Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stres adalah suatu reaksi tubuh yang dipaksa, di mana ia boleh menganggu
equilibrium (homeostasis) fisiologi normal (Julie K., 2005). Sedangkan menurut
WHO (2003) Stres adalah reaksi/respons tubuh terhadap stresor psikososial (tekanan
mental/beban kehidupan). Stres dewasa ini digunakan secara bergantian untuk
menjelaskan berbagai stimulus dengan intensitas berlebihan yang tidak disukai
berupa respons fisiologis, perilaku, dan subjektif terhadap stres; konteks yang
menjembatani pertemuan antara individu dengan stimulus yang membuat stres
semua sebagai suatu sistem.
Stres adalah keadaan atau kondisi yang tercipta bila transaksi orang yang
mengalami stres dan hal yang dianggap mendatangkan stres membuat orang yang
bersangkutan melihat ketidaksepadanan, entah nyata atau tidak nyata, antara
keadaan atau kondisi dan sistem sumber daya biologis, psikologis, dan sosial yang
ada padanya.

Dunia perkuliahan biasanya cukup identik dengan mahasiswa dan tugas-


tugas kuliah. Tugas-tugas kuliah yang diberikan biasanya terdiri dari berbagai
macam jenis, seperti membuat makalah, penelitian, presentasi, analisa kasus, dan
lain sebagainya. Bentuk dan cara pengerjaan tugas-tugas kuliah itu juga beragam
yaitu dapat berupa tugas berkelompok atau tugas mandiri. Setiap tugas kuliah yang
diberikan oleh dosen memiliki tingkat kesulitan masing-masing.

Seperti yang diungkap Mulyadi, beberapa masalah yang bisa menjadi


stressor bagi mahasiswa adalah masalah yang berhubungan dengan pendidikan,
misalnya masalah konsentrasi. Banyak mahasiswa mengeluh karena tidak bisa
konsentrasi, sehingga hasil belajar tidak maksimal, masalah yang berhubungan
dengan sistem pengajarannya, masalah daya tahan dan kelangsungan studi. Ada pula
masalah penyesuaian diri dan hubungan sosial, masalah yang sifatnya pribadi,
masalah ekonomi, masalah memilih jurusan, jabatan dan masa depan, dan
sebagainya (Mulyadi, 2004, hal. 197-198).
Belajar di perguruan tinggi merupakan suatu pekerjaan yang berat yang
menuntut upaya yang tidak sedikit. Banyak kegiatan belajar yang harus dimiliki oleh
mahasiswa, seperti pemilihan cara belajar, pengaturan cara belajar, pengaturan
waktu belajar, mengikuti kuliah secara teratur, memilih mata kuliah yang cocok,
mempelajari buku- buku yang pada umumnya ditulis dalam bahasa asing, mengkaji
bermacam teori dan penelitian, membuat laporan tertulis dan sebagainya (Sudrajat,
2008).
Belajar lebih banyak berhubungan dengan aktifitas jiwa, dengan kata lain
faktor- faktor psikis memang memiliki peran yang sangat menentukan dalam proses
belajar dan hasilnya. Dalam keadaan stabil dan normal perasaan sangat menolong
individu melakukan perbuatan belajar tetapi perasaan dengan intensitas sedemikian
tinggi sehingga pribadi kehilangan kontrol yang normal terhadap dirinya, misalnya
takut, marah, stres, putus asa atau sangat gembira, ini semua akan menghambat
proses belajar dan prestasi yang dicapai (Mustaqim, 2008). Fakultas kedokteran
Universitas Islam Indonesia angkatan 2008 mengadakan penelitian pada 133
mahasiswa dengan hasil Stres ringan dialami oleh 82 (61,7%) responden, dengan 20
(58,4%), sedangkan stres sedang dialami oleh 51 (38,3%) responden, dengan 13
(41,2%) responden. Namun, tidak ada satupun responden yang mengalami stres
berat. Hasil penelitian lainnya dari Universitas Sumatera Utara tahun 2010 dengan
jumlah sampel 90 mahasiswa kedokteran USU menunjukkan persentase stress
ringan, sedang, dan berat adalah 26,7%, 22,2%, dan 22,2%. Sekitar 28,9%
mahasiswa kedokteran tidak mengalami stres.
Pandemi virus corona menyebabkan dampak yang sangat luar biasa
terhadap beberapa sektor kehidupan, salah satunya yaitu pendidikan. Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa pendidikan menjadi salah satu sektor
yang begitu terdampak oleh virus corona. Parahnya lagi, hal itu terjadi dalam
tempo yang cepat dan skala yang luas. Menurut data Organisasi Pendidikan,
Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO), setidaknya ada 290,5 juta siswa di
seluruh dunia yang aktivitas belajarnya menjadi terganggu akibat sekolah yang
ditutup.

Saat ini, pandemi Covid-19 menjadi salah satu krisis kesehatan utama bagi
setiap individu dari semua bangsa, benua, ras, dan kelompok sosial ekonomi. Data
20 Februari 2021 dari World o Meters, Covid-19 di dunia mencapai 111.217.645
kasus. Dalam data tersebut Amerika Serikat hingga saat ini menempatkan posisi
pertama tingkat kasus covid 19 dunia dengan total kasus 28.5999.039 dengan
penambahan kasus baru dalam 24 jam terakhir sebanyak 74.347 orang.
Data 20 Februari 2021 di Indonesia saat ini kasus terkonfirmasi mencapaii
1.263.2999 dengan penambahan kasus positif dalam 24 jam terakhir mencapai 10.614
orang. Penularan Covid-19 dari satu individu ke individu yang lain telah ditunjukkan
dengan gejala demam, sakit tenggorokan, batuk, sesak nafas, dan ada beberapa
individu yang positif terkena Covid-19 tanpa gejala (Kemenkes RI, 2020).
Penatalaksanaan Covid-19 saat ini bersifat suportif, dan kegagalan pernafasan
menjadi penyebab utama mortalitas (Mehta, McAuley, Brown, Sanchez, Tattersall, &
Manson, 2020).

Respons yang diperlukan, seperti isolasi sosial, anjuran untuk tetap berada
dirumah, karantina seluruh masyarakat, dan penutupan instansi pendidikan telah
mengubah kehidupan sehari-hari secara tiba-tiba. Mahasiswa sebagai salah satu
individu yang jumlahnya paling banyak di institusi pendidikan tentunya sangat
merasakan dampak pendemi Covid-19, dimana sistem pembelajaran yang biasanya
dilakukan secara tatap muka baik di lingkungan kampus ataupun lahan praktek
berubah menjadi daring.
Perubahan yang terjadi pada mahasiswa akibat Covid-19 tentunya berdampak
pada psikologis mahasiswa. Hasil penelitian Cao, Fang, Hou, Han, Xu, Dong, &
Zheng, (2020) pada 7.143 mahasiswa menunjukkan bahwa 0,9% mahasiswa
mengalami ansietas berat, 2,7% mengalami ansietas sedang, dan 21,3% mengalami
ansietas ringan. Selain itu, tinggal di daerah perkotaan (OR= 0,810, 95% CI =
0,709 - 0,925), stabilitas pendapatan keluarga (OR= 0,726, 95% CI = 0,645 - 0,817)
dan tinggal bersama orang tua (OR= 0,752, 95% CI = 0,596) - 0,950)
adalah faktor pencegahan ansietas. Selain itu, memiliki kerabat atau kenalan yang
terinfeksi COVID-19 adalah faktor risiko terjadinya ansietas pada mahasiswa (OR
= 3.007, 95% CI = 2.377- 3.804). Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa efek
ekonomi, dan efek pada kehidupan sehari- hari, serta keterlambatan dalam kegiatan
akademik, secara positif berhubungan dengan gejala ansietas (P <0,001). Namun,
dukungan sosial berkorelasi negatif dengan tingkat ansietas (P <0,001).
Pandemi virus corona menyebabkan dampak yang sangat luar biasa
terhadap beberapa sektor kehidupan, salah satunya yaitu pendidikan. Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa pendidikan menjadi salah satu sektor
yang begitu terdampak oleh virus corona. Parahnya lagi, hal itu terjadi dalam
tempo yang cepat dan skala yang luas. Menurut data Organisasi Pendidikan,
Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO), setidaknya ada 290,5 juta siswa di
seluruh dunia yang aktivitas belajarnya menjadi terganggu akibat sekolah yang
ditutup.
Wabah virus corona yang menyebar di Indonesia menyebabkan pemerintah
memutuskan untuk menutup kegiatan belajar mengajar di sekolah dan universitas.
Penutupan sekolah dan universitas dimulai pada hari Senin tanggal 16 Maret 2020.
Kegiatan belajar mengajar di sekolah digantikan dengan kegiatan belajar mengajar
secara online atau daring. Istilah daring merupakan akronim dari “dalam jaringan“.
Sistem pembelajaran daring dianggap sebagai solusi yang dapat digunakan saat
masa penyebaran pandemi virus corona di Indonesia, pendidik dan peserta didik
dapat melangsungkan kegiatan belajar mengajar tanpa harus bertatap muka secara
langsung untuk mencegah penyebaran virus corona.

Pembelajaran daring bertujuan memberikan layanan pembelajaran bermutu


dalam jaringan (daring) yang bersifat masif dan terbuka untuk menjangkau
peminat yang lebih banyak dan lebih luas (Adhe & Kartika, 2018). Pembelajaran
yang dilakukan dengan menggunakan sistem daring menjadikan materi pelajaran
dapat dijangkau dengan lebih mudah dan lebih luas oleh peserta didik. Hal tersebut
memudahkan pendidik maupun peserta didik untuk tetap mengajar dan belajar
meskipun sedang melakukan sosial distancing yang sesuai dengan anjuran dari
pemerintah..

Dengan latar belakang seperti yang diuraikan di atas, maka peneliti tertarik
meneliti mengenai “Hubungan Tingkat Stres Dengan Prestasi Akademik Selama
Mengikuti Pembelajaran Daring Pada Masa Pandemi Covid-19 Di STIKes YPIB
Majalengka”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan penelitian ini
dapat dirumuskan Apakah ada hubungan antara Tingkat Stres Mahasiswa
Dengan Prestasi Akademik Selama Mengikuti Pembelajaran Daring Pada Masa
Pandemi Covid-19 Di STIKes YPIB Majalengka ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk Mengetahui Hubungan
Tingkat Stres Mahasiswa Dengan Prestasi Akademik Selama Mengikuti
Pembelajaran Daring Pada Masa Pandemi Covid-19 Di STIKes YPIB
Majalengka.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tingkat stres pada mahasiswa STIKes YPIB Majalengka.
b. Mengetahui tingkat prestasi akademik selama mengikuti pembelajaran
daring pada masa pandemi Covid-19 di STIKes YPIB Majalengka.
c. Mengetahui hubungan antara Tingkat Stres Mahasiswa Dengan Prestasi
Akademik Selama Mengikuti Pembelajaran Daring Pada Masa Pandemi
Covid-19 Di STIKes YPIB Majalengka.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan


Hasil penelitian ini dapat menjadi ilmu pengetahuan dan
informasi bagi keperawatan tentang Hubungan Tingkat Stres Mahasiswa
Dengan Prestasi Akademik Selama Mengikuti Pembelajaran Daring Pada
Masa Pandemi Covid-19 Di STIKes YPIB Majalengka.
2. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat memberikan ilmu dan pengalaman baru yang
sangat berharga.
3. Bagi Peneliti Lain
Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi peneliti
lain yang akan mengangkat tema yang sama dengan sudut pandang
berbeda.

Anda mungkin juga menyukai