dari 3mm dan tidak dapat mencapai daerah bifurkasi yang merupakan
cekungan pada akar gigi, namun scaling root planing masih tetap merupakan perawatan utama, karena
dapat mengurangi inflamasi dan mengurangi kolonisasi bakteri di dalam sulkus gingiva (Krismariono,
2009).

Perawatan tambahan dengan pemberian antibiotika diperlukan untuk menunjang perawatan mekanis,
karena walaupun perawatan mekanis, yaituscalingroot planing telah dapat mengurangi jumlah bakteri
dalam poket, tetapi bakteri periodontal patogen yang berada pada tubulus dentin, gingiva dan sementum
masih tertinggal. Banyak peneliti mengemukakan perlunya antibiotika pada perawatan penyakit
periodontal, terutama yang bersifat progresifdan destruktif(Brook, 2003). Antibiotik yang dapat
digunakan dalam perawatan periodontitis adalah metronidazol dan tetrasiklin. Metronidazol efektif
terhadap bakterianaerob, antara lain: Porphyromonasgingivalis, Prevotella intermedia
danFusobacterium nucleatum, namun untuk bakteriAgregatibacteractinomycetemcomitans kurang
efektif (Krismariono, 2009).

Antibiotik Tetrasiklin

Tetrasiklin populer pada tahun 1970an sebagai antibiotika spektrumluas dengan toksisitas rendah.
Tetrasiklin menghambat multiplikasi sel dengan caramenghambat sintesa protein tetapi
tidakmembunuhnya, oleh karena itu tetrasiklin disebut sebagai antibiotika bakteriostatik. Tetrasiklin
merupakan antibiotika yang telah lama digunakan, generasi baru dari golongan ini antara lain adalah
minosiklin, doksisiklin dan demeklosiklin(Katzung, 2001).Tetrasiklin merupakan salah satu antibiotika
yang umum digunakan dalam perawatan penyakit periodontal.Tetrasiklin efektif dalam menghambat
bakteri Aggregatibacter Actinomycetemcomitans yang banyak ditemukan pada kasus periodontitis
agresif.Tetrasiklin mampu menghambat kerja enzim kolagenase yang dihasilkan oleh bakteri, oleh
karena itu tetrasiklin disebut sebagai antibiotika yang bersifat anti kolagenolitik. Sifat ini
menguntungkan jaringan periodontal karena menghambat kerusakan yang terjadi pada penyakit
periodontal. Dosis tetrasiklin yang digunakan untuk perawatan periodontitis agresif adalah 250 mg 4x
sehari selama 12-14 hari. Tetrasiklin yang diberikan secara sistemik dapat terikat pada permukaan akar
dan dilepaskansedikit demi sedikitdalam bentuk aktif selama jangka waktu tertentu. Efek samping
yangditimbulkan dengan pemberian tetrasiklin secara sistemik adalah staining pada gigi dan hipoplasi
enamel (Herawati, 2011;Krismariono, 2009).

BAB 3
PENUTUP

Kesimpulan

Periodontitis kronis, yang dahulu dikenal sebagai Adult Periodontitismerupakan penyakit


inflamasi pada jaringan periodontal yang dapat menimbulkan respon inflamasi gingiva dan berlanjut ke
struktur jaringan penyangga gigi yaitu sementum, ligamentum periodontal, dan tulang alveolar. Etiologi
penyakit periodontitis kronis dapat dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu faktor lokal dan faktor
sistemik. Faktor lokal merupakan plak bakteri sebagai penyebab utama. Faktor sistemik antara lain
adalah pengaruh hormonal pada masa pubertas, kehamilan, menopause, defisiensi vitamin, diabetes
melitus dan lain-lain.

Periodontitis kronis memiliki prevalensi hingga 88,67% pada populasi orang dewasa, tetapi
dapat juga terjadi pada remaja. Prevalensi periodontitis kronis meningkat dan keparahannya sejalan
dengan usia serta mempengaruhi laki-laki dan perempuan dengan frekuensi yang sama. Periodontitis
disebut age associated, bukan age-related. Usia dari individu bukan yang meningkatkan prevalensi
periodontitis kronis, tetapi durasi dari jaringan periodontal oleh akumulasi kronik dari plak.

Daftar Pustaka
1. Dinyati, M., Andi M A. Kuretase Gingiva Sebagai Perawatan Poket Periodontal. Makassar
Dent J. 2016; 5(2): 58-64.
2. Carranza, FA. Clinical Periodontology. Edisike-9. Philadelphia: WB Saunders. Pp160-183,
2006; 349-350
3. Armitage, GC. Periodontal Diagnoses And Classification Of Periodontal Diseases.
Periodontology, 2000; 34: 9-21
4. Gumus, Pinar. The Role of TLRs in The Pathogenesis of Periodontal Diseases. Journal of
Dental Science and Therapy, 2016; 1(1): 3-6
5. Hajishengallis, G., John, DL. Microbial Manipulation of Receptor Crosstalk in Innate
Immunity. National Institute of Health, 2011; 11(3): 187-200
6. Ekaputri, S& Masulili, S.L.C. Cairan Sulkus Gingiva sebagai Indikator Keadaan Jaringan
Periodontal. Maj Ked.Gr., 2010; 17(1): 81-86.
7. Munasir, Z.,Respons Imun terhadap Infeksi Bakteri. Sari Pediatri, 2001; 2(4): 193 –197
8. http://repository.unimus.ac.id/3837/3/BAB%202.pdf
9. http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/564/2/BAB%20II.pdf
10. http://eprints.umm.ac.id/45745/3/BAB%20II.pdf
11. http://repository.unimus.ac.id/1496/3/SKRIPSI%20Bab%20II.pdf
12. http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/58883/Chapter%20II.pdf?sequence=4
&isAllowed=y
13. http://repository.unimus.ac.id/2111/3/BAB%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai