Anda di halaman 1dari 6

NAMA : Ida Ayu Gede Mirah Saskarayani

NIM : 1914101092

Kelas :4C

Soal:

1. Cari rujukan yuridis keterwakilan perempuan dalam bidang politik, ASN,


dan HANKAM!
2. Isu strategis kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan

Jawab:

1. Rujukan yuridis keterwakilan perempuan


a. Politik

Di dalam UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, dalam


penjelasannya, Pasal 46, kita dapat memperoleh penjelasan mengenai
keterwakilan perempuan. Diartikan bahwa “keterwakilan wanita” adalah
pemberian kesempatan dan kedudukan yang sama bagi wanita untuk
melaksanakan peranannya dalam bidang eksekutif, yudikatif, legislatuf,
kepartaian, dan pemilihan umum menuju keadilan dan kesetaraan gender. UU
No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik yang mengatur syarat pendirian Partai
Politik, pada Pasal 2 ayat (1b) menyatakan: “Pendirian dan pembentukan
Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyertakan 30 persen
keterwakilan perempuan.

Perempuan harus memiliki keterwakilan politik dalam setiap


pembuatan kebijakan Negara. Artinya keterwakilan perempuan dalm
parlemen dan lembaga-lembaga Negara lain sangat menentukan nasib
perempuan dalam mengartikulasikan kepentingan. Dalam hal ini, Indonesia
telah mengadopsi keterwakilan perempuan dalam Pasal 15 UU No. 8 Tahun
2012 Tentang pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD huruf (d) yang
menyatakan bahwa sekurang-kurangnya 30% sesuai ketentuan peraturan
perundang- undangan. Aturan tentang kewajiban kuota 30 persen bagi caleg
perempuan adalah salah satu capaian penting dalam perjalanan demokrasi
Indonesia pascareformasi. Aturan tersebut tertuang dalam sejumlah UU, yakni
UU No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, UU No. 12 Tahun 2003 tentang
Pemilihan Umum, UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan UU No.
10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR-DPRD yang di
dalamnya juga memuat aturan terkait Pemilu tahun 2009.

UU No. 2 Tahun 2008 mengamanahkan pada parpol untuk


menyertakan keterwakilan perempuan minimal 30 dalam pendirian maupun
kepengurusan di tingkat pusat. Angka 30 persen ini didasarkan pada hasil
penelitian PBB yang menyatakan bahwa jumlah minimum 30 persen
memungkinkan terjadinya suatu perubahan dan membawa dampak pada
kualitas keputusan yang diambil dalam lembaga publik. UU No. 10 Tahun
2008 mewajibkan parpol untuk menyertakan 30 persen keterwakilan
perempuan pada kepengurusan tingkat pusat. Syarat tersebut harus dipenuhi
parpol agar dapat ikut serta dalam Pemilu. Peraturan lainnya terkait
keterwakilan perempuan tertuang dalam UU No. 10 Tahun 2008 Pasal ayat 2
yang mengatur tentang penerapan zipper system, yakni setiap 3 bakal calon
legislatif, terdapat minimal satu bacaleg perempuan.

b. ASN

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan


dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, khususnya di dalam Pasal 4 ayat
(2), melarang seorang wanita Pegawai Negeri Sipil untuk menjadi istri
kedua/ketiga/keempat, yang mana ketentuan itu tidak tercantum di dalam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

c. HANKAM

Keterlibatan Wanita dalam hankam ditandai dengan pembentukannya


Komnas Perempuan guna menjaga keamanan dan keadilan bagi perempuan,
perempuan di Indonesia. Kerpres No. 181 Tahun 1998 tentang Pembentukan
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas
Perempuan yang diubah dengan Perpres Nomor 65 Tahun 2005 Komisi
Nasional anti Kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan adalah
mekanisme nasional untuk penegakkan Hak Asasi Manusia perempuan
Indonesia. Komnas Perempuan lahir dari rahim pergulatan gerakan
perempuan Indonesia dan merupakan jawaban pemerintah RI terhadap
tuntutan gerakan perempuan agar negara bertanggungjawab terhadap kasus-
kasus kekerasan terhadap perempuan selama konflik dan kerusuhan Mei 1998.
Presiden Habibie meresmikan pembentukan Komnas Perempuan melalui
Keppres Nomor 181 tahun 1998, yang kemudian diubah dengan Perpres
Nomor 65 tahun 2005.

Pembentukan Komnas Perempuan berdasarkan Pasal 1 Perpres Nomor


65 Tahun 2005 adalah, “Dalam rangka pencegahan dan penanggulangan
masalah kekerasan terhadap perempuan serta penghapusan segala bentuk
tindak kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan”. Adapun tujuan dari
Komnas Perempuan sesuai Pasal 2 adalah untuk :

a) Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan


segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan penegakan
hak-hak asasi manusia perempuan di Indonesia.
b) Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala
bentuk kekerasan terhadap perempuan dan perlindungan hak-
hak asasi manusia perempuan.
Komnas Perempuan adalah salah satu lembaga negara yang bersifat
independen. Adapun tugas dari Komnas Perempuan sesuai Pasal 4 Perpres
Nomor 65 Tahun 2005 adalah:

a) Menyebarluaskan pemahaman atas segala bentuk kekerasan


terhadap perempuan Indonesia dan upaya-upaya pencegahan
dan penanggulangan serta penghapusan segala bentuk
kekerasan terhadap perempuan;
b) Melaksanakan pengkajian dan penelitian terhadap berbagai
peraturan perundang-undangan yang berlaku serta berbagai
instrumen internasional yang relevan bagi perlindungan hak-
hak asasi manusia perempuan;
c) Melaksanakan pemantauan, termasuk pencarian fakta dan
pendokumentasian tentang segala bentuk kekerasan terhadap
perempuan dan pelanggaran hak asasi manusia perempuan
serta penyebarluasan hasil
d) Pemantauan kepada publik dan pengambilan langkah-langkah
yang mendorong pertanggungjawaban dan penanganan;
e) Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah,
lembaga legislatif dan yudikatif serta organisasi-organisasi
masyarakat guna mendorong penyusunan dan pengesahan
kerangka hukum dan kebijakan yang mendukung upaya-upaya
pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan
terhadap perempuan Indonesia serta perlindungan, penegakan,
dan pemajuan hak-hak asasi manusia perempuan;
f) Mengembangkan kerja sama regional dan intemasional guna
meningkatkan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan
segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia serta
perlindungan, penegakan dan pemajuan hak-hak asasi manusia
perempuan.
Mengacu pada mandat Perpres Nomor 65 th. 2005 maupun Rencana
Strategis Komnas Perempuan 2007-2009, kelima subkomisi serta perangkat
kelembagaan lainnya Kesekjenan, Dewan Kelembagaan, Gugus Kerja dan
Panitia Ad Hoc) telah melaksanakan program & kegiatan yang mencakup
enam (6) area atau isu utama, yaitu:

1) Pemantauan & pelaporan HAM perempuan;


2) Penguatan penegak hukum & mekanisme HAM nasional;
3) Negara, agama dan HAM perempuan;
4) Mekanisme HAM internasional;
5) Peningkatan partisipasi masyarakat; dan
6) Kelembagaan
2. Isu strategis kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan

Isu gender merupakan salah satu isu utama dalam pembangunan,


khususnya pembangunan sumber daya manusia. Walaupun sudah banyak upaya
yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan dan
penguatan kapasitas kelembagaan pengarusutamaan gender, namun data
menunjukkan masih adanya kesenjangan antara perempuan dan laki-laki dalam
hal akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat, serta penguasaan terhadap sumber
daya, seperti pada bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, dan
bidang strategis lainnya. Adanya ketertinggalan salah satu kelompok masyarakat
dalam pembangunan, khususnya perempuan disebabkan oleh berbagai
permasalahan di masyarakat yang saling berkaitan satu sama lainnya.
Permasalahan paling mendasar dalam upaya peningkatan kualitas hidup
perempuan dan anak adalah pendekatan pembangunan yang belum
mengakomodir tentang pentingnya kesetaraan antara perempuan dan laki-laki,
anak perempuan dan anak laki-laki dalam mendapatkan akses, partisipasi,
kontrol, dan manfaat pembangunan. Untuk itu, pengarusutamaan gender
diperlukan sebagai salah satu strategi untuk mewujudkan pembangunan yang
dapat dinikmati secara adil, efektif, dan akuntabel oleh seluruh penduduk, baik
perempuan, laki-laki, anak perempuan, dan anak laki-laki.

Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber


daya manusia dan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Peningkatan kualitas SDM
sebagai salah satu kunci keberhasilan pembangunan disesuaikan dengan
keberagaman aspirasi dan hambatan kemajuan kelompok masyarakat laki-laki
dan perempuan. Meningkatkan kualitas hidup dan peran perempuan dalam
berbagai Bidang Pembangunan Perlindungan perempuan dari berbagai Tindak
Kekerasan termasuk Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan Peningkatan
Kapasitas Kelembagaan Perlindungan Perempuan dari berbagai Tindak
Kekerasan.

Anda mungkin juga menyukai