“Obat Tradisional”
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan,
bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang secara tradisional
telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Pengobatan tradisional. (Undang-
Undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan)
Adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara, obat dan pengobatannya yang
mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun dan diterapkan sesuai dengan norma
yang berlaku dalam masyarakat.
- Bahan alam
- Berdasarkan pengalaman
Mencoba-coba
Signatura
Lahir aturan-aturan tentang obat radisional yang dikenal dengan paket deregulasi, yaitu Peraturan
Menteri Kesehatan R.I :
Obat tradisional yang diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki izin edar yang diberikan oleh
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pemberian izin edar dilaksanakan melalui mekanisme
registrasi sesuai dengan tatalaksana yang ditetapkan dan berlaku selama 5(lima) tahun. Dikecualikan
dari ketentuan kewajiban memiliki izin edar di berlakukan terhadap:
a. obat tradisional yang dibuat oleh usaha jamu racikan dan usaha jamu gendong
b. simplisia dan sediaan galenik untuk keperluan industri dan keperluan layanan pengobatan tradisional
c. obat tradisional yang digunakan untuk penelitian, sampel untuk registrasi dan pameran dalam jumlah
terbatas dan tidak diperjualbelikan.
Obat tradisional yang dapat diberikan izin edar harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. menggunakan bahan yang memenuhi persyaratan keamanan dan mutu
c. memenuhi persyaratan Farmakope Herbal Indonesia atau persyaratan lain yang diakui
d. berkhasiat yang dibuktikan secara empiris, turun temurun, dan/atau secara ilmiah, penandaan berisi
informasi yang objektif, lengkap, dan tidak menyesatkan.
b. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 230/Menkes/IX/1976 tentang Wajib Daftar Simplisia Impor
c. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Obat
Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional sepanjang yang mengatur pendaftaran obat tradisional
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri ini
a. etil alkohol lebih dari 1%, kecuali dalam bentuk sediaan tingtur yang pemakaiannya dengan
pengenceran
b. bahan kimia obat yang merupakan hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat
e. dan atau bahan lain yang berdasarkan pertimbangan kesehatan dan/atau berdasarkan penelitian
membahayakan kesehatan yang jenisnya ditetapkan dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makan.
Obat tradisional dilarang dibuat dan/atau diedarkan dalam bentuk sediaan:
a. Intravaginal
b. tetes mata
c. parenteral
Registrasi Obat Tradisional Produksi Dalam Negeri hanya dapat dilakukan oleh Industri Obat
Tradisional, Usaha Kecil Obat Tradisional atau Usaha Mikro Obat Tradisional yang memiliki izin
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Registrasi Obat Tradisional Kontrak hanya dapat dilakukan oleh pemberi kontrak dengan
melampirkan dokumen kontrak. Obat tradisional kontrak adalah obat tradisional yang seluruh atau
sebagian tahapan pembuatan dilimpahkan kepada industri obat tradisional atau usaha kecil obat
tradisional berdasarkan kontrak.
Registrasi Obat Tradisional Lisensi hanya dapat dilakukan oleh Industri Obat Tradisional, Usaha Kecil
Obat Tradisional penerima lisensi yang memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan. Obat tradisional lisensi adalah obat tradisional yang seluruh tahapan pembuatan dilakukan
oleh industri obat tradisional atau usaha kecil obat tradisional di dalam negeri atas dasar lisensi.
Registrasi Obat Tradisional Impor hanya dapat dilakukan oleh Industri Obat Tradisional, Usaha Kecil
Obat Tradisional, atau importir obat tradisional yang mendapat penunjukan keagenan dan hak untuk
melakukan registrasi dari industri di negara asal. Obat tradisional impor adalah obat tradisional yang
seluruh proses pembuatan atau sebagian tahapan pembuatan sampai dengan pengemasan primer
dilakukan oleh industri di luar negeri, yang dimasukkan dan diedarkan di wilayah Indonesia.
Registrasi Obat Tradisional Khusus Ekspor dilakukan oleh Industri Obat Tradisional, Usaha Kecil
Obat Tradisional atau Usaha Mikro Obat Tradisional yang memiliki izin sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan.
Obat tradisional dibuat atau diramu dari bahan tumbuh-tumbuhan, bahan hewan, sediaan
sarian (galenik), atau campuran bahan-bahan tersebut. Obat tradisional secara turun-temurun telah
digunakan untuk kesehatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional telah digunakan oleh berbagai
aspek masyarakat mulai dari tingkat ekonomi atas sampai tingkat bawah, karena obat tradisional
mudah didapat, harganya yang cukup terjangkau dan berkhasiat untuk pengobatan, perawatan dan
pencegahan penyakit (Ditjen POM, 1994).
Untuk meningkatkan mutu suatu obat tradisional, maka pembuatan obat tradisional haruslah
dilakukan dengan sebaik-baiknya mengikutkan pengawasan menyeluruh yang bertujuan untuk
menyediakan obat tradisional yang senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku. Keamanan dan
mutu obat tradisional tergantung dari bahan baku, bangunan, prosedur, dan pelaksanaan pembuatan,
peralatan yang digunakan, pengemasan termasuk bahan serta personalia yang terlibat dalam
pembuatan obat tradisional (Dirjen POM, 1994).
1. Efek samping OT relatif kecil bila digunakan secara benar dan tepat
OT/TO akan bermanfaat dan aman jika digunakan dengan tepat, baik takaran, waktu dan cara
penggunaan, pemilihan bahan serta penyesuai dengan indikasi tertentu.
2. Adanya efek komplementer dan atau sinergisme dalam ramuan obat tradisional/komponen bioaktif
tanaman obat. Dalam suatu ramuan OT umumnya terdiri dari beberapa jenis TO yang memiliki efek
saling mendukung satu sama lain untuk mencapai efektivitas pengobatan.
3. Pada satu tanaman bisa memiliki lebih dari satu efek farmakologi
Zat aktif pada tanaman obat umunya dalam bentuk metabolit sekunder, sedangkan satu tanaman
bisa menghasilkan beberapa metabolit sekunder; sehingga memungkinkan tanaman tersebut memiliki
lebih dari satu efek farmakologi. Efek tersebut adakalanya saling mendukung (seperti pada herba timi
dan daun kumis kucing), tetapi ada juga yang seakan-akan saling berlawanan atau kontradiksi (sperti
pada akar kelembak). Sebagai contoh misalnya pada rimpang temu lawak (Curcuma xanthoriza) yang
disebutkan memiliki beberapa efek farmakologi, antara lain : sebagai anti inflamasi (anti radang), anti
hiperlipidemia (penurun lipida darah), cholagogum (merangsang pengeluaran produksi cairan
empedu), hepatoprotektor (mencegah peradangan hati) dan juga stomakikum (memacu nafsu
makan).
4. Obat tradisional lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan degeneratif. Sebagaimana
diketahui bahwa pola penyakit di Indonesia (bahkan di dunia) telah mengalami pergeseran dari
penyakit infeksi (yang terjadi sekitar tahun 1970 ke bawah) ke penyakit-penyakit metabolik
degeneratif (sesudah tahun 1970 hingga sekarang). Hal ini seiring dengan laju perkembangan tingkat
ekonomi dan peradaban manusia yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi
dengan berbagai penemuan baru yang bermanfaat dalam pengobatan dan peningkatan
kesejahteraan umat manusia.
Disamping berbagai keuntungan, bahan obat alam juga memiliki beberapa kelemahan yang juga
merupakan kendala dalam pengembangan obat tradisional (termasuk dalam upaya agar bisa diterima
pada pelayanan kesehatan formal). Adapun beberapa kelemahan tersebut antara lain : efek
farmakologisnya yang lemah, bahan baku belum terstandar dan bersifat higroskopis serta volumines,
belum dilakukan uji klinik dan mudah tercemar berbagai jenis mikroorganisme. Menyadari akan hal ini
maka pada upaya pengembangan OT ditempuh berbagai cara dengan pendekatan-pendekatan
tertentu, sehingga ditemukan bentuk OT yang telah teruji khasiat dan keamanannya, bisa
dipertanggung jawabkan secara ilmiah serta memenuhi indikasi medis; yaitu kelompok obat fitoterapi
atau fitofarmaka Akan tetapi untuk melaju sampai ke produk fitofarmaka, tentu melalui beberapa
tahap (uji farmakologi, toksisitas dan uji klinik) hingga bisa menjawab dan mengatasi berbagai
kelemahan tersebut.
Efek farmakologis yang lemah dan lambat karena rendahnya kadar senyawa aktif dalam bahan obat
alam serta kompleknya zat balast/senyawa banar yang umum terdapat pada tanaman. Hal ini bisa
diupayakan dengan ekstrak terpurifikasi, yaitu suatu hasil ekstraksi selektif yang hanya menyari
senyawa-senyawa yang berguna dan membatasi sekecil mungkin zat balast yang ikut tersari.
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang menyangkut
pembuatan obat tradisional, yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa
memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu
produk tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan
dan personalia yang menangani. Penerapan CPOTB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk
menerapkan sistem jaminan mutu yang diakui dunia internasional. Untuk itu sistem mutu hendaklah
dibangun, dimantapkan dan diterapkan sehingga kebijakan yang ditetapkan dan tujuan yang
diinginkan dapat dicapai. Dengan demikian penerapan CPOTB merupakan nilai tambah bagi produk
obat tradisional Indonesia agar dapat bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar
dalam negeri maupun internasional. Mengingat pentingnya penerapan CPOTB maka pemerintah
secara terus menerus memfasilitasi industri obat tradisional baik skala besar maupun kecil untuk
dapat menerapkan CPOTB melalui langkah-langkah dan pentahapan yang terprogram. Dengan
adanya perkembangan jenis produk obat bahan alam tidak hanya dalam bentuk Obat Tradisional
(Jamu), tetapi juga dalam bentuk Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka, maka Pedoman Cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik ini dapat pula diberlakukan bagi industri yang memproduksi
Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka.
2. Bahan awal adalah bahan baku dan bahan pengemas yang digunakan dalam pembuatan suatu
produk obat tradisional.
3. Bahan baku adalah simplisia, sediaan galenik, bahan tambahan atau bahan lainnya, baik yang
berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat, yang berubah maupun yang tidak berubah, yang
digunakan dalam pengolahan obat tradisional,walaupun tidak semua bahan tersebut masih terdapat
didalam produk ruahan.
4. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat tradisional yang belum mengalami
pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain merupakan bahan yang dikeringkan.
5. Bahan pengemas adalah semua bahan yang digunakan untuk pengemasan produk ruahan untuk
menghasilkan produk jadi.
6. Produk antara adalah bahan atau campuran bahan yang masih memerlukan satu atau lebih tahap
pengolahan lebih lanjut untuk menjadi produk ruahan.
7. Produk ruahan adalah bahan atau campuran bahan yang telah selesai diolah yang masih
memerlukan tahap pengemasan untuk menjadi produk jadi.
8. Produk jadi adalah produk yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan obat tradisional.
9. Pembuatan adalah seluruh rangkaian kegiatan yang meliputi pengadaan bahan awal termasuk
penyiapan bahan baku, pengolahan, pengemasan, pengawasan mutu sampai diperoleh produk jadi
yang siap untuk didistribusikan.
10. Produksi adalah semua kegiatan pembuatan dimulai dari pengadaan bahan awal termasuk
penyiapan bahan baku, pengolahan, sampai dengan pengemasan untuk menghasilkan produk jadi.
11. Pengolahan adalah seluruh rangkaian kegiatan mulai dari penimbangan bahan baku sampai dengan
dihasilkannya produk ruahan.
12. Pengemasan adalah kegiatan mewadahi, membungkus, memberi etiket dan atau kegiatan lain yang
dilakukan terhadap produk ruahan untuk menghasilkan produk jadi.
13. Pengawasan dalam proses adalah pemeriksaan dan pengujian yang ditetapkan dan dilakukan dalam
suatu rangkaian proses produksi, termasuk pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan terhadap
lingkungan dan peralatan dalam rangka menjamin bahwa produk akhir (jadi) memenuhi
spesifikasinya.
14. Pengawasan mutu (quality control) adalah semua upaya pemeriksaan dan pengujian selama
pembuatan untuk menjamin agar obat tradisional yangdihasilkan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan.
15. Sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin kebersihan sarana pembuatan,
personil, peralatan dan bahan yang ditangani.
16. Dokumentasi adalah catatan tertulis tentang formula, prosedur, perintah dan catatan tertulis lainnya
yang berhubungan dengan pembuatan obat tradisional.
17. Verifikasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan,
perlengkapan, prosedur kegiatan yang digunakan dalam pembuatan obat tradisional senantiasa
mencapai hasil yang diinginkan.
18. Inspeksi diri adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai semua aspek, mulai dari pengadaan bahan
sampai dengan pengemasan dan penetapan tindakan perbaikan yang dilakukan oleh semua personal
industri obat tradisional sehingga seluruh aspek pembuatan obat tradisional dalam industri obat
tradisional tersebut selalu memenuhi CPOTB.
19. Bets adalah sejumlah produk obat tradisional yang diproduksi dalam satu siklus pembuatan yang
mempunyai sifat dan mutu yang seragam.
20. Lot adalah bagian tertentu dari suatu bets yang memiliki sifat dan mutu yang seragam dalam batas
yang telah ditetapkan.
21. Kalibrasi adalah kombinasi pemeriksaan dan penyetelan suatu instrumen agar memenuhi syarat
batas keakuratan menurut standar yang diakui.
22. Karantina adalah status suatu bahan atau produk yang dipisahkan baik secara fisik maupun secara
sistem, sementara menunggu keputusan pelulusan atau penolakan untuk diproses, dikemas atau
didistribusikan.
23. Nomor bets atau nomor lot adalah suatu rancangan nomor dan atau huruf yang menjadi tanda
riwayat suatu bets atau lot secara lengkap, termasuk pemeriksaan mutu dan pendistribusiannya.
24. Diluluskan (released) adalah status bahan atau produk yang boleh digunakan untuk diproses,
dikemas atau didistribusikan.
25. Produk kembalian adalah produk yang dikembalikan dari semua mata rantai distribusi ke pabrik.
26. Penarikan kembali (recall) adalah kegiatan menarik kembali produk dari semua mata rantai distribusi
apabila ditemukan adanya produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan
penandaan atau adanya efek yang merugikan kesehatan.
27. Keluhan adalah suatu pengaduan dari pelanggan atau konsumen mengenai kualitas, kuantitas,
khasiat dan keamanan.
Menurut Material Medika (MMI, 1995), simplisia dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu:
1. Simplisia nabati
Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat
tanaman. Eksudat adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dengan
cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia.
2. Simplisia hewani
Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan atau bagian hewan zat-zat berguna yang
dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.
Simplisia pelikan adalah simplisia yang berupa bahan-bahan pelican (mineral) yang belum diolah atau
telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia.
Zat kimia berkhasiat (obat) tidak diperbolehkan digunakan dalam campuran obat tradisional
karena obat tradisional diperjual belikan secara bebas. Dengan sendirinya apabila zat berkhasiat
(obat) ini dicampurkan dengan ramuan obat tradisional dapat berakibat buruk bagi kesehatan (Dirjen
POM, 1986).
Sumber simplisia :
1. tumbuhan liar
Keuntungan : a. Ekonomis
Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat ini sudah lama dimiliki oleh nenek moyang
kita dan hingga saat ini telah banyak yang terbukti secara ilmiah. Dan Pemanfaatan tanaman obat
Indonesia akan terus meningkat mengingat kuatnya keterkaitan bangsa Indonesia terhadap tradisi
kebudayaan memakai jamu.
Bagian-bagian yang digunakan sebagai bahan obat yang disebut simplisia. Simplisia:
a. Kulit (cortex)
Kortek adalah kulit bagian terluar dari tanaman tingkat tinggi yang berkayu.
b. Kayu (lignum)
c. Daun (folium)
Folium merupakan jenis simplisia yang paling umum digunakan sebagai bahan baku ramuan obat
tradisional maupun minyak atsiri.
d. Herba
Simplisia herba pada umumnya berupa produk tanaman obat dari jenis herba yang
bersifatherbaceous.
e. Bunga (flos)
Bunga sebagai simplisia dapat berupa bunga tungga atau majemuk, bagian bunga majemuk serta
komponen penyusun bunga.
f. Akar (radix)
Akar tanaman yang sering dimanfaatkan untuk bahan obat dapat berasal dari jenis tanaman yang
umumnya berbatang lunak dan memiliki kandungan air yang tinggi.
g. Umbi (bulbus)
Bulbus atau bulbi adalah produk berupa potongan rajangan umbi lapis, umbi akar, atau umbi batang.
Bentuk ukuran umbi bermacam-macam tergantung dari jenis tanamannya.
h. Rimpang (rhizoma)
Rhizoma atau rimpang adalah produk tanaman obat berupa potongan-potongan atau irisan rimpang.
i. Buah (fructus)
Simplisia buah ada yang lunak dan ada pula yang keras. Buah yang lunak akan menghasilkan
simplisia dengan bentuk dan warna yang sangat berbeda, khususnya bila buah masih dalam keadaan
segar.
Sama halnya dengan simplisia buah, simplisia kulit buah pun ada yang lunak, keras bahkan adapula
yang ulet dengan bentuk bervariasi.
k. Biji (semen)
Semen (biji-bijian) diambil dari buah yang telah masak sehingga umumnya sangat keras. Bentuk dan
ukuran simplisia biji pun bermacam- macam tergantung dari jenis tanaman (Widyastuti, 2004).
Obat tradisional tersedia dalam berbagai bentuk yang dapat diminum atau ditempelkan pada
permukaan pada permukaan kulit. Tetapi tidak tersedia dalam bentuk suntikan atau aerosol. Dalam
bentuk sediaan obat- obat tradisional ini dapat berbentuk serbuk yang menyerupai bentuk sediaan
obat modren, kapsul, tablet, larutan, ataupun pil (BPHN, 1993).
7.1.1 Larutan
Larutan terjadi apabila suatu zat padat bersinggungan dengan suatu cairan, maka padat
tadi terbagi secara molekuler dalam cairan tersebut. Zat cair atau cairan biasanya ditimbang dalam
botol yang digunakan sebagai wadah yang diberikan. Cara melarutkan zat cair ada dua cara yakni
zat-zat yang agak sukar larut dilarutkan dengan pemanasan (Anief, 2000).
7.1.2 Serbuk
Serbuk adalah campuran homogen dua atau lebih obat yang disebukkan. Pada
pembuatan serbuk kasar, terutama serbuk nabati, digerus terlebih dahulu sampai derajat halus
tertentu setelah itu dikeringkan pada suhu tidak lebih 500C.
Serbuk obat yang mengandung bagian yang mudah menguap dikeringkan dengan
pertolongan bahan pengering yang cocok, setelah itu diserbuk dengan jalan digiling, ditumbuk dan
digerus sampai diperoleh serbuk yang mempunyai derajat halus serbuk (Anief, 2000).
7.1.3 Tablet
Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak, berbentuk rata atau cempung
rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan.
Zat pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah. Contohnya yaitu tablet antalgin (Anief,
2002).
7.1.4 Pil
Pil adalah suatu sediaan yang berbentuk bulat seperti kelereng mengandung satu atau
lebih bahan obat. Berat pil berkisar antara 100 mg sampai 500 mg. untuk membuat pil diperlukan zat
tambahan seperti zat pengisi untuk memperbesar volume, zat pengikat dan pembasah dan bila perlu
ditambah penyalut (Anief, 2002).
7.1.5 Kapsul
Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang
dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin, tetapi dapat juga terbuat dari pati dan bahan lain
yang sesuai. Ukuran cangkang kapsul keras bervariasi dari nomor paling kecil (5) sampai nomor
paling besar (000), dan ada juga kapsul gelatin keras ukuran 0 dengan bentuk memanjang ( dikenal
sebangai usuran OE), yang memberikan kapasitas isi yang lebih besar tanpa peningkatan diameter.
Contohnya kapsul pacekap (Farmakope IV, 1995).
a. Coriandri Fruktus
Ketumbar berkhasiat untuk meredakan pusing, muntah- muntah, influensa, wasir, radang lambung,
campak, masuk angin, terkena darah tinggi, dan lemah syahwat.
b. Myristicae semen
Buah pala berkhasiat sebagai obat diare, kembung, mual serta untuk menetapkan daya cerna dan
selera makan, yang kaya akan vitamin C, kalsium, dan posfor.
Senyawa kimia buah pala tersebut terdapat dikulit, daging, biji pala hingga bunganya.
Lada hitam berkhasiat untuk memperlancar menstruasi, meredakan serangan asma, meringankan
gejala ramatik, mengatasi perut kembung serta menyembuhkan sakit kepala.
d. Andrographis Herba
e. Curcumae Rhizoma