Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal atau penurunan
kemampuan filtrasi glomelurus (Glomerular Filtration Rate/GFR) kurang dari
60 mL/min/1,73 m2 selama 3 bulan atau lebih yang irreversible dan didasari
oleh banyak faktor (NKF K/DOQI 2000; Kallenbach et al. 2005). Apabila
kerusakan ini mengakibatkan laju filtrasi glomelurus/GFR berkurang hingga
di bawah 15 ml/min/1,73 m2 dan disertai kondisi uremia, maka pasien
mengalami gagal ginjal tahap akhir atau disebut dengan End Stage Renal
Disease (ESRD).
Saat ini penderita gagal ginjal kronik di dunia mengalami peningkatan
sebesar 20-25% setiap tahunnya (USRDS 2008 dalam Harwood. Lori et al.
2009). Menurut data PERNEFRI (Perhimpunan Nefrologi
Indonesia)mencapai 70.000, namun yang terdeteksi menjalani gagal ginjal
kronis dan menjalani cuci darah/haemodialysis hanya sekitar 4000 sampai
dengan 5000 saja. Angka mortalitas pasien gagal ginjal kronik semakin
meningkat seiring meningkatnya angka kejadian penyakit diabetes mellitus,
hipertensi, dan penyakit jantung sebagai penyebabnya dan komplikasi yang
ditimbulkan oleh penyakit tersebut.Menurut data Profil Kesehatan Indonesia
tahun 2006, gagal ginjal kronik menempati urutan ke 6 penyebab kematian
yang dirawat di rumah sakit di Indonesia.Berdasarkan hasil studi pendahuluan
yang dilakukan di RSUP Fatmawati, menurut data Instalasi Rekam Medik
RSUP Fatmawati Jakarta jumlah penderita penyakit ginjal kronik pada tahun
2011 sebanyak 1629 orang.
Penatalaksanaan untuk mengatasi masalah GGK terdapat dua pilihan
(Markum 2009) yaitu pertama, penatalaksanaan konservatif meliputi diet
protein, diet kalium, diet natrium, dan pembatasan cairan yang masuk.Kedua,
dialisis dan transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti pada

1
pasien.Terapi pengganti yang sering dilakukan pada pasien GGK adalah
dialisis.
Oleh karena permasalahan tersebut, makalah ini disusun agar perawat
mampu memahami dengan baik mengenai gagal ginjal kronik serta mampu
menerapkan asuhan keperawatan yang tepat bagi penderita gagal ginjal
kronik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi dari CKD ?
2. Apa etiologi dari CKD ?
3. Apa patofisiologi dari CKD ?
4. Bagaimana patway dari CKD ?
5. Apa manifestasi klinis dari CKD ?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang dari CKD ?
7. Apa penatalaksaan dari CKD ?
8. Apa saja komplikasi dari CKD ?
9. Bagaimana pencegahan dari CKD ?
10. Bagaimana discharger planning dari CKD ?
11. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien CKD ?
C. Tujuan
1. mengetahui Definisi dari CKD ?
2. mengetahui etiologi dari CKD ?
3. mengetahui patofisiologi dari CKD ?
4. mengetahui patway dari CKD ?
5. mengetahui manifestasi klinis dari CKD ?
6. mengetahui pemeriksaan penunjang dari CKD ?
7. mengetahui penatalaksaan dari CKD ?
8. mengetahui komplikasi dari CKD ?
9. mengetahui pencegahan dari CKD ?
10. mengetahui discharger planning dari CKD ?
11. mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien CKD ?

2
BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan
sebagai kerusakan ginjal untuksedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa
penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas &Levin,2010)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yangprogresif dan irreversible dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dankeseimbangan cairan
dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen
laindalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)
CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana
ginjal mengalami penurunanfungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan
samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan
metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi
uremiaatau azotemia (Smeltzer, 2009)

B. Etiologi
Penyebab paling umum dari gagal ginjal kronik adalah diabetes
mellitus (tipe 1 atau tipe 2) dan hipertensi, sedangkan penyebab End-stage
Renal Failure (ERFD) di seluruh dunia adalah IgA nephropathy (penyakit
inflamasi ginjal). Komplikasi dari diabetes dan hipertensi adalah rusaknya
pembuluh darah kecil di dalam tubuh, pembuluh darah di ginjal juga
mengalami dampak terjadi kerusakan sehingga mengakibatkan gagal ginjal
kronik.
Etiologi gagal ginjal kronik bervariasi antara negara yang satu dengan
yang negara lain. Di Amerika Serikat diabetes melitus menjadi penyebab
paling banyak terjadi gagal ginjal kronik yaitu sekitar 44%, kemudian diikuti
oleh hipertensi sebanyak 27% Dan glomerulonefritis sebanyak 10% (Thomas
2008). Di Indonesia penyebab gagal ginjal kronik sering terjadi karena

3
glomerulonefritis, diabetes mellitus, obstruksi, dan infeksi pada ginjal,
hipertensi (Suwitra dalam Sudoyo et al. 2009).

C. Patofisiologi
Ginjal merupakan salah satu organ ekskretori yang berfungsi untuk
mengeluarkan sisa metabolisme didalam tubuh diantaranya ureum, kreatinin,
dan asam urat sehingga terjadi keseimbangan dalam tubuh.Penyakit ini
diawali dengan kerusakan dan penurunan fungsi nefron secara progresif
akibat adanya pengurangan masa ginjal.Pengurangan masa ginjal
menimbulkan mekanisme kompensasi yang mengakibatkan terjadinya
hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa.Perubahan ini
mengakibatkan hiperfiltrasi yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan
aliran darah glomerulus. Selanjutnya penurunan fungsi ini akan disertai
dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dan peningkatan sisa
metabolisme dalam tubuh.
Perjalanan umum ginjal kronik  dapat dibagi menjadi tiga stadium.
Stadium satu dinamakan penurunan cadangan ginjal .Pada stadium ini kreatin
serum dan BUN dalam keadaan normal dan penderita asimtomatik (tanpa
gejala). Gangguan fungsi ginjal akan dapat diketahui dengan tes GFR.
Stadium dua dinamakan insufisiensi ginjal , dimana lebih dari 75% 
jaringan yang berfungsi telah rusak dan GFR 25% dari normal. Pada tahap ini
BUN baru mulai stadium insufisiensi ginjal gejala nokturia dan poliuria
diakibatkan kegagalan pemekatan. Nokturia (berkemih pada malam hari)
sebanyak 700 ml atau  berkemih lebih dari beberapa kali. Pengeluaran urin
normal sekitar 1500 ml perhari atau sesuai dengan jumlah cairan yang
diminum.
Stadium ke tiga dinamakan gagal ginjal stadium akhir uremia .sekitar 90%
dari massa nefron telah hancur atau sekitar 200.000 yang masih utuh. Nilai
GFR nya hanya 10% dari keadaan normal dan bersihakan kreatin sebesar 5-
10 ml/menit.Penderita biasanya oliguri (pengeluaran urien kurang dari 500
ml/hari) karena kegagalan glomelurus uremik.Fungsi ginjal menurun, produk

4
akhir metabolisme protein.Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem
tubuh.
Menurut Sudoyo et al. (2009) stadium paling dini dari penyakit gagal
ginjal kronis, akan menyebabkan penurunan fungsi yang progresif ditandai
dengan peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum. Pasien dengan GFR
60% belum merasakan keluhan, tetapi sudah ada peningkatan kadar ureum
dan kreatinin, sampai GFR 30% keluhan nokturia, badan lemas, mual, nafsu
makan berkurang, dan penurunan berat badan mulai terjadi.

5
D. Patway

6
E.

Manifestasi klinik
Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut :
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi
sistem renin-angiotensinaldosteron),pitting edema (kaki,tangan,sakrum),
edema periorbital, Friction rub perikardial,pembesaran vena leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis,
kuku tipis dan rapuh, rambuttipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner

7
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia,
mual,muntah, konstipasi dandiare, pendarahan saluran gastrointestinal
e. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan
tungkai, panas pada telapak kaki,perubahan perilaku
f. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
g. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler

F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada CKD dapat
dilakukan cara sebagai berikut:
a. Pemeriksaan laboratorium
Menentukan derajat kegawatan CKD, menentukan gangguan sistem dan
membantu menetapkanetiologi.
b. Pemeriksaan USG
Untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, juga untuk
mengetahui beberapa pembesaranginjal.
c. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia dan gangguanelektrolit

G. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
a) Cairan yang diperbolehkan adalah 500 samapai 600 ml untuk 24 jam
atau dengan menjumlahkan urine yang keluar dalam 24 jam
ditamnbah dengan IWL 500ml, maka air yang masuk harus sesuai
dengan penjumlahan tersebut.

8
b) Pemberian vitamin untuk klien penting karena diet rendah protein
tidak  cukup memberikan komplemen vitamin yang diperlukan.
c) Hiperfosfatemia dan hipokalemia ditangani dengan antasida
mengandung alumunium atau kalsium karbonat, keduanya harus
diberikan dengan makanan.
d) Hipertensi ditangani dengan berbagai medikasi antihipertensif dan
control volume intravaskuler.
e) Asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik biasanya tampa gejala
dan tidak memerlukan penanganan, namun demikian suplemen
makanan karbonat atau dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi
asidosis metabolic jika kondisi ini memerlukan gejala.
f) Hiperkalemia biasanya dicegah dengan penanganan dialisis yang
adekuat disertai pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat
terhadap kandungan kalium pada seluruh medikasi oral maupun
intravena. Pasien harus diet rendah kalium kadang – kadang
kayexelate sesuai kebutuhan.
g) Anemia pada gagal ginjal kronis ditangani dengan epogen
(eritropoetin manusia rekombinan). Epogen diberikan secara intravena
atau subkutan tiga kali seminggu.
h) Dialisis.
i) Transplantasi ginjal.

b. Penatalaksanaan keperawatan
a) Hitung intake dan output yaitu cairan : 500 cc ditambah urine dan
hilangnya cairan dengan cara lain (kasat mata) dalam waktu 24 jam
sebelumnya.
b) Elektrolit yang perlu diperhatikan yaitu natrium dan kalium. Natrium
dapat diberikan sampai 500 mg dalam waktu 24 jam.

c. Penatalaksanaan Diet
a) Kalori harus cukup : 2000 – 3000 kalori dalam waktu 24 jam.

9
b) Karbohidrat minimal 200 gr/hari untuk mencegah terjadinya
katabolisme protein
c)  Lemak diberikan bebas.
d) Diet uremia dengan memberikan vitamin : tiamin, riboflavin, niasin
dan asam folat.
e)  Diet rendah protein karena urea, asam urat dan asam organik, hasil
pemecahan makanan dan protein jaringan akan menumpuk secara
cepat dalam darah jika terdapat gagguan pada klirens ginjal. Protein
yang diberikan harus yang bernilai biologis tinggi seperti telur, daging
sebanyak 0,3 – 0,5 mg/kg/hari.

H. Komplikasi
a. Anemia
b. Penyakit vaskular dan hipertensi
c. Penyakit tulang
d. Gastrointestinal
e. Hiperkaliemia (kelebihan kalium)
f. Difungsi seksual
g. Sistem pernapasan

I. Pencegahan
1. Primer
Tujuannya adalah untuk mengurangi maupun menghilangkan pemaparan
dari faktor faktor yang dapat menyebabkan penyakit gagal ginjal, seperti
deteksi awal dan penaganan hipertensi, mengurangi paparan infeksi,
mencegah terjadinya obsesitas, serta pencegahan penyakit ginjal secara
genetik melalui konseling genetik.
2. Sekunder
Pencegahan sekunder dengan melakukan penanganan dari progresifitas
kerusakan ginjal berdasarkan derajat kerusakan ginjal.
3. Tersier

10
Pencegahan tersier di lakukan dengan menunda komplikasi jangka
panjang seperti kecacatan/disabilitas dengan renal replacement therapy
yaitu dialisis atau transplantasi ginjal.

J. Discharge planning
1. Makan buah dan sayur sesuai dengan jumlah yang sudah ditentukan oleh
dokter dalam perencanaan diet sehari-hari.
2. Lakukan perencanaan dan pembagian cairan yang akan dikonsumsi dalam
sehari, misalnya jika dibatasi 1000 ml/hari dapat dibagi dalam 6 kali
minum dengan pembagian: sarapan sekitar 150 ml, snack pagi 100 ml,
makan siang 250 ml, snack sore 100 ml, makan malam 150 ml,
dan snack malam 100 ml. Sisanya sekitar 150 ml didapat dari makanan,
baik berupa sayuran, buah-buahan, sup, snack, dan lain sebagainya.
3. Saat minum obat gunakan sedikit air. Sebaiknya obat diminum setelah
makan, sehingga jumlah cairan yang sudah direncanakan pada saat makan
juga cukup digunakan untuk minum obat.
4. Perhatikan beberapa makanan yang tetap harus diperhitungkan dalam
jumlah cairan yang dikonsumsi (pada dasarnya semua makanan yang
bentuknya cair pada suhu ruang) seperti: kopi, teh, gelatin, es batu, es
krim, jus, soda, susu, sorbet, sup, sayur dan buah, dengan kandungan air
yang banyak (seperti semangka, melon, labu, tomat, pear, apel, wortel,
nanas, timun, dan lain-lain).
5. Contoh sayuran dan buah-buahan yang kandungan airnya dapat diabaikan
seperti: kol, kembang kol, brokoli, ceri, bluberi, plum, terong, lettuce,
seledri, dan lain sebagainya.

11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Biodata : Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70
th), usia muda, dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 %
pada pria.
2. Keluhan utama : Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak
selera makan (anoreksi), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa
lelah, nafas berbau (ureum), gatal pada kulit.
3. Riwayat penyakit : (1) Sekarang : Diare, muntah, perdarahan, luka
bakar, rekasi anafilaksis, renjatan kardiogenik. (2) Dahulu : Riwayat
penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic
Hyperplasia, prostatektomi. (3) Keluarga : Adanya penyakit keturunan
Diabetes Mellitus (DM).
4. Tanda vital : Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah,
hipertensi, nafas cepat dan dalam (Kussmaul), dyspnea.
5. Pemeriksaan Fisik :
a. Pernafasan (B 1 : Breathing) : (1) Gejala: Nafas pendek, dispnoe
nokturnal, paroksismal, batuk dengan/tanpa sputum, kental dan
banyak. (2) Tanda : Takhipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi,
Batuk produktif dengan / tanpa sputum.
b. Cardiovascular (B 2 : Bleeding) : (1) Gejala : Riwayat hipertensi
lama atau berat. Palpitasi nyeri dada atau angina dan sesak nafas,
gangguan irama jantung, edema. (2) Tanda : Hipertensi, nadi kuat,
oedema jaringan umum, piting pada kaki, telapak tangan,
Disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik, friction
rub perikardial, pucat, kulit coklat kehijauan,
kuning.kecendrungan perdarahan.
c. Persyarafan (B 3 : Brain) : Kesadaran: Disorioentasi, gelisah,
apatis, letargi, somnolent sampai koma.

12
d. Perkemihan-Eliminasi Uri (B 4 : Bladder) (1) Gejala: Penurunan
frekuensi urine (Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna
urine kuning tua dan pekat, tidak dapat kencing), oliguria, anuria
(gagal tahap lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi. (2)
Tanda : Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan)
oliguria atau anuria.
e. Pencernaan - Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel) : Anoreksia, nausea,
vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva dan Diare
f. Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone) : (1) Gejala : Nyeri panggul,
sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk saat malam hari),
kulit gatal, ada/berulangnya infeksi. (2) Tanda : Pruritus, demam
(sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimoosis pada kulit, fraktur
tulang, defosit fosfat kalsium,pada kulit, jaringan lunak, sendi
keterbatasan gerak sendi.
6. Pola aktivitas sehari-hari
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat : Pada pasien gagal
ginjal kronik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup
sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gagal ginjal
kronik sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap
dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur
pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu
adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
b. Pola nutrisi dan metabolisme : Anoreksia, mual, muntah dan rasa
pahit pada rongga mulut, intake minum yang kurang. dan mudah
lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status
kesehatan klien. Peningkatan berat badan cepat (oedema)
penurunan berat badan (malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu hati, mual
muntah, bau mulut (amonia), Penggunaan diuretic, Gangguan
status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan

13
memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang, rambut tipis,
kuku rapuh.
c. Pola Eliminasi : Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna
urine kuning tua dan pekat, tidak dapat kencing. Penurunan
frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut) abdomen
kembung, diare atau konstipasi, Perubahan warna urine, (pekat,
merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria.
d. Pola tidur dan Istirahat : Gelisah, cemas, gangguan tidur.
e.
f. Pola Aktivitas dan latihan : Klien mudah mengalami kelelahan
dan lemas menyebabkan klien tidak mampu melaksanakan
aktivitas sehari-hari secara maksimal, Kelemahan otot, kehilangan
tonus, penurunan rentang gerak.
g. Pola hubungan dan peran : Kesulitan menentukan kondisi. (tidak
mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran).
h. Pola sensori dan kognitif : Klien dengan gagal ginjal kronik
cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga
tidak peka terhadap adanya trauma. Klien mampu melihat dan
mendengar dengan baik/tidak, klien mengalami disorientasi/ tidak.
i. Pola persepsi dan konsep diri : Adanya perubahan fungsi dan
struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan
pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya
perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami
kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
j. Pola seksual dan reproduksi : Angiopati dapat terjadi pada sistem
pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan
gangguan potensi seksual, gangguan kualitas maupun ereksi, serta
memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Penurunan
libido, amenorea, infertilitas.
k. Pola mekanisme / penanggulangan stress dan koping : Lamanya
waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor stress,

14
perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, karena
ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain,
dapat menyebabkan klien tidak mampu menggunakan mekanisme
koping yang konstruktif / adaptif. Faktor stress, perasaan tak
berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan. Menolak, ansietas,
takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
l. Pola tata nilai dan kepercayaan : Adanya perubahan status
kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta gagal ginjal kronik
dapat menghambat klien dalam melaksanakan ibadah maupun
mempengaruhi pola ibadah klien

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipervolemia
2. Deficit nutrisi
3. Perpusi perifer tidak efektif
4. Gangguan pertukaran gas
5. Pola nafas tida efektif
6. Gangguan intergitas kulit
7. Intoleransi aktivitas

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

N SDKI SLKI SIKI


O
1 Hipervolemia Setelah dilakukan Manajemen hipervolemia
tindakan keperawatan Observasi
1x24 jam maka 1. Periksa tanda dan gejala
keseimbangan cairan hiprvolemia ( mis.
meningkat Ortopnea,dispnea,edema
, JVP/CVP meningkat,
Kriteria hasil : refleks hepatojugular

15
1. Asupan cairan positif, suara napas
2. Haluaran urin tambahan)
3. Kelebaban 2. Identifikasi penyebab
membran hipervolemia
mukosa 3. Monitor status
4. Edema hemodinamik (mis.
5. Dehidrasi Frekuensi jantung,
6. Tekanan darah tekanan darah, MAP,
7. Denyut nadi CVP, PAP, PCWP, CO,
radial CI), jika tersedia
8. Tekanan arteri 4. Monitor intake dan
rata-rata output cairan
9. Membran 5. Monitor tanda
mukosa hemokonsentrasi (mis.
10. Mata cekung Kadar natrium, BUN,
11. Turgor kulit hematokrit,berat jenis
urine)
6. Monitor tanda
peningkatan tekanan
onkotik plasma (mis.
Kadar protein dan
albumin meningkat)
7. Monitor kecepatan infus
secara ketat
8. Monitor efek samping
diuretik (mis. Hipotensi
ortortostatik,hipovolemi,
hipokalemia,
hiponatremia)

Terapeutik

16
9. Timbang berat badan
setiap hari pada waktu
yang sama
10. Batasi asupan cairan dan
garam
11. Tinggikan kepala tempat
tidur 30-40˚

Edukasi
12. Anjurkan melaporkan
jika haluaran urin <0,5
mL/kg/jam dalam 6 jam
13. Anjurkan melaporkan
jika BB bertambah
>1kg dalam sehari
14. Ajarkan cara mengukur
dan mencatat asupan
dan haluaran cairan
15. Ajarkan cara membatasi
cairan

Kolaborasi
16. Kolaborasi pemberian
diuretik
17. Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium
akibat diuretik
18. Kolaborasi pemberian
continous renal
replacement therapy
(CRRT), jika perlu.

17
2 Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manejemen nutrisi.
tindakan keperawatan Observasi
1x24 jam menunjukkan 1. Identifikasi status nutrisi
status nutrisi membaik 2. Identifikasi alergi dan
intoleransi makanan
Kriteria hasil : 3. Identifikasi makanan
1. Porsi makan yang disukai
yang dihabiskan 4. Identifikasi kebutuhan
kalori dan jenis nutrien
5. Identifikasi perlunya
selang nasogastrik
6. Monitor asupan
makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil peeriksaan
laborateriu

Terapeutik
9. Lakukan oral hygiene
sebelu akan, jika perlu
10. Fasilitasi menentukan
pedoman diet ( mis,
piramida makanan)
11. Sajikan makanan
menerik dan suhu yang
sesuai
12. Berikan makanan tinggi
serat yang sesuai
13. Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi

18
14. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein

15. Berikan suplemen


makanan, jika perlu
16. Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasogatrik jika asupan
oral dapat ditoleransi

Edukasi
17. Anjurkan posisi duduk,
jika perlu
18. Anjurkan diet yang di
programkan

Kolaborasi
19. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan (mis, pereda
nyeri,antiemetik),jika
perlu
20. Kolaborasi dengan ahli
giji untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan,jika perlu
3 Perfusi perifer Setelah dilakukan Perawatan sirkulasi.
tidak efektif tindakan 1x24 jam Observasi
maka, perfusi perifer 1. periksa sirkulasi perifer

19
meningkat. (Mis. Nadi perifer,
edema, pengisian
Kriteria hasil : kapiler, warna, suhu,
1. Denyut nadi ankle brachial index)
perifer 2. identifikasi faktor risiko
2. Warna kulit puct gangguan sirkulasi (Mis.
3. Pengisian kapiler Diabetes, perokok,
4. Akral orang tua, hipertensi,
5. Turgor kulit dan kadar kolesterol
tinggi)
3. monitor panas,
kemerahan, nyeri, atau
bengkak pada
ekstremitas

Terapeutik
4. hindari pemasangan
infus atau pengambilan
darah di area
keterbatasan perfusi
5. hindari pengukuran
darah pada ekstremitas
dengan keterbatasan
perfusi
6. hindari penekanan dan
pemasangan tourniquet
pada area cedera
7. lakukan pencegahan
infeksi
8. lakukan perawatan kaki
dan kuku

20
9. lakukan hidrasi

Edukasi
10. Anjurkan berhenti
merokok
11. Anjurkan berolahraga
rutin
12. Anjurkan mengecek air
mandi untuk
menghindari kulit
terbakar
13. Anjurkan menggunakan
obat penurun tekanan
darah, anti koagulan,
dan penurunan
kolesterol jika perlu
14. Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan
darah secara teratur
15. Anjurkan menggunakan
obat penyekat beta
16. Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang
tepat (mis.
Melembabkan kulit
kering pada kaki)
17. Anjurkan program
rehabilitasi vaskular
18. Anjurkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi (mis. Rendah

21
lemak jenuh, minyak
ikan omega 3)
19. Informasi tanda dan
gejala darurat yang
harus dilaporkan (mis.
Rasa sakit yang tidak
hilang saat istirahat,
luka tidak sembuh,
hilangnya rasa).

4 Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi.


Pertukaran tindakan 1 x 24 jam Observasi
Gas maka, Pertukaran Gas 1. Monitor frekuensi,
meningkat. irama, kedalaman dan
upaya nafas
Kriteria hasil : 2. Monitor pola nafas
1. Dispnea ( seperti bradipnea,
2. Bunyi nafas takipnea, hiperventilasi,
tambahan kussmaul, cheyne-
3. PCO2 stokes, biot, ataksik)
4. PO2 3. Monitor kemampuan
5. Takikardia batuk
6. pH arteri 4. Monitor adanya
produksi sputum
5. Monitor adanya
sumbatan jalan nafas
6. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi nafas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AGD

22
10. Monitor hasil X-ray
toraks

Terapeutik
11. Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
12. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi :
13. Jelaskan tujuan dan
prosedur
pemantauanInformasika
n hasil pemantauan, jika
perlu
5 Pola nafas Setelah dilakukan Manajemen pola napas
tidak efektif tindakan keperawatan Observasi
selama 1x24 jam pola 1. Monitor jalan nafas
nafas membaik. 2. Monitor bunyi napas
3. Monitor sputum
Kriteria hasil:
1. dispnea Terapeutik
2. penggunaan otto 4. pertahankan keptenan
bantu napas jalan napas dengan
3. pemanjangan head-tilt
fase eksspirasi. 5. posisikan semi fowler
4. frekuensi napas atau fowler
5. kedalaman nafas 6. berikan minuman hangat
7. lakukan fisio terapi dada
8. lakukan pengisapan
lendir kurang dari 15

23
detik
9. lakukan hiperoksigenasi
sebelum pengisapan
endotrakeal
10. keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forset MCGILL
11. berikan oksigen

Edukasi
12. anjurkan asupan cairan
2000 ml perhari
13. ajarkan tekhnik batuk
efektif

Kolaborasi
14. Kolaborasi pemberian
bronkodilaator,ekspekto
ran, mukolitik
6 Gangguan Setelah dilakukan Perawatan integritas kulit
integritas tindakan keperawatan Observasi
kulit/jaringan 1x24 jam menunjukkan 1. Identifikasi penyebab
integritas kulit dan gangguan integritas kulit
jaringan meningkat (mis, perubahan
sirkulasi,perubahan
Kriteria hasil : ststus nutrisi, penurunan
1. Kerusakan kelembaban, suhu
jaringan lingkungan ekstrem,
2. Kerusakan penurunan mobilitas)
lapisan kulit
Terapeutik

24
2. Ubah posisi tiap 2 jam
jika tirah baring
3. Lakukan pemijatan pada
area penonjolan tulang,
jika perlu
4. Bersihkan parineal
dengan air hangat,
terutama selaa periode
diare
5. Gunakan produk
berbahan petrolium atau
minyak pada kulit
kering
6. Gunakan produk
berbahan ringan/alami
dan hipoalergik pada
kulit sensitif
7. Hindari produk
berbahan dasar alkohol
pada kulit kering

Edukasi
8. Anjurkan penggunaan
pelembab
(mis,lation,serum)
9. Anjurkan minum air
yang cukup
10. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
11. Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur

25
12. Anjurkan menghindari
terpapar sinar ekstrem
13. Anjurkan menggunakan
tabir surya SPF minimal
30 saatberada diluar
rumah
14. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
7 Intoleransi Setelah dilakukan Manejemen energi
aktivitas tindakan keperawatan Observasi
selama 1x24 jam 1. Identifikasi gangguan
menunjukkan toleransi suhu tubuh yang
aktivitas meningkat mengakibatkan
kelelahan
kriteria hasil : 2. Monitor kelelahan fisik
1. Keluhan lelah dan emosial
2. Dispnea saat 3. Monitor pola dan jam
aktivitas tidur
3. Dispnea setelah 4. Monitor lokasi dan
aktivitas ketidaknyamanan
4. Frekuensi nadi selama melakukan
aktivitas

Terapeuti
5. Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus (mis.cahaya,
suara, kunjungan)
6. Lakukan latihan rentang
gerak pasif dan / atau

26
aktif
7. Berikan aktivitas
distraksi yang
menenangkan
8. Fasilitas duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan

Edukasi
9. Anjurkan tirah baring
10. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
11. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
12. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan

Kolaborasi
13. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan

27
28
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal atau penurunan
kemampuan filtrasi glomelurus (Glomerular Filtration Rate/GFR) kurang dari
60 mL/min/1,73 m2 selama 3 bulan atau lebih yang irreversible dan didasari
oleh banyak faktor (NKF K/DOQI 2000; Kallenbach, Gutch, Stoner dan
Corca 2005). Etiologi gagal ginjal kronik bercvariasi antara negara yang satu
dengan yang negara lain. Di Amerika Serikat diabetes melitus menjadi
penyebaba paling abnyak terjadi gagal ginjal kronik yaitu sekitar 44%,
kemudian diikuti oleh hipertensi sebanyak 27% Dan glomerulonefritis
sebanyak 10% (Thomas 2008). Di Indonesia penyebab gagal ginjal kronik
sering terjadi karena glomerulonefritis, diabetes mellitus, obstruksi, dan
infeksi pada ginjal, hipertensi (Suwitra dalam Sudoyo et al., 2009).Terapi
pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada
LFG kurang dari 15ml/mnt.Terapi pengganti tersebut dapat berupa
hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.

B. Saran
Sebagai tindakan pencegahan sebaiknya kita banyak melakukan olahraga,
menjaga asupan nutrisi yang adekuat serta istirahat yang teratur.Semoga
dengan pembelajaran ini kita sebagai mahasiswa keperawatan, akan lebih
mudah mengetahui seluk beluk penyakit Gagal Ginjal Kronik, bagaimana
gejala hingga komplikasinya sehingga kita mampu  memberikan asuhan
keperawatan yang tepat untuk pasien penderita gagal ginjal kronik kelak

29
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PNII, 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia,
Edisi O1, Cetakan II, Jakarta.

Tim Pokja SLKI DPP PNII, Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Edisi O1,
Cetakan II, Jakarta Selatan 12610

Tim Pokja SIKI DPP PNII, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Edisi 01,
Cetakan II, Jakarta Selatan 12610

Alam, Syamsir dan Hadibroto, Iwan. 2007. Gagal Ginjal. Jakarta: Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama

Aziz, M. Farid, dkk. 2008. Panduan Pelayanan Medik: Model Interdisiplin


Penatalaksanaan kanker Serviks dengan Gangguan Ginjal.

Baradero, Mary, dkk. 2005. Klien Gangguan Ginjal: Seri Asuhan Keperawatan.
Jakarta: EGC

Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser.


2000. Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

Faiz, Omar dan Moffat, David. 2004. Anatomy at a Glance. Jakarta: Penerbit
Erlangga

Ignatavicius, DD,.& Workman. L,. (2006). Medical surgical nursing, critical


thinking for collaborative care. Elsevier Saunders.

James, Joyce, dkk. 2008. Prinsip-prinsip Sains untuk Keperawatan. Jakarta:


Penerbit Erlangga

O’Callaghan, Chris. 2009. At A Glance Sistem Ginjal Edisi Kedua. Jakarta:


Erlangga.

30
Smeltzer, S.S.B. 2008.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B,.Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. (Ed).
(2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.(Edisi 4). Jilid II. Jakarta: Pusat
Penerbitan Penyakit Dalam FKUI

Suwitra, Ketut. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
IPD FKUI.

31

Anda mungkin juga menyukai