Anda di halaman 1dari 21

JEJAK PENDUDUKAN JEPANG DI KEPULAUAN BANDA (1942-1945)1

Najirah Amsi2

Latar Belakang
Jepang pertama kali terlibat langsung dalam Perang Dunia II pada tanggal 7 Desember
1941, ditandai dengan penyerangan atas pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat (Sekutu) di
Pearl Harbour. Peristiwa ini mengawali perang besar-besaran di seluruh daerah Asia Tenggara.
Perang antara Jepang dengan pihak Sekutu di kawasan Asia (Tenggara) biasa dikenal dengan
sebutan Perang Pasifik. Biasa juga penamaan perang ini dihubungkan dengan upaya Jepang
dalam menciptakan Lingkungan Persemakmuran Asia Timur Raya, sehingga disebut sebagai
Perang Asia Timur Raya.
Serbuan Jepang di Pearl Harbour, mendulang keberhasilan, dan kekalahan telak diterima
pihak Amerika. Fakta tersebut, mengejutkan seluruh dunia, kekuatan Amerika dikalahkan oleh
bangsa Asia yakni angkatan militer Jepang.
Keikutsertaan Jepang dalam Perang Pasifik membutuhkan segala sesuatu yang terkait
dengan kepentingan perang, misalnya daerah/pusat pertahanan militer, sumber ekonomi, dan
tenaga manusia. Kebutuhan akan daerah pertahanan dalam perang membuat Jepang melakukan
penguasaan atas daerah-daerah strategis dan menguntungkan secara militer dan ekonomis yang
dapat menjamin kelangsungannya di Asia Tenggara. Demikian pula potensi sumber daya alam
dan tenaga manusia yang ada di daerah-daerah tersebut merupakan daya tarik bagi Jepang untuk
menguasainya.
Konsekuensi dari kebutuhan dan kepentingan tersebut, maka Jepang menjadikan
Indonesia sebagai salah satu daerah penguasaannya. Ada tiga faktor yang menyebabkan tentara
Jepang menyerbu dan menguasai Indonesia. Pertama, Indonesia sangat kaya akan bahan mentah
yang sangat dibutuhkan oleh Jepang untuk menunjang serta mendukung usaha-usaha perangnya,
seperti minyak tanah, batu bara, timah, dan lain-lainnya. Kedua, Indonesia terkenal kaya dan
subur dengan potensi sumber daya alamnya terutama bahan makanan yang berupa tanam-
tanaman (jagung, beras, kacang hijau, dan ubi-ubian), bahan makanan hewani (kerbau, sapi,
kambing, ayam, itik, dan lain-lainya). Ketiga, Indonesia mempunyai tenaga manusia (man
power) yang cukup besar yang sangat dibutuhkan Jepang untuk menggerakkan dan melancarkan
usaha-usaha perangnya (Sagimun, 1989: 211-212).
Berdasarkan pada tiga pertimbangan tersebut, Jepang semakin memantapkan
keinginannya untuk menguasai Indonesia. Pendudukan Jepang atas Indonesia tampak seperti
gurita yang menancapkan kaki-tanganya (mulai dari kepulauan Filipina) pada empat daerah
penting yakni (1) Tarakan (Kalimantan Utara); (2) Manado (Sulawesi Utara); (3) Pulau Morotai
(Maluku Utara); dan (4) Jayapura (Irian Jaya) pada awal tahun 1942 (Suprapti, 1992:20). Dari
empat daerah tersebut, tentara Jepang melakukan ekspansi militernya atas daerah-daerah di
Indonesia. Penguasaan dan kontrol atas daerah-daerah di kawasan timur Indonesia berada dalam
kontrol Angkatan Laut (Kaigun) Jepang, ”sedangkan kawasan barat yakni pulau Sumatra dan
Jawa di bawah pemerintahan militer Angkatan Darat (Rikugun dan Giyugun)” (Lapian, 1988: 2).

1
Makalah dipresentasikan pada kegiatan Lawatan Sejarah Balai Pelestarian Budaya Nasional Cabang Ambon di
Hotel Cillu Bintang, Banda Naira 24 Juni 2019
2
Dosen Tetap pada Program Studi Pendidikan Sejarah STKIP Hatta-Sjahrir. Menyelesaikan Program Sarjana di
UNM dan Program PascaSarjana UNHAS tahun 2008. Sekarang menjabat sebagai Pembantu Ketua III STP dan
STKIP Hatta-Sjahrir

1
Pendudukan Jepang di Maluku, yang di awali di Pulau Morotai menjadi awal penguasaan
di daerah Maluku umumnya termasuk Ambon dan Banda. Peristiwa ini diuraikan dalam buku
Des Alwi ”Sejarah Banda Naira ” dalam sub judul ”Kisah Pilu Yang Terlupakan di Banda Naira”
pada Perang Pasifik-Jepang vs Sekutu 1942-1945. Salah satu tinggalan sejarah pendudukan
Jepang yang terkenal di Banda adalah Gunung Menangis.
Gunung Menangis (istilah orang Banda) merupakan situs sejarah peninggalan Jepang
yang masih dapat di temukan saat ini. Letaknya berada di Desa Merdeka, Kecamatan Banda,
Kabupaten Maluku Tengah. Untuk menuju situs ini, harus melewati tangga-tangga ke daerah
perbukitan sekitar 10 meter dengan kemiringan 30 derajat. Lokasi nya berada dalam hutan dan
dibawah pohon besar terlihat lobang gua berdiameter kurang lebih 1 meter. Karena letaknya di
perbukitan, dan masyarakat sekitar sering mendengar tangisan dari gunung tersebut maka oleh
masyarakat setempat menamainya Gunung Menangis yang selanjutnya akan disebut sebagai
Bunker Jepang dalam tulisan ini.
Menurut informan, Bunker ini dulunya dijadikan tempat penyiksaan oleh tentara Jepang
terhadap rakyat Banda yang dianggap tidak kooperatif. Didalam Bunker tersebut terdapat dua
jalur yang saat ini telah tertutup oleh tanah. Untuk menelusuri lebih dalam kisah dan peristiwa di
dalam Bunker tersebut maka penelitian ini hadir untuk melakukan oral history terhadap para
pelaku dan penyaksi sejarah yang saat ini sudah memasuki usia sepuh.
Minimnya riset tentang peninggalan Jepang merupakan akibat dari peristiwa pemusnahan
berkas dan arsip oleh tentara Nippon ketika menyerah tanpa syarat terhadap sekutu dan
meninggalkan Indonesia di tahun 1945. Praktis arsip dan dokumen keberadaan Jepang di
Indonesia sejak tahun 1942 sampai 1945 sulit ditemukan.
Pernyataan “no document, no history” (arti: tidak ada dokumen, tidak ada sejarah)
menjadi momok yang cukup menyulitkan para penulis maupun peneliti untuk menyusun sebuah
riset sejarah (historiografi). Untuk itu, salah satu metode untuk memecahkan persoalan tersebut
adalah dengan menggunakan oral history atau sejarah lisan.
Sejarah lisan berguna untuk melengkapi informasi tertulis yang telah ada. Mengisi ruang
ruang sejarah dalam social cultural. Pengalaman sejarah masyarakat di masa Jepang merupakan
sumber sejarah yang harus segera digali. Karena pengalaman sejarah tersebut hampir sebagian
besar berada dalam ingatan para pelaku dan penyaksi peristiwa sejarah dimana umur mereka
semakin terbatas.

Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kronologi kedatangan Jepang di Indonesia khususnya di Banda, tahun 1942-
1945?
2. Peristiwa apa saja yang terjadi ketika Jepang berada di Banda, tahun 1942-1945?
3. Dampak apa yang ditimbulkan oleh Pendudukan Jepang terhadap Masyarakat Banda, tahun
1942-1945?

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menguraikan kronologi kedatangan Jepang di Banda, tahun 19942-1945.
2. Mengungkap peristiwa yang terjadi selama Pendudukan Jepang di Banda Naira, 1942-1945
3. Menjelaskan dampak Pendudukan Jepang terhadap Masyarakat Banda, tahun 1942-1945?

2
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yaitu;
1. Studi ini dapat menjadi bahan informasi dan pertimbangan bagi pemerintah atau dinas terkait
dalam mengambil kebijakan pengelolaan situs sejarah yang lebih baik
2. Dalam bidang akademik, penelitian ini dapat menjadi studi awal bagi peneliti berikutnya
yang akan menulis tentang tema yang sama.
Defenisi Operasional
1. Jejak adalah tingkah laku yang telah dilakukan, bekas yang menunjukkan adanya perbuatan
yang telah dilakukan.
2. Pendudukan Jepang adalah proses merebut dan menguasai oleh bangsa Jepang
3. Banda Naira menunjukkan tempat atau lokasi peneltian akan dilaksanakan

TINJAUAN PUSTAKA
Situasi Militer Jepang di Asia
Masa penjajahan Jepang di Indonesia dimulai pada tahun 1942 dan berakhir pada tanggal
17 Agustus 1945 seiring dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno dan M.
Hatta atas nama bangsa Indonesia. Akan tetapi, sebelum Jepang menjejakkan kaki di Indonesia,
Jepang telah melakukan ekspansi militer di sejumlah Negara.
Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Nazi Jerman, kemudian
Hindia-Belanda mengumumkan keadaan siaga dengan mengalihkan ekspor untuk Jepang ke AS
dan Britania. Akhir tahun 1940, pimpinan militer Jepang tidak menghendaki melawan beberapa
negara sekaligus, namun sejak pertengahan tahun 1941 mereka melihat, bahwa Amerika Serikat,
Inggris dan Belanda harus dihadapi sekaligus, apabila mereka ingin menguasai sumber daya
alam di Asia Tenggara. Apalagi setelah Amerika melancarkan embargo minyak bumi, yang
sangat mereka butuhkan, baik untuk industri di Jepang, maupun untuk keperluan perang.
Selanjutnya Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan
bakar pesawat gagal (Juli 1941), dan akhirnya Jepang memulai penaklukan di Asia Tenggara di
bulan Desember tahun itu. Untuk mendukung upaya militernya di Asia, Jepang memberikan
kepada faksi dari Sumatra untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda.
Pada Bulan Oktober 1941, Jenderal Hideki Tojo menggantikan Konoe sebagai Perdana
Menteri Jepang. Sejak saat itu, Admiral Isoroku Yamamoto, Panglima Angkatan Laut Jepang,
dibawah perdana menteri Konoe mengembangkan strategi perang yang sangat berani, yaitu
mengerahkan seluruh kekuatan armadanya untuk dua operasi besar. Seluruh potensi Angkatan
Laut Jepang mencakup 6 kapal induk (pengangkut pesawat tempur), 10 kapal perang, 18 kapal
penjelajah berat, 20 kapal penjelajah ringan, 4 kapal pengangkut perlengkapan, 112 kapal
perusak, 65 kapal selam serta 2.274 pesawat tempur. Kekuatan pertama, yaitu 6 kapal induk, 2
kapal perang, 11 kapal perusak serta lebih dari 1.400 pesawat tempur, tanggal 7 Desember 1941,
akan menyerang secara mendadak basis Armada Pasifik Amerika Serikat di Pearl Harbor di
kepulauan Hawai (Ojong, 2005).
Sementara kekuatan kedua, sisa kekuatan Angkatan Laut yang mereka miliki,
mendukung Angkatan Darat dalam Operasi Selatan, yaitu penyerangan atas Filipina dan
Malaya/Singapura, yang akan dilanjutkan ke Jawa. Kekuatan yang dikerahkan ke Asia Tenggara
adalah 11 Divisi Infantri yang didukung oleh 7 resimen tank serta 795 pesawat tempur. Seluruh
operasi direncanakan selesai dalam 150 hari. Admiral Chuichi Nagumo memimpin armada yang
3
ditugaskan menyerang Pearl Harbor. Hari minggu pagi tanggal 7 Desember 1941, 360 pesawat
terbang yang terdiri dari pembom pembawa torpedo serta sejumlah pesawat tempur
diberangkatkan dalam dua gelombang. Pengeboman Pearl Harbor ini berhasil menenggelamkan
dua kapal perang besar serta merusak 6 kapal perang lain. Selain itu pemboman Jepang tesebut
juga menghancurkan 180 pesawat tempur Amerika. Lebih dari 2.330 serdadu Amerika tewas dan
lebih dari 1.140 lainnya luka-luka. Namun tiga kapal induk Amerika selamat, karena pada saat
itu tidak berada di Pearl Harbor (Ojong, 2005).
Tanggal 8 Desember 1941, Kongres Amerika Serikat menyatakan perang terhadap
Jepang. Perang Pasifik ini berpengaruh besar terhadap gerakan kemerdekaan Negara negara di
Asia Timur, termasuk Indonesia. Tujuan Jepang menyerang dan menduduki Hndia-Belanda
adalah untuk menguasai sumber-sumber alam, terutama minyak bumi, guna mendukung potensi
perang Jepang serta mendukung industrinya. Jawa dirancang sebagai pusat penyediaan bagi
seluruh operasi militer di Asia Tenggara, dan Sumatera sebagai sumber minyak utama.
Pada 6 Januari 1942, Belanda menangkap Thamrin, Douwes Dekker dan beberapa tokoh
nasionalis lain. Thamrin meninggal di tahanan lima hari kemudian. Douwes Dekker diasingkan
ke Suriname. Pada 11 JanuariTim perundingan Jepang yang baru dan lebih agresif di bawah
Yoshizawa tiba di Batavia. Tekanan Jepang yang kian meningkat terhadap pemerintah Hindia
Belanda untuk "bergabung dengan Wilayah Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya" ditolak
Van Mook.
Pada tanggal 14 Mei di tahun yang sama (1942), Jepang mengirimkan sebuah ultimatum
kepada pemerintah Hindia Belanda, menuntut agar pengaruh dan kehadiran Jepang dibiarkan di
wilayah ini. Perundingan antara Belanda dan Jepang gagal (6/6/1942). Pemerintah Hindia
Belanda menjawab bahwa tidak akan ada konsesi yang akan diberikan kepada Jepang, dan
bahwa semua produk strategis (termasuk minyak dan karet) telah dikontrakkan untuk dikapalkan
ke Britania dan Amerika Serikat.
Soekarno menerima tawaran Jepang untuk mengadakan kampanye publik dan
membentuk pemerintahan yang juga dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan militer
Jepang (7/1942). Soekarno, Mohammad Hatta, dan para Kyai kemudian didekorasi oleh Kaisar
Jepang. Tetapi, pengalaman dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat bervariasi, tergantung di
mana seseorang hidup dan status sosial orang tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang
dianggap penting dalam peperangan, mereka mengalami siksaan, terlibat perbudakan seks,
penahanan sembarang dan hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya. Orang Belanda dan
campuran Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan Jepang.
Volksraad membentuk sebuah milisi Indonesia (7/1942), Jepang mengumumkan
pembentukan sebuah "protektorat" atas Indochina, dan semua semua asset Jepang di Hindia
Belanda dibekukan. Pemerintah Belanda di pembuangan menjanjikan untuk mengadakan
konferensi tentang Indonesia setelah perang. Angkatan Laut Belanda di Hindia mulai
dimobilisasi. Pemerintah Hindia Belanda mengirim permintaan kepada Australia untuk
mengirimkan pasukannya ke Ambon dan Timor. Pesawat pesawat Angkatan Udara Australia dan
personilnya tiba pada 7 Desember.
pada skhir Desember 1941, Jepang melakukan penyerangan di beberapa wilayah di Asia
tenggara. Berikut Kropnologis penyerangannya; Tanggal 8 Desember Jepang menyerang
Malaya, mendarat di ujung selatan Thailand dan utara Malaya dan sekaligus Jepang mulai
menyerang Filipina. 10 Desember Kapal-kapal perang Britania, Prince of Wales dan Repulse
ditenggelamkan dalam perbedaan beberapa jam saja satu sama lain di lepas pantai Malaya. 16
Desember Orang-orang Aceh yang anti Belanda mengadakan hubungan dengan pasukan-

4
pasukan Jepang di Malaya. 17 Desember Pasukan yang dipimpin oleh Australia mendarat di
Timor Timur. Diktator Portugal Salazar memprotes. 17 Desember Jepang melakukan serangan
udara atas Ternate serta Jepang mendarat di Sarawak. 22 Desember Pasukan invasi utama Jepang
mendarat di Filipina. 24 Desember Jepang menyerang pasukan-pasukan Britania di Kuching,
Sarawak.
Pada tahun 1942. yang diawali pada 2 Januari Jepang merebut kota Manila. 3 Januari
Jepang merebut Sabah. 6 Januari Jepang merebut Brunei. 6 Januari Serangan udara Jepang
pertama atas Ambon. 10 Januari - Jepang mulai menginvasi Indonesia di Kalimantan (Tarakan)
dan Sulawesi (Manado). 11 Januari Jepang merebut Tarakan. 12 Januari Van Mook melakukan
perjalanan darurat ke Amerika Serikat, meminta tambahan pasukan, dan agar Hindia Belanda
tidak dilupakan dalam pertahanan Sekutu. 13 Januari Jepang merebut Manado. 15 Januari Jen.
Wavell dari Britania mengambil alih komando atas ABDACOM, komando gabungan Sekutu
pertama (Australia, Britania, Belanda,Amerika) di dalam perang. 16 Januari Agen-agen Aceh
kembali dari Malaya dengan janji-janji dukungan Jepang dalam melawan Belanda.

METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian sejarah yang akan mengkaji Jejak Pendudukan
Jepang di Banda Naira, 1942-1945. Penelitian ini menggunkan analisis deskriptif yakni
menjelaskan alur, sumber/ data yang ditemukan kemudian dianilisis dengan kritik selanjutnya
dideskripsikan sesuai dengan fakta.
Sesuai dengan karakteristik ilmu sejarah maka peristiwa dieksplanasi secara kronologis
dan kontinuitas, sesuai dengan temporal dan spasial yang ditetapkan.

Waktu dan Lokasi Penelitian.


Waktu penelitian akan dilakukan pada bulan Agustus dan September 2018,
mengumpulkan data tertulis melalui studi pustaka dan data lisan melalui wawancara tidak
terstruktur.
Adapun lokasi yang menjadi objek kajian penulis dalam hal ini terfokus di Banda Naira
dan sekitar. Pada daerah ini, tersimpan sejumlah sumber primer maupaun sekunder seperti
informan atau pelaku dan bukti korporal yang ditemukan di Desa Rajawali, Kota Naira.

Prosedur penelitian
Secara umum, penerapan metode penulisan sejarah yang mengacu prosedur penelitian
sejarah, menuntut kejelian dan kemampuan untuk mengkolaborasikan beberapa kerangka/metode
yang telah dipakai oleh penulis sebelumnya. Dalam hal ini, penulis merujuk kepada tulisan
Notosusanto (1971:17) yang memaparkan kerangka penulisan sejarah sebagai berikut :
1. Heuristik, yakni kegiatan menghimpun jejak-jejak sejarah masa lampau.
2. Kritik, yakni menyelidiki apakah itu sejati, baik bentuk maupun isinya.
3. Interpretasi, yakni menetapkan makna dan saling hubungan dari fakta-fakta yang diperoleh.
4. Penyajian, yakni menyampaikan sintesa yang diperoleh dalam bentuk kisah.
Dengan mengacu pada metode diatas, maka langkah penelitian dan penulisan ini adalah
sebagai berikut:

5
Heuristik
Heuristik atau pengumpulan sumber merupakan tahap awal pada metode historis yang
diarahkan pada keadaan penjajakan, pencarian serta pengumpulan sumber yang berkaitan dengan
masalah yang diteliti. Pencarian dan pengumpulan sumber tersebut dapat diperoleh melalui
teknik pengumpulan data yang disebut penelitian pustaka dan teknik wawancara. Sebagai salah
satu kajian sejarah pendidikan, tentunya diperlukan data-data informasi yang valid dan akurat.
Sumber-sumber yang digunakan merupakan sumber primer seperti dokumen arsip dari
instansi terkait dan para informan sebagai pelaku atau saksi peristiwa sejarah. Data tersebut
dikumpulkan dengan teknik wawancara, pencatatan, transliterasi, transkripsi dan penggandaan
(fotocopy) sehingga memudahkan pengecekan kembali.
Disamping menggunakan arsip sebagai sumber primer, sumber sekunder yang menunjang
penelitian berupa buku-buku, hasil penelitian, artikel, makalah yang dapat ditemukan di
perpustakaan Hatta-Sjahrir dan website dan dijadikan sebagai bahan komparasi dalam upaya
menentukan otentitas dan kredibilitas sumber sejarah

Kritik Sumber
Pada tahapan ini, sumber yang telah dikumpulkan pada kegiatan heuristik, dilakukan
penyaringan atau penyeleksian tentunya dengan mengacu pada prosedur yang ada, yakni sumber
yang faktual dan orisiniltasnya terjamin. Kritik sebagai tahapan yang juga sangat penting terbagi
menjadi dua, yakni intern dan ekstern. Notosusanto (1971:20) menegaskan hal ini :
Setiap sumber mempunyai askpek intern dan aspek ekstern. Aspek eksternnya
bersangkutan dengan persoalan apakah sumber itu memang sumber, artinya sumber sejati
yang dibutuhkan. Aspek internnya bertalian dengan persoalan apakah sumber itu dapat
memberikan informasi yang kita butuhkan. Karena itu, penulisan sumber – sumber
sejarah mempunyai dua segi ekstern dan internnya.

Kritik ekstern atau kritik luar dilakukan untuk meneliti keaslian sumber, apakah sumber
tersebut valid, asli dan bukan tiruan. Sumber tersebut utuh dalam arti belum berubah baik
bentuk maupun isinya. Dalam penelitian ini, sumber yang digunakan adalah sumber yang
berkaitan dengan Jejak Pendudukan Jepang di Bannda Naira, 1942-1945. Kritik ekstern hanya
dapat dilakukan pada sumber yang menjadi bahan rujukan penulis. Di samping itu, penilaian
juga didasarkan kepada latar belakang penulisnya dan waktu penulisan. Kritik intern atau kritik
dalam dilakukan untuk menyelidiki sumber yang berkaitan dengan sumber masalah penelitian
dan penulisan ini. Tahapan ini menjadi ukuran sejauhmana obyektifitas penulis dalam
mengelaborasi segenap data atau sumber yang telah diperolehnya, dengan tentunya
mengedepankan prioritas.
Setelah menetapkan sebuah teks otentik, serta referensi pengarang, maka penulis akan
menetapkan apakah kesaksian itu kredibel dan sejauhmana hal tersebut mempengaruhi obyek
kajian. Pada tahapan ini pula kita dapat keabsahan suatu sumber, yang kemudian akan
dikomparasikan sumber yang satu dengan yang lainnya, tentunya dengan masalah yang sama.

Interpretasi
Setelah melalui tahapan kritik sumber, kemudian dilakukan interpretasi atau penafsiran
terhadap fakta sejarah yang diperoleh dalam bentuk penjelasan seobyektif mungkin. Hal ini juga
dipaparkan oleh Gostschalk (1986:96) :

6
Fakta-fakta itu merupakan lambang atau wakil daripada sesuatu byang pernah nyata ada,
tetapi fakta itu tidak memiliki kenyataan obyektif sendiri. Dengan kata lain, fakta-fakta
itu hanya terdapat pada pikiran pengamatan sejarawan. Karenanya disebut subyektif,
yakni tidak memihak sumber, bebas dari seseorang, sesuatu pertama kali harus menjadi
obyek, ia harus menjadi obyek, ia harus mempunyai eksistensi yang merdeka.
Tahapan ini menuntut kehati-hatian dan integritas seorang penulis untuk menghindari
interpretasi yang subyektif terhadap fakta. Hal ini dimaksudkan untuk member arti terhadap
aspek yang teliti, mengaitkan antara fakta yang satu dengan fakta yang lainnya, agar ditemukan
kesimpulan atau gambaran sejarah yang ilmiah.
Historiografi
Historiografi atau penulisan sejarah merupakan tahap akhir dari seluruh rangkaian dari
metode historis. Tahapan heuristic, kritik sumber, serta interpretasi kemudian dielaborasi
sehingga menghasilkan sebuah historiografi. Menurut Abdullah dkk, (1985:15) historiografi
dijelaskan sebagai berikut:
Penulisan sejarah merupakan puncak dari segalanya, sebab apa yang dituliskan itulah
sejarah yang historice recite, sejarah sebagaimana yang dikisahkan. Yang mencoba
mengungkap dan memahami histoire realite, sejarah sebagaimana yang terjadi dan hasil
penulisan inilah yang diebut denganhistorigrafi.
Hasil penulisan tersebut merupakan hasil penemuan dari sumber-sumber yang diseleksi melalui
kritik, kemudian diinterpretasikan lalu disintesa dan selanjutnya disajikan secara dekriptif

Teknik Pengumpulan Data


Studi ini akan menggunakan data atau sumber yang relevan dengan penelitian. Data ini
diperoleh dari penelitian pustaka dan penelitian lapangan. Penelitian pustaka meliputi data-data
yang terkandung di dalam arsip, buku, laporan, makalah, artikel dsb. Data ini diperoleh melalui
kajian pustaka di perpustakaan Hatta-Sjahrir dan laman website. Sementara penelitian lapangan
meliputi:
1. Observasi, pengamatan langsung pada objek penelitian. Dengan observasi maka perlu
pencatatan langsung berkaitan dengan penelitian terutama di lokasi situs sejarah yakni di
Gunung Menangis Desa Rajawali.
2. Wawancara, memberi pertanyaan langsung terhadap informan atau responden yang
berkompeten dalam memberi informasi yang sesuai dengan objek penelitian.

Teknik Analisis Data


Sebagai sebuah karya ilmiah yang kerangka penulisannya mengacu pada aturan-aturan
yang didasarkan pada obyek kajian dan latar belakang keilmuan, yang dalam hal ini adalah
kajian sejarah. Dalam penyusunan tulisan ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif
yang bersifat analitis. Sebagaimana menurut Bogdan dan Taylor dalam Lexy J. Moleong
(1997:3) bahwa “Metode kualitatif dapat didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata tertulis atau lisan orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati “.
Mengingat struktur dan metodologi penulisan sejarah yang sesungguhnya tidak luput dari
kelemahan dan tentunya sangat mempengaruhi, baik obyektifitas penulisan maupun orisinil
penulisan. Dengan demikian, untuk tetap mengedepankan aspek keilmiahan, maka penulis juga
7
tetap merujuk kepada beberapa referensi sebagai acuan untuk menetapkan metodologi penulisan
yang lebih mendekati obyek kajian. Dalam penulisan tentang Jejak Pendudukan Jepang di
Banda Naira, 1942-1945, menggunakan dokumen arsip dan buku-buku yang relevan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Lokasi Penelitian


Banda Naira adalah salah satu Pulau yang berada di Kepualauan Banda, merupakan kota
kecil yang menjadi pusat pemerintahan Kecamatan Banda. Orang Banda menyebut pulau ini
sebagai pulau Naira. Tardapat 6 Desa di Pulau ini, yaitu Desa Nusantara, Desa Dwiwarna, Desa
Kampung Baru, Desa Rajawali, Desa Merdeka dan Desa Tanah Rata. Di Pulau inilah yang
menjadi lokasi penelitian. Misalnya Informan Subuh tingal di Desa Nusantara, Rahma, tinggal
di Desa Kampung Baru, dan situs sejarah pendudukan Jepang berada di Desa Merdeka.
Keenam nama Desa tersebut, 5 diantaranya penamaan desa yang ada di Pulau Naira
tersebut merupakan nama pemberian Muhammad Hatta ketika diasingkan di kota kecil ini.
Gagasan maupun buah pikir Mohammad Hatta ini mencerminkan sebuah cita-cita tinggi bagi
Bangsa Indonesia. Gagasan Kebangsaan Nampak dari nama-nama desa tersebut. Nusantara
merupakan wilayah yang menjadi NKRI, yang setelah Merdeka menjadi sebuah kampung Baru.
serta memiliki Bendera Dwiwarna Merah Putih, dengan lambang kebanggaan Rajawali sebagai
dasar Negara Pancasila yaitu Garuda.
Pulau Naira memiliki luas 19 km² ini termasuk dalam salah satu wilayah Kepualauan
Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Kota terbesarnya, Bandanaira, terletak di
pulau dengan nama yang sama. Sekitar 15.000 jiwa tinggal di kepulauan ini (sumber,
Wikipedia).
Kota ini yang dahulu dikenal sebagai pusat pemerintahan Gubernur VOC abad ke-16,
kini menjadi wilayah Kecamatan saja. Sekarang telah menjadi Pusat Administratif Kecematan
Banda. Kota yang dikenal sebagi pusat Pala dan penuh dengan kisah Sejarah kolonial,
menenggelamkan kisah sejarah yang hampir terlupakan yaitu Pendudukan Jepang, padahal para
penyaksi masih hidup sampai saat ini. Mereka adalah Informan yang merasakan dan menjadi
bagian dari kisah tragis pendudukan Jepang di Banda Naira, 1942-1945.

Kronologi Pendudukan Jepang di Indonesia


Pada 23 Januari 1942, Jepang merebut Balikpapan meskipun terdapat serangan balasan
dari Belanda dan A.S. Selanjutnya Jepang merebut Kendari pada tanggal 25 Januari di Sulawesi,
30 Januari Jepang menyerang Ambon. Pasukan-pasukan KNIL dan Australia menghancurkan
pasokan agar tidak jatuh ke tangan Jepang. Kota Ambon direbut dalam tempo 24 jam.
Pertempuran berlanjut hingga 2 Februari. Sejumlah 90 persen pasukan pertahanan Australia
menjadi korban, banyak diantaranya yang dibantai setelah ditawan.
Pasukan Britania mengevakuasi Malaya dan lari ke Singapura. Tanggal 1 Februari Jepang
merebut Pontianak dan 3 Februari Jepang mengebom Surabaya, memulai serangan udara
terhadap sasaran-sasaran di Jawa. Tanggal 4 Februari Pertempuran Selat Makassar (pertempuran
laut antara Kalimantan dan Sulawesi): Angkatan Udara dan Laut Jepang memaksa Sekutu untuk
mundur hingga ke Cilacap. Jepang maju hingga ke Sulawesi. 6 Februari Jepang mulai
mengebom Palembang. 8 Februari Jepang mulai melakukan serangan utama atas Singapura. 9
Februari Jepang mengebom Batavia, Surabaya dan Malang. 10 Februari Jepang merebut

8
Makassar. 13 Februari Jepang mendaratkan pasukan parasut di Palembang, merebut kota dan
industri minyaknya yang berharga. 15 Februari - Singapura jatuh; 130.000 pasukan di bawah
komando Britania ditawan sebagai tawanan perang. 18 Februari Van Mook, di Australia,
memohon agar pasukan Sekutu melakukan serangan. Bali diduduki Jepang. 19 Februari
Pertempuran Selat Badung (pertempuran laut antara Bali dan Lombok): sebuah satuan kecil
pasukan Jepang memukul mundur pasukan Belanda dan Australia. Jepang mendarat di Bali.
Serangan udara pertama Jepang atas Darwin, Australia. 20 Februari Jepang mendarat di Timor
dan tanggal 24 Februari tentara Jepang telah menguasai Timor.
Pada tanggal 23 Februari Revolusi melawan Belanda dimulai di Aceh dan Sumatra Utara,
dengan dukungan Jepang. Belanda memindahkan Soekarno ke Padang; Soekarno lolos dalam
kekacauan sementara Belanda melakukan evakuasi. Belanda mengevakuasi Sjahrir dan Hatta
dari Banda lewat udara beberapa menit sebelum Jepang mulai mengebom pulau itu. Jepang
mengklaim Timor; pasukan-pasukan Australia terus melakukan perang gerilya. 27 Februari
Pertempuran Laut Jawa: Dalam pertempuran di Laut Jawa dekat Surabaya yang berlangsung
selama tujuh jam, Angkatan Laut Sekutu dihancurkan, kapal-kapal perusak Amerika lolos ke
Australia. Sekutu kehilangan lima kapal perangnya, sedangkan Jepang hanya menderita
kerusakan pada satu kapal perusaknya (Destroyer). Rear Admiral Karel Willem Frederik Marie
Doorman, Komandan Angkatan Laut India-Belanda, yang baru dua hari sebelumnya, tanggal 25
Februari 1942 ditunjuk menjadi Tactical Commander armada tentara Sekutu ABDACOM,
tenggelam bersama kapal perang utamanya (Flagship) De Ruyter. Tanggal 28 Februari 1942,
Tentara Angkatan Darat ke-16 di bawah pimpinan Letnan Jenderal Hitoshi Imamura mendarat di
tiga tempat di Jawa. Pertama adalah pasukan Divisi ke-2 mendarat di Merak,Banten, kedua
adalah Resimen ke-230 di Eretan Wetan, dekat Indramayu dan yang ketiga adalah Divisi ke-48
beserta Resimen ke-56 di Kragan. Ketiganya segera menggempur pertahanan tentara Belanda.
Setelah merebut Pangkalan Udara Kalijati (sekarang Lanud Suryadarma), Letnan Jenderal
Imamura membuat markasnya di sana. Imamura memberikan ultimatum kepada Belanda, bahwa
apabila tidak menyerah, maka tentara Jepang akan menghancurkan tentara Belanda. Pada Maret
1942, pasukan-pasukan Sekutu di Jawa diberitahukan oleh mata-mata bahwa suatu kekuatan
Jepang sejumlah 250.000 sedang mendekati Bandung, sementara kenyataannya kekuatannya
hanya sepersepuluh jumlah itu. Informasi yang keliru itu mungkin merupakan bagian dari alasan
mengapa Sekutu menyerah di Jawa.
Belanda memindahkan kaum Komunis yang ditahan di kamp-kamp penjara di Hindia
Belanda, sebagian dari mereka sejak 1926, ke penjara penjara di Australia ketika Jepang tiba. 1
Maret Pertempuran Selat Sunda: Pasukan invasi Jepang mendarat di Banten. Pasukan invasi
Jepang mendarat di sebelah barat Surabaya. Serangan udara Jepang atas Medan. 5 Maret
Serangan udara Jepang di Cilacap. Jepang masuk ke Batavia. 7 Maret Jepang merebut Cilacap. 7
Maret Rangoon jatuh ke tangan Jepang. 8 Maret Jepang merebut Surabaya. 9 Maret Pada 9
Maret 1942, Gubernur Jenderal Jonkheer Tjarda van Starkenborgh Stachouwer bersama Letnan
Jenderal Hein ter Poorten, Panglima Tertinggi Tentara India-Belanda datang ke Kalijati dan
dimulai perundingan antara Pemerintah Hindia Belanda dengan pihak Tentara Jepang yang
dipimpin langsung oleh Letnan Jenderal Imamura. Imamura menyatakan, bahwa Belanda harus
menandatangani pernyataan menyerah tanpa syarat. Letnan Jenderal ter Poorten, mewakili
Gubernur Jenderal menanda-tangani pernyataan menyerah tanpa syarat.
Dengan demikian secara de facto dan de jure, seluruh wilayah bekas Hindia-Belanda
sejak itu berada di bawah kekuasaan dan administrasi Jepang. Hari itu juga, tanggal 9 Maret
Jenderal Hein ter Poorten memerintahkan kepada seluruh tentara India Belanda untuk juga

9
menyerahkan diri kepada balatentara Kekaisaran Jepang. Para penguasa yang lain, segera
melarikan diri. Dr. Hubertus Johannes van Mook, Letnan Gubernur Jenderal untuk Hindia
Belanda bagian timur, Dr. Charles Olke van der Plas, Gubernur Jawa Timur, melarikan diri ke
Australia. Jenderal Ludolf Hendrik van Oyen, perwira Angkatan Udara Kerajaan Belanda
melarikan diri dan meninggalkan isterinya di Bandung.
Tentara KNIL yang berjumlah sekitar 20.000 di Jawa yang tidak sempat melarikan diri ke
Australia ditangkap dan dipenjarakan oleh tentara Jepang. Sedangkan orang-orang Eropa lain
dan juga warganegara Amerika Serikat, diinternir. Banyak juga warga sipil tersebut yang
dipulangkan kembali ke Eropa. 11 Maret Perlawanan Aceh terlibat dalam pertempuran dengan
Belanda yang sedang mengundurkan diri.12 Maret Jepang mendarat di Sabang. Operasi-operasi
di Aceh selesai sekitar 15 Maret. 12 Maret Jepang tiba di Medan. 18 Maret Jepang merebut
Padang. 28 Maret Pasukan Belanda terakhir di Sumatra menyerah di Kutatjane, di selatan Aceh.
Jepang melarang semua kegiatan politik dan semua organisasi yang ada. Volksraad dihapuskan.
Bendera merah-putih dilarang Angkatan Darat ke-16 Jepang menguasai Jawa; Angkatan Darat
ke-25 di Sumatra (markas besar di Bukittinggi); Angkatan Laut menguasai Indonesia timur
(markas besar di Makassar). Pada April 1942, sekitar 200 tentara Sekutu yang telah melarikan
diri ke bukit-bukit di Jawa Timur dan terus berperang, ditangkap oleh Jepang di bawah perintah
Imamura. Mereka dikumpulkan dan dimasukkan ke kandang-kandang ternak dari bambu, dibawa
dengan kereta-kereta api terbuka ke Surabaya, lalu dibawa ke laut dan dilemparkan ke ikan-ikan
hiu, sementara masih berada di dalam kandangkandang bambu itu. Imamura dinyatakan bersalah
atas kekejaman ini oleh sebuah peradilan militer Australia setelah perang. 7 April Tiga orang
pegawai Radio Hindia Belanda dihukum mati karena memainkan lagu kebangsaan Belanda pada
18 Maret, setelah menyerahnya Belanda. 7 April Jepang merebut Ternate. Jepang mencoba
untuk membentuk gerakan Tiga A; memulai kampanye propaganda. ABDACOM dibubarkan.
Britania dan Amerika membagi tanggung jawab perang: Britania akan mencoba untuk merebut
kembali Malaya dan Sumatra serta Burma. Sisanya di Pasifik dan Indonesia menjadi tanggung
jawab AS (yang bekerja sama dengan Australia). 19 April Jepang merebut Hollandia (kini
Jayapura). 9 Mei Jepang menduduki Lombok. Pada 13 Mei Jepang menduduki Sumbawa. 14
Mei Jepang mendarat di Flores, pendudukan selesai pada 17 Mei. 16 Mei - Jepang menduduki
Sumba.
Pada tanggal 14 Mei di tahun yang sama (1942), Jepang mengirimkan sebuah ultimatum
kepada pemerintah Hindia Belanda, menuntut agar pengaruh dan kehadiran Jepang dibiarkan di
wilayah ini. Perundingan antara Belanda dan Jepang gagal (6/6/1942). Pemerintah Hindia
Belanda menjawab bahwa tidak akan ada konsesi yang akan diberikan kepada Jepang, dan
bahwa semua produk strategis (termasuk minyak dan karet) telah dikontrakkan untuk dikapalkan
ke Britania dan Amerika Serikat.
Soekarno menerima tawaran Jepang untuk mengadakan kampanye publik dan
membentuk pemerintahan yang juga dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan militer
Jepang (7/1942). Soekarno, Mohammad Hatta, dan para Kyai kemudian didekorasi oleh Kaisar
Jepang. Tetapi, pengalaman dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat bervariasi, tergantung di
mana seseorang hidup dan status sosial orang tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang
dianggap penting dalam peperangan, mereka mengalami siksaan, terlibat perbudakan seks,
penahanan sembarang dan hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya. Orang Belanda dan
campuran Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan Jepang.
Volksraad membentuk sebuah milisi Indonesia (7/1942), Jepang mengumumkan
pembentukan sebuah "protektorat" atas Indochina, dan semua semua asset Jepang di Hindia

10
Belanda dibekukan. Pemerintah Belanda di pembuangan menjanjikan untuk mengadakan
konferensi tentang Indonesia setelah perang. Angkatan Laut Belanda di Hindia mulai
dimobilisasi. Pemerintah Hindia Belanda mengirim permintaan kepada Australia untuk
mengirimkan pasukannya ke Ambon dan Timor.
Tanggal 17 Juni (1942) Pemerintah Belanda di pengungsian di London membentuk
dewan konsultatif untuk urusan-urusan Hindia Belanda. Pilihan satu-satunya yang dimiliki
Soekarno dan Hatta adalah pura-pura bekerja sama dengan Jepang. Tujuan akhirnya, sudah tentu,
bukanlah untuk mendukung Jepang, melainkan untuk mendapatkan kemerdekaan untuk
Indonesia. Belakangan, Belanda yang kembali akan mencoba untuk menuduh Soekarno sebagai
kolaborator Jepang guna mendapatkan dukungan Britania dalam menghadapi republik Indonesia
yang baru terbentuk. Sjahrir memimpin gerakan di bawah tanah dari rumah kakak perempuannya
di Cipanas, dekat Bogor. Informasi seringkali dan dengan diam-diam dibagikan Soekarno, yang
mendapatkannya dari lingkaran dalam Jepang, dan Sjahrir. Satuan sisa-sisa tentara KNIL dikirim
ke Kai, Aru dan Kepualuan Tanimbar. Jepang mengumpulkan Soekarno, Hatta, dan Sjahrir di
Jakarta. Soekarno, Hatta, Sjahrir bertemu secara rahasia: Soekarno untuk mengumpulkan massa
untuk kemerdekaan, Hatta untuk menangani hubungan-hubungan diplomatik, Sjahrir untuk
mengkoordinasi kegiatankegiatan bawah tanah. Soekarno menerima tawaran Jepang untuk
menjadi pemimpin pemerintah Indonesia, tetapi bertanggung jawab kepada militer Jepang. 30
Juli Jepang menduduki Kep. Kai dan Aru, setelah sejumlah perlawanan di Kai. 31 Juli Jepang
merebut Kep. Tanimbar sejumlah perlawanan oleh KNIL dan detasemen-detasemen Australia di
Saumlaki. Pesawat pesawat Angkatan Udara Australia dan personilnya tiba di Ambon dan Timor
pada 7 Desember 1942.

Peristiwa Pendudukan Jepang di Banda Naira


Jepang mulai menduduki Banda Naira yaitu pada tanggal 12 April 1942. Sejak itu Jepang
mulai menguasai dan melakukan kekerasan terhadap rakyar Banda. Berikut cuplikan salah satu
sumber primer sejarah lisan yaitu wawancara Tete Subu (umur 70 tahun lebih) di rekam pada
November 2017 yang telah ditranskripsi sebagai berikut:
Pewawancara: Tete, kira-kira Jepang masuk di Banda taon berapa te?
Tete Subu: ”Dia pu taong beta tar tau dia pu taong to, kan Jepang itu dia datang itu
katong mu tau di pu taong katong su lari. Jepang itu pertama dia masuk itu dia bom jam
12 malam, itu yang dong bekeng tugu peringatan itu yang sekarang ada. Itu dia pertama
dia bom disitu, baru katorang dekat saja dikebong siri situ. Jadi bom yang picah di
Banda itu, malam malam itu 2, satu disitu, satu di tita lama yang dong bekeng sekarang
su bekeng baik dia, dia pu kapala itu dia pu tembok su tabala-tabala disitu picah.
Pewawancara: Waktu itu tete umur berapa itu te?
Tete Subu: Beta kira-kira masih umur lima yahun ka apa, sebab orang tua lai masih
gendong-gendong, lari itu masih gendong-gendong belum bisa lari sendiri.
Pewawancara: Kalau Jepang deng Inggris, kira-kira mana paling jahat te?
Tete Subu: Oh Jepang, Jepang yang paling jahat, jepang kol dia duduk di Banda sini dia
kuasai semua masyarakat disini semua dia kuasai, nanti kol beta cerita kamorang
istigfar macam anak-anak parampuang dorang istigfar diri. Kan dorang masuk disini
dorang kekuasaaan disini semua, jadi dorang paki, paki orang pu bini, paki anak-anak
muda, dorang paki. Ada istilahnya panggil pinjam-pinjam, pake, kalo dorang pinjam itu
orang pu bini pake barang dua malam, tiga malam kasi pulang, mar kalo dorang pake

11
itu macam anak-anak muda umur 15 taong dong pake itu selama-lamanya sampai
tongka dapa anak aa itu dong pake.
Pewawancara: Kol sampe dong tar mau te?
Tete Subu: oh pukol tuang ala orang tatua dorang badal abis, apalai lebeh dolo kan
orang tatua dolo paksa anak, kalo anak tra mau dong pukol anak itu. Banyak mahasiswa
su datang tanya-tanya tentang dorang itu Jepang itu beta kas tau, sampe ada apa
Amerika satu perempuan dia di penginapan di pondok saja datang cari tanya beta
mengenai Jepang.
Pewawancara: Teh apa jaman Jepang itu dong makan apa saja, tete dong makan apa?
Tete Subu: o, katong disini makan takaruang.
Pewawancara: Apa-apa saja te?
Tete Subu: Ubi kayu bukan makan dia pu isi saja, dia pu kuli yang malkat ditanah itu,
dia pu isi katong makan, dia pu kuli yang merah itu, kan kalo ubi kayu kapok kan merah,
a itu bekeng sambal, iris-iris dia bekeng samabal. Kulat itu yang malkat di kayu kayu
busuk yang dong pangi kulat talinga tikus itu yang warna merah, aa itu lai makan,
bekeng sambal goreng.
Pewawancara: Batang kaladi lai, te makan?
Tete Subu: Kalo batang kaladi belum pernah makan
Pewawancara: Dia pu bonggol bonggol te?
Tete Subu: aa, kol bonggol itu makan. Trada punya apa-apa disini, sabun mar trada,
anak-anak kecil jua banyak makan pisang saja, umur 1,2 tahun banyak makan pisang
bakar, dari blakang su aman baru dong bisa makan bubur
Pewawancara: dolo dong bekeng dong pu markas itu dimana te?
Tete subu: dong pu markas basar di dorang ini pu rumah pu diatas situ.
Pewawancara: Dimana te?
Tete subu: ada dong pu diatas itu, itu asarama besar pong basar-basar banyak baku
dapa bagini. Gunung menangis itu kan dong gali lombong par bunuh orang sapa yang
terlibat di ini apa ini dorang kasi masuk situ bunuh. Itu bukan gunung managis kata ini,
gunung menangis gali itu lobang.
Pewawancara: berapa lama dorang disini te?
Tete subu: disini mangkali sudah kamorang lia disejarah itu jua tau ka, abis dorang pu
negara itu jatuh, dorang kan pindah semua, menyerah semua.
Pewawancara: Te, di jaman Jepang di Banda itu di pante kasteng dong bikin apa itu?
Tete subu: oh pante kaseteng trada Cuma hanya disitu, sudah pokonya jalan ini trada,
trada apa-apa, trada kegiatan, Cuma dari bawah gunung menangis itu di dorang pu
pagar-pagar kosong, yang dimuka abang Mo dong pu asrama dong pu basar. Itu dong
pake telpon terus sampe dong naik disana gunung 7 sana baru digunung 7 malam orang-
orang jaga, orang masyarakat 2 orang, dorang 1 orang jaga kol ada macam dapa liat
kapal ka, perahu ka balayar malam dong telpon capat, telpong di dorang sini bawah.
Pewawancara: Dolo itu su ada telpon te?
Tete subu: dorang dorang, angkatan-angakatn ini ka, dorang pake telpon dong punya
telpon ka, bukan telpon baginika, dong pu alat ka. Kalo Belanda punya radio besar itu di
apa ni situ apa Benteng Nasau itu, tagal Jepang dia bom itu tra sampe bom jatuh disitu ,
kol dia bom bom itu lewat bagitu, mar tapi dia pu bom kan getar kuat.
Pewawancara: Katanya Bom itu di Rajawali ka te?

12
Tete Subu: tau di Rajawali itu su dari belakang itu su sekutu bom, sekutu su kejar kejar
jepang ini baru dong dapa lia orang pulang dari laut langgar kole kole trus lari pontar
itu, jadi pesawat itu dia bale bom, bom untung bae tra kanal di lorong itu lobangh, jauh
dari lorong-lorong tatutup. Datang pesawat su pigi dorang dapa ingatan disitu ada
lorong orang su masu disitu pi lia bagini lorong su tatutup dong gali, untung baik orang
ada hidup banyak, hidup samua.
Pewawancara: dong pernah kerja-keja paksa par orang-orang Banda lai te?
Tete Subu: ih, paksa, tra mau pukol, yang mati banyak, orang banda waktu itu dapa
paksa pi Ambon kerja di Ambon, yang dong datang bom sekutu, datang bom ada tiga
pesawat itu katorang disana, diskarang ini penginapan apa Darman pu penginapan
katorang disitu. Bom itu dia jatuh dari sisni dari pelabuhan itu trus begitu abis semua
orang masuk dalam got, orang diatas bagini putus tangan, itu nama bom dong bilang
bom sapuh rata yang apa itu, yang ada diatas itu abis samua. Katorang ada baru 5
orang, tambah deng katorang pu bapak pu anak satu ada bantu katorang pu mama aa itu
dia yang mati, katorang yang lima ini hidup katorang pu nene, katorang pu tete,
katorang pu mama deng bapa hidup. Katorang keluar rumah itu orang su maraya
dibawah, bpm su kanal ini, su putus sisa kulit ini saja yang tatahan, tinga bataria tolong,
bataria tolong kasian, dia maraya macam kata langguang bagitu dimana tangan dapa
cakar batu, hela badan su tra bisa.
Pewawancara: Jepang yang paling jahat ka te?
Tete Subu: oe jepang yang paling jahat
Pewawancara: baru ka te katannya kalo dong pu anak parampaung gadis itu, muka-
muka maghrib su dapa sambunyi?
Tete subu: bukan bukan bagitu, itu semua dari pemerintah negeri pu ator katorang
masih dari sini kan lari samua pi di gunung api sana, aa jadi kebetulan pemerintah
negeri itu tata Mayma ini Edi pu bapak, jadi antua barang katong baku blakang bagini
rumah, jadi Jepang su datang pai Coa dulu datang kan, pak Coa datang ee deng
katorang pu motor tempel datang trus singgah disitu dimuka sampai paitua su mulai
tanya ”KAPARA” dong panggil ini pemerintah negeri kapara saja, macam katorang lai
macam kata dong kanal deng katorang pu orang tatua, dorang panggil kapala tra
panggil nama, tapi dong panggil kapala. Antua panggi dorang masuk, masuk baru tanya
”aa kaparda pukul pukul ka gadis gadis muda ka, suda mu bilang apa bilang iya saja,
iya tuan kapala besok ka kita-kita datang, jam 8 datang suda”. Abis dari itu kira-kira
barang satu jam dorang pigi pulang datang di nera sini, baru katorang pu pemerintah
negeri kumpul masyarakat, parampuan parampuan itu semua datang di antua pu rumah.
Datang kumpul baru antua tanya dorang ee ini beta pangi kamorang ini bukan kata suru
kamorang kerja ka apa trada, ini beta panggi kamorang ini, tanya dari kamorang tadi
tata Jo ada datang disini suruh kumpul kamorang perempuan-perempuan gadis muda ini
kumpul samua. Jadi dong tanya bikin apa tuan, antua bilang dorang bagini ni maksud
dorang bagini ini maksud orang datang ini dorang mu pake kamorang, kamorang mau,
ee tra mau tuan, aa kalo tra mau ada satu jalan beta kas jalan keluar par kamorang, jadi
antua bilang beso jam 8 kamorang mesti hadir dimuka dari jam 8, jam 7 kamorang suda
hadir di beta pu rumahsini, mar kamorang datang tra boleh dengan pakaian bersih, tra
boleh deng bagus-bagus, gosok muka arang, pake pakean tarobe-robe, a nanti kamorang
datang beta kurung kamorang kasi kamorang di dapur, nanti dorang su datang deng

13
motor datang sini masuk rumah bor dong mesti tanya mana ka perawan, gadis-gadis,
nanti antua panggel dorang kaluar baru dorang liat ka, suda aa itu nyata beta lia nyata.

Dari hasil wawancara diatas dapat dideskripsikan bahwa tete subu merupakan salah satu
informan kunci yang pernah menyaksikan dan merasakan periode pendudukan Jepang di Banda.
Menurut pengakuan informan bahwa Jepang ada di Banda saat beliau masih berumur 5 tahun, ia
tidak mengetahui saat itu tahun berapa. Ia menceritakan saat Jepang ada di banda ia mendengar
bunyi bom beberapa kali di tengah malam buta sekitar jam 12 malam dan di sinyalir bahwa bom
tersebut berlokasi di Kebun Sirih dan di Tita lama. Dulu ada tugu peringatan tapi saat ini sudah
rusak dan pecah.
Dalam ingatan tete subu (+70 tahun), ia mengisahkan kekejaman Jepang terutama pada
perlakuan terhadap para perempuan Banda. Perempuan Banda yang masih belia ketika itu
mendapat perlakuan yang tidak senonoh dari tentara Jepang. Cara mereka sangat kejam. Tentara
Jepang mendatangai kampung-kampung dan menyuruh para kepala negeri untuk mengumpulkan
gadis-gadis untuk mereka pakai sehari sebelum mereka datang kembali. Jika hari ini datang,
maka besoknya gadis-gadis itu sudah harus siap dikumpulan di rumah kepala negeri. Para kepala
negeri pun mengumpulkan seluruh gadis yang ada dikampung nya, dan menyuruh besok datang
jam 7 pagi sebab jam 8 pagi para tentara Jepang akan datang menggunkaan mereka. Kepala
negeri pun berusaha membantu para perempuan. Kepala negeri menyuruh mereka menggunakan
pakaian yang paling kotor dan robek, muka di suruh pake arang agar tentara jepang tidak tertarik
untuk mereka pakai. Keesokan pagi nya, tentara Jepang datang di rumah kepala negeri dan para
perempuan yang telah berkumpul di ruang dapur diamati satu per satu. Tentara jepang memilih
dan mengambil beberapa dari mereka dan membawa perempuan itu selama dua sampai tiga hari,
bahkan ada yang seminggu dan atau tidak dipulangkan.
Selain itu, teteh Subuh juga menceritakan bahwa saat pendudukan Jepang, kehidupan
ekonomi rakyat penuh penderitaan. Makanan sangat langka, rakyat Banda hanya memakan
umbi-umbian yang dapat mereka peroleh di hutan-hutan. Mereka tidak dapat makan nasi yang
enak. Apa yang mereka dapat dan bisa peroleh itulah yang bisa mereka komsumsi tiap harinya.
Satu ubi jalar atau pisang biasanya mereka bagi dalam satu keluarga, sehingga kata kenyang tak
pernah mereka rasakan ketika itu.
Dalam keadaan lapar, teror bom pun sering terjadi. Pernah suatu ketika ada bom yang
sengaja ditembakkan oleh tentara Jepang di sebuah lubang yang sengaja dibuat oleh rakyat
Banda untuk perlindungan. Orang Banda bersembunyi disana, tapi saat bom menghantam tempat
itu, orang yang tidak sempat masuk lubang, mati seketika. Dan lubang itupun tertutup oleh tanah
diatasnya. Mendengar kejadian itu, dengan senyap orang banda mendatangi lobang itu untuk
mengecek apakah orang yang ada di dalam masih hidup. Setelah menyingkirkan tananh yang
menutupi lubang, seluruh orang yang berlindung semunaya selamat. Kecuali yang ada diluar
lubang.
Saat itu Jepang bermarkas di bawah Gunung Menangis Desa Merdeka sebagaimana yang
di ceritakan oleh tete subuh berdasar kutipan berikut ”Cuma dari bawah gunung menangis itu di
dorang pu pagar-pagar kosong, yang dimuka abang Mo dong pu asrama dong pu basar. Itu
dong pake telpon terus sampe dong naik disana gunung 7 sana baru digunung 7 malam orang-
orang jaga, orang masyarakat 2 orang, dorang 1 orang jaga kol ada macam dapa liat kapal ka,
perahu ka balayar malam dong telpon capat, telpong di dorang sini bawah”. Kutipan tersebut
menjelaskan bahwa di bawah gunung menangis itu, Jepang menjadikan tempat tersebut sebagai

14
pusat patroli dan pengawasan untuk melihat pergerakan musuh baik dari sekutu maupun oleh
rakyat Banda.
Senada dengan itu, hal tersebut juga dirasakan oleh nenek Rahma, wawancarai pada
November 2017. Berikut adalah sebagian petikan wawancara dari Nenek Rahma (+70 tahun):
Pewawancara: Jadi nenek pu kehidupan jaman jepang itu bagaimana?
Nene Rahma: kehidupan waktu jaman jepang sengsara, tra ada uang, makang kasbi beta
pu kaka- kaka dorang yang piara beta kaka sia, kaka pat deng beta jua pakiang tukar
kaeng deng makanan kasbi bagitu tarus sampai abis kaeng, katorang kol tra bagitu mati
tra makang ka.
Pewawancara: biasa tukar dimana?
Nene Rahma: di perek tutra di punama tutra, digunung yang tuakng jualan kasbi itu
nene waunga orang parampuang waunga. Bali bawa piring dolo-dolo pi tukar piring su
abis , pakaiang, kaeng aa sehingga kaeng sisa sadiki robek dua sabalah putih, sabalah
coklat bagitu orang bilang pagi sore dari malarat ka, japang jepang malarat miskin. Kol
skoke su masuk suda, nen eko kaka parampuan lari naik di utang.
Pewawancara: skoke itu apa ne?
Nene Rahma: lari naik diutang sambunyi dibalakang batu, kalo motor dari nera su
datang pangi panilen datang di Banda Besar, lari diutang kaka itu eko pi tinga sandiri
bor jepang bunuh dalam perek itu, ayam jua kalo kukutiek jepang tembak, apali manusia
kol sisa satu, dua oarmg mu dong tra bunuh, eko kapal lari naik diutang sambunyi di
balakng batu, jaman jepang pu sengsara, baomg dia pu makan, makan kasbi, kasbi alus
alus bagini su makan, tanam bor 3 bulan pas dia 6 bulan cabu makan, tra cabu makan,
mati. Lebih skali mati sakit daripada mati lapar kan sengsara kol mati lapar. Itu saja
yang nen pu tau, itu saja. Sengsara jepang itu, waktu itu lamou tra boleh manyala itu su
jaman autralia ka. Lampu katong su bakar, ada blek gula gula itu basar bagini bala di
pu mulu bale muka di tembok bakar lampu pelita sambunyi yang penting ada sombor jua
tra boleh terang, hidup sengsara. Tra bole ada lampu manyala di tiap-tiap itu. Iya lampu
manyala trang trang tra boleh, musti gelap saja. Jadi katong mu akal gelap bagaiman,
abis kalo makan bagini bagini su makan sudah, katong su makan jam-jam bagini, abis
lampu tra ada, kol makan deng ikan tra tasangku kanal tulang ikan tra mampus. Itu saja
nenek pu tau, barang nene masih kecil eko kaka, kaka su basar bagini su muda-muda
nama fatma. Nene nama rahma. Terus kalo katong kol katong iko bapa katong tra
sakolah, mar japang bilang kudomu, sekolah sekolah bagus ka supaya tau baca orang
tra biking tipu. Dong kasi sekolah, guru jepang dan guru indonesia. Hari senin guru
Indonesia, hari selasa guru jepang ajar. Nene sekolah umur 13 tahun ka.

Dalam ingatan nenek rahma yang hampir sama dengan pengakuan tete subuh, bahwa
ketika Jepang berada di Banda kehidupan rakyat Banda begitu menyengsarakan. Nene Rahma
menceritakan bahwa hidup di jaman jepang itu sangat menyiksa. Untuk makan susah, uang pun
tidak ada. Mereka hanya bisa makan apa yang ada seperti ubi yang mereka temukan di hutan.
Atau membeli ubi dengan cara menukar kain. Sebab kain waktu itu pun sangat langka. Keluarga
nene rahma biasanya merobek kain sebelah untuk ditukarkan dengan ubi di hutan Tutra (nama
kampung). Mereka makan apa saja yang bisa dimakan untuk menyambung hidup. Bagi keluarga
nene Rahma, lebih baik mati dibunuh daripada mati kelaparan.
Penderitaan keluarga nene rahma terus berlanjut, beliau mengisahkan untuk keluar dari
rumah pun mereka ketakutan. Saat kecil, nene rahma hidup dengan kedua kaka dan orang

15
tuanya. Beliau mengingat sering lari ke hutan jika mendengar bahwa tentara Jepang akan datang,
mereka bersembunyi di belakang batu guna menghindari ditangkap oleh Jepang. Sebab, menurut
beliau jika ada yang dilihat bergerak (ternak) mereka akan tembak. Begitupun ketika melihat
anak gadis, mereka tangkap dan dibawah pergi. Hal inilah yang membuat keluarga nene rahma
begitu ketakutan, sebab kakanya adalah perempuan.
Pada jaman itu juga, jika malam datang, tak boleh ada pelita. Jika ada yang terlihat
terang, maka tentara Jepang akan mengebom tempat itu. Jadi pada malam hari mereka sudah
tidak ada aktivitas apapun. Mereka makan pada sore nya untuk mencegah kelaparan tengah
malam. Sebab jika malam tiba, gelap gulita, memkasa makan pun pasti kewalahan. Tetapi
walaupun begitu nene rahma masih dapat sekolah jepang di hari selasa, dan sekolah Indonesia di
hari senin.
Beberapa sumber sekunder juga diperoleh dari informan yang diwawancarai yang
mendapat kisah pendudukan Jepang dari cerita orang tuanya. Ustadz Jufri (umur +40), dalam
wawancara (2018) mengatakan bahwa orang tua beliau menjadi salah satu korban penyiksaan
Jepang. Dan tempat penyiksaan dan pembunuhan massal itu berlokasi di Gunung Menangis,
Desa Merdeka. Mereka yang disiksa adalah orang-orang yang membangkang terhadap Jepang
dan yang tidak mau menuruti segala perintah tentara Nippon. Sebelum mereka di bunuh di dalam
Gunung Menangis, mereka disiksa dulu di lapangan sebelah bawah Gunung Menangis. Dalam
pengakuan ayah beliau, mengatakan lebih baik dijajah oleh Belanda daripada Jepang walau
sehari saja. Ini menegaskan bahwa keberadaan Jepang di Banda, penuh kekejaman dan
penyiksaan. Berikut adalah gambar tempat pembunuhan Massal rakyat Banda oleh Jepang:

Gambar: Gunung Menangis


Dokumentasi: Najirah Amsi (15 September 2018)

Gunung Menangis (istilah orang Banda) merupakan situs sejarah peninggalan Jepang
yang masih dapat di temukan saat ini. Letaknya berada di Desa Merdeka, Kecamatan Banda,
Kabupaten Maluku Tengah. Untuk menuju situs ini, harus melewati tangga-tangga ke daerah
perbukitan sekitar 10 meter dengan kemiringan 30 derajat. Lokasi nya berada dalam hutan dan
dibawah pohon besar terlihat lobang gua berdiameter kurang lebih 1 meter. Karena letaknya di
perbukitan, dan masyarakat sekitar sering mendengar tangisan dari gunung tersebut maka oleh

16
masyarakat setempat menamainya Gunung Menangis. Menurut informan (Bapa Imam Desa
Merdeka), tempat ini dijadikan tempat penyiksaan oleh tentara Jepang terhadap rakyat Banda
yang dianggap tidak kooperatif. Didalam Goa buatan tersebut tersebut terdapat dua jalur yang
saat ini telah tertutup oleh tanah. Biasanya goa persembunyian Jepang ini disebut dengan
Bunker.
Sementara itu terdapat Laporan dari Kompas (16 Oktober 2013) yang menulis tentang
Keadaan Perkebunan di Pala setelah ditinggalkan Kolonial Belanda. Dalam laporan tersebut,
kompas mewawancarai salah satu pemilik perkebunanan Pala yang berlokasi di Banda Besar
yaitu Pongky Van den Broeke. Dijelaskan bahwa Para pemilik perkebunan berlisensi itu
disebut perkenier. Setiap lahan setidaknya meliputi areal seluar lebih kurang 40 hektar. Namun,
kini Pongky hanya memiliki satu perkebunan seluas 12,5 hektar di Pulau Lonthoir. Pasalnya
pada 1942 saat pendudukan Jepang, semua perkenier termasuk milik Heer van den Broeke,
kakek Pongky, ditahan Jepang di Makassar, Sulawesi Selatan. Setelah kemerdekaan, mereka
kembali ke Banda. Namun, seluruh areal perkebunan sudah diambil alih pemerintah Indonesia.
Pada 1976, mendiang ayah Pongky meminta ganti rugi. Setelah melalui perjuangan panjang,
pemerintah mengembalikan sebagian perkebunan di Walang Besar kepada keluarga Van Den
Broeke (https://sejutasosok.wordpress.com/2013/10/19/pongky-van-den-broeke-menjadi-
perkenier-pala-banda/).
Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa ketika terjadi Pendudukan Jepang di
Banda, praktis seluruh sendi kehidupan baik ekonomi, sosial, pendidikan dan politik yang
sebelumnya di kuasai oleh pemerintah Belanda langsung dikontrol oleh tentara Nippon Jepang.
Inilah yang kemudian menjadi tolok ukur rakyat Banda untuk membandingkan perlakuan bangsa
Belanda dan Jepang terhadap mereka, para pribumi. Selama lebih 3 tahun pendudukan Jepang,
rakyat Banda berada dalam ketakutan, kekerasan, pelecehan dan ketertindasan.
Suatu pagi di Bulan Maret 1945 Jepang diambang kekalahan, dua pesawat pembom
tentara sekkutu jenis Martin B-26 Marauder yang berbasis di Australia menyerang Banda Naira
sewaktu ratusan penduduk Banda berkumpul di pelabuhan untuk mengiringi pengantin yang
akan berangkat dengan perahu menuju Pulau Rhun. Peswat sekutu tersebut mengira yang
berkumpul di Dermaga Naira adalah pasukan Jepang dengan seketika mereka mejatuhkan bom
bom diatas kumpulan orang-orang itu. Hal itu disebabkan karena beberapa waktu sebelumnya
Pulau Naira dijadikan pangkalan Jepang yang mana terdapat instalasi militer dengan jumlah
tentara yang cukup banyak dan adanya stasiun radio komunikasi (Amin, Isra: 2018)
Dalam peristiwa di Bulan Maret 1945 itu sebanyak 180 orang Banda tewas dan puluhan
lainnya luka berat. Daerah sekitar pelabuhan kawasan Werk Hancur. Karena terkejut dengan
korban yang sangat banyak, mereka yang selamat melarikan diri mencari tempat yang aman.
Areal Pelabuhan penuh dengan potongan-potongan tubuh yang berserakan, ada korban yang
meninggal dan cedera akibat terkena serpihan bom dan ada yang sebagian tertimpa reruntuhan
tembok-tembok bangunan. Jenazah-jenazah itu dikuburkan di Pulau Naira dan Pulau Gunung
Api. Kejadian itu adalah salah satu kerugian dan kesedihan terbesar yang dialami masyrakat
Banda selama masa Perang Dunia II anatar Jepang dengan sekutu periode 1942-1945 (Amin,
Isra: 2018)

Dampak Yang Pendudukan Jepang terhadap Rakyat Banda


Penjajahan Jepang kemudian berakhir setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia yang
berlangsung pada tanggal 17 Agustus 1945. Berlangsungnya penjajahan Jepang selama 3 tahun

17
ternyata menimbulkan banyak sekali pengaruh. Dampak penjajahan Jepang di Indonesia meliputi
dampak positif dan dampak negatif.
Dampak Positif Bidang Politik. Dampak positif pendudukan Jepang dalam bidang politik
ada 4: Pertama, Bahasa Indonesia mulai berkembang dan saat itu bahasa Indonesia menjadi
nomor 2 setelah bahasa Jepang. Kedua, Jepang membentuk BPUPKI dan PPKI sebelum
kekalahannya, hal ini membuat para tokoh-tokoh pelopor bangsa sering berkumpul dan akhirnya
tercetuslah ide tentang Pancasila yang merupakan dasar negara Indonesia. Ketiga, Semangat anti
Belanda saat penjajahan Jepang meningkat sebab Jepang sangat mendukung sikap tersebut,
kemudian menimbulkan rasa nasionalisme berkembang pesat. Keempat, Membuka pintu bagi
para tokoh-tokoh atau lebih tepatnya memanfaatkan tokoh penting bagi kepentingan Jepang.
Tetapi hal tersebut malah sebaliknya, para tokoh memanfaatkan Jepang demi kepentingan bangsa
Indonesia. Khususnya dalam bidang politik. Dampak Negatif Bidang Politik: Dampak
Penjajahan Jepang dalam bidang politik di Indonesia ternyata tidak hanya mengakibatkan
dampak positif, ada juga dampak negatifnya, berikut ini 3 dampaknya, meliputi: (1) Jepang
melarang kegiatan yang berbau politik. (2) Kemudian pemerintah Jepang membubarkan
organisasi-organisasi politik yang sudah ada. (3) Jepang melarang adanya perkumpulan, atau
orang-orang yang mengadakan perkumpulan
Dampak pendudukan Jepang di Indonesia dalam bidang Ekonomi lebih condong ke sisi
negatifnya, banyak sekali kerugian ekonomi yang dialami oleh Indonesia. Berikut ini ulasannya,
antara lain: Dampak Positif Bidang Ekonomi. Dampak positif pada bidang ekonomi khususnya
dalam hal pertanian, Jepang mengenalkan sistem pertanian baru, yaitu line sistem. Sistem ini
digunakan untuk meningkatkan hasil produksi pertanian, tetapi dengan cara yang efisien.
Pengaruh positif lainnya adalah pada saat penjajahan Jepang berdiri koperasi yang memiliki
tujuan bersama antara Jepang dan Indonesia. Dampak Negatif Bidang Ekonomi. Ada 7 dampak
negatif penjajahan Jepang di Indonesia dalam bidang ekonomi, meliputi : (1) Terjadinya krisis
ekonomi dan inflasi yang sangat merugikan masyarakat. (2) Kegiatan ekonomi dilakukan hanya
untuk kepentingan perang. (3) Seluruh sumber daya alam dan bahan mentah digunakan untuk
kegiatan perang Jepang. (4) Jepang menerapkan sistem ekonomi yang sangat ketat dan terdapat
sanksi bagi yang melanggarnya. (5) Pemerintah Jepang mengeksploitasi seluruh sumber daya
alam dan sumber daya manusia untuk kegiatan perang. (6) Mengambil barang-barang dari
masyarakat seperti pakaian, makanan dan pembekalan lainnya tanpa adanya ganti rugi. (7)
Menerapkan sistem autarki yakni memenuhi segala kebutuhan daerah sendiri untuk menunjang
perang.
Dampak Positif Bidang Sosial: Pertama, Berkembangnya kinrohosi, yang dalam bahasa
Indonesia berarti kerja bakti secara bersama-sama di lingkungan masyarakat. Kedua, Tumbuhnya
sikap, keyakinan atau kesadaran yang sangat tinggi mengenai "harga diri". Hal ini semua karena
didikan saat Penjajahan Jepang. Ketiga, Meningkatkan rasa nasionalisme bangsa dan sikap
persatuan kesatuan dalam mengusir segala penjajahan di Indonesia. Keempat, Saat Penjajahan
Jepang, dibentuk strata atau tingkatan kedudukan dari paling bawah sampai paling tinggi dalam
masyarakat. Tingkatan tersebut sekarang masih kita pakai meliputi, RT, RW dst. Dampak
Negatif Bidang Sosial: (1) Banyak terjadi kegiatan kriminal seperti pemerkosaan dan
perampokan. (2) Pembatasan dan pengawasan pers yang sangat ketat, sehingga tidak terdapat
pers yang bersifat Independent. (3) Terjadinya kegiatan Romusa yang mengakibatkan rakyat
hidup sengsara dan miskin. (4) Adanya kegiatan Jugun Ianfu yang artinya wanita Indonesia
(muda) saat penjajahan Jepang banyak digunakan sebagai wanita penghibur bagi para tentara
atau orang Jepang yang ada di Indonesia.

18
Dampak Positif Bidang Pendidikan: (1) Pada bidang pendidikan di Indonesia
diperkenalkan sistem Nipon Sentris. (2) Penggunaan bahasa Indonesia dalam pendidikan atau
pengajaran. (3) Diperkenalkannya kegiatan upacara di Sekolah kemudian sampai sekarang masih
dilakukan kegiatan tersebut. (4) Mendirikan beberapa tingkatan sekolah meliputi Sekolah Dasar
(6 tahun), Sekolah Menengah Pertama (9 tahun) dan Sekolah Menengah Atas/SLTA. Dampak
Negatif Bidang Pendidikan: (1) Menurunnya jumlah sekolah, sebelum kedatangan Jepang
berjumlah 21.500 kemudian menjadi 13.500. (2) Menurunnya jumlah murid karena disebabkan
dari beberapa kebijakan Jepang. Jumlah muri berkurang 30%. (3) Menurunnya jumlah guru SD
sebesar 35% dan guru SMP yang masih aktif sebesar 5% dari sebelumnya. (4) Angka buta huruf
meningkat akibat menurunnya jumlah anak sekolah (Sagimun, 1989)
Dampak Positif Bidang Militer: (1) Dibentuknya Organisasi Semi Militer, meliputi :
Seinendan, Keibodan, Fujinkai, Jibakutai. (2) Dibentuknya Organisasi Militer terdiri dari Heiho
dan PETA. (3) Dari dibentuknya Organisasi tersebut membuat pemuda-pemuda mengenal dan
mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan militer dan selanjutnya digunakan saat waktunya
tiba. Baik untuk merebut kemerdekaan atau pun mempertahankan pertahanan. Dampak Negatif
Bidang Militer adalah Banyak terjadi pelanggaran HAM yang dilakukan Jepang, hal ini
disebabkan karena hukuman yang sangat keras dilakukan Jepang terhadap siapa saja yang
melanggar dan menentang pemerintahan jepang di Indonesia.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
1. Kronologi Pendudukan Jepang di Indonesia mulai dari menguasai Tarakan, Kalimantan
Timur pada tanggal 23 Januari 1942, berturut turut Kendari, Sulawesi (25/01/1942), Ambon
(30/01/1942), Pontianak (01/02/1942), Surabaya (03/02/1942), Palembang (06/02/ 1942),
Makassar (10/02/1942), Bali (19/02/1942), Aceh 23/02/1942), Banten (01/03/1942), Batavia
(05/03/1942), Ternate (07/04/1942), Jepang mulai menduduki Banda Naira yaitu pada
tanggal 12 April 1942, Jayapura (19/04/1942), Pada Bulan Mei Jepang menguasai Lombok,
Flores, Sumbawa. Selanjutnya Seluruh wilayah Indonesia di duduki dan dikuasai Jepang.
2. Peristiwa yang terjadi pada periode Pendudukan Jepang di Banda Naira antaralain
Pemboman di Naira (Kebun Sirih dan Tita Lama), Penyiksaan dan Pembunuhan massal di
Gunung Menangis (Desa Merdeka), Pelarian dan persembunyian di hutan (Desa Tutra dan
Gunung Api), Perbudakan sex (Jugun Ianfu) di Naira, kekurangan bahan pangan, makanan
dan pakaian, pembuatan lubang perlindungan, serta adanya posko pengawasan pendudukan
Jepang yang berpusat di Desa Merdeka
3. Dampak yang ditimbulkan pendudukan Jepang di Banda meliputi, ekonomi (langkanya
bahan makanan dan pakaian), sosial (timbulnya perbudakan sex dan penyiksaan), politik
(masyarakat bersembunyi dan dilarang berkumpul), dan Pendidikan (anak-anak
disekolahkan).
Saran
1. Penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan pertama di Banda tentang Pendudukan Jepang,
olehnya itu masih perlu penggalian data yang lebih massif. Supaya informasi dan sumber
dapat tersedia.

19
2. Dapat diusulkan menjadi proyek sejarah lisan pendudukan Jepang di Maluku, mengingat
sumber tertulis tentang Jepang di Maluku sangat terbatas.
Daftar Pustaka
Abdullah, Taufik dan Surmihardjo, Abdurrachman. Ilmu Sejarah dan Historiografi, Arah dan
Perspektif. Diterbitkan dengan kerjasama Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial (YIIS) dan
LEKNAS LIPI, Jakarta: Gramedia
Amsi, Najirah. 2008. Kebijakan Politik Ekonomi Pendudukan
Jong, L. D. DR., (ed) 1987. Pendudukuan Jepang di Indonesia; Suatu Ungkapan Berdasarkan
Dokumentasi Pemerintahan Belanda, (disunting oleh Dr. Arifin Bey), Jakarta: Kesaint
Blanc.
Lapian, A.B dan Chaniago JR., 1988. Dibawah Pendudukan Jepang: Kenangan Empat Puluh
Dua Orang Mengalaminya. Jakarta: Arsip Nasional Indonesia.
Kuntowijoto, 1994. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya
Kartodirdjo, Sartono. 1984, Pemberontakan Petani Banten 1888: Kondisi, JalanPersitiwa, dan
Kelanjutannya (sebuah studi kasus Gerakan Sosial di Indonesia). Jakarta: Pustaka Jaya.
MD, Sagimun. 1989. Peranan Pemuda Dari Sumpah Pemuda Sampai Dengan Proklamasi.
Jakarta: Bina Aksara.
Notosusanto, Nugroho. 1971. Norma – Norma Dasar Penelitian dan Penulisan Sejarah,
Indonesia : Dephankam
Ojong, P.K, 2005. Perang Pasifik. Jakarta; Kompas
Zed, Mestika, 2005, Giyugun; Cikal Bakal Tentara Nasional di Sumatera. Jakarta: LP3ES.

20
21

Anda mungkin juga menyukai