Anda di halaman 1dari 2

Nama : Tiya Sugiyanti

Program Studi : Perbankan Syariah


Mata Kuliah : Qawaid Fiqhiyyah
Dosen : Laila Sabrina, S. Th. I, MA

Dalam klasifikasi Qawaid al Fiqhiyyah dibagi menjadi 2 macam, yaitu kaidah Assasiyah
(kaidah induk) dan kaidah Ghayr Assasiyah (kaidah pelengkap).
Kaidah Assasiyah terdapat 5 kaidah induk, yaitu :
1. Segala sesuatu bergantung pada tujuan
2. Kemudharatan itu harus dihilangkan
3. Yakin itu tidak dapat dihilangkan dengan keraguan
4. Kesulitan itu dapat menarik kemudahan
Sedangkan ghayr Asssasiyah sebagai kaidah pelengkap dari kaidah induk. Menurut
Hasbi Shidiq, terdapat 19 kaidah, dan menurut Abdul Mujid terdapat 40 kaidah yang
diperselisihkan dan ada 40 kaidah yang tidak diperselisihkan.
Ali Ahmad an-Nadawi membagi kaidah dari segi hubungannya dengan sumber tasyri’,
yaitu :
1. Kaidah yang awalnya hadits kemudian dijadikan kaidah oleh ahli fiqh
2. Kaidah yang berkaitan dengan nash tasyri umum yang mengandung illat
Tetapi Ali Ahmad al-Nadawi juga berpendapat kaidah dibagi menjadi 4 macam, yaitu :
1. Kaidah yang cakupannya luas
2. Kaidah yang cakupannya tidak luas
3. Kaidah yang disepakati satu orang saja
4. Kaidah yang disepakati oleh kaidah manapun
Sedangkan ‘Abd al-Aziz muhammad ‘Azam membagi kaidah menjadi 5 macam, yaitu :
1. Qawa’id kulliyah kubra yaitu kaidah yang disepakati oleh semua madzhab tetapi terjadi
perbedaan pendapat dalam pembagiannya.
2. Qaidah kubro yaitu kaidah yang berkaitan dengan masalah furu’ tetapi tidak seluas
qawa’id kulliyah kubra karena hanya disepakati oleh berbagai madzhab
3. Qawaid amanah yaitu kaidah yang berkaitan dengan furu’ tetapi cakupannya sempit
4. Qawaid khassah, yaitu kaidah yang khusus satu madzhab tertentu.
5. Kaidah fiqh yang cakupannya lebih sempit dari qawaid khassah, terdapat persoalan yang
diperselisihkan ahli fiqh
Berdasarkan ruang lingkupnya A. Djazuli membagi kaidah fiqh menjadi 5 macam,
yaitu:
1. Kaidah inti (meraih kemaslahatan dan menolak kemafsadatan)
2. Kaidah asasi (kaidah yang lima)
3. Kaidah umum (dibawah kaidah asasi atau cabang dari kaidah asasi)
4. Kaidah khusus (kaidahnya hanya pada bidang tertentu)
5. Kaidah rinci (kaidah bagian dari kaidah khusus)
A Djazuli mengingatkan dalam memecahkan masalah tidak hanya pada satu kaidah saja,
dipastikan cakupan masalah yang berarti.
Al-sha’lan dari sudut padang yang berbeda itu dibagi menjadi :
1. Dari aspek luas dan sempit
a. Cakupan luas (kaidah fiqh yang lima)
b. Cakupan sedang (al wajib la yutrak illa li al wajib)
c. Cakupan sempit ( al daf aqua min al-raf)
2. Aspek pandngan madzhab, ada 3 macam
a. Kaidah yang disepakati lintas madzhab (kaidah yang lima)
b. Kaidah yang disepakati hanya satu madzhab tertentu, terdapat 40 kaidah yang disebut
al-suyuti dalam bagian dari kitab al-Ashbah wa Naza’irnya
c. Kaidah yang diperselisihkan ulama dalam satu madzhab tertentu, seperti 20 kaidah
3. Kaidah Assasiyah (pokok) dan tabi’ah (cabang)
Sejarah munculnya Al Qawaid al Fiqhiyyah muamalah, pada waktu itu kerajaan Turki
Utsmani mengumpulkan beerbagai ulama untuk membuat suatu hukum, dan itu gabungan dari
berbagai madzhab yaitu madzhab hanafiyah, malikiyah, syafi’iyah dan hanabillah, tetapi
mayoritas berasal dari madzhab hanifi.
Pada waktu terjadi suatu jual beli, kemudian ada perbedaan pendapat mengenai sah
tidaknya syarat-syarat jual beli, ibnu Shubrumah mengatakan sah tetapi madzab hanafi tidak
mengatakan sah. Maka sejak dari itulah keluar dari taqlid empat madzhab dan mensarikan
persoalan fiqh dengan nalar induktif (al Qawaid al Fiqhiyyah) sebagai rujukan hukum yang
praktis deduktif karena Majalat al-Ahkam al-Adliyah adalah undang-undang resmi sebagai
dalil istinbat (deduktif) untuk menyelesaikan kasus hukum muamalah, dan undang-undang
pertama yang muncul dalam perkembangan dunia Islam, yang terdapat 1851 pasal dan 99
pasal berupa kaidah fiqh, no 2-100 yang diadopsi dari kitab Imam Ibn Najam (970 H) dan
kitab fiqh lainnya, bahkan ada yang mengatakan dari kitab syiah imamah.

Anda mungkin juga menyukai