Anda di halaman 1dari 35

FINAL PROJECT 4

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN


GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN CAIRAN &
ELEKTROLIT “DENGUE HEMORAGIC FEVER (DHF)”
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Keperawatan Anak Semester III

Kelompok 4 Kelas 2B
Disusun Oleh :
Zuhdiya Malik (P17250193037)
Dimas Aditya putra (P17250193044)

Dosen Pengampu
Wiwiek Retti Andriani, S.Kep.Ns., M.Kep

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


Prodi Diploma III Keperawatan Kampus VI Ponorogo
Tahun Akademik 2020/2021
Jalan Dr. Ciptomangunkusumo No.82A Ponorogo
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Final Project
4 Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Pemenuhan
Kebutuhan Cairan & Elektrolit “Dangue Hemoragic Fever (DHF)” ini tepat
waktu. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas ibu Wiwiek Retti Andriani, S.Kep.Ns., M.Kep pada mata kuliah
Keperawatan Anak.
Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Wiwiek Retti Andriani,
S.Kep.Ns., M.Kep selaku dosen Keperawatan Anak yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang kami tekuni.

Kami menyadari makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Ponorogo, 28 Agustus 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Kasus 4
B. Out Come Learning 4
C. Hasil Pembahasan ...................................................................................5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA 29

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit Dangue Hemoragic Fever (DHF) merupakan penyakit
akibat infeksi virus Dengue yang masih menjadi problem kesehatan
masyarakat. Penyakit ini ditemukan nyaris di seluruh belahan dunia
terutama di negara-negara tropik dan subtropik baik sebagai penyakit
endemik maupun epidemik. Kejadian Luar Biasa (KLB) dengue biasanya
terjadi di daerah endemik dan berkaitan dengan datangnya musim
penghujan.
World Health Organization (WHO) mencatat bahwa antara tahun
1968 dan 2009, Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah kasus
demam berdarah tertinggi di Asia Tenggara. Berdasarkan profil kesehatan
Indonesia, jumlah kasus antara 2014 dan 2015 meningkat dari 100.347
pada tahun 2014 menjadi 129.650 pada tahun 2015. Tujuan dari rencana
strategis tingkat frekuensi DHF 2015 yang ditetapkan oleh Kementerian
Kesehatan adalah 49%, sehingga Indonesia tidak mencapai tujuan
Rencana Strategis 2015. (Budi, 2017). Tingkat kejadian (rate insidence)
atau Dangue Hemoragic Fever (DHF) di Jawa Timur pada tahun 2016
adalah 64,8 per 100.000 penduduk, meningkat dari tahun 2015 sebesar
54,18 per 100.000 penduduk. Angka ini masih lebih tinggi dari target
nasional ≤ 49 per 100.000 penduduk. Dilihat dari tingkat nyeri Dangue
Hemoragic Fever (DHF) pada tahun 2016, di beberapa kabupaten /
kota, jumlah orang yang menderita demam berdarah telah meningkat
dibandingkan dengan masa lalu. Angka kematian akibat DHF atau
tingkat fatalitas kasus (CFR) pada tahun 2017 adalah 1,3%, menunjukkan
bahwa tingkat kematian DHF di Jawa Timur masih melebihi target <1%.
(Profil Kesehatan Jawa Timur, 2017)
Pada tahun 2016 ini penyakit Dangue Hemoragic Fever
(DHF) masih menjadi masalah di Kabupaten Ponorogo. Selain sangat

1
berpotensi menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB), Selama Sembilan
tahun terakhir menjadikan Kabupaten Ponorogo sebagai Kabupaten
Endemis. Suatu wilayah disebut endemis apabila selama 3 tahun
berturut-turut selalu ditemukan adanya penderita DHF. Terjadi
peningkatan kasus DHF di tahun 2016 sebanyak 891 kasus jika
dibandingkan dengan tahun 2015 yang menemukan penderita sebanyak
773 penderita. Demikian juga dengan kematian akibat DHF juga
mengalami peningkatan di tahu n 2016 yaitu sebanyak 10 kasus.
(Profil Kesehatan Kabupaten Ponorogo, 2016)
Menurut data rekapitulasi kasus DHF Dinas Kesehatan Tingginya
kasus DHF di Ponorogo pada tahun 2019 terdapat 17 Kecamatan
terserang DHF, dengan total penderita sebanyak 973 orang dan kematian
9 orang. Tingginya angka kesakitan DHF disebabkan karena adanya iklim
yang tidak stabil dan curah hujan cukup banyak pada musim
penghujan yang merupakan sarana perkembangbiakan nyamuk Aedes
aegypti yang cukup potensial. Selain itu juga didukung dengan tidak
maksimal nya kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) di
masyarakat sehingga menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).
Infeksi DHF akan menimbulkan serangkaian reaksi imunitas
sehingga menghasilkan antibodi. Reaksi antigen-antibodi dan aktivasi
sistem komplemen akan menyebabkan deposisi sel imun IgM dan IgG di
permukaan sel trombosit yang kemudian dihancurkan oleh sel
retikuloendotelial. Pengeluaran dari sitokin-sitokin yang dikeluarkan oleh
sel T akan menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga
dapat terjadi kebocoran plasma, hipovolemia, dan syok. Gangguan pada
trombosit dan vaskuler akan menyebabkan gangguan hemostasis, sehingga
muncul manifestasi klinis perdarahan yang ditandai dengan petekie atau
positif pada tes tourniquet, purpura, ekimosis, perdarahan gusi, epistaksis,
dan melena (AMALA, 2019).

2
B. TUJUAN PENULISAN
Makalah ini di tulis bertujuan untuk Untuk memahami asuhan
keperawatan penyakit DHF pada anak meliputi :
1. Untuk memahami pengertian DHF
2. Untuk mengatahui penyebab anak tersebut mengalami DHF, serta
menyebutkan dan jelaskan etiologinya
3. Mengetahui klasifikasi DHF Grade pada anak tersebut
4. Untuk memahami tanda gejala atau manifestasi klinis DHF sesuai
masing-masing Grade
5. Untuk mengatahui penyebab anak tersebut mengalami perdarahan,
serta memahami mekanismenya
6. Untuk mengetahui komplikasi yang dapat terjadi pada anak yang
mengalami DHF
7. Untuk mengatahui hasil laboratorium pada anak tersebut
8. Untuk memahami tatalaksana untuk kasus DHF tersebut, baik secara
medis dan keperawatan.
9. Untuk mengetahui rumusan kemungkinan diagnosis keperawatan
(berdasarkan rumusan diagnosis SDKI) dengan batasan
karakteristik/faktor resiko/data focus dan rencana asuhan
keperawatan.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. KASUS
Seorang anak perempuan berusia 8 tahun dibawa orangtuanya ke UGD
RS pukul 09.00 dengan keluhan tadi pagi BAB berwarna hitam. BAB 1x,
konsistensi normal. Keluhan disertai dengan perasaan sebah di perut. Dari
orangtuanya didapatkan informasi bahwa 4 hari yang lalu pasien demam,
namun mulai pagi ini demam sudah tidak ada lagi. Saat ini anak mengeluh
keluar keringat dingin dan merasa lemas.
Anamnesis lanjutan didapatkan informasi bahwa panas yang dialami
selama 4 hari yang lalu sifatnya terus menerus dan hanya turun sebentar
setelah minum obat turun panas. Selama sakit penderita tidak ada
keluhan mengigil, tidak mimisan, dan tidak sesak napas. Teman sekolahnya
sedang ada yang dirawat di RS karena demam berdarah. Buang air kecil
terakhir tadi malam sebelum tidur. Pasien memiliki kebiasaan makan yang
teratur, dan tidak pernah mengkonsumsi obat selain dari dokter. Pasien
tidak pernah menderita sakit kuning dan baru pertama kali sakit seperti
ini. Pasien memiliki kebiasaan tidur siang setiap harinya.
Hasil pemeriksaan keluhan utama delirium, anak tampak lemah, BB 26
kg, TTV: TD 80/40 mmHg, RR 28 x/mnt, HR: 112x/mnt, nadi teraba lemah dan

o
cepat, Suhu 36.8 C. Hidung terdapat bekas perdarahan/mimisan yang telah
mengering, pemeriksaan perkusi abdomen tympani, pekak pada region
hipokondriaka dextra, Palpasi ditemukan hepatomegaly (+). Ekstremitas:
petekie (+) pada lengan kanan dan kiri, akral teraba dingin. Pemeriksaan
penunjang: Hb 15.5 gr/%, Ht 48%, Leukosit 2000, Trombosit 65.000.

4
B. PENCAPAIAN LEARNING OUT CAME
10. Apa pengertian DHF?
11. Mengapa anak tersebut mengalami DHF, sebut dan jelaskan
etiologinya!
12. Jika dilihat dari data-data di atas, anak tersebut termasuk klasifikasi
DHF Grade berapa?
13. Sebutkan tanda gejala atau manifestasi klinis DHF sesuai masing-
masing Grade!
14. Mengapa anak tersebut mengalami perdarahan? Jelaskan
mekanismenya!
15. Jelaskan komplikasi yang dapat terjadi pada anak yang mengalami
DHF?
16. Bagaimana hasil laboratorium pada anak di atas, jelaskan mengapa
demikian?
17. Buatlah pathway DHF!
18. Jelaskan tatalaksana untuk kasus DHF di atas, baik secara medis dan
keperawatan.
19. Rumuskan kemungkinan diagnosis keperawatan (berdasarkan rumusan
diagnosis SDKI) yang dapat muncul pada bayi dengan BBLR, dilengkapi
dengan batasan karakteristik/faktor resiko/data fokus! minimal 4
diagnosis
20. Buatlah rencana asuhan keperawatan untuk mengatasi diagnosis
keperawatan yang kemungkinan muncul pada bayi Ny.U (rujuk pada
SLKI & SIKI, serta jurnal terbaru)

C. HASIL PEMBAHASAN (LEARNING OUT CAME)


1. PENGERTIAN DHF
Dengue Haemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam,
nyeri otot atau nyeri sendi yang disetai leucopenia, ruam,

5
limfadenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik. Pada DHF terjadi
perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan
hemotokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom renjatan
dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh renjatan atau syok (Sudoyo, 2010)
Dengue Haemorhagic Fever adalah penyakit yang menyerang
anak dan orang dewasa yang disebabkan oleh virus dengan manifestasi
berupa demam akut, perdarahan, nyeri otot dan sendi. Dengue adalah
suatu infeksi Arbovirus (Artropod Born Virus) yang akut ditularkan oleh
nyamuk Aedes Aegepty atau oleh Aedes Albopictus (Titik, 2016)
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit
trombositopenia infeksius akut yang parah, sering bersifat fatal, penyakit
febris yang disebabkan virus dengue yang ditulakan mlalui gigitan
nyamuk aedes (Aedes Aegypti dan Aedes Albocpictus) yang ditandai
hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit) atau penumpukan cairan
tubuh, abnormalitas hemostasis, dan bertendensi menimbulkan syok yang
dapat menimbulkan kematian. Penyakit tersebut sering menyerang anak-
anak, namun saat ini cenderung banyak menular ke orang dewasa.
(PUTRI, 2018)

2. ETIOLOGI DHF
Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak
manusia dengan manusia. Virus dengue sebagai penyebab demam
berdarah hanya dapat ditularkan melalui nyamuk. Oleh karena itu,
penyakit ini termasuk kedalam kelompok arthropod borne diseases.
Virus dengue berukuran 35-45 nm. Virus ini dapat terus tumbuh dan
berkembang dalam tubuh manusia dan nyamuk. Terdapat tiga faktor
yang memegang peran pada penularan infeksi dengue, yaitu manusia,
virus, dan vektor perantara. Virus dengue masuk ke dalam tubuh
nyamuk pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia,
kemudian virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang infeksius. Seseorang

6
yang di dalam darahnya memiliki virus dengue (infektif) merupakan
sumber penular DHF.
Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2
hari sebelum demam (masa inkubasi instrinsik). Bila penderita DHF
digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap
masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan
berkembangbiak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk, dan
juga dalam kelenjar saliva. Kira-kira satu minggu setelah menghisap
darah penderita (masa inkubasi ekstrinsik), nyamuk tersebut siap untuk
menularkan kepada orang lain. Virus ini akan tetap berada dalam tubuh
nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti
yang telah menghisap virus dengue menjadi penular (infektif)
sepanjang hidupnya.
Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit
(menusuk), sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur
melalui saluran alat tusuknya (probosis), agar darah yang dihisap tidak
membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari
nyamuk ke orang lain. Hanya nyamuk Aedes aegypti betina yang
dapat menularkan virus dengue. Nyamuk betina sangat menyukai
darah manusia (anthropophilic) dari pada darah binatang. Kebiasaan
menghisap darah terutama pada pagi hari jam 08.00-10.00 dan sore
hari jam 16.00-18.00. Nyamuk betina mempunyai kebiasaan
menghisap darah berpindah-pindah berkali-kali dari satu individu ke
individu lain (multiple biter). Hal ini disebabkan karena pada siang hari
manusia yang menjadi sumber makanan darah utamanya dalam
keadaan aktif bekerja/bergerak sehingga nyamuk tidak bisa menghisap
darah dengan tenang sampai kenyang pada satu individu. Keadaan
inilah yang menyebabkan penularan penyakit DHF menjadi lebih
mudah terjadi. (Raveendran, 2016)
Pada umumnya masyarakat kita mengetahui penyebab dari
Dengue Haemoragic Fever adalah melalui gigitan nyamuk Aedes
Aegypti. Virus Dengue mempunyai 4 tipe, yaitu : DEN 1, DEN 2,

7
DEN 3, dan DEN 4, yang ditularkan melalui nyamuk Aedes Aegypti.
Nyamuk ini biasanya hidup dikawasan tropis dan berkembang biak
pada sumber air yang tergenang. Keempatnya ditemukan di Indonesia
dengan DEN-3 serotipe terbanyak. Infeksi salah satu serotip akan
menimbulkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe yang lain
sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang
memadai terhadap serotipe yang lain tersebut. Seseorang yang tinggal
di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe
selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan
diberbagai daerah di Indonesia (Sudoyo, 2010)
Virus Dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif
terhadap inaktivitas oleh distiter dan natrium diaksikolat, stabil pada

o
suhu 70 C. Keempat tipe tersebut telah ditemukan pula di Indonesia
dengan tipe DEN 3 yang paling banyak ditemukan (Hendarwanto,
2010)
Virus dengue yang telah masuk ke tubuh akan menimbulkan
demam karena proses infeksi. Hal tersebut akan merangsang
hipotalamus sehingga terjadi termoregulasi yang akan meningkatkan
reabsorsi Na dan air sehingga terjadi hipovolemi, selain itu juga terjadi
kebocoran plasma karena terjadi peningkatan permeabilitas membran
yang juga mengakibatkan hipovolemi, syok dan jika tak teratasi akan
terjadi hipoksia jaringan yang dapat mengakibatkan kematian. Selain
itu kerusakan endotel juga dapat mengakibatkan trombositopenia yang
akan mengakibatkan perdarahan, dan jika virus masuk ke usus akan
mengakibatkan gastroenteritis sehingga terjadi mual dan muntah.

3. KLASIFIKASI GRADE DHF


Dari kasus tersebut bahwa anak mengalami DHF pada grade IV
yaitu ditandai karena adanya, nadi teraba lemah dan pucat dan temui
adanya bekas pendarahan/mimisan yang telah mongering. DHF pada
grade IV yaitu, denyut jantung >140x/menit, ujung-ujung jari kaki dan
tangan terasa dingin, tubuh berkeringat, kulit membir. DHF derajat IV

8
merupakan manifestasi syok, yang sering kali berakhir dengan kematian.
Pada grade IV pada kasus tersebut juga ditemukan hepatomegali (+) dan
petekie (+). Derajat Dengue Haemorhagic Fever menurut WHO :
a) Derajat 1 : demam disertai gejala tidak khas dan satu-
satunya manifestasi perdarahan adalah uji tourniquet
positif
b) Derajat 2 : sama seperti derjat 1, disertai perdarahan spontan
dikulit
atau perdarahan lain.
c) Derajat 3 :ditemukan tanda kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat
dan lembut, tekanan darah menurun (< 20 mmHg) atau
hipotensi disertai kulit dingin, lembab, dan pasien
menjadi gelisah.
d) Derajat 4 :syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak
dapat diukur.
Derajat penyakit DHF diklasifikasikan menurut (Ginanjar, 2008)
berdasarkan tingkat keparahannya. Secara singkat dijelaskan seperti
berikut :

DD/DHF Derajat Gejala dan Tanda


DD Demam yang disertai dengan salah
satu :
● Sakit kepala
● Nyeri retroorbital
● Mialgia
● Atralgia/nyeri tulang
● Ruam kulit
● Manifestasi perdarahan
● Tidak ada bukti kebocoran
plasma

DHF I Disebut derajat 1 apabila terdapat


tanda-tanda demam selama 5-7 hari,
gejala umum tidak khas, tes
Rumpeleede (+). Tes Rumpeleede
merupakan tes penapisan (skrining)
untuk menilai adanya perdarahan
kulit. Tes ini dilakukan dengan cara
membendung pembuluh darah pada

9
lengan pasien dengan menggunakan
manset pengukur tekanan darah
selama lima menit. Besar tekanannya
adalah ½ kali dari penjumlahan
tekanan darah sistolik dan diastolik.
Hasil positif adalah jika terdapat
bintik-bintik perdarahan pada lengan
penderita DHF, sebanyak lebih dari
20 buah/inci2
DHF II Seperti derajat I, disertai perdarahan
spontan pada kulit berupa ptekiae
dan ekimosis, mimisan (epistaksis),
muntah darah (hematemesis), buang
air besar berdarah berwarna merah
kehitaman (melena), perdarahan
gusi, perdarahan Rahim (uterus),
telingan dan sebagainya.
DHF III Ada tanda-tanda kegagalan sirkulasi
darah, seperti denyut nadi teraba
lemah dan cepat (>120x/menit),
tekanan nadi (selisih antara tekanan
darah sistolik dan diastolik)
menyempit (<20 mmHg). DHF
derajat III merupakan peringatan
awal yang mengarah pada terjadinya
renjatan (syok).
DHF IV Denyut nadi tidak teraba, tekanan
darah tidak terukur, denyut jantung
>140x/menit, ujung-ujung jari kaki
dan tangan terasa dingin,
tubuhberkeringat, kulit membiru.
DHF derajat IV merupakan
manifestasi syok, yang sering kali
berakhir dengan kematian.

4. MEKANISME PENDARAHAN PADA DHF


Penyakit DHF merupakan salah satu penyakit yang mengancam
kesehatan manusia. Pada pasien DHF jika terdapat antibodi yang
spesifik terhadap jenis virus tertentu maka antibodi tersebut dapat
mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi terdapat dalam
tubuh merupakan antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus, justru
dapat menimbulkan penyakit yang berat. Antibodi heterolog yang telah
ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan
kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang akan berikatan

10
dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag.
Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent enhancement (ADE),
suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue
di dalam sel mononuklear. Sebagai respon terhadap infeksi tersebut,
terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan
peningkatan permeabilitas membran yang menyebabkan terjadinya
penurunan trombosit dan kebocoran plasma (Yusoff & Suardamana,
2018)

Penurunan trombosit menyebabkan penurunan faktor- faktor


pembekuan darah (trombositopeni). Merupakan salah satu faktor yang
sering mengakibatkan terjadinya resiko pendarahan. Resiko pendarahan
jika tidak segera ditangani besa menyebabkan perdarahan bahkan
kematian akibat syok karena perdarahan berlebihan, yang awalnya
disebabkan oleh infeksi virus dengue membentuk kompleks antigen
antibodi yang mengaktivasi sistem komplemen, menyebabkan terjadinya
agregasi trombosit yang menyebabkan sel-sel trombosit saling melekat.
Sel-sel trombosit tersebutdihancurkan oleh sistem retikuloendotel
(Reticuloendotehelial sydtem- RES) sehingga terjadinya trombositopeni
yang menyebabkan resiko pendarahan (Astuti Setiyani, 2016)

5. KOMPLIKAIS DHF
Komplikasi yang terjadi pada Dengue Hemoragic Fever (DHF)
menurut (Gama, 2012) yaitu :
a) Kegagalan Sirkulasi (Dengue Shock Syndrome)
Dengue Shock Syndrome (DSS) biasanya terjadi sesudah
hari ke 2-7, yang disebabkan oleh peningkatan permeabitias
vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke
rongga pleura dan peritoneum, hipoproteinemia, hemokonsentrasi
dan hipovolemi yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik
vena (venous return), prelod, miokardium volume sekuncup dan

11
curah hujan sehingga terjadi disfungsi atau kegagalan sirkulasi dan
penurunan sirkulasi jaringan.
DSS juga disertai dengan kegagalan sirkulasi hemostasis
yang mengakibatkan perfusi miokard, curah jantung menurun,
sirkulasi darah terganggu, terjadi iskemia jaringan, kerusakan
fungsi sel secara progresif dan irreversible, terjadi kerusakan sel
dan organ sehingga pasien akan meninggal dalam waktu 12-24 jam.
b) Jantung
Berbagai bentuk kerusakan konduksi yang bersifat
sementara danperubahan gambaran ekokardiograf (EKG) telah
dilaporkan beberapa negara, didapatkan perubahan segmen ST dan
gelombang T, disertai fraksi ejeksi yang rendah.Terlihat adanya
peningkatan enzim jantung, tetapi tidak ada kelainan pada fungsi
otot jantung sebagaimana terlihat pada pemeriksaan
ekokardiografi.Reabsorpsi cairan yang keluar setelah dua hari
pertama sakit dapat meningkatkan tekanan darah yang bersifat
sementara dan bradikardia.Pemberian cairan yang berlebihan dapat
menyebabkan gagal jantung.
c) Pendarahan
Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan
vaskuler, penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) <100.000
mm3 dan koagulopati, trombositopenia, dihubungkan dengan
meningkatnya megakoriosit muda dalam sumsum tulang dan
pendeknya masa hidup trombosit.Tendensi perdarahan terlihat pada
uji tourniquet positif, petekie, purpura, ekimosis dan perdarahan
saluran cerna, hematemesis dan melena.
Perdarahan dapat timbul pada beberapa tempat, selain kulit
juga dapat timbul pada mukosa eksternal maupun internal.
Penurunan jumlah trombosit dan fibrinogen merupakan dua faktor
yang dominan dalam terjadinya perdarahan pada infeksi virus
dengue.Tingkat perdarahan dapat terjadi di setiap tempat,
umumnya terjadi pada hari kelima sampai kedelapan.Perdarahan

12
saluran cerna umumnya tidak terlihat dan biasanya sakit pada
abdomen, rasa tidak nyaman di daerah abdomen, abdomen
kembung, pucat, takikardia atau menurunnya nilai hematokrit tanpa
perbaikan klinis.Perdarahan saluran cerna yang masif pada infeksi
dengue klasik dapat menimbulkan banyak kehilangan darah,
hipotensi, syok dan kematian.Hal ini telah disebabkan oleh salah
satu dari keempat jenis serotipe virus, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-
3 dan DEN-4.Perdarahan saluran cerna massif menyebabkan syok
yang memanjang dan asidosis metabolik, hal ini sering menjadi
penyebab terjadinya kematian.
d) Enselopati
Enselopati terjadi sebagai komplikasi syok yang
berkepanjangan dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada
DHF yang tidak syok. Gangguan metabolic seperti hipoksemia,
hiponatremia, atau perdarahan dapat menjadi penyebab terjadinye
enselopati. Enselopati DHF bersifat sementara, maka kemungkinan
dapat juga disebabkan oleh thrombosis pembuluh darah otak
sementara sebagai akibat dari Koagulasi Intravaskuler Disseminate
(KID). Pada ensefalopati dengue, kesadaran pasien menurun
menjadi apati atau somnolen, kejang.
e) Kelainan Neurologis
Ada tiga bentuk terkenanya neurologis pada infeksi dengue
yang telah ditegakkan :
a. Sakit kepala, pusing, iriabilitas mental
b. Kebingungan, kejang-kejang, meningism, paresis
c. Gejala yang terjandinya lambat termasuk paralisis
ekstremitas bawah dan atas
Kejang yang terjadi mungkin hanya berupa kejang demam
sederhana,karena dari pemeriksaan cairan serebrospinal hasilnya
normal.Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rectal diatas 38°C).Kejang demam ini paling

13
sering dijumpai pada anak, terutama golongan umur 6 bulan sampai
4 tahun.
f) Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemahan yang
berhubungan dengan nekrosis karena perdarahan, yang terjadi pada
lobules hati dan sel-sel kapiler.Terkadang tampak sel netrofil dan
limposit yang lebih besar dan lebih banyak dikarenakan adanya
reaksi atau kompleks virus antibody.
g) Efusi pleura
Efusi pleura terjadi karena adanya kebocoran plasma yang
mengakibatkan ekstravasasi aliran intravaskuler sel. Hal tersebut
dapat dibuktikan dengan adanya cairan dalam rongga pleura bila
terjadi efusi pleura akan terjadi dispne dan sesak napas.
h) Edema paru
Komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian
cairan yang berlebihan (overload). Pemberian cairan pada hari sakit
ketiga sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya
tidak akan menyebabkan edema paru oleh karena perembesan
plasma masih terjadi. Akan tetapi apabila pada saat terjadi
reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskular, cairan masih diberikan
(kesalahan memperhatikan hari sakit) pasien akan mengalami
distress pernafasan, dsertai sembab pada kelopak mata, dan
ditunjang dengan gambaran udem paru pada foto dada. Gambaran
edema paru harus dibedakan dengan perdarahan paru.
i) Kelainan Ginjal
Gagal ginjal akut pada umunya terjadi pada fase terminal,
sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat
dijumpai sindrom uremik hemolitik walaupun jarang. Untuk
mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan
menggantikan volume intravaskuler. Dieresis diusahakan >1
ml/kgBB/jam (Pujiarti, 2016)

14
6. HASIL LABORATORIUM DHF
Hasil laboratorium dari anak tersebut menunjukkkan Hemoglobin
15.5 gr/%, hematokrit 48%, Leukosit 2000 dan Trombosit 65.000 hal ini
dikarenakan :
1. Hematokrit
Hematokrit (Ht) yang tinggi yaitu, 48% yang dapat ditemukan
jika hematokrit tinggi yaitu, pada anemia, sirosis hati, gagal jantung,
perlemakan hati, hemolisis, pneumonia, dan overhidrasi. Ambang
bahaya adalah Ht <15%. Akibat jika hematrokit tinggi dapat
menyebabkan dehidrasi.
Pada penyakit DHF nilia hematokrit akan meningkat karena
peningkatan kadar sel darah atau penurunan volume plasma darah.
Hematokrit normalnya pada pria( 40-54%), wanita (37-47%), anak
(31-45%). Nilai hematokrit berhubungan dengan nilai trombosit
karena semakin naik nilai hematokrit maka jumlah trombosit akan
semakin menurun (Rasyada, Nasrul, & Edward, 2014).
2. Trombosit
Trombosit yang rendah yaitu, 65.000 sel/mm 3 yang dapat
ditemukan jika trombosit rendah yaitu, Hb rendah (<10 gram/dL)
biasanya dikaitkadengan anemia defisiensi besi. Sebab lainnya dari
rendahnya Hb antara lain pendarahan berat, hemolisis, leukemia
leukemik, lupus eritematosus sistemik, dan diet vegetarian ketat
(vegan). Dari obat-obatan: obat antikanker, asam asetilsalisilat,
rifampisin, primakuin, dan sulfonamid. Ambang bahaya adalah Hb < 5
gram/dL.
Penurunan trombosit pada kasus DHF dikarenakan adanya
depresi sumsum tulang belakang atau ditemukannya kom-pleks imun
pada permukaan trombosit yang mengeluarkan ADP (adenosine
diposphat), diduga sebagai penyebab agregasi trombosit yang kemudian
akan dimusnahkan oleh system retikuloendotelial khususnya limfa dan

15
hati. Trombosit normalnya pada anak adalah 150.000 sampai 400.000
(Patandianan, J Mantik, Manoppo, & Mongan).
3. Hemoglobin
Hemogoblin (Hb) nya normal karena memiliki Hb 15.5 gr/dl.
Normal Hemogoblin adalah sekitar;
a. Pria : 13,5-18 gr/dl
b. Wanita : 12-16 gr/dl
c. Anak : 11-16 gr/dl
Hb rendah (<10 gram/dL) biasanya dikaitkadengan anemia
defisiensi besi. Sebab lainnya dari rendahnya Hb antara lain
pendarahan berat, hemolisis, leukemia leukemik, lupus eritematosus
sistemik, dan diet vegetarian ketat (vegan). Dari obat-obatan: obat
antikanker, asam asetilsalisilat, rifampisin, primakuin, dan
sulfonamid. Ambang bahaya adalah Hb < 5 gram/dL. Hb tinggi (>18
gram/dL) berkaitan dengan luka bakar, gagal jantung, COPD (bronkitis
kronik dengan cor pulmonale), dehidrasi / diare, eritrositosis,
polisitemia vera, dan pada penduduk pegunungan tinggi yang
normal. Dari obat-obatan: metildopa dan gentamisin.
4. Leukosit
Leukosit yang rendah yaitu 2000 sel/mm 3. Leukosit 2000 dan
Trombosit 65.000 hal ini dikarenakan karena dengan masuknya virus
dengue didalam tubuh terjadi reaksi hebat. Reaksi itu sedemikian
rupa, sehingga pipa pembuluh darah dibagian tubuh mengalami
kebocoran. Plasma darah mengalami merembes keluar dari pipa
pembuluh darah. Selain kerusakan pipa pembuluh darah, sebagai
akibat reaksi dalam darah yang timbul oleh masuknya virus, sum sum
tulang juga juga ikut rusak. Padahal sumsum tulang merupakan pabrik
pembuat segala jenis sel darah. Maka produksi sel- sel dalam darah di
tekan. Produksi sel darah menurun. Termasuk sel darah merah, sel
darh putih, dan sel pebeku darah trombosit. Sel darah putih
(WBC) bisa dijumpai normal atau dengan dominasi
neutrofil di fase demam awal. Setelah itu, ada

16
penurunan jumlah darah putih sel dan neutrofil,
mencapai titik nadir menjelang akhir fase demam.
Perubahan total jumlah sel darah putih (≤5000
sel / mm3) dan rasio neutrofil ke limfosit
(Neutrofil <limfosit) berguna untuk memprediksi
masa kritis kebocoran plasma. Ini merupkan
temuan yang mendahului trombositopenia atau
peningkatan hematokrit. Limfositosis relatif
dengan peningkatan limfosit atipikal umumnya
diamati pada akhir fase demam dan dalam masa
pemulihan. Perubahan ini juga terlihat di DB
(Franciscus Ginting, 2017)

7. TATALAKSANA DHF MEDIS DAN KEPERAWATAN


a) Tatalaksana medis
1) Terapi suportif
Terapi suportif pada penderita DHF berupa pergantian cairan
intravena akibat terjadinya dehidrasi. Pada terapi DBD derajat I dan II
jenis cairan yang diberikan ialah kristaloid berupa RL/Asering/NaCl
0,9% dan untuk DHF derajat III dan IV diberikan koloid tunggal
seperti gelofusin/gelofundin, plasma darah atau bila syok tetap terjadi
diberikan kombinasi kristaloid dan koloid.
2) Terapi simptomatik
Terapi simptomatik pada penderita DHF merupakan pemberian
terapi untuk mengatasi gejala yang timbul. Ada beberapa jenis terapi
simptomatik yang diberikan antara lain:
a. Terapi antipiretik

17
Hasil penelitian di Rsup Prof. Dr. R. D Kandou
mengungkapkan pada terapi antipiretik menunjukkan terapi
terbanyak ialah pemberian parasetamol sebanyak 58 penderita
(78.38%) dan pemberian duplikasi ibuprofen dan parasetamol
sebanyak 1 penderita (1.35%).
b. Terapi antasida
Pemberian terapi antasida dapat diberikan pada penderita
yang mengalami syok disertai muntah-muntah hebat dan
epigastrium yang tidak jelas yang disebabkan perbesaran hati
yang progresif.
c. Terapi diuretik
Pada pasien DHF derajat III dan IV yang termasuk dalam
kategori syok diberi furosemid. Pemberian furosemid dapat
diberikan pada penderitam yang mengalami syok disertai diuresis
tidak mencukupi 2 ml/KgBB/jam saat kebutuhan cairan sudah
terpenuhi.

d. Terapi sedatif
Pemberian terapi sedatif ditujukan untuk menenangkan
penderita yang gelisah saat mengalami syok.
Permasalahan dalam pengobatan yang ditemukan dalam
terapi DHF ialah kategori terapi tanpa indikasi dan terapi
duplikasi obat. Terapi tanpa indikasi berupa pemberian terapi
antibiotik yang tidak sesuai indikasi penyakitnya atau tidak
mengalami infeksi bakteri. Penggunaan antibiotik pada beberapa
kasus tidak tepat guna, dapat menyebabkanmasalah kekebalan
antimikrobial dan juga meningkatkan biaya pengobatan.
Permasalahan dalam pengobatan yang kedua ialah kategori
duplikasi obat berupa pemberian secara bersamaan perasetamol
dan ibuprofen (Andriani, Tjitrosantoso, & V.Y Yamlean, 2014).

18
b) Tatalaksana keperawatan
a. Perawatan pasien DHF derajat 1
Pada pasien ini keadaan umumnya seperti pada pasien
influenza bisa dengan gejala demam, lesu, sakit kepala, dan
sebagainya, tetapi terdapat juag gejala pendarahan. Pasien perlu
istirahat mutlak,observasi tandavital setiap 3 jam, periksa Ht, Hb dan
trombosit secara periodik ( 4 jam sekali). Berikan minuman 1,5- 2
liter dalam 24 jam. Obat- obatan harus diberikan tepat waktunya
disamping kompres hangat jika pasien demam.
b. Perawatan pasien DHF derajat II
Umumnya pasien dengan DHF derajat II, ketika datang
dirawat sudah dalam keadaan lemah, malas minum dan tidak jarang
setelah dalam perawatan baru beberapa saat pasien jatuh kedalam
keadaan renjatan. Oleh karena itu, lebih baik jika pasien segera
dipasang infus. Bila keadaan pasien sangat lemah infus lebih baik
dipasang pada dua tempat. Pengawasan tanda vital, pemeriksaan
hematokrit dan hemoglobin serta trombosit.

c. Perawatan pasien DHF derajat III (DSS)


Pasien DSS adalah pasien gawat maka jika tidak mendapat
penanganan yang cepat dan tepat akan menjadi fatal sehingga
memerlukan perawatan yang intensif. Masalah utama adalah
kebocoran plasma yang pada pasien DSS ini mencapai puncaknya
denagan dengan ditemuinya tubuh pasien sembab, aliran darah
sangat lambat karena menjadi kental sehingga mempengaruhi curah
jantung dan menyebabkan gangguan saraf pusat. Akibat terjadinya
kebocoran plasma pada paru terjadi pengumpulan cairan didalam
rongga pleura dan menyebabkan pasien agak dispnea, untuk
meringankan pasien dibaringkan semi-fowler dan diberikan O2-
pengawasan tanda vital dilakukan setiap 15 menit terutama tekanan
darah, nadi dan pernapasan. Pemeriksaan Ht, Hb dan trombosit tetap

19
dilakukan secara periodik dan semua tindakan serta hasil
pemeriksaan dicatat dalam catatan khasus (Fauziah, 2017).

8. ANALISA DATA
No Batasan karakteristik Diagnosis Factor resiko
1 Data mayor : D.0130 a. Infeksi
Ds: Hipertermia b. Dehidrasi
a. Px mengeluh c. Proses penyakit
keluar keringat d. Peningkatan laju
dingin metabolisme
Do: tubuh
a. Px tampak lemah e. Ketidak sesuaian
b. Nadi lemah dan baju dengan
cepat lingkungan
c. TTV :
TD :80/40
mmHg
RR : 28
X/menit
HR : 112
X/menit
Suhu : 36,8oC
d. Leukosit : 2000 sel
/ mm3

Data minor :
Ds:
a. Px merasa lemas
Do:
a. Terdapat petekie
pada lengan
kanan dan kiri
b. Akral teraba dingin
2. Data mayor : D.0036 a. Kehilangan
Ds: Ketidakseimbangan cairan hebat
a. Delirium cairan melalui rute
Do: normal
a. TTV : b. gangguan
TD :80/40 mmHg mekanisme
RR : 28 X/menit regulasi
HR : 112 X/menit c. disfungsi ginjal
Suhu : 36,8oC d. disfungsi
b. Hb : 15,5 gr/% regulasi endokrin
c. Ht : 48 % e. diare
d. Nadi lemah dan
cepat

20
Data minor :
Ds:
a. Px terlihat pucat
b. Px nampak lemas
Do:
a. buang air kecil
terakhir malam
3 Data mayor : D.0032 a. ketidak
Ds : Risiko defisit mampuan
a. Px merasa sebah nutrisi mengabsorpsi
di perut nutrient
Do : b. ketidakmampuan
a. Hb : 15,5 gr % menelan
makanan
Data minor : c. ketidakmampuan
Ds : mencerna
a. Px Nampak makanan
lemah d. peningkatan
b. Px kebutuhan
mengeluarkan metabolisme
keringat dingin
Do :
a. BAB 1 kali,
konsistensi
normal dan
berwarna hitam
4 Data mayor : D.0012 a. Aneurisma
Ds : Risiko pendarahan b. Gangguan
a. Terdapat bekas gastrointestinal
pendarahan atau c. Gangguan fungsi
mimisan hati
Do : d. Gangguan
b. Petekie pada koagulasi
lengan kanan e. Efek agen
dan kiri farmakologis
c. Hb : 15,5 gr/% f. Proses
d. Ht : 48 % keganasan
e. Leukosit : 2000
f. Trombosit :
65.000
g. Suhu : 36,8 oC

Data minor
Ds:
a. Px Nampak
lemah
Do: -

21
9. DIAGNOSA, TUJUAN & KRITERIA HASIL SERTA INTERVENSI
Diagnosis Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

D.0130 Termoregulasi Manajemen hipertermia


Hipertermia b/d L.14134 I.15506
proses panyakit
( infeksi virus Tujuan : Setelah 1. Observasi
dangue ) dilakukan tindakan
keperawatan 1x24 jam a. Identifkasi penyebab
diharapkan hipetermi hipertermi
dapat teratasi. b. Monitor suhu tubuh
c. Monitor kadar
Kriteria hasil :
elektrolit
1. Tidak berkeringat
d. Monitor haluaran
dingin saat panas
urine
2. Denyut nadi radial
tidak terganggu
3. Tingkat 2. Terapeutik
pernapasan 14-22 a. Sediakan lingkungan
x/mnt yang dingin
b. Longgarkan atau
lepaskan pakaian
c. Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
d. Berikan cairan oral
e. Ganti linen setiap
hari atau lebih sering
jika mengalami
hiperhidrosis
(keringat berlebih)
f. Lakukan pendinginan
eksternal
menggunakan
selimut hipotermia
atau kompres dingin
pada dahi, leher,
dada, abdomen, atau
aksila
g. Hindari pemberian
antipiretik atau
aspirin

22
3. Edukasi

a. Anjurkan tirah baring

4. Kolaborasi

a. Kolaborasi cairan dan


elektrolit intravena,
jika perlu

Regulasi temperatur I.14578

1. Observasi
a. Monitor suhu bayi
sampai stabil
b. Monitor tekanan
darah, frekuensi
pernapasan dan nadi
c. Monitor warna kulit
dan suhu kulit
d. Monitor dan catat
tanda dan gejala
hipo/hipertermia

2. Terapeutik
a. Pasang alat
pemantau suhu
kontinu
b. Tingkatkan cairan
dan nutrisi yang
adekuat
c. Sesuaikan suhu
lingkungan dengan
kebutuhan pasien

3. Edukasi
a. Jelaskan sara
pencegahan
hipotermi karena
terpapar udara
dingin

4. Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian antireptik

23
D.0036 Keseimbangan elektrolit Manajemen elektrolit
L.03021 I.03102
Gangguan
keseimbangan Tujuan : 1. Observasi
cairan dan Setelah dilakukan a. Identifikasi tanda dan
elektrolit b/d tndakan selama 1x24 jam gejala
Kehilangan caira diharapkan ketidakseimbangan
hebat melalui rute keteidakseimbangan kadar elektrolit
normal elektrolit. b. Identifikasi penyebab
ketidakseinbangan
Kriteria hasil: elektrolit
1. Tekanan darah c. Identiikasi kehilangan
dalam batas 110- elektrolit melalui
120/75-80 mmHg cairan
2. Denyut nadi radial d. Monitor kadar
tidak terganggu elektrolit
3. Turgor kulit CRT e. Monitor efek samping
kurang 3 detik pemberian suplemen
4. Hematokrit 31- elektrolit
45% 2. Terapeutik
a. Anjurkan kepada
keluarga untuk
memodifikasi diet
klien

3. Edukasi
a. Menjelaskan jenis,
penyebab dan
penanganan
ketidakseimbangan
elektrolit

4. Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian suplemen
elektrolit

Manajemen Hipovolemi
I.03116

1. Observasi
a. Monitor adanya
tanda-tanda dehidrasi
b. Monitor adanya
sumber-sumber
kehilangan cairan
c. Monitor adanya

24
hipotensi dan pusing
saat berdiri
d. Monitor rongga mulut
dari kekeringan atau
membrane mukosa
yang pecah
e. Catatat intake dan
output cairan

2. Terapeutik
a. Hitung kebutuhan
cairan
b. Berikan asupan oral

3. Edukasi
a. Edukasi px dan
keluarga untuk
tindakan – tindakan
mengatasi
hypovolemia
b. Anjurkan
memperbanyak
asupan cairan oral
c. Anjurkan menhindari
perubahan posisi
mendadak

4. Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan
keluarga px untuk
pemberian asupan
cairan kepada px

D.0032 Status Nutrisi Manajemen Gangguan


L.03030 Makan
Risiko defisit I.03111
nutrisi b/d ketidak Setelah dilakukan
mampuan tindakan keperawatan 1. Observasi
mengabsorpsi selama 2x24 jam a. Monitor intake/asupan
nutrien diharapkan nutrisi dapat dan keluarnya
terpenuhi dengan criteria makanan dan cairan
hasil : serta kebutuhan kalori

SLKI : status nutrisi 2. Terapeutik


a. Ajarkan dan dukung
1. Asuapan nutrisi konsep nutrisi yang
terpenuhi baik dengan klien

25
2. Asupan makanan
dapat terpenuhi 3. Edukasi
3. Asupan cairan dapat a. Anjurkan membuat
terpenuhi catatan harian tentang
4. Energi dapat terpenuhi perasaan dan situasi
pemicu pengeluaran
makanan
b. Anjurkan pengaturan
diet yang tepat
c. Ajarkan keterampilan
koping untuk
penyelesaian masalah
perilaku makan

4. Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang
target berat badan,
kebutuhan kalori dan
pilihan makanan

Manejemen Nutrisi
I.05178
1. Observasi
a. Identifikasi gangguan
fungsi tubuh yang
mengakibatkan
kelelahan
b. Monitor kelelahan
fisik dan emosional
c. Monitor pola dan jam
tidur
d. Monitor lokasi
ketidaknyamanan
selama melakukan
aktivitas

2. Terapeutik
a. Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus
b. Lakukan latihan gerak
aktif/pasif
c. Berikan akivitas
distraksi yang
menyenangkan

3. Edukasi

26
a. Anjurkan tirah baring
b. Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
c. Ajarkan strategi
koping untuk
memgurangi
kelelahan

4. Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan
tim ahli gizi tentang
asupan makanan klien

Risiko pendarahan Tingkat Perdarahan Pencegahan Pendarahan


L.02017 I.02067

Tujuan : 1. Observasi
Setelah dilakukan a. Monitor
tindakan keperawatan komponen
selama 2x24 jam risiko koagulasi darah
pendarahan tidak terjadi. termasuk
Promtrombin
Kriteria hasil : Time (PT),
1. Sudah tidak ada Partial
pendarahan Thromboplastin
2. Hb normal (11-13 Time (PTT),
gram) Fibrinogen,
3. Suhu normal (36,5- degradasi
375 0C) fibrin/split
4. Ht normal (33-38 %) products, dan
trombosit hitung
dengan cara yang
tepat
b. Monitor TTV
c. Monitor ketat
resiko terjadi
pendarahan pada
px
2. Terapeutik
a. Pertahankan agar
pasien tetap tirah
baring jika terjadi
perdarahan aktif
b. Lindungi px dari
trauma yang
dapat

27
menimbulkan
pendarahan
3. Edukasi
a. Jelaskan tanda
dan gejala
pendarahan
b. Anjurkan
meningkatkan
makana dan
vitamin K
c. Instruksikan
kepada keluarga
jika ada
pendarahan
segara lapor
kepada perawat
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi
dengan tim medis
dalam pemberian
vitamin K untuk
mengurangi
resiko
pendarahan

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa peyakit DHF
akibat virus dengue, virus dengue akan masuk kedalam tubuh melalui
gigitan nyamuk aedes aegypty. Virus ini akan mengganggu kinerja darah
kapiler dan sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan
perdarahan- perdarahan.

28
Virus dengue ditularkan pada manusia oleh nyamuk Aedes Aegypti
dan nyamuk Aedes Albopictus, bisa juga ditularkan oleh Aedes
Polynesiensis dan beberapa jenis nyamuk lainnya yang aktif menghisap
darah pada waktu siang hari. Sesudah darah yang terinfeksi terhisap
nyamuk, virus memasuki kelenjar liur nyamuk (saliva glands) lalu
berkembang biak menjadi infeksi dalam waktu 8 - 10 hari, yang disebut
dengan masa inkubasi ekstrinsik (extrinsic incubation period).

DAFTAR PUSTAKA

AMALA, F. N. (2019). HUBUNGAN KADAR TROMBOSIT DAN PENINGKATAN


HEMATOKRIT DENGAN MANIFESTASI PERDARAHAN PASIEN DBD ANAK DI
RSUD DR. HARJONO PONOROGO. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA.

Asih, Y. (2009). Perawatan Maternitas . Jakarta: Buku Kedikteran EGC.

29
Astuti Setiyani, S. E. (2016). Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak
Pra Sekolah. Jakarta: KEMENKES RI.

Astuti, D. M. (2016). UPAYA PENCEGAHAN RESIKO PERDARAHAN PASIEN DEMAM


BERDARAH DENGUE DI RSUD dr. SOEHADI PRIJONEGORO. PUBLIKASI
ILMIAH.

Azizah, I. (2017 ). Kematian Nounatal . Higei Journal of Helth Research and


Development , 73.

Budi, R. &. (2017). Analisis Partisipasi Kader Jumantik Dalam Upaya


Penanggulangan Demam Derdrah Dangue (Dbd) Di Wilayah Kerja
Puskesmas Indralaya. 200-207.

Franciscus Ginting, J. G. (2017). PEDOMAN DIAGNOSTIK DAN TATALAKSANA


INFEKSI DENGUE DAN DEMAM BERDARAH DENGUE MENURUT
PEDOMAN WHO 2011 . Universitas Sumatera Utara, 9-10.

Gama, B. (2012). Analisis Faktor Resiko Demam Berdarah, Vol 2 No 5.

Ginanjar. (2008). Demam Berdarah. Jakarta: B-First PT. Bintang Pustaka.

Gp, A. (2019 ). Panduan Belajar Asuhan Neonatus, Bayi, dan Anak Prasekolah.
Yogyakarta : KATALOG DALAM TERBITAN (KDT).

Hendarwanto. (2010). Buku Ajar Penyakit Dalam. FKUI.

Hikmah, M., & Kasmini H, O. W. (2015). FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


KEJADIAN KEMATIAN AKIBAT DEMAM BERDARAH DENGUE. Unnes
Journal of Public Health ISSN 2252-6528.

Marmi, K. R. (2012). Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah.


Yogyakarta: Pustaka belajar.
Nisa, W. D., Notoatmojo, H., & Ro, A. (2013). Karakteristik Demam Berdarah
Dengue pada Anak di Rumah Sakit Roemani Semarang. Jurnal Kedokteran
Muhammadiyah Volume 1 Nomor 2 Tahun 2013.

Noorbaya, S., & Johan, H. H. (2019). Panduan Belajar Asuhan Neonatus, Bayi,
Balita dan Anak Prasekolah. yogyakarta: Gosyen Publishing.

NS. WAGIYO, P. (2016). ASUHAN KEPERAWATAN


ANTENATAL,INTRANATALFISIOLOGIS DAN PATOLOGIS. Yogyakarta: CV
ANDI IFFSET.

30
Patandianan, R., J Mantik, M. F., Manoppo, F., & Mongan, A. E. (n.d.).
HUBUNGAN KADAR HEMOGLOBIN DENGAN JUMLAH TROMBOSIT PADA
PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE. 868-871.

Profil Kesehatan Jawa Timur. (2017).

Profil Kesehatan Kabupaten Ponorogo. (2016).

Pujiarti, R. (2016). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dengue


Shock Syndrome (DSS) Pada Anak Di Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo
Kota Semarang, 1- 142.

Pujiarti, R. (2016). FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


DENGUE SHOCK SYNDROME (DSS) PADA ANAK DI RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH TUGUREJO KOTA SEMARANG. UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG.

PUTRI, M. A. (2018). GAMBARAN SIKAP MASYARAKAT DALAM PENCEGAHAN


PENYAKIT DHF (DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER) di RT 83 WILAYAH
KERJA PUSKESMAS TEMUNDUNG.

Rasyada, A., Nasrul, E., & Edward, Z. (2014). Hubungan Nilai Hematokrit
Terhadap Jumlah Trombosit pada Penderita Demam Berdarah Dengue.
Jurnal Unand, 3(3).

Raveendran. (2016). Dangue Syok Syndrom. FK UNUD.

RI, K. K. (2015). Kesehatan dalam Kerangkan Sistainable Development Goals


(SDG'S). Jakarta: Kementerian Kesehatan.

Subekti, N. B. (2014). KEPERAWATAN BAYI BARU LAHIR . Indonesia : Kedokteran


EGC .

Sudoyo, N. S. (2010). Demam, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publishing.
Titik. (2016). Penerapan Alogaritme J48 Untuk Prediksi Penyakit Demam
Berdarah. Telematika 9 (2), 1-10.

Uliiyah, M. (2016). Keterampilan Dasar Praktek Klinik Unutk Kebidanan . Jakarta:


Salemba Medika.

WHO. (2012). Managing for Rational Medicine Use. Geneva: World Health
Organization.

Wibowo, S. (2016). Asuhan Keperawatan Antenatal, inntranatal dan BBL


Fisiologis dan Patologis . Yogyakarta : CV. ANDI OFSET .

31
Widiastuti, L. P. (2018). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu berslain dan BBL.
BOGOR: IN MEDIKA.

Yusoff, N. S., & Suardamana, K. (2018). DEMAM BERDARAH DENGUE. FAKULTAS


KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA, 1-36.

32

Anda mungkin juga menyukai