Anda di halaman 1dari 2

"KASUS KORUPSI APBD RP 35 M, EKS BUPATI KATINGAN DITUNTUT 12 TAHUN PENJARA "

Palangka Raya - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi, Kalimantan Tengah menuntut terdakwa
mantan Bupati Katingan Ahmad Yantenglie 12 tahun penjara. Hal itu terkait kasus hilangnya APBD
sebesar Rp 35 miliar.

"Terdakwa bersalah dan melanggar pasal 2 Undang-Undang RI nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah
diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi, juncta pasal 55 ayat (1) KUH
Pidana," kata JPU Kejaksaan Tinggi Kalteng Eman Sulaeman di Palangka Raya sebagaimana dilansir
Antara, Rabu (10/7/2019).

Dalam persidangan terdakwa mantan Bupati Katingan Ahmad Yantenglie dipimpin majelis hakim yang
diketuai Agus Windana.

Eman Sulaeman mengatakan tuntutan kepada terdakwa Ahmad Yantenglie selama menjabat sebagai
Bupati Katingan sudah tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Dan
terdakwa juga berbelit-belit dalam memberikan keterangan.

Selanjutnya, terdakwa juga belum mengembalikan uang pengganti. Sehingga hal ini membuat alasan
pihaknya menuntut selama 12 tahun penjara.

"Selain pidana penjara 12 tahun, terdakwa dibebankan uang pengganti sebesar Rp 6,5 miliar. Jika
terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam waktu paling lama satu bulan dan sudah keputusan
pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang
untuk menutupi uang pengganti tersebut," katanya.

Namun, apabila hartanya tidak mencukupi semuanya, maka akan diganti dengan 6 tahun penjara.

Saat ditanya dari total Rp 100 miliar hilangnya anggaran pendapatan dan belanja daerah yang hanya
dibayar Rp 6,5 miliar dari terdakwa, Eman mengatakan sebelumnya sudah ada pengembalian yang
dihitung pihaknya ada sebesar Rp 74,8 miliar.

"Terdakwa hanya dibebankan dari sisa kerugian negara sebesar Rp 6,5 miliar, dan kerugian tersebut
hingga sampai saat ini masih belum diketahui. Sebab uang tersebut dibawa oleh saudara Heryanto
Chandra yang mana masih dalam daftar pencarian orang (DPO)," katanya.

Eman menambahkan, adapun perincian dari Rp6,5 miliar itu sesuai dengan fakta persidangan, bahwa
Rp1,5 miliar sudah diterima oleh terdakwa yang merupakan pemberian oleh Heryanto Chandra kepada
Teguh Handoko selaku Kepala Kantor Kas Bank Tabungan Negara Pondok Pinang Jakarta Selatan, dan
saudara Teguh Handoko kembali memberikannya kepada terdakwa.

"Sedangkan sisa R p5 miliar merupakan uang jasa advokasi yang mana pembayaran tersebut tanpa
dianggarkan dalam APBD. Oleh sebab itu, menjadi peyalahgunaan atau melawan hukum karena sudah
bertentangan dengan Permendagri Nomor 13 yaitu beban belanja negara harus dianggarkan terlebih
dahulu di APBD, dan itu yang menjadi pertimbangan kami," tandas Eman.
Kuasa Hukum Ahmad Yantenglie, Antonius Kristanto mengatakan tentang tuntutan 12 tahun penjara
terhadap klienya itu merupakan sah-sah saja bagi mereka, tetapi juga kita akan melakukan perlawanan
melalui pembelaan kita nanti karena jatuhnya hukuman itu tergantung majelis hakim.

"Kami akan menolak semua yang tertuang di dalam nota pembelaan kami dalam pledoi nanti, hampir
semua dakwaan itu memberatkan klien kami, itukan dari kaca mata rekan kita kejaksaan, dari kacamata
kami kuasa hukum kami menolak itu semua, nanti kita lihat dipembelaan," kata Antonius.

Antonius menambahkan, bahwa katanya klien kami menikmati uang sebesar Rp6,5 miliar, faktanya
dipersidangan tidak ada. Kalau cuma menurut keterangan dasar tuntutan jaksa dari keterangan Teguh
Handoko, keterangan Tekli (selaku kuasa Bendahara Umum Daerah), sekarang dalam fakta persidanga
apakah bisa dibuktikan apa yang disampaikan mereka. Karena hukum itu bicara minimal dua saksi dan
satu alat bukti, itukan cuma katanya, ini asumsi fakta persidangan tidak dapat dibuktikan.

Untuk tuntutan yang disampaikan jaksa itu menurut saya terlalu berat, menurut saya itu hak dari
penuntut umum dari sudut pandang mereka, sudut pandang jaksa bagaimanapun juga membuat
dakwaan dan menuntut orang itu pasti terhukum.

"Yang jelas kami akan melakukan pembelaan terhadap dakwaan dan tuntutan jaksa tadi. Kami akan
bantah itu semua, bagaimanapun semuanya itu tetap kembali kepada majelis hakim," demikian
Antonius Kristanto.

Anda mungkin juga menyukai