PERSALINAN PRETERM
Pembimbing:
Disusun oleh :
PENDAHULUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Klasifikasi
Ada empat penyebab utama untuk kelahiran kurang bulan di Amerika Serikat:2
1. Pelahiran atas indikasi ibu atau janin sehingga persalinan diinduksi atau bayi
dilahirkan dengan pelahiran caesar prapersalinan.
2. Persalinan kurang bulan spontan takterjelaskan dengan selaput ketuban utuh.
3. Ketuban pecah dini preterm (PPROM) idiopatik.
4. Kelahiran kembar dan multijanin yang lebih banyak.
Pada kelahiran kurang bulan, 30% sampai 35% terindikasi, sebanyak 40% hingga
45% dikarenakan persalinan kurang bulan spontan, dan 30% sampai 35% mengikuti
ketuban pecah dini (Goldenberg dkk., 2008b). Memang, peningkatan angka kelahiran
kurang bulan tunggal di Amerika Serikat disebabkan oleh peningkatan angka kelahiran
kurang bulan terindikasi (Ananth dkk., 2005).2
3
pecah dini dan persalinan kurang bulan spontan, yang bersama-sama menyebabkan 70%
sampai 80% kelahiran kurang bulan. Terakhir, menurut data dari Martin dkk., (2006), kira-
kira satu dari enam kelahiran kurang bulan di Amerika Serikat merupakan kehamilan
kembar atau kehamilan multijanin yang lebih banyak. Misalnya, pada tahun 2004, terdapat
508.356 kelahiran kurang bulan, dan 86.116 atau 17% diantaranya merupakan kehamilan
multijanin. Sebagian besar kehamilan tersebut dicapai dengan penggunaan obat-obatan
penginduksi ovulasi dan bantuan teknologi reproduksi.2
4
persalinan kurang bulan dan agen-agen progestasional mencegah persalinan kurang bulan,
penurunan konsentrasi progesteron lokal mungkin berperan.2
Merokok, pertambahan berat badan ibu yang tidak adekuat, dan penggunaan
narkoba berperan penting pada insiden dan hasil akhir pelahiran neonatus berberat badan
lahir rendah. Selain itu, Ehrenberg dkk., (2009) menemukan bahwa perempuan gemuk
yang berisiko untuk kelahiran kurang bulan memiliki angka kejadian pelahiran kurang
bulan sebelum usia kehamilan 35 minggu yang lebih rendah, dibandingkan perempuan
berisiko dengan berat badan normal. Beberapa efek ini tidak diragukan lagi karena
penghambatan pertumbuhan janin, namun Hickey dkk., (1995) mengaitkan kenaikan berat
badan prenatal secara khusus dengan kelahiran kurang bulan. Faktor maternal lainnya yang
terlibat meliputi usia ibu terlalu muda atau terlalu tua, kemiskinan, bertubuh pendek,
kekurangan vitamin C, dan faktor pekerjaan, seperti bejalan atau berdiri lama, kondisi
kerja yang berat, dan jam kerja mingguan terlalu panjang (Casanueva, 2005; Gielchinsky,
2002; Kramer, 1995; Lukas, 1995; Meis, 1995; Satin dkk., 1994).2
5
Faktor psikologis seperti depresi, cemas, dan stress kronik telah dilaporkan terkait
dengan kelahiran kurang bulan (Cooper, 1996; Li, 2008; Littleton, 2007; Mercer, 2002;
dkk.) Neggers dkk., (2004) menemukan hubungan yang signifikan antara berat badan lahir
rendah dengan kelahiran kurang bulan pada wanita yang cedera akibat kekerasan fisik.2
Di Amerika Serikat dan Inggris, wanita yang masuk golongan berkulit hitam,
Afrika-Amerika dan Afro-Karibia, secara konsisten dilaporkan berisiko tinggi untuk
kelahiran kurang bulan (Goldenberg dkk., 2008b). Asosiasi lainnya termasuk status sosial
ekonomi dan status pendidikan yang rendah. Lu dan Chen (2004) menggunakan survei
kooperatif pemerintah pusat dan negara bagian, Sistem Pemantauan Penilaian Risiko
Kehamilan (Pregnancy Risk Assessment Monitoring System/PRAMS), untuk mempelajari
peristiwa kehidupan yang menyebabkan stres dalam populasi minoritas wanita hamil dan
menemukan hal ini tidak berhubungan dengan kelahiran kurang bulan. Kistka dkk., (2007)
menggunakan data negara bagian Missouri untuk menganalisis kesenjangan ras yang tidak
tergantung dengan faktor risiko medis dan sosial ekonomi; menemukan bahwa wanita kulit
hitam memiliki peningkatan risiko kelahiran kurang bulan berulang. Para penulis
menyiratkan bukti adanya peningkatan risiko intrinsik kelahiran kurang bulan pada
populasi ini.2
Penelitian mengenai bekerja dan aktivitas fisik yang berhubungan dengan kelahiran
kurang bulan telah membuahkan hasil yang bertentangan (Goldenberg dkk., 2008b).
Namun, terdapat beberapa bukti bahwa jam kerja yang panjang dan kerja fisik yang berat
mengkin berhubungan dengan peningkatan risiko kelahiran kurang bulan.2
Kelahiran kurang bulan yang bersifat rekuren, berhubungan dengan keluarga dan
ras telah menimbulkan pendapat bahwa genetika mungkin memainkan peran penyebab
(Anum, 2009; Lie 2006; Ward, 2005, dkk.) Semakin banyak literature mengenai varian
6
genetik yang menopang konsep ini (Gibson, 2007; Hampton, 2006; Li, 2004; Macones,
2004; dkk.) Beberapa studi tersebut juga melibatkan gen imunoregulator yang
memperparah korioamnionitis dalam kasus kelahiran kurang bulan akibat infeksi. (Varner
dan Esplin, 2005).2
Rentang waktu yang pendek antara kehamilan satu dengan lainnya telah diketahui
selama beberapa waktu berkaitan dengan hasil perinatal yang buruk. Dalam meta-analisis
baru-baru ini, Conde-Agudelo dkk., (2006) melaporkan bahwa rentang waktu yang lebih
pendek dari 18 bulan dan lebih panjang dari 59 bulan dikaitkan dengan peningkatan risiko
kelahiran kurang bulan dan bayi kecil masa kehamilan.2
Faktor risiko utama persalinan kurang bulan adalah riwayat kelahiran kurang bulan
(Spong, 2007). Kejadian kelahiran kurang bulan berulang pada hampir 16.000 wanita yang
7
melahirkan di Rumah Sakit Parkland (Bloom dkk., 2001). Risiko kelahiran kurang bulan
berulang, untuk wanita yang pelahiran pertamanya kurang bulan, meningkat tiga kali lipat
dibandingkan dengan wanita yang bayi pertamanya lahir aterm. Lebih dari sepertiga
wanita yang dua kelahiran sebelumnya kurang bulan kemudian melahirkan bayi ketiga
yang kurang bulan juga. Sebagian besar (70%) kelahiran berulang pada penelitian ini
terjadi dalam kurun waktu 2 minggu dibandingkan usia kehamilan persalinan kurang bulan
sebelumnya. Pentingnya lagi, penyebab pelahiran kurang bulan sebelumnya juga
berulang.2
Meskipun wanita dengan kelahiran kurang bulan sebelumnya jelas berisiko untuk
rekurensi, mereka hanya merupakan 10% dari total kelahiran kurang bulan pada penelitian
ini. Dengan kata lain, 90% kelahiran kurang bulan di Parkland Hospital tidak dapat
diprediksi berdasarkan riwayat kelahiran kurang bulan. Berdasarkan sertifikat kelahiran
Amerika Serikat baru, yang telah diperbaharui pada tahun 2003, diperkirakan bahwa
sekitar 2,5% wanita yang melahirkan pada tahun 2004 memiliki riwayat kelahiran kurang
bulan sebelumnya (Martin dan Menacker, 2007). Riwayat senggama selama awal
kehamilan, yang dilaporkan sendiri oleh partisipan, tidak berhubungan dengan peningkatan
risiko kelahiran kurang bulan berulang (Yost dkk., 2006).2
2.3.9 Infeksi
Goldenberg dkk., (2008b) telah meninjau peran infeksi pada kelahiran kurang
bulan. Telah dihipotesiskan bahwa infeksi intrauteri memicu persalinan kurang bulan
akibat aktivasi sistem imun bawaan. Dalam hipotesis ini, mikroorganisme menyebabkan
pelepasan sitokin inflamasi, seperti interleukin dan TNF, yang kemudian merangsang
produksi prostaglandin dan/atau matrix degrading enzyme. Prostaglandin merangsang
kontraksi Rahim sedangkan degradasi matriks ekstraseluler pada membran janin
menyebabkan ketuban pecah dini kurang bulan. Diperkirakan 25% sampai 40% kelahiran
kurang bulan diakibatkan infeksi intrauteri. Kemungkinan rute infeksi intrauteri
diperlihatkan pada Gambar 1.2
8
Gambar 1. Kemungkinan rute infeksi intrauteri.2
9
ini secara khusus menargetkan spesies mikoplasma. Morency dan Bujold (2007)
melakukan meta-analisis terhadap 61 artikel dan menyatakan bahwa antimikroba yang
diberikan pada trimester kedua dapat mencegah kelahiran kurang bulan berikutnya.
Andrew dkk., (2006) melaporkan hasil uji coba interkonsepsional tersamar ganda dari
Universitas Alabama di Birmingham. Terapi azitromisin ditambah metronidazol diberikan
setiap 4 bulan pada 241 wanita tidak hamil yang kehamilan terakhirnya berakhir dengan
pelahiran spontan sebelum 34 minggu. Sekitar 80% wanita yang hamil kembali telah
menerima obat-obat tersebut dalam kurun waktu 6 bulan terhitung dari konsepsi mereka
selanjutnya. Terapi antimikroba interkonsepsional tersebut tidak mengurangi angka
kelahiran kurang bulan berulang. Tita dkk., kerja (2007) melakukan analisis subgroup dari
data yang sama dan menyimpulkan bahwa penggunaan antimikroba seperti itu mungkin
berbahaya. Dalam studi lain, Goldenberg dkk., (2006) merekrut 2.661 wanita secara acak
di empat lokasi Afrika untuk diterapidengan plasebo atau eritromisin ditambah
metronidazol ketika usia kehamilan antara 20 dan 24 minggu, diikuti dengan ampisilin
ditambah metronidazol selama persalinan. Regimen antimikroba ini tidak mengurangi
tingkat kelahiran kurang bulan ataupun korioamnionitis histologis.2
Pada kondisi ini, flora vagina yang normal, dominan Lactobacillus yang
memproduksi hydrogen peroksida, digantikan dengan kuman anaerob, meliputi Gardenela
vaginalis, Mobiluncus species, dan Mycoplasma hominis (Hillier dkk., 1995; Nugent dkk.,
1991). Dengan pewarnaan Gram, konsentrasi relatif dari karakteristik morfotipe bakteri
penyebab vaginosis bakterialis ditentukan dan dinilai sebagai skor Nugent.2
10
Dari seluruh penelitian tersebut, tampaknya tidak ada keraguan bahwa perburukan
flora vagina terkait dengan suatu cara dengan kelahiran kurang bulan spontan. Sayangnya,
sampai saat ini, penapisan dan terapi belum dapat mencegah kelahiran kurang bulan.
Memang, resistensi mikroba atau perubahan flora vagina akibat antimikroba telah
dilaporkan sebagai hasil dari regimen yang digunakan untuk menyingkirkan vaginosis
bakterialis (Beigi,dkk., 2004; Carey dan Klebanoff, 2005). Okun dkk., (2005) meninjau
laporan sistematik mengenai penggunaan antibiotik untuk vaginosis bakterialis dan
Trichomonas vaginalis. Mereka tidak menemukan bukti pendukung penggunaan
antimikroba tersebut untuk mencegah kelahiran kurang bulan baik pada wanita berisiko
rendah maupun tinggi.2
2.4 Mekanisme
Persalinan terjadi akibat perubahan dramatis pola kontraktilitas uterus yaitu dari
kontraktur menjadi kontraksi. Hal ini dapat terjadi secara fisiologis pada persalinan aterm
atau diinduksi oleh kejadian patologis seperti infeksi atau pembedahan intraabdominal.
Kontraksi timbul akibat peningkatan komunikasi antar sel yaitu melalui pembentukan gap
juction, koneksin-43 pada miometrium. Selain itu, hormon estrogen, progesteron, dan
prostaglandin berperan serta dalam pengaturan pembentukan gap juction dan ekspresi
koneksin-43.Secara umum, 3 tahap perkembangan pada miometrium tikus hamil adalah:1
11
1. Proliferatif
Proliferatif ditandai dengan peningkatan miosit dan ekspresi protein antiapoptosis
miometrium (BCL2 dan BCL2L1). Perpindahan fase dari proliferatif menjadi
sintetik diatur oleh kapkase 3.
2. Sintetik
Sintetik terjadi saat sel miometrium mengalami hipertrofi dengan peningkatan rasio
protein/DNA pada pertengahan kehamilan. Tahap ini ditandai dengan sekresi yang
tinggi dari protein matriks ekstraseluler miosit, khususnya kolagen I dan III serta
kaldesmon. Perpindahan fase sintetik menjadi kontraktil ditandai oleh penurunan
kadar progesteron.
3. Kontraktil
Kontraktil terjadi saat akhir kehamilan dengan rendahnya ekspresi protein matriks
interstitial dan tingginya ekspresi komponen membran basal (laminin dan kolagen
IV).
12
2.4.3 Aktivasi Membran/Desidua
Aktivasi matriks metaloproteinase dan protease lain berperan dalam proses ruptur
membran dan persalinan dengan membran utuh. Pada persalinan preterm dengan KPD
terjadi peningkatan MMP-1 (kolagenase interstitial), MMP-8 (kolagenase neutrofil),
MMP-9 (gelatinase-B), dan elastase neutrofil di cairan amnion.1
13
prostaglandin EP1 hingga EP4 dan plasma janin (FP). Selain itu, prostaglandin
menginduksi sintesis MMP oleh sel dan membran janin pada serviks uterus dan PGE2.
PGF2ɑ meningkatkan rasio ekspresi reseptor progesteron (PR-A/PR-B).1
2.5 Diagnosis
Cara utama untuk mengurangi risiko persalinan preterm dapat dilakukan sejak
awal, sebelum tanda-tanda persalinan muncul. Dimulai dengan pengenalan pasien yang
berisiko, untuk diberikan penjelasan dan dilakukan penilaian klinik terhadap persalinan
preterm serta pengenalan kontraksi sedini mungkin, sehingga tindakan pencegahan dapat
segera dilakukan. Pemeriksaan serviks tidak lazim dilakukan pada kunjungan anternatal,
sebenarnya pemeriksaan tersebut mempunyai manfaat cukup besar dalam meramalkan
terjadinya persalinan preterm. Bila dijumpai serviks pendek (<1 cm) disertai dengan
pembukaan yang merupakan tanda serviks matang/inkompetensi serviks, mempunyai
risiko terjadinya persalinan preterm 3-4 kali.3
14
Beberapa indikator dapat dipakai untuk meramalkan terjadinya persalinan preterm,
sebagai berikut:
Indikator klinik
Indikator klinik yang dapat dijumpai seperti timbulnya kontraksi dan pemendekan
serviks (secara manual maupun ultrasonografi). Terjadinya ketuban pecah dini juga
meramalkan akan terjadinya persalinan preterm.3
Indikator laboratorik
Beberapa indikator laboratorik yang bermakna antara lain adalah: jumlah leukosit
dalam air ketuban (20/ml atau lebih), pemeriksaan CRP (>0,7 mg/ml), dan
pemeriksaan leukosit dalam serum ibu (>13.000/ml).3
Indikator biokimia
- Fibronektin janin: peningkatan kadar fibronektin janin pada vagina, serviks dan
air ketuban memberikan indikasi adanya gangguan pada hubungan antara
korion dan desidua. Pada kehamilan 24 minggu atau lebih, kadar fibronektin
janin 50 ng/ml atau lebih mengindikasikan risiko persalinan preterm.3
- Corticotropin releasing hormon (CRH): peningkatan CRH dini atau pada
trimester 2 merupakan indikator kuat untuk terjadinya persalinan preterm.3
- Sitokin inflamasi: seperti IL-1ß, IL-6, IL-8, dan TNF-ɑ telah diteliti sebagai
mediator yang mungkin berperan dalam sintesis prostaglandin.3
- Isoferitin plasenta: pada keadaan normal (tidak hamil) kadar isoferitin sebesar
10 U/ml. Kadarnya meningkat secara bermakna selama kehamilan dan
mencapai puncak pada trimester akhir yaitu 54,8 ± 53 U/ml. Penurunan kadar
dalam serum akan berisiko terjadinya persalinan preterm.3
- Feritin: Rendahnya kadar feritin merupakan indikator yang sensitif untuk
keadaan kurang zat besi. Peningkatan ekspresi feritin berkaitan dengan
berbagai keadaan reaksi fase akut termasuk kondisi inflamasi. Beberapa
peneliti menyatakan ada hubungan antara peningkatan kadar feritin dan
kejadian penyulit kehamilan, termasuk persalinan preterm.3
- IGF Binding Protein-1 atau Placental Alpha-microglobulin-1 (PAMG-1)
Pemeriksaan IGF binding protein-1 atau PAMG-1 dari cairan vagina berfungsi
jika pada pemeriksaan fisik tidak terlihat KPD preterm. Keefektifan
memprediksi risiko persalinan preterm dalam 7 hari dan 14 hari sudah diuji
dengan sensitivitas 100% dan 100%, spesifisitas 95% dan 98%, PPV 75% dan
15
88%, NPV 100% dan 100%. Perempuan dengan risiko persalinan preterm pada
usia kehamilan antara 20 dan 36 minggu yang membran amnionnya intak dan
dilatasi serviks ≤3 cm disarankan melakukan pemeriksaan PAMG-1. PAMG-1
disekresi oleh desidua plasenta ke dalam kantung amnion, sehingga digunakan
sebagai alat prediksi yang lebih akurat. Transudasi PAMG-1 terjadi melalui
membran korioamnion saat kontraksi uterus berlangsung. Sementara itu,
degradasi matriks ekstraseluler pada membran janin akibat inflamasi akan
menyebabkan pelepasan PAMG-1.1
Pemeriksaan Panjang serviks dengan USG Transvaginal
Penilaian USG transvaginal dilakukan pada ibu usia kehamilan ≥30 minggu dengan
kecurigaan persalinan preterm. Penilaian bertujuan untuk mengukur panjang
serviks sebagai tes diagnostik memperkirakan kejadian persalinan dalam 48 jam ke
depan. ACOG menentukan cut-off panjang serviks yang berhubungan dengan
persalinan preterm adalah kurang dari 25 mm.1
Menurut rekomendasi National Institute for Health and Care Excellence (NICE),
saat tepat untuk skrining pemeriksaan panjang serviks pada perempuan dengan
kehamilan 18-24 minggu. Indikasi pemeriksaan USG transvaginal adalah adanya
gejala kontraksi uterus, hasil pemeriksaan USG abdominal curiga panjang serviks
pendek, dan terdapat beberapa faktor risiko persalinan preterm. Jika panjang
serviks ≤25 mm pertimbangkan pemasangan sirklase serviks dan memberikan
progesteron hingga usia kehamilan 36 minggu, namun jika panjang serviks >25
mm, tidak perlu tindakan sirklase serviks.1
Sebuah meta-analisis mengemukakan bahwa pemeriksaan USG transvaginal
panjang serviks dengan hasil <25 mm pada usia kehamilan <24 minggu dapat
memprediksi persalinan preterm pada usia <35 minggu dengan sensitivitas 60,3%,
spesifisitas 78,5%, PPV 41,4%, dan NPV 88,7%. Bolotskikh, dkk. Menunjukkan
sensitivitas, spesifisitas, PPV, dan NPV pemeriksaan panjang serviks <25 mm
memprediksi persalinan preterm dalam 7 hari adalah 83%, 59%, 22%, dan 96%.
Sedangkan sensitivitas, spesifisitas, PPV, dan NPV persalinan preterm dalam 14
hari adalah 79%, 59%, 24%, dan 94%. Kumari, dkk. Menemukan 52,9% dari 34
perempuan dengan panjang serviks <25 mm melahirkan dalam 2 hari dan 14,7%
melahirkan dalam hingga 7 hari (likelihood ratio/LHR 2,28).1
16
2.7 Pencegahan Kelahiran Kurang Bulan
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan preterm antara
lain sebagai berikut:1
Ada sedikitnya tiga kondisi untuk memasang cerclage dalam mencegah kelahiran
kurang bulan. Pertama, cerclage dapat digunakan pada wanita yang memiliki riwayat
keguguran berulang pada midtrimester dan yang terdiagnosis memiliki inkompetensi
serviks. Kondisi kedua adalah wanita dengan seviks yang pendek yang diidentifikasi
selama pemeriksaan sonografi. Indikasi ketiga adalah cerclage sebagai “penyelamat”,
dilakukan secara darurat jika inkompetensi serviks ditemukan pada wanita dengan
ancaman persalinan kurang bulan.2
17
bulan berulang dapat dicegah pada kelompok wanita yang memiliki riwayat pelahiran
kurang bulan sebelumnya.2
Riwayat perembesan cairan vagina, baik sebagai aliran kontinu atau menyembur,
seharusnya dilakukan pemeriksaan spekulum untuk memvisualisasikan genangan cairan
amnion di vagina, cairan bening dari kanalis servisis uteri, atau keduanya. Konfirmasi
ketuban pecah biasanya disertai dengan pemeriksaan sonografi untuk menilai volume
cairan ketuban, mengidentifikasi bagian terbawah, dan jika belum ditentukan sebelumnya,
untuk memperkirakan usia kehamilan. Cairan amnion sedikit bersifat basa (pH 7,1-7,3)
dibandingkan dengan cairan vagina (pH 4,5-6,0); sering digunakan sebagai dasar
pengujian pH untuk kasus pecah ketuban. Darah, air mani, antiseptik, atau vaginosis
bakterialis, bagaimanapun juga, semua bersifat alkali dan dapat memberikan hasil positif
palsu.2
18
2.8.3 Penatalaksanaan Ekspektatif
Risiko ibu dan janin bervariasi berdasarkan usia kehamilan saat ketuban pecah.
Morales dan Talley (1993b) menatalaksana secara ekspektasi 94 kehamilan tunggal
dengan ketuban pecah sebelum usia kehamilan 25 minggu. Interval waktu rata-ratanya
adalah 11 hari. Walaupun 41% bayi bertahan hidup hingga usia 1 tahun, hanya 27% yang
memiliki kondisi neurologi normal. Hasil serupa juga dilaporkan oleh Farooqi (1998) dan
Winn dkk., (2000) Lieman dkk., (2005) tidak menemukan perbaikan hasil akhir pada
neonatus dengan penatalaksanaan ekspektatif yang dilakukan setelah 33 minggu.
Sebaliknya, McElrath dkk., (2003) menemukan bahwa waktu yang berkepanjangan setelah
ketuban pecah tidak berhubungan dengan peningkatan insiden cedera neurologis pada
janin.2
Volume cairan amnion yang tersisa setelah ketuban pecah tampaknya memiliki
kepentingan prognostik bagi kehamilan berusia sebelum 26 minggu. Hadi dkk., (1994)
menjelaskan 178 kehamilan dengan ketuban pecah antara 20 dan 25 minggu. Empat puluh
19
persen wanita mengalami oligohidramnion, yaitu keadaan yang ditandai dengan hilangnya
cairan ketuban sebanyak 2 cm atau lebih. Hampir semua wanita dengan penampakan
oligohidramnion melahirkan sebelum 25 minggu, padahal 85% dengan volume cairan
amnion yang memadai melahirkan pada trimester ketiga. Carrol dkk., (1995) mengamati
bahwa tidak ada kasus hipoplasia paru pada janin yang dilahirkan setelah ketuban pecah
pada 24 minggu atau lebih. Hal ini menunjukkan bahwa 23 minggu atau kurang adalah
batas waktu terjadinya hipoplasia paru. Karena itu, ketika merencanakan penatalaksanaan
umum kehamilan lebih dini, perlu diperhatikan kondisi oligohidramnion yang
menyebabkan deformitas ekstremitas akibat kompresi.2
Faktor risiko lain juga telah dievaluasi. Neonatus yang dilahirkan oleh wanita
dengan lesi herpes aktif yang ditatalaksana ekspektatif, risiko morbiditas infeksi lebih kecil
dibandingkan risiko-risiko yang berkaitan dengan kelahiran kurang bulan (Major dkk.,
2003). Lewis dkk., (2007) menemukan bahwa penatalaksanaan ekspektatif pada wanita
dengan ketuban pecah dini preterm dan presentasi nonsefalik meningkatkan angka
prolapsus tali pusat, terutama sebelum 26 minggu.2
20
neonatus berberat badan lahir sangat rendah ini rentan terhadap cedera neurologis akibat
korioamnionitis.2
Meskipun Lovatelli dkk., (2005) telah menentang temuan ini, ada bukti lain bahwa
bayi baru lahir yang sangat kecil memiliki peningkatan risiko sepsis. Yoon dkk., (2000)
menemukan bahwa infeksi intraamnion pada neonatus prematur dikaitkan dengan
peningkatan angka cerebral palsy pada usia 3 tahun. Petrova dkk., (2001) mempelajari
lebih dari 11 juta kelahiran hidup bayi tunggal sejak tahun 1995 hingga 1997 yang
disimpan dalam kumpulan data National Center for Health Statistics. Selama persalinan,
1,6% wanita mengalami demam; ini merupakan prediktor kuat kematian terkait infeksi
pada neonatus aterm dan kurang bulan. Bullard dkk., (2002) melaporkan hasil yang sama.2
Berikut ini adalah tatalaksana yang dianjurkan pada KPD berdasarkan masing-
masing kelompok usia kehamilan:
21
ini, penelitian menunjukkan bahwa mempertahankan kehamilan lebih buruk
dibandingkan melakukan persalinan.2
Jika pasien datang dengan KPD >24 jam, pasien sebaiknya tetap dalam perawatan sampai
berada dalam fase aktif. Penggunaan antibiotik IV sesuai dengan tabel diatas.4
Pada kehamilan ≥37 minggu, lebih dipilih induksi awal. Meskipun demikian, jika
pasien memilih manajemen ekspektatif harus dihargai. Lamanya waktu manajemen
ekspektatif perlu didiskusikan dengan pasien dan keputusan dibuat berdasarkan keadaan
per individu. Induksi persalinan dengan prostaglandin pervaginam berhubungan dengan
peningkatan risiko korioamnionitis dan infeksi neonatal bila dibandingkan dengan induksi
oksitosin. Sehingga, oksitosin lebih dipilih dibandingkan dengan prostaglandin
pervaginam untuk induksi persalinan pada kasus KPD.2
22
Kemajuan pada pelayanan maternal dan manajemen PPROM (Preterm Premature
Rupture of Membrane) pada batas yang viable dapat mempengaruhi angka survival;
meskipun demikian untuk PPROM <24 minggu usia gestasi morbiditas fetal dan neonatal
masih tinggi. Konseling kepada pasien untuk mengevaluasi pilihan teriminasi (induksi
persalinan) atau manajemen ekspektatif sebaiknya juga menjelaskan diskusi mengenai
keluaran maternal dan fetal dan jika usia gestasi 22-24 minggu juga menambah diskusi
dengan neonatologis. Beberapa studi yang berhubungan dengan keluaran/outcome,
diperumit dengan keterbatasan sampel atau faktor lainnya. Beberapa hal yang
direkomendasikan:2
Pemberian kortikosteroid antenatal pada wanita dengan KPD preterm dan telah
dibuktikan manfaatnya dari 15 RCTyang meliputi 1.400 wanita dengan KPD dan telah
disertakan dalam suatu meta-analisis. Kortikosteroid antenatal dapat menurunkan risiko
RDS (RR 0,56; 95% CI 0,46-0,70), perdarahan intraventrikular (RR 0,47; 95% CI 0,31-
0,70) dan enterokolitis nekrotikan (RR 0,21; 95% CI 0,05-0,82), dan mungkin dapat
menurunkan kematian neonatus (RR 0,68; 95% CI 0,43-1,07).2
Tokolisis pada kejadian KPD preterm tidak direkomendasikan. Tiga uji teracak 235
pasien dengan KPD preterm melaporkan bahwa proporsi wanita yang tidak melahirkan 10
hari setelah ketuban pecah dini tidak lebih besar secara signifikan pada kelompok yang
menerima tokolisis (level of evidence Ib).2
23
deksametason 6 mg IM setiap 12 jam
Antibiotik Ampicilin
Untuk memperlama masa laten 2 gram IV setiap 6 jam dan
Erytromycin
250 mg IV setiap 6 jam selama 48 jam,
dikali 4 dosis diikuti dengan
Amoxicillin
250 mg PO setiap 8 jam selama 5 hari dan
Erytromycin
333 mg PO setiap 8 jam selama 5 hari, jika
alergi ringan dengan penisilin, dapat
digunakan:
Cefazolin
1 gram IV setiap 8 jam selama 48 jam dan
Erytromycin
250 mg IV setiap 6 jam selama 48 jam
diikuti dengan:
Cephalexin
500 mg PO setiap 6 jam selama 5 hari dan
Erytromycin
333 mg PO setiap 8 jamk selama 5 hari
Jika alergi berat penisilin, dapat diberikan:
Vancomycin
1 gram IV setiap 12 jam selama 48 jam dan
Erytromycin
250 mg IV setiap 6 jam selama 48 jam
diikuti dengan
Clindamycin
300 mg PO setiap 8 jam selama 5 hari
2.8.8 Algoritma Manajemen KPD Preterm4
24
2.9 Persalinan Kurang Bulan dengan Ketuban Utuh
25
Wanita dengan tanda dan gejala persalinan kurang bulan dengan ketuban utuh
ditatalaksana sama seperti penjelasan di atas untuk mereka dengan ketuban pecah dini
kurang bulan. Dasar pengobatan adalah untuk mencegah pelahiran sebelum 34 minggu,
jika mungkin.2
BAB III
26
KESIMPULAN
REFERENSI
27
1. Surya R, Pudyastuti S. Persalinan preterm. CDK Edisi Suplemen-1. 2019; 46: 28-
32.
2. Setiawan R, Cunningham FG, et al. William obstetric. Edisi 23. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2012. h. 846-70.
28