Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Buah naga (Hylocereus sp.) atau biasa disebut dengan dragon fruit merupakan

salah satu buah yang populer di kalangan masyarakat. Buah naga sangat digemari

oleh masyarakat untuk dikonsumsi karena rasanya yang manis dan segar sehingga

membuat para konsumennya ketagihan. Buah naga juga memiliki berbagai khasiat

obat yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Buah naga merupakan salah buah

yang banyak dibudidayakan karena relatif mudah dalam perawatannya. Namun,

faktor lingkungan dan iklim menyebabkan timbulnya hama penyakit yang dapat

menyerang buah naga. Sehingga menyebabkan penurunan hasil produksi buah

naga. Salah satu hama penyakit yang menyerang buah naga yaitu penyakit layu

batang yang disebabkan oleh jamur Fusarium sp. Tanaman yang paling sering

terserang jamur Fusarium sp. yaitu tanaman kentang, pisang, tomat, ubi jalar,

strawberry, dan bawang daun (Deptan, 2007).

Tanaman yang terserang jamur Fusarium sp. akan memucat tulang daunnya

sampai berubah menjadi kecoklatan. Serangan jamur akan menyebabkan penyakit

busuk pangkal batang pada tanaman buah naga. Organisme penyebab penyakit

biasanya masuk melalui akar muda kemudian tumbuh dan berkembang sehingga

akan mengkonduksi bagian pembuluh dari akar dan batang. Di bagian pembuluh

batang tersumbat dan gagal menyalurkan air ke daun (Semangun,1996).

Upaya pengendalian terhadap hama penyakit pada tumbuhan sampai saat ini

masih menggunakan fungisida kimia sintetik (Kardinan, 2003). Fungisida sintetik

1
banyak digunakan petani dalam pengendalian hama dan penyakit pada tanaman

karena zatnya lebih cepat bereaksi dan memiliki daya racun yang tinggi terhadap

hama pengganggu. Namun, penggunaaan fungisida sintetik yang berlebihan dapat

menimbulkan dampak negatif yang dapat membahayakan kesehatan manusia,

matinya beberapa mikroorganisme yang dapat membantu dalam penyuburan

tanah, dan rusaknya lingkungan karena efek residu yang ditimbulkan. Fungisida

yang digunakan pada hama target akan menimbulkan efek residu dan terurai di

udara, air permukaan dan tanah ( Kardinan, 2002 ).

Untuk mengurangi penggunaan fungisida sintetik maka perlu diupayakan

suatu pengendalian hama dan penyakit pada tumbuhan dengan penggunaan bahan

alami yang tidak merusak lingkungan dan menimbulkan efek residu bagi

lingkungan sekitar. Salah satu upaya untuk mengurangi penggunaan fungisida

sintetik yaitu dengan fungisida nabati (Oka, 1994). Fungisida nabati merupakan

fungisida yang bahan aktifnya berasal dari tumbuhan seperti daun, batang, akar,

dan buah. Tumbuhan banyak mengandung bahan kimia yang digunakan sebagai

alat pertahanan dari serangan organisme pengganggu. Bahan kimia yang

terkandung biasa disebut sebagai metabolit sekunder yang berupa flavonoid,

alkaloid, saponin, tannin, dan terpenoid (Biu et al., 2009).

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pestisida

nabati yang bersifat antijamur cukup efektif dalam mengendalikan berbagai jenis

patogen. Senyawa antijamur banyak ditemukan pada berbagai jenis tumbuhan

seperti dari famili Meliaceae, Solanaceae, Piperaceae, Legumineceae,

Burseraceae, Astaceae, Annonaceae dan sebagainya. Salah satu tumbuhan yang

berkembang dengan baik di Indonesia dan dapat dijadikan pestisida yang bersifat

2
antijamur adalah tanaman mimba (Azadirachta indica A. Juss.). Daun mimba

dapat digunakan sebagai antijamur karena daun mimba mengandung senyawa

flavonoid dan tannin yang dapat menghambat pertumbuhan jamur (Kardinan dan

Ruhayat, 2003). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sintowati, et.al., (2009)

minyak atsiri biji mimba mampu menghambat pertumbuhan jamur C. Albicans.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pada konsentrasi minyak atsiri biji

mimba 0% (kontrol) tidak ada hambatan terhadap pertumbuhan C. Albicans, pada

konsentrasi 50%, mampu menghambat pertumbuhan C. Albicans dengan diameter

hambat sebesar 10,33 mm (kuat), konsentrasi 60% sebesar 11,67 mm (kuat),

konsentrasi 70% dan 80% sebesar 12,33 mm, konsentrasi 90% sebesar 13,33 mm

(kuat) dan konsentrasi 100% sebesar 25 mm (sangat kuat).

Hasil uji pendahuluan fitokimia yang telah dilakukan menunjukkan daun

mimba mengandung senyawa metabolit sekunder golongan flavonoid, tannin,

saponin, terpenoid, dan alkaloid. Sejauh ini belum ada laporan penelitian

mengenai ekstrak daun mimba untuk mengendalikan pertumbuhan jamur pada

buah naga. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan diteliti aktivitas antijamur

ekstrak daun mimba terhadap jamur fusarium sp. pada buah naga dan

diidentifikasi golongan senyawa aktifnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang diperoleh yaitu

1. Pada konsentrasi berapakah ekstrak daun mimba dapat digunakan sebagai

antijamur terhadap fusarium sp. yang sering menyerang tanaman buah naga?

3
2. Senyawa golongan apakah yang bersifat sebagai antijamur terhadap fusarium

sp. yang sering menyerang tanaman buah naga ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui konsentrasi ekstrak daun mimba yang dapat digunakan

sebagai antijamur terhadap fusarium sp. yang sering menyerang tanaman buah

naga.

2. Untuk mengetahui golongan senyawa aktif dalam ekstrak daun mimba yang

bersifat sebagai antijamur terhadap fusarium sp. yang sering menyerang

tanaman buah naga.

1.4 Manfaat penelitian

Manfaat penelitian ini adalah dapat memberikan informasi kepada

masyarakat mengenai senyawa aktif yang terdapat pada daun mimba yang dapat

dimanfaatkan sebagai antijamur untuk mengendalikan jamur Fusarium sp. pada

tanaman buah naga.

Anda mungkin juga menyukai