Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS

PERITONITIS

Oleh
dr. Ria Septi Harmia

Pembimbing :
dr. G Iwan B Bomba, Sp.B

Pendamping :
dr. Putu Purnama Suardjaya

RSUD SUMBAWA BESAR


NTB
LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien
Nama : Tn. DA
Tempat, tanggal lahir : 07/12/1997
Alamat : Sumbawa
Pekerjaan : Mahasiswa
No. RM : 152536
Tanggal MRS : 25/03/2020

2. Anamnesis
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut sejak 1 hari SMRS.

3. Riwayat Penyakit Sekarang


nyeri perut dirasakan pada seluruh perut serta terasa kaku dan nyeri ketika
disentuh, nyeri dirasakan terus menerus dan semakin memberat, nyeri juga
dirasakan pada ulu hati, mual (+), muntah (+) 2 kali, demam (+), BAB dan BAK
tidak ada keluhan

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat Hipertensi (-),
Diabetes (-), Asma (-), Alergi (-), Penyakit jantung (-), Penyakit hati (-), Penyakit
ginjal (-), penyakit paru (-), dirawat di rumah sakit dan operasi (-)

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Belum pernah ada yang mengalami keluhan serupa. Riwayat Asma (-), Riwayat
TBC (-), Hipertensi (-), DM Tipe 2 (-), Asam urat (-), Kolesterol (-), Penyakit
jantung (-), Penyakit hati (-), Alergi (-)

6. Riwayat Psikososial
Pasien adalah seorang Mahasiswa

2
7. Riwayat Pengobatan
Pasien baru kali ini berobat ke rumah sakit, riwayat sering mengkonsumsi jamu
tawon liar untuk pegal-pegal

8. Riwayat Alergi
Tidak ada

9. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah :108/58 mmHg
Nadi :101x/m
Suhu : 37,8oC
Pernapasan : 20x/m
Status Generalis
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-); Sklera ikterik (-/-)
Hidung : Sekret (-)Telinga: Serumen (-)Mulut : Mukosa bibir lembab,
sianosis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-); Pembesaran tiroid (-), Peningkatan JVP (-)
Thoraks
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea mid clavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I dan II murni reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru
Inspeksi : Simetris, retraksi dinding dada (-)
Palpasi : Vocal fremitus sama di kedua lapang paru Perkusi : Sonor di kedua
lapang paru

3
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen
Inspeksi : Tampak distensi, massa (-)
Auskultasi : Bising usus (+) menurun
Palpasi : Nyeri tekan seluruh lapang abdomen (+), defense muscular (+)
Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen

Ekstremitas
Atas Hangat : (+/+) CRT : < 2 detik (+/+) Edema : (-/-)Motorik: 5 / 5
Bawah Hangat : (+/+) CRT : < 2 detik (+/+) Edema : (-/-)Motorik: 5 / 5

10. PAMERIKSAAN PENUNJANG


a. Lab : GDS : 183 mg/dl
TANGGAL PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN
25/03/20 Hemoglobin 14,2 g/dl 12.3-15,3
lekosit 11.0 103/ut 4,0-11,0
Neutrophil 86 % 50-70%
Eosinophil - % 1-3
Basophil - % 0,5-1
Limfosit 10 % 22-44
Monosit 4 % 0-7
6
Eritrosit 7.0 10 /UI 4,1-5,1
INDEKS SEL DARAH MERAH / ERITROSIT
MCV 58 um3 78-100
MCH 20 Pq 23-34
MCHC 35 % 30-36
RDW 20.3 % 11,5-14,5
Hematokrit 40,1 % 35-47
3
Trombosit 434 10 /ul 150 – 450 x 103 ui
MPV - FL 7,5-11fl
FUNGSI GINJAL
Ureum 68 Mg/dl < 65 : < 50 mg/dl
Kreatinin 1,6 Mg/dl 0,6-1,2 mg/dl
PT 10,6 10-15 detik
APTT 34,7 20-40 detik
INR 2,8 -

b. USG :

4
 FAST (+) pada Left Upper Abdomen

d. Diagnosis
 Peritonitis generalisata akut
 Suspek perforasi gaster

11. Penatalaksaan
 IVFD Ringer Laktat 20 tpm
 Inj. Omeprazole 40 mg
 Inj. Ondancentron 8 mg
 Inj. Paracetamol 1 gr
 Inj. Ceftriaxone 1 gr
 Cek DL, PT, APTT
 USG Emergency
 MRS Zaal Bedah
 Laparatomy eksplorasi Cito

12. PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad Functional : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam

FOLLOW UP
Hari / Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Rencana Tatalaksana
Tanggal
26/03/20 S : nyeri luka operasi, mual (+), muntah (-) - IVFD
Kentut (-), BAB (-) Aminofluid :
Assering 2:2

5
O: ku/ CM, Tampak sakit sedang 2000 cc/24
Td :110/60 mg N : 90x/menit jam
S : 36,9 RR : 20X/menit - Inj.
Pulmo : SNV +/+, ronkhi -/-, wheezing -/- Ceftriaxone
s1s2 rguler, Gallop (-), murmur (-) 2x1 gr
Abdomen: BU (+) menurun, tampak luka - Inj.
operasi tertutup kasa, perdarahan (-), Metronidazole
rembesan (-) 3x500 mg
Terpasang NGT dan keteter - Inj.
A : post laparotomy eksplorasi, repair Paracetamol
gaster, dan release adhesi H1 3x1 gr
- Inj. Ranitidine
2x50 mg
- Inj.
Ondancentron
3x8 mg
- Cek DL,
albumin,
elektrolit post
laparotomy
27/ 03/20 S : nyeri luka operasi, mual (+), muntah  IVFD
(-), kentut (+), BAB (-) Aminofluid :
Assering 2:2
O: ku/ CM, Tampak sakit sedang 2000 cc/24
Td :110/70 mg N : 98x/menit jam
S : 36,7 RR : 20X/menit  Inj.
Pulmo : SNV +/+, ronkhi -/-, wheezing -/- Ceftriaxone
s1s2 rguler, Gallop (-), murmur (-) 2x1 gr
Abdomen: BU (+) normal, tampak luka  Inj.
operasi tertutup kasa, perdarahan (-), Metronidazole
rembesan (-) 3x500 mg
Terpasang NGT dan kateter  Inj.

6
Paracetamol
Lab 26/3/20 3x1 gr
Hb: 15,2 g/dl  Inj. Ranitidine
Leukosit: 9.000 l 2x50 mg
Hematokrit: 43,5 %  Inj.
Trombosit: 458.000 l Ondancentron
Albumin 2,9 g/dl 3x8 mg
Natrium Darah (Na) 140,00
Kalium Darah (K) 3,34
Klorida Darah (Cl)106,79
Kalsium Darah(Ca) 1,02

A : post laparotomy eksplorasi, repair


gaster, dan release adhesi H2
28/ 03/20 S : nyeri luka operasi berkurang, mual (+)  IVFD
muntah (-), BAB (+) Aminofluid :
O: ku/ CM, Tampak sakit sedang Assering 2:2
Td :100/70 mg N : 97x/menit 2000 cc/24
S : 36,6 RR : 20X/menit jam
Pulmo : SNV +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-  Inj.
s1s2 rguler, Gallop (-), murmur (-) Ceftriaxone
Abdomen: BU (+) normal, tampak luka 2x1 gr
operasi tertutup kasa, perdarahan (-),  Inj.
rembesan (-) Metronidazole
Terpasang NGT dan kateter 3x500 mg
 Inj.
A: Paracetamol
post laparotomy eksplorasi, repair gaster, 3x1 gr
dan release adhesi H3  Inj. Ranitidine
2x50 mg
 AFF kateter
 Klem NGT

7
minum sedikit
demi sedikit
 Ganti verband
dan rawat luka
29/03/20 S : nyeri luka operasi berkurang, mual (-)  IVFD
muntah (-), BAB (+) Aminofluid :
Assering 2:2
O: ku/ CM, tampak sakit sedang 2000 cc/24
Td :100/60 mg N : 80x/menit jam
S : 36,6 C  Inj.
Pulmo : SNV +/+, ronkhi -/-, wheezing -/- Ceftriaxone
s1s2 rguler, Gallop (-), murmur (-) 2x1 gr
Abdomen: BU (+) normal, tampak luka  Inj.
operasi tertutup kasa, perdarahan (-), Metronidazole
rembesan (-) 3x500 mg
Terpasang NGT  Inj.
Paracetamol
A: 3x1 gr
post laparotomy eksplorasi, repair gaster,  Inj. Ranitidine
dan release adhesi H3 2x50 mg
 AFF kateter
 Klem NGT, diet
cair
30/03/20 S : nyeri luka operasi berkurang, mual (-)  IVFD
muntah (-), BAB (+), sudah bisa bangun Aminofluid :
dari tempat tidur Assering 2:2
2000 cc/24
O: ku/ CM, tampak sakit sedang jam
Td :120/70 mg N : 98x/menit  Inj.
S : 36,7C Ceftriaxone
Pulmo : SNV +/+, ronkhi -/-, wheezing -/- 2x1 gr
s1s2 rguler, Gallop (-), murmur (-)  Inj.

8
Abdomen: BU (+) normal, tampak luka Metronidazole
operasi tertutup kasa, perdarahan (-), 3x500 mg
rembesan (-)  Inj.
Terpasang NGT Paracetamol
3x1 gr
A:  Inj. Ranitidine
post laparotomy eksplorasi, repair gaster, 2x50 mg
dan release adhesi H4  AFF NGT
 Diet lunak

31/03/18 S: pasien tidak ada keluhan, nyeri luka  IVFD Assering


operasi perkurang 1500 cc/24
jam
O: ku/ CM, tampak sakit sedang  Inj.
Td :120/70 mg N : 100x/menit Ceftriaxone
S : 36,7C 2x1 gr
Pulmo : SNV +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-  Inj.
s1s2 rguler, Gallop (-), murmur (-) Metronidazole
Abdomen: BU (+) normal, tampak luka 3x500 mg
operasi tertutup kasa, perdarahan (-),  Inj.
rembesan (-) Paracetamol
3x1 gr
A : post laparotomy eksplorasi, repair  Inj. Ranitidine
gaster, dan release adhesi H5 2x50 mg
 Diet lunak

Pro BPL
1/04/20 S: pasien tidak ada keluhan, nyeri luka Obat pulang
operasi perkurang - Paracetamol
3x500 mg
O: ku/ CM, tampak sakit sedang - Cefixime

9
Td :110/70 mg N : 88x/menit 2x200 mg
S : 36,6C - Metronidazole
Pulmo : SNV +/+, ronkhi -/-, wheezing -/- 3x500 mg
s1s2 rguler, Gallop (-), murmur (-) - Caviplex 1x1
Abdomen: BU (+) normal, tampak luka - kontrol poli
operasi tertutup kasa, perdarahan (-), bedah untuk
rembesan (-) rawat luka

A : post laparotomy eksplorasi, repair


gaster, dan release adhesi H6

BAB II PEMBAHASAN PERITONITIS

A. Definisi
Peritonitis adalah peradangan peritoneum yang merupakan membran
serosa yang melapisi rongga abdomen dan menutupi visera
abdomen,merupakan kondisi berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk
akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadiakibat penyebaran infeksi
dari organ abdomen, perforasi saluran cerna, atau dariluka tembus
abdomen (1) .

B. Etiologi
Etiologi peritonitis juga tergantung pada jenis peritonitis.

10
1. Peritonitis primer
pada pasien dewasa disebabkan oleh penyakit sirosis hepatis dan asites,
sedangkan pada anak-anak disebabkan oleh sindroma nefrotik dan
Systemic Lupus Erythematosus (SLE). Pasien asites yang disebabkan oleh
penyebab lain, sepreti gagal jantung, keganasan, penyakit autoimun, juga
berisiko tinggi untuk berkembangnya peritonitis ini. Peritonitis primer
juga dapat disebabkan oleh karena penggunaan kateter peritoneum, seperti
pada kateter dialisis peritoneum(2).

2. Peritonitis sekunder

disebabkan oleh penyakit pada organ abdomen, trauma pada abdomen,


dan operasi intra-abdominal sebelumnya. Penyakit pada organ abdomen,
contohnya inflamasi usus (appendicitis dan divertikulitis), strangulasi
obstruksi (volvulus dengan strangulasi, closed-loop adhesive obstruction),
perforasi (gaster, neoplasma (karsinoma kolon), duodenum), dan vascular
(ischemic colitis). Trauma pada abdomen dapat berupa trauma tajam,
tumpul, atau iatrogenik. Peritonitis sekunder akibat komplikasi operasi,
contohnya kebocoran anastomosis usus(2).

3. Peritonitis tersier

timbul akibat gagalnya terapi peritonitis atau karena imunitas pasien yang
tidak adekuat. Gangguan sistem imun yang signifikan pada pasien dengan
peritonitis tersier menyebabkan mikroorganisme dengan patogenik yang
rendah untuk proliferasi dan menyebabkan penyakit ini(2).

C. Patofisiologi

Peritonitis primer yang paling sering adalah spontaneous bacterial


peritonitis (SBP) yang disebabkan oleh penyakit sirosis hepatic. Mekanisme
patofisiologi yang terpenting dari SBP adalah translokasi bakteri. Translokasi
bakteri merupakan proses dimana bakteri yang hidup dan mati serta produk
bakteri (DNA bakteri atau endotoksin) menyeberangi lumen usus dan masuk
ke dalam kelenjar limfe mesenterika atau ekstraintestinal. Translokasi bakteri
adalah gangguan dari keseimbangan antara flora normal usus dan organisme,
menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi yang akhirnya menghasilkan
infeksi(3).

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya


eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk diantara

11
perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan
sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya
menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai
pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstruksi usus.Peradangan
menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran
mengalami kebocoran. Jika défisit cairan tidak dikoreksi segera
cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan
berbagai mediator, misalnya interleukin, dapat memulai respon
hiperinflamatorius, sehingga membawa keperkembangan selanjutnya dari
kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi
dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut
menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tetapi ini segera
gagal ketika terjadi hypovolemia(3).

Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen


mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh
darah kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan
didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh
organ intraperitoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan
retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah
dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.
Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut
meningkatkan tekanan intraabdomen, membuat usaha pernapasan penuh
menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi splanik(3).

Respon umum major terhadap peritonitis diperantarai oleh volume cairan


extracelluler, yang jika tidak diperbaiki, menimbulkan asidosis metabolic,
renjatan hipovolemik, dan kematian. Bila bahan yang menginfeksi tersebar
luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbal
peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum,aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbal ileus paralitik; usus kemudian menjadi
atoni kemudian meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus,
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria(3).

D. Manifestasi Klinik
Adanya darah atau cairan dalam rongga peritoneum akan
memberikan tanda rangsangan peritoneum. Rangsangan peritoneum akan
menimbulkan nyeri tekan dan defans muscular. Pekak hati akan
menghilang akibat udara bebas dibawah diafragma, peristaltic usus
menurun sampai menghilang akibat kelumpuhan sementara usus(3).
Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan

12
naik dan terjadi takikardia, hipotensi dan penderita tampak lethargi dan
syok. Rangsangan ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang
menyebakan pergeseran peritoneum dengan peritoneum. Nyeri subjektif
erupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jlan, bernapas, batuk, dan
mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri bila digerakkan seperti palpasi,
nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya.

E. Penegakan Diagnosis
Diagnosis dari peritonitis dapat ditegakkan dengan adanya gambaran
klinis, pemeriksaan laboratorium dan X-Ray.
1. Gambaran klinis
Gambaran klinisnya tergantung pada luas peritonitis, berat
peritonitis dan jenis organisme yang bertanggung jawab. Peritonitis
dapat lokal, menyebar, atau umum. Gambaran klinisnya yang
biasa terjadi pada peritonitis bakterial primer yaitu adanya nyeri
abdomen, demam, nyeri lepas tekan dan bising usus yang menurun
atau menghilang.
Sedangkan gambaran klinis pada peritonitis bacterial sekunder
yaitu adanya nyeri abdominal yang akut. Nyeri ini tiba-tiba, Hebat, dan
pada penderita perforasi (misalnya perforasi ulkus), nyerinya menjadi
menyebar keseluruh bagian abdomen. Pada keadaan lain
(missal apendisitis), nyerinya mula-mula dikarenakan penyebab
utamanya, kemudian menyebar secara gradual dari fokus infeksi.
Selain nyeri, pasien biasanya menunjukan gejala dan tanda lain yaitu
nausea, vomitus, syok (hipovolemik, septik, neurogenik), demam
distensi abdominal, nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal,
difus atau umum, dan secara klasik bising usus melemah atau
menghilang.
Gambaran klinis untuk peritonitis nonbakterial akut sama
dengan peritonitis bacterial. Peritonitis bacterial kronik (tuberculous)
memberikan gambaran klinis adanya keringat malam. Kelemahan,
penurunan berat badan, dan distensi abdominal sedangkan peritonitis
granulomatosa menunjukan gambaran klinis nyeri abdomen
yang hebat demam dan adanya tanda-tanda peritonitis lain yang
muncul 2 minggu pasca bedah.

2. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium sitemukan adanya leukositosis,
hematocrit yang meningkat dan asidosis metabolic.

3. Pemeriksaan X-Ray

13
Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis, usus
halus dan usus besar berdilatasi. Udara bebas dapat terlihat pada kasus-
kasus perforasi(5).

F. Penatalaksanaan
Prinsip umum terapi adalah panggantian cairan dan elektrolit yang hilang
yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotik yang sesuai,
dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal,
pembuangan fokus septik (appendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila
mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan
nyeri(6).
Ada tiga titik kunci dalam mempersiapkan pasien :
1. Volume: Resusitasi hebat dengan larutan salin isotonik adalah penting.
Pengembalian volume intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan
pengantaran oksigen, nutrisi, dan mekanisme pertahanan. Keluaran urine
dan tekanan pengisian jantung harus dipantau untuk menilai keadekuatan
resusitasi.
2. Antibiotik: antibiotik berspektrum luas merupakan tambahan bagi
drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan,
karena bakteremia akan berkembang selama operasi
3. Oksigen dan dukungan ventilasi: sepsis yang sedang berlangsung
membawa ke hipoksemia yang disebabkan oleh pintas dan splinting
dinding dada. Penghantaran oksigen yang cukup adalah penting

Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan


operasi laparatomi. Incisi yang dipilih adalah incisi vertical digaris tengah
yang menghasilkan jalan masuk keseluruh abdomen dan mudah dibuka serta
ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas tempat inflamasi.
Teknik operasi yang digunakan untuk mengendalikan kontaminasi
bergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran Gastrointestinal. Pada
umunya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan
menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi. Lavase
peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan menggunakan
larutan kristaloid (saline)(7).
Agar tidak terjadi penyebaran infeksi ketempat yang tidak
terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotik (misal sefalosporin) atau
antiseptik (misal povidon iodine) pada cairan irigasi. Bila peritonitisnya
terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase peritoneum, karena
tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain.
Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena
pipa draine itu dengan segera akan terisolasi/ terpisah dari cavum
peritoneum, dan dapat menjadi tempat masuk bagi kontaminan eksogen.
Drainase berguna pada keadaan dimana terjadi kontaminasi yang
terus menerus (misal fistula) dan diindikasikan untuk peritonitis
terlokalisasi yang tidak dapat direseksi(7).

G. Prognosis

14
Prognosis untuk peritonitis local dan ringan adalah baik, sedangkan pada
peritonitis umum prognosisnya mematikan akibat organisme virulen.(7)

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Gearhart SL, Silen W. Acute appendisitis and peritonitis. Dalam: Fauci A,


Braunwald E, Kasper D, Hauser S, Longo D, Jameson J, et al, editor
(penyunting). Harrison’s principal of internal medicine. Edisi ke-17
Volume II. USA: McGraw- Hill; 2008. hlm. 1916-7.

2. Ridad MA. Infeksi. Dalam: R. Sjamsuhidajat, editor (penyunting). Buku


ajar ilmu bedah Sjamsuhidajat- de jong. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2007.
hlm.52.

3. Daley BJ. Peritonitis and abdominal sepsis. Medscape. Dis [serial online]
2013 (diunduh 6 Juni 2014). Tersedia dari: URL: HYPERLINK http://
emedicine.medscape.com/article/180234-overview #aw2aab6b2b4aa
4. ingh R, Kumar N, Bhattacharya A, Vajifdar H. Preoperatif predictors of
mortality in adults patient with perforation peritonitis. Indian Journal of
Critical Care Medicine. 2011;15(3):157-63.

5. amuel JC, Qureshi JS, Mulima G, Shores CG, Cairns BA, Charles AG. An
observational study of the etiology, clinical presentation, and outcomes
associated with peritonitis in lilongwe, malawi. World Journal of
Emergency Surgery. 2011: 6-38.

6. Cavallaro A, Catania V, Cavallaro M, Zanghi A, Cappelani A.


Management of secondary peritonitis. Ann Ital Chir. 2008; 79:255-60.

7. Mullari K, Leppaniemi A. Severe secondary peritonitis following


gastrointestinal tract perforation. Scandinavian Journal of Surgery.
2004;14(2).

16

Anda mungkin juga menyukai