Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI RUANG BEDAH RUMAH SAKIT

UMUM DAERAH DR. H. ABDUL MOLOEK PROVINSI LAMPUNG DENGAN


METODE DEFINED DAILY DOSE PERIODE JANUARI-MARET TAHUN 2018

Hidayat1 , Neno Fitriyani Hasbie1 , Galih Adityadarma2


1. Staf Pengajar, Fakultas Kedokteran, Universitas Malahayati, Lampung
2. Mahasiswa Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Malahayati, Lampung

Abstrak
Latar Belakang: Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang memiliki khasiat
mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman. Di negara yang sudah maju 13-37% dari seluruh penderita
yang dirawat di rumah sakit mendapatkan antibiotik baik secara tunggal atau kombinasi, sedangkan di negara
berkembang 30-80% penderita yang dirawat di rumah sakit mendapatkan antibiotik dan penggunaan antibiotik
yang tidak rasional sangat banyak dijumpai baik di negara maju maupun berkembang. Resistensi kuman
terhadap antibiotik, terlebih lagi multi drug resistance merupakan masalah yang sulit diatasi dalam pengobatan
pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik dengan metode Defined Daily Dose
pada pasien di Ruang Bedah RSUD Dr. H. Abdul Moloek Provinsi Lampung.

Metode : Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan pendekatan cross-sectional. Sampel pada
penelitian ini sebanyak 72 catatan rekam medik di ruang bedah, data diperoleh dari RSUD Dr. H. Abdul
Moloek Provinsi Lampung dan dilakukan dengan penilaianDefined Daily Dose.

Hasil : Di dapatkan distribusi frekuensi pasien di ruang bedah laki-laki yang menerima terapi antibiotik adalah
sebanyak 72 pasien dengan rentang usia yang terbanyak 18-30 tahun. Hasil penelitian di ruang bedah laki-laki
di RSUD Dr, H. Abdul Moloek menunjukkan bahwa secara kuantitatif penggunaan antibiotik dengan kategori
Defined Daily Dosesebanyak 570,5 dengan antibiotic seftriakson (523) yang paling tinggi. Dan untuk
DDD/100 hari rawat sebanyak 112,6 dengan pemberian seftriakson yang paling tinggi sebesar 104,6 DDD/100
hari rawat.

Simpulan :Menunjukkan bahwa secara kuantitatif penggunaan antibiotik yang paling banyak di resepkan di
ruang Bedah Laki-laki di RSUD DR. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampungadalah Seftriakson sebesar 104,6
DDD/100 hari rawat.

Kata kunci : Analisis, Antibiotik, MetodeDefined Daily Dose.

Abstract
Background : Antibiotics are chemicals produced by fungi and bacteria, which have the property of killing or
inhibiting the growth of germs. In developed countries 13-37% of all patients hospitalized receive antibiotics
either alone or in combination, while in developing countries 30-80% of patients hospitalized receive
antibiotics and irrational use of antibiotics is very common. both in developed and developing countries.
Germicidal resistance to antibiotics, especially multi-drug resistance, is a problem that is difficult to overcome
in the treatment of patients. This study aims to evaluate the use of antibiotics with the Defined Daily Dose
method in patients in the surgical room of Dr. H. Abdul Moloek, Lampung Province.

vi
Method : This type of research is descriptive using a cross-sectional approach. The sample in this study were
72 medical records in the operating room, data were obtained from RSUD Dr. H. Abdul Moloek, Lampung
Province and carried out by assessing Defined Daily Dose.

Results: The frequency distribution of patients in the male operating room who received antibiotic therapy was
72 patients with the largest age range being 18-30 years. The results of the study in the men's surgery room at
the Dr, H. Abdul Moloek Regional Hospital showed that quantitatively the use of antibiotics with the Defined
Daily Dose category was 570.5 with the antibiotic ceftriaxone (523) being the highest. And for DDD / 100 days
of hospitalization as much as 112.6 with the highest ceftriaxone was 104.6 DDD / 100 days of hospitalization.

Conclusion: It shows that quantitatively the use of antibiotics is most often prescribed in the Men's Surgery
room at RSUD DR. H. Abdul Moeloek, Lampung Province, was Seftriaxone with 104.6 DDD / 100 days of
hospitalization..

Keywords: Analysis, Antibiotics,MethodDefined Daily Dose.

Pendahuluan
Antibiotik profilaksis bedah adalah di negara maju maupun berkembang.
penggunaan antibiotik sebelum, selama, Adapun manfaat penggunaan antibiotik
dan paling lama 24 jam pasca operasi pada tidak perlu diragukan lagi, akan tetapi
kasus yang secara klinis tidak penggunaannya yang berlebihan akan
memperlihatkan tanda infeksi dengan segera diikuti dengan munculnya kuman
tujuan mencegah terjadinya infeksi luka kebal antibiotik, sehingga manfaatnya
daerah operasi (Menkes RI, 2015). Infeksi akan berkurang (Brahma Marak and
ini dapat menyebabkan ketidakmampuan Wahlang 2012).
fungsional, stress, penurunan kualitas
hidup pasien dan menimbulkan masalah Resistensi kuman terhadap
ekonomi (Ducel et al, 2002). antibiotik, terlebih lagi multi drug
resistance merupakan masalah yang sulit
Antibiotik adalah zat-zat kimia diatasi dalam pengobatan pasien. Hal ini
yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, muncul sebagai akibat pemakaian
yang memiliki khasiat mematikan atau antibiotik yang kurang tepat dosis, macam
menghambat pertumbuhan kuman (Tjay dan lama pemberian sehingga kuman
dan Rahardja, 2007). Di negara yang berubah menjadi resisten untuk itu
sudah maju 13-37% dari seluruh penderita penggunaan antibiotik perlu dievaluasi
yang dirawat di rumah sakit mendapatkan (Ding et al. 2016).
antibiotik baik secara tunggal atau
kombinasi, sedangkan di negara Evaluasi penggunaan antibiotik
berkembang 30-80% penderita yang dapat melalui evaluasi kuantitatif.
dirawat di rumah sakit mendapatkan Evaluasi kuantitatif penggunaan antibiotik
antibiotik dan penggunaan antibiotik yang di rumah sakit menggunakan metode
tidak rasional sangat banyak dijumpai baik Defined Daily Doses (DDD) dimana

vii
dengan metode ini akan diperoleh data permasalahan penggunaan antibiotik yang
pemakaian antibiotik yang baku dan dapat meliputi 29,6 % membutuhkan
dibandingkan dengan tempat lain sesuai penambahan antibiotik, 28,9 %
standar WHO (Kemenkes, 2011). penggunaan antibiotik yang tidak
diperlukan, 28,9 % dosis terlalu rendah,
Menurut penelitian yang dilakukan 15,1 % dosis terlalu tinggi, 9,2 %
oleh Apriliana tahun 2017 mengenai antibiotik tidak efektif, 17 % tidak
evaluasi rasionalitas penggunaan patuhnya pasien dan DRPs potensial 8,6
antibiotik profilaksis di Rumah Sakit % (Lampert et al., 2017; Huri et al., 2014;
Bethesda Yogyakarta menunjukkan Yadesa et al., 2015).
peresepan antibiotik profilaksis yang
digunakan adalah Ceftriaxone (65,52%), Metode
Cefotaxime (15,25%), Cefuroxime Penelitian dilaksanakan di Ruang
(5,17%), Cefixime (1,72%), Cefoperazone Bedah RSUD DR. H. Abdul Moeloek
+ Sulbactam (6,90%). Rasionalitas Provinsi Lampung pada bulan Januari
penggunaan antibiotik profilaksis menurut sampai Maret 2018. Penelitian ini
penelitian ini adalah 25 kasus (43,10%) termasuk dalam jenis penelitian deskriptif
rasional dan 33 (56,90%) kasus tidak (Cross-sectional).
rasional . Permasalahan dari Kriteria inklusi pada penelitian ini
ketidakrasionalan adalah ketidaktepatan yaitu : Semua pasien rawat inap di ruang
pemilihan antibiotik profilaksis (13,79%), Gelatik RSUD DR. H. Abdul Moeloek
dosis (6,90%) dan waktu pemberian periode Januari – Maret 2018 ,Subjek
(51,72%) (Apriliana, 2017). penelitian adalah pasien laki-laki usia ≥ 16
tahun ,Rekam medik yang lengkap dan
Evaluasi penggunaan antibotik jelas terbaca. Yang termasuk kriteria
juga dapat dilihat dari terjadinya Drug ekslusi pada penelitian ini yaitu : Data
Related Problems (DRPs) sebagai akibat rekam medik yang tidak lengkap dan tidak
penggunaan antibiotik yang tidak rasional. bisa dievaluasi , Pasien rawat inap di
DRPs yang terbaru adalah klasifikasi ruang gelatik RSUD DR. H. Abdul
PCNE (Pharmaceutical Care Network Moeloek yang tidak mendapatkan terapi
Europe) versi V7.0 2016 yang membahas antibiotik.
DRPs berdasarkan permasalahan dan Analisis yang digunakan untuk
penyebab, pada versi ini pembahasan menganalisis setiap variabel (terikat atau
permasalahan terdiri dari tiga domain bebas) yang akan diteliti secara deskriptif.
utama yaitu efektivitas terapi, reaksi obat Data yang akan dikategorikan ditampilkan
yang tidak diinginkan dan lainnya. Di sebagai frekuensi kejadian. Identifikasi
Indonesia, penelitian mengenai DRPs data demografi pasien (Jenis kelamin dan
penggunaan antibiotik menggunakan usia), serta pola dan jenis penggunaan
klasifikasi PCNE versi ini belum banyak antibiotik dianalisis secara deskriptif
dilakukan termasuk pada penyakit infeksi. dalam bentuk table dan uraian penjelasan.
Pada hasil penelitian 2015 mengenai Identifikasi rasionalitas antibiotik
DRPs penggunaan antibiotik di suatu menggunakan metode Defined Daily
rumah sakit di Etiopia terdapat 75,7 % Dose.

viii
Tata cara analisis dengan
menggunakan metode Defined Daily Dose Terlihat jenis kelamin terbanyak
yaitu : Identifikasi jenis antibiotik, baik yang menggunakan antibiotik adalah laki-
tunggal maupun kombinasi, Identifikasi laki (100%).
Defined Daily Dose (DDD), Hitung
jumlah kekuatan antibiotik (dalam gram)
yang digunakan, Hitung jumlah hari rawat Tabel 2 Distribusi pasien yang diberi
pasien di rawat inap RSUD H. Abdul antibiotik berdasarkan usia
Moeloek tahun 2018, Hitung nilai Usia (tahun Jumlah (N) Persentase (%)
DDD/100 patient-days untuk masing-
18-30 24 33,3
masing jenis antibiotik atau kombinasi
antibiotik dengan menggunakan rumus 31-45 23 31,9
seperti yang tertara dibawah ini :
46-60 13 18,1
DDD/100 days = Jumlah gram antibiotik
yang digunakan oleh pasien/(Standar ≥61 12 16,7
WHO dalam Gram) X 100/(Total LOS).
Total 72 100
Data hasil perhitungan DDD/100 days
diubah dalam bentuk persentase kemudian
dikumulatifkan. Kategori usia tersebut dapat dilihat
Hasil dan Pembahasan bahwa rentang usia 18-30 tahun adalah
Analisis univariat dilakukan untuk rentang usia pasien terbanyak yang
karakteristik subjek penelitian meliputi ditemukan yaitu sebesar 24 pasien ( 33,3%
usia, lama rawat inap, kuantitas ), sedangkan pada rentang usia 31-45
penggunaan antibiotik profilaksis. Dari 72 tahun terdapat 23 pasien ( 31,9% ), 46-60
catatan rekam medik di Ruang Gelatik terdapat 13 pasien (18,1%) dan ≥61 tahun
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi terdapat 12 pasien ( 16,7% ).
Lampung subjek penelitian terdiri dari 72
berjenis kelamin laki-laki.

Tabel 1 Distribusi pasien yang diberi Tabel 3 Distribusi frekuensi lama


antibiotik berdasarkan jenis kelamin. rawat inap
Jenis Kelamin N % Lama Hari Jumlah (N) Persentasi (%)
Rawat Inap
Laki-laki 142 100% (Hari)

Perempuan 0 0% 1–5 29 40,3

Total 142 100%


6 – 10 31 43,1

ix
11 – 15 8 11,1 Antibiotik 2x 1x 3x1 h Penguna
1 1 Rese an (g)
16 – 20 4 5,6 p

Total 72 100 Seftriakson 58 - - 58 1046

Siprofloksa 6 - - 6 16
sin
Lama rawat hari inap terbanyak
yaitu (6-10 hari) dengan jumlah pasien 31 Sefotaksim 4 - 1 5 20
(43.1%), pada lama hari rawat inap Sefazolin 2 - - 2 6
dengan kategori (1-5 hari) dengan jumlah
pasien 29 (40,3 %), kategori 11-15 hari Sefadroksil 1 - - 1 2
dengan jumlah pasien 8 (11,1 %), dan Total 71 - 1 72 1090
kategori 16-20 hari dengan 4 (5,6%).

Tabel 4 Distribusi frekuensi jenis


antibiotik yang diresepkan Berdasasrkan tabel 5 peneliti
mengelompokan kembali pengggunaan
Jenis Antibiotik Jumlah Persentasi (%) antibiotik berdasarkan jenis antibiotik dan
Resep dosis yang di berikan yaitu seperti yang
Seftriakson 58 80,6 tertera pada tabel 4.6 yaitu jenis antibiotik
Seftriakson menjadi yang tersering di
Siprofloksasin 6 8,3 berikan dengan jumlah 58 resep dengan
Sefotaksim 5 6.9 dosis 2x1, diikuti oleh jenis antibiotik
Siprofloksasin dengan jumlah 6 resep
Sefazolin 2 2,8
dengan dosis 2x1, jenis antibiotik
Sefadroksil 1 1,4 Sefotaksim jumlah resep 4 dengan dosis
2x1, 1 resep dengan dosis 3x1, jenis
Total 72 100
antibiotik Sefazolin jumlah resep 2 dengan
dosis 2x1, dan yang terakhir jenis
Berdasarkan tabel 4 didapatkan antibiotik Sefadroksil dengan jumlah
data variasi peresepan beberapa golongan resep 1 dengan dosis 2x1. Terlihat juga
jenis antibiotik, berdasarkan data di jumlah resep semua jenis antibiotik yaitu
dapatkan pemberian obat antibiotik sebanyak 72 resep dan total penggunaan
Seftriakson menjadi yang paling sering di masing masing antibiotik dalam satuan
gunakan yaitu sebanyak 58 resep (80,6%), gram yaitu Seftriakson 1046 gram,
Siprofloksasin sebanyak 6 resep (8,3%), Siprofloksasin 16 gram, Sefotaksim 20
Sefotaksim 5 resep (6,9%), Sefazolin 2 gram, Sefazolin 6 gram, dan Sefadroksil 2
resep (2,8%) dan Sefadroksil 1 resep gram.
(1,4%).
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Jenis Tabel 6 Kuantitas penggunaan
Antibiotik dan Jumlah Dosis antibiotik dengan DDD/100 hari rawat
inap
Jenis Jumlah Dosis Jumla Total

x
Jenis Antibiotik ∑Dosis (g) DDD (43,1%), ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Nidianti tahun 2016
menyatakan bahwa lama rawat inap pada
pasien pasca operasi bervariasi yaitu tujuh
sampai tiga puluh hari dengan rata-rata
Seftriakson 1046 523 hari rawat inap antara tujuh sampai
Siprofloksasin 16 32 dengan empat belas hari. Lama perawatan
yang memanjang disebabkan karena
Sefotaksim 20 5
beberapa faktor, yaitu faktor ekstrinstik
Sefazolin 6 0,6 terdiri dari pemenuhan nutrisi yang tidak
adekuat, teknik operasi, obat – obatan, dan
Sefadroksil 2 0,5
manajemen luka, sedangkan faktor
Total 993 570,5 intrinstik terdiri dari usia, gangguan
sirkulasi, nyeri, dan penyakit penyerta.
Pada tabel 4 memperlihatkan
Berdasarkan tabel 6 kuantitas
distribusi frekuensi jumlah antibiotik yang
penggunaan antibiotik dihitung dengan
telah diresepkan, terlihat bahwa antibiotik
menggunakan metode DDD (Defined
Seftriakson menjadi yang tersering di
Daily Dose) / 100 pasien untuk
resepkan. Ceftriaxone merupakan
memperoleh data yang standar dan dapat
antibiotik golongan cefalosporin generasi
dibandingkan dengan ruangan atau
ketiga. Cefalosporin berasal dari fungus
bangsal lain. Dari 72 pasien yang diberi
Cephalosporium acremonium yang
antibiotik, didapatkan kuantitas pemberian
diisolasi pada 9 tahun 1948 oleh Brotzu.
Seftriakson adalah yang paling tinggi
Inti dasar Cefalosporin C ialah asam 7-
yaitu sebesar 104,6 DDD/100 patient
amino-Sefalosporanat (7-ACA : 7-
days.
aminocephalosporanic acid) yang
Karakteristik pasien menurut usia
merupakan kompleks cincin dihidrotiazin
paling banyak adalah rentang usia 18-30
dan cincin betalaktam. Cefalosporin
tahun, hal ini dikarnakan, pada pasien
generasi ketiga memiliki spektrum luas
rawat rawat inap ruang Gelatik ini adalah
terhadap bakteri gram positif dan gram
pasien kecelekaan yang perlu penangan
negatif tetapi kurang aktf dibandingkan
pembedahan, Menurut WHO 1,2 juta
dengan generasi pertama terhadap kokus
orang meninggal setiap tahunnya dalam
Gram-positif, tetapi jauh lebih aktif
kecelakaan lalu lintas dan 50 juta orang
terhadap Enterobacteriaceae, termasuk
korban kecelakaan lalu lintas mengalami
strain penghasil penisilinase. Ceftriaxone
luka serius maupun cacat tetap, umumnya
memiliki waktu paruh yang cukup panjang
yang tewas dalam kecelakaan lalu lintas
sekitar 8 jam. Ketika ceftriaxone
berusia 15-44 tahun dan 77% adalah laki-
mencapai konsentrasi terapeutik, obat ini
laki. (WHO,2013)
menunjukan penetrasi yang sangat baik ke
Pada tabel 3 memperlihatkan
jaringan - jaringan. (Kemenkes, 2011)
distribusi frekuensi lama rawat inap pasien
Pada tabel 5 di sajikan data
dimana pasien dengan rentang lama rawat
distribusi frekuensi penggunaan antibiotik
inap 6-10 hari dengan jumlah 31 pasien
dan dengan dosis penggunaannya. Dari

xi
data di atas dapat dilihat bahwa peresepan populasi atau sisitem pelayanan kesehatan.
antibiotik dengan dosis 2x1 itu menjadi DDD / 100 patient-days diasumsikan
yang tersering seperti yang di lihat pada sebagai dosis rata-rata pemeliharaan per
Tabel 4.4. Hal ini dikarnakan sediaan hari untuk obat yang digunakan orang
dosis pada jenis antibiotik itu berbeda, dan dewasa. Perlu ditekankan bahwa DDD /
juga dosis maksimal harian nya pun 100 patient-days adalah unit pengukuran
berbeda. Setiap dokter yang meresepkan dan tidak selalu sesuai dengan dosis
antibiotik tersebut pasti harian yang direkomendasikan atau
mempertimbangkan sediaan dosis ditentukan (Prescribed Daily Dose). Salah
antibiotik dan jumlah dosis harian yang satu komponen dalam DDD / 100 patient-
dapat digunakan pada setiap pasiennya. days ini yaitu presentase dan
Menurut WHO dosis maksimal harian perbandingan statistika konsumsi obat di
pada jenis antibiotik Seftriakson itu 2 tingkat nasional dan lainnya. Penggunaan
g/Kg BB (gram) sedangkan sediaan dosis satu macam/golongan obat dapat
pada antibiotik Seftriakson itu adalah 1 g ditentukan bersifat berlebihan, sedang atau
(gram) ini yang menjadikan pemberian kurang dengan membandingkan pada
dosis 2x1 sehari dengan setiap pemberian tingkat konsumsi obat di suatu unit
maksimal 1 g (gram). pelayanan kesehatan dengan yang lainnya
Pada tabel 6 kuantitas penggunaan (WHO, 2012).
antibiotik di RSUD DR. H. Abdul Selama periode Januari-Maret
Moeloek Provinsi Lampung dalam satuan 2018, diperoleh total hari rawat inap
DDD/100 patient-days penggunaan (Length of Stay) dari 72 pasien adalah 484
antibiotik tertinggi di ruang Gelatik hari yang ditunjukkan pada tabel 3. Total
periode Januari-Maret tahun 2018 adalah LOS pada penelitian ini digunakan pada
Seftriakson. Perhitungan DDD/100 perhitungan DDD / 100 patient-days
patient-days untuk Seftriakson pada tahun sebagai pembagi dengan nilai standar
2018 mencapai 104,6 DDD/100 patient- DDD / 100 patient-days dari WHO.
days menunjukkan bahwa terdapat 58 Berdasarkan rumusan dari metode DDD /
pasien mengkonsumsi 1 DDD/ 100 100 patient-days, nilai LOS berbanding
patient-days Seftriakson setiap harinya. terbalik dengan hasil nilai DDD / 100
Penilaian penggunaan antibiotik patient-days yang akan didapat. Nilai
secara kuantitas dilakukan dengan cara DDD / 100 patient-days yang didapat akan
menghitung DDD (Defined Daily semakin kecil apabila nilai total LOS
Dose)/100 patient-days yang telah semakin besar. Akan tetapi besarnya nilai
direkomendasikan oleh WHO. DDD / 100 LOS tidak selalu berarti nilai DDD / 100
patient-days merupakan unit pengukuran patient-days akan lebih kecil dan sesuai
yang tidak tergantung pada harga dan dengan standar. Pada dasarnya, DDD /
formulasi obat akan tetapi suatu unit 100 patient-days adalah metode untuk
pengukuran independen yang mengkonversi dan menstandarisasi data
mencerminkan dosis global yang terlepas kuantitas produk menjadi estimasi kasar
dari variasi genetik, sehingga penggunaan obat dalam klinik dan tidak
memungkinkan untuk menilai konsumsi menggambarkan penggunaan obat
obat dan membandingkan antar kelompok sesungguhnya (WHO, 2012).

xii
Kuantitas penggunaan antibiotik sekali sehari dan antibiotik ini efektif
tertinggi di ruang Gelatik periode Januari- untuk diberikan sebagai profilaksis bedah
Maret tahun 2018 pada tabel 6 adalah pada pasien yang menjalani prosedur
Seftriakson. Perhitungan DDD/ 100 pembedahan dengan kelas bersih
patient-days untuk Seftriakson pada tahun terkontaminasi . Penggunaan Seftriakson
2018 mencapai 104,6 DDD/100 patient- harus dilakukan monitoring karena bila
days menunjukkan bahwa terdapat 58 penggunaanya berlebihan dapat
pasien mengkonsumsi 1 DDD/ 100 menyebabkan terjadinya Methicillin-
patient-days Seftriakson setiap harinya. resisten Staphylococcus aureus (MRSA),
Dari hasil penelitian ini peneliti menilai dan dapat menjadi ancaman potensial
angka penggunaan antibiotik Seftriakson dalam resistensi sehingga perlu
sendiri masih tinggi, bila dibandingkan meningkatkan kewaspadaan dalam
dengan hasil penelitian yang dilakukan pemilihan antibiotik profilaksis bedah
oleh Febiana, yang mendapatkan nilai (McEvoy, 2008).
DDD/100 patient-days 10,6 dengan Penelitian oleh Febiana tahun 2012
antibiotik Seftriakson yang tertinggi. Di di bangsal anak RSUP Dr. Kariadi
RSUD DR. H. Abdul Moeloek Provinsi Semarang yaitu kuantitas penggunaan
Lampung tahun 2018 masih lebih tinggi antibiotik, didapatkan kuantitas
dibandingkan dengan hasil penelitian Seftriakson paling tinggi yaitu sebesar
Febiana (2012) di RSUP Dr. Kariadi 10,6 DDD/ 100 patient-days
Semarang. (Febiana,2012).
Seftriakson memiliki spektrum Hasil yang sama juga didapatkan
aktivitas yang luas dan efektif untuk dari penelitian yang dilakukan oleh
pengobatan infeksi yang disebabkan oleh Mahmudah yang dilakuakan di salah satu
berbagai bakteri Gram positif dan Gram Rumah Sakit di Bandung pada tahun 2016
negatif. Mekanisme kerja Seftriakson adalah, Menunjukan bahwa penggunaan
sebagai antibiotik adalah dengan Seftriakson paling banyak dibanding obat
menghambat sintesa dinding sel mikroba antibiotik yang lain (Mahmudah,2016).
melalui penghambatan kerja enzim Adanya perhitungan sistem
transpeptidase tahap ketiga dalam DDD/100 patient-days diharapkan
rangkaian reaksi pembentukan dinding sel. penggunaan antibiotik di instalasi atau
Seperti generasi 3 golongan Sefalosporin bangsal tertentu dapat dibandingkan
lainnya (Sefotaksim, Sefatazidim), dengan instalasi lain, bahkan anatar rumah
Seftriakson kurang aktif terhadap sakit atau antar negara sehingga dapat
beberapa bakteri aerobik Gram positif meningkatkan kualitas penggunaan
(misalnya, Staphylococcus) bila antibiotik profilaksis.
dibandingkan generasi yang pertama dan Penelitian ini memiliki beberapa
kedua, sehingga umumnya Seftriakson keterbatasan, diantaranya yaitu peneliti
tidak dianjurkan untuk digunakan dalam tidak mengambil data diagnosis medis
pengobatan infeksi yang disebabkan oleh dengan lengkap dan hanya diambil data
Staphylococcus. Seftriakson memiliki penggunaan antibiotiknya saja. Metode
waktu paruh yang sangat panjang yaitu pendekatan yang digunakan yaitu
sekitar 8 jam sehingga dapat diberikan retrospektif dimana metode ini memiliki

xiii
kelemahan pada penulisan medik yang
tidak lengkap.
Penelitian ini merupakan Ding, S., Lu, Q., Wang, F., Suqing, D.,
penelitian pertama kali yang dilakukan di Qing, L., & Feng, W. (2016).
RSUD DR. H. Abdul Moeloek Provinsi Rationale for Antibiotic Prescriptions
Lampung. Hasil penelitian ini dapat in the Hospital : An Evaluation of Its
digunakan sebagai bahan perbandingan Application and Administration
tingkat konsumsi antibiotik di RSUD DR. Rationale for Antibiotic Prescriptions
H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung in the Hospital : An Evaluation of Its
dengan rumah sakit lainnya yang setara Application and Administration,
sehingga nantinya dapat ditentukan 6176.
apakah penggunaan antibiotik dari hasil https://doi.org/10.3109/23256176.201
penelitian ini berlebihan, sedang, atau
3.797207
kurang, sehingga diharapkan pemberian
antibiotik dapat memberikan hasil yang Ducel et al. (2002). Prevention of
optimal. hospital-acquired
Ucapan Terima Kasih infections World Health
Penulis berterima kasih kepada Organization.
semua staf rekam medic di RSUD Dr. H.
Abdul Moeloek Provinsi Lampung, serta Febiana, T. 2012. Kajian Rasionalitas
pembimbing di Universitas Malahayati Penggunaan Antibiotik di Bangsal
Bandar Lampung. Anak RSUP Dr. Karyadi Semarang
Pendanaan Periode Agustus – Desember 2011.
Penelitian ini dilakukan tanpa Semarang: Universitas Diponegoro
bantuan/hibah dari manapun.
Konflik Kepentingan Lampert, M. L., Vogel, I., & Mil, J. W. F.
Penelitian menyatakan tidak Van. (2017). Classification of drug-
terdapat potensi konflik kepentingan related problems with new
dengan penelitian, penulisan dan atau prescriptions using a modified PCNE
publikasi artikel ini. classification system, (March 2010).
Daftar Pustaka https://doi.org/10.1007/s11096-010-
Apriliana, W. (2017). Evaluasi 9377-x
Rasionalitas Pengggunaan Antibiotik McEvoy, K. G (2004), AHFS Drug
Profilaksis Operasi Apendisitis Akut Information. Bethesda : America
Pasien Dewasa dan Geriatri di RS Socienty pd Healty System. Halaman
Bethesda Yogyakarta 2015. 154 – 169
Brahma Marak and Wahlang. (2012). Soekidjo Notoatmodjo (2015) :
Rational Use of Drug and Irrational Metodologi Penelitian Kesehatan
Drug Combination. The Internet
Journal of Pharmacology, 10. WHO (2012). Raised Blood Pressure.
Organisasi Kesehatan Dunia.

xiv
xv

Anda mungkin juga menyukai