Anda di halaman 1dari 17

I.

PENDAHULUAN

Karsinoma serviks uteri merupakan keganasan dengan jumlah terbanyak


kedua dari seluruh keganasan pada wanita di seluruh dunia. Berdasarkan data dari
Histopatological Data of Cancer in Indonesia 2007 menunjukkan bahwa
karsinoma serviks adalah karsinoma yang paling sering terjadi yang diikuti oleh
kanker ovarium, uterus, vulva, dan vagina. Rata-rata angka harapan hidup
karsinoma serviks mulai dari stadium I, II, II, IV adalah 50%, 40%, 20%, dan 0%.
Secara keseluruhan, angka harapan hidup penderita karsinoma ovarium adalah
54,8%. Angka harapan hidup rata-rata karsinoma endometrial adalah 71,9%.
Karsinoma tersering yang terjadi di Indonesia adalah karsinoma serviks diikuti
karsinoma ovarum dan uterus. Jenis karsinoma tersebut masuk dalam daftar top
10 karsinoma di Indonesia, dimana HPV tipe 16 dan 18 adalah penyebab utama
karsinoma serviks 9% (Aziz, 2009).

Gambar 1.1 Distribusi Karsinoma di Academi Hospital (Azis, 2009)


Gambar 1.2 Distribusi Karsinoma dalam Rentang Umur di Indonesia (Azis,
2009)
Karsinoma serviks dapat menimbulkan beberapa komplikasi antara lain
fistula uretra, disfungsi kandung kemih, emboli pulmonal, infeksi pelvis, obstruksi
usus besar, fistula rectovaginal, cystitis radiasi, enteritis. Komplikasi yang dapat
terjadi akibat kemoterapi antara lain mual dan muntah karena penggunaan
cisplatin (Fatimah, 2009).
Berdasarkan penelitian Vandecasteele et al (2012), terapi modulasi terbaru
untuk karsinoma serviks adalah dengan cisplatin sebagai terapi neo-adjuvant yang
diikuti dengan tindakan hysterectomy. Terbukti bahwa setelah melakukan dan
menerapkan terapi ini pada pasien karsinoma serviks, didapatkan kenaikan angka
harapan hidup sekitar 96% dengan tingkat morbiditas post-operative dan
toksisitas rendah (Vandecasteele et al, 2012).
Diagnosis karsinoma serviks uteri pada stadium lanjut tidak sulit untuk
ditegakkan. Biasanya lesi tumor cukup besar untuk dapat dilihat dan dilakukan
biopsi, tetapi jika tidak tampak adanya tumor perlu dilakukan tes PAP yang
dilanjutkan dengan coloscopy dan biopsi terarah. Setelah diagnosis karsinoma
serviks uteri ditegakkan, pemeriksaan penunjang seperti darah rutin, pemeriksaan
fungsi hati, fungsi ginjal dan foto rontgen (IVP, foto polos abdomen), USG serta
pemeriksaan endoksopi vesica urinaria dan rectum harus dilakukan pada stadium
lanjut, dengan ditambah pemeriksaan biopsi dan histopatologi. Tanda dan
gejalanya antara lain perdarahan abnormal pada vagina seperti perdarahan setelah
menopause, menstruasi lebih panjang dari biasanya, sekret abnormal dari vagina,
bisa bercampur darah, sakit setelah berhubungan seksual, pada biopsi coloscopy,
karsinoma menutupi permukaan serviks, pada cone biopsy, didapatkan bentuk

2
seperti cone atau kerucut di bagian exocervix dan di kanal endoservical (ACS,
2010).
Prognosis karsinoma serviks sangat dipengaruhi oleh respon masng-masing
penderita terhadap radiasi. Beberapa faktor yang memengaruhi respon radiasi
adalah usia, stadium klinik, radiosensitivitas jaringan kanker (oksigenasi dan
derajat diferensiasi sel) serta kualitas radiasi (dosis dan teknik radiasi) (Fatimah,
2009)
.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanda dan Gejala Klinis Karsinoma Serviks


Tidak ada tanda atau gejala yang spesifik untuk karsinoma serviks.
Namun, karsinoma ini dapat menyebabkan sekret vagina atau perdarahan
vagina. Perdarahan adalah gejala yang signifikan, meskipun perdarahan tidak
selalu muncul pada saat-saat awal, sehingga karsinoma mungkin sudah dalam
keadaan lanjut pada saat didiagnosis. Adapun tanda dan gejala yang biasanya
terjadi antara lain (Boardman, 2013 & Price, 2006):
1. Keputihan. Getah yang keluar dari vagina makin lama akan berbau busuk
akibat infeksi dan nekrosis jaringan.
2. Perdarahan vagina, biasanya post-coitus
3. Anemia
4. Nyeri punggung bagian bawah
5. Nyeri tungkai akibat penekanan saraf lumbosakralis
6. Frekuensi berkemih yang sering dan mendesak
7. Hematuria
8. Perdarahan rektum
9. Konstipasi
10. Edema tungkai
11. Disuria
12. Inkotinensia urin
13. Penurunan berat badan

3
14. Anorexia
B. Patofisiologi Karsinoma Serviks
Berdasarkan karsinogenesis secara umum, proses perubahan jaringan
menjadi karsinoma diakibatkan adanya mutasi gen pengendali siklus sel. Gen
tersebut antara lain onkogen, tumor suppressor gene, dan repair gene. Proses
karsinoma serviks diawali dengan bentuk displasia (umumnya ringan) yang
muncul akibat peningkatan aktivitas regenerasi epitel karena trauma mekanik
atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri, dan gangguan keseimbangan hormon
(USU, 2011).
Bentuk preinvasif tersebut berubah menjadi invasif pada stroma
serviks dalam jangka waktu 7-10 tahun. Proses ini merupakan proses
keganasan. Perluasan lesi tersebut dapat menimbulkan luka, menginfiltrasi
kanalis cerviks, dan bahkan dapat meluas ke forniks, rectum, vesica urinaria,
dan jaringan lain sekitar serviks. Dua substansi biomolekuler yang
berpengaruh pada proses keganasan ini antara lain Tumor Necrosis Factors
(TNF) dan Human Papiloma Virus (HPV) (Andersson, 2001; Kim et al,
2000; Lee et al, 2004; Storey et al, 1998; Yang, 2001).
Polimorfisme gen lain yang terlibat dalam proses apoptosis sel dan
repair gen, yaitu gen p53 yang bersifat labil, akan mempengaruhi peningkatan
risiko HPV berkembang menjadi kanker. Gen p53 merupakan protein
supressor tumor yang diduga paling banyak berperan. Oleh karena itu,
perubahan mutasi gen p53 menjadi kompleks p53-E6 (bersifat stabil) akan
berjalan proses karsinogenesis tanpa kontrol (USU, 2011).
SANDKASWUHFAISJOASK,CD
D
‘/sddsecsdcs.
1. Pap smear
Pap smear merupakan salah satu cara deteksi dini karsinoma
serviks, test ini mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel leher rahim
yang abnormal, yaitu suatu pemeriksaan dengan mengambil cairan pada
laher rahim dengan spatula kemudian dilakukan pemeriksaan dengan
mikroskop. Pada perempuan kelompok risiko tinggi seperti infeksi hPV,

4
HIV, kehidupan seksual yang berisiko, dianjurkan agar melakukan
pemeriksaan pap smear ap setiap tahun. Pap smear hanyalah sebatas
skrining, bukan diagnosis adanya karsinoma serviks. Jika ditemukan hasil
pap smear yang abnormal, maka dilakukan pemeriksaan standar berupa
kolposkopi. Kolposkopi merupakan pemeriksaan dengan pembesaran
(seperti mikroskop) yang digunakan untuk mengamati secara langsung
permukaan serviks dan bagian serviks yang abnormal. Dengan
kolposkopi akan tampak jelas lesi-lesi pada permukaaan serviks,
kemudian dilakukan biopsi pada lesi-lesi tersebut. Inspeksi Visual Asam
Asetat (IVA Test) merupakan alternatif skrining untuk karsinoma serviks.
Tes ini sangat mudah dan praktis dilaksanakan, sehingga tenaga
kesehatan non dokter ginekologi maupun bidan praktik. Bagian serviks
diolesi dengan asam asetat, akan tampak bercak-bercak putih pada
permukaan serviks yang tidak normal. Sensitifitas pap smear yang
dilakukan setiap tahun mencapai 90% (Eka, 2009).
2. Kolposkopi
Kolposkopi dilakukan jika terdapat gejala pre-cancer maupun
cancer ataupun terdapat sel abnormal pada tes Pap. Kolposkopi dilakukan
dengan bantuan spekulum untuk melihat vagina serta serviks secara jelas.
Jika terdapat area yang abnormal pada serviks maka selanjutnya akan
dilakukan biopsi jaringan. Biopsi adalah satu-satunya cara untuk
mengetahui secara pasti apakah suatu daerah abnormal benar terdapat pra-
kanker, kanker atau tidak. Prosedur kolposkopi biasanya tidak
menyakitkan, namun tindakan biopsi serviks dapat menyebabkan
ketidaknyamanan pasien, kram, atau bahkan rasa sakit. Perubahan pra-
kanker disebut cervical intraepithelial neoplasia (CIN) atau lesi
squamous intraepithelial (SIL). CIN dinilai pada skala 1 sampai 3
didasarkan pada berapa banyak jaringan serviks yang tampak abnormal
yang dilihat di bawah mikroskop. Pada CIN1, tidak banyak jaringan
abnormal terlihat, dan merupakan CIN yang paling rendah. Pada CIN2
terlihat jaringan abrnormal yang lebih banyak dan pada CIN3 merupakan

5
stage di mana paling banyak terdapat jaringan abnormal. CIN3
merupakan pra-kanker yang paling serius (ACS, 2010).
3. Biopsi
Biopsi dilakukan di daerah yang abnormal jika sambungan
skumosa-kolumnar yang terlihat seluruhnya dengan menggunakan
kolposkopi. Biopsi harus dilakukan dengan tepat dan alat biopsi harus
tajam dan diawetkan dalam larutan formalin 10% sehingga tidak merusak
epitel (Fatimah, 2009).
C. Penegakan Diagnosis
Diagnosis karsinoma serviks uteri pada stadium lanjut tidak sulit untuk
ditegakkan. Biasanya lesi tumor cukup besar untuk dapat dilihat dan
dilakukan biopsi, tetapi jika tidak tampak adanya tumor perlu dilakukan tes
PAP yang dilanjutkan dengan coloscopy dan biopsi terarah. Setelah diagnosis
karsinoma serviks uteri ditegakkan, pemeriksaan penunjang seperti darah
rutin, pemeriksaan fungsi hati, fungsi ginjal dan foto rontgen (IVP, foto polos
abdomen), USG serta pemeriksaan endoskopi vesica urinaria dan rectum
harus dilakukan pada stadium lanjut, dengan ditambah pemeriksaan biopsi
dan histopatologi. Tanda dan gejalanya antara lain (ACS, 2010):
1. Perdarahan abnormal pada vagina, seperti perdarahan setelah
menopause, menstruasi panjang lebih dari biasanya.
2. Sekret abnormal dari vagina, bisa bercampur darah.
3. Sakit sehabis berhubungan seksual.
4. Pada biospi coloscopy, kanker menutupi permukaan serviks.
5. Pada cone biopsy, didapatkan bentuk seperti cone atau kerucut di
bagian exocervix dan di canal endocervical.

6
Gambar 2.1 Stadium Karsinoma Serviks
D. Rencana Terapi
1. Radioterapi
Radioterapi efektif untuk mengobati karsinoma invasif yang
masih terbatas pada daerah panggul. Pada pemeriksaan dengan
radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel
kanker yang bertujuan juga untuk menghentikan pertumbuhan sel.
a. Radioterapi eksternal
Sinar berasal dari sebuah mesin besar, penderita tidak perlu dirawat
di rumah sakit, penyinaran dapat dilakukan 5 hari per minggu
selama 5-6 minggulsoajishofhsapo[fk]wsp;a[df]wes
1. Tahap III - Sekitar 50%
2. Tahap IV - Kurang dari 30%
ACS memperkirakan bahwa 4220 wanita akan meninggal karena
kanker serviks di Amerika Serikat pada tahun 2012. Ini merupakan 1,3% dari
semua kematian akibat kanker dan 6,5% dari kematian akibat kanker
ginekologi (Boardman, 2013).
Prognosis untuk pasien dengan kanker serviks yang sangat
dipengaruhi oleh luasnya penyakit pada saat diagnosis. Angka kematian saat
ini jauh lebih tinggi dari yang seharusnya yang mencerminkan bahwa tes

7
PAP dan tes HPV tidak dilakukan pada sekitar 33 % wanita usia subur.
Namun, faktor prognostik harus dilengkapi dengan beberapa temuan
patologis kotor dan mikroskopis pada pasien yang diobati pembedahan. Ini
termasuk : volume dan grade tumor , jenis histologis, penyebaran limfatik,
dan invasi vaskular (Anonim, 2012).
Dalam analisis prognostik variabel multivariat pada 626 pasien dengan
penyakit lokal lanjut (terutama tahap II , III , dan IV) GOG mengidentifikasi
beberapa variabel yang berpengaruh bagi kelangsungan hidup (Anonim,
2012) :
1. Status kelenjar getah bening periaortic dan panggul
2. Ukuran tumor
3. Umur pasien
4. Penyakit bilateral
5. Stadium klinis
E. Komplikasi
Komplikasi kanker serviks dapat terjadi karena adanya efek samping
pengobatan atau hasil dari kanker serviks stadium lanjut (NHL Wales, 2013).
6. Efek samping
a. Menopause dini
Menopause dini dapat terjadi apabila dilakukan pembedahan
terhadap ovarium atau terjadi kerusakan pada ovarium akibat
pengobatan menggunakan radioterapi. Kebanyakan wanita
mengalami menopause pada mereka awal usia lima puluhan.
Menopause terjadi ketika ovarium berhenti memproduksi hormon
estrogen dan progesteron (NHL Wales, 2013).
b. Penyempitan vagina
Radioterapi untuk mengobati kanker serviks sering dapat
menyebabkan vagina menjadi lebih sempit. Hal ini dapat membuat
hubungan seks menyakitkan atau sulit (NHL Wales, 2013).
b. Lymphoedema
Kerja normal sistem limfatik dapat terganggu apabila
dilakukan pengangkatan terhadap kelenjar getah bening di panggul.

8
Salah satu fungsi dari sistem limfatik adalah untuk mengeringkan
diri dari kelebihan cairan dari jaringan tubuh. Gangguan ini dapat
menyebabkan penumpukan cairan dalam jaringan. Hal ini dapat
menyebabkan bagian tubuh tertentu menjadi bengkak, biasanya pada
lengan dan kaki. Hal ini dikenal sebagai lymphoedema (NHL
Wales, 2013).
c. Dampak emosional
Dampak emosional yang hidup dengan kanker serviks dapat
terjadi dengan signifikan. Banyak orang melaporkan mengalami
efek rollercoaster. Sebagai contoh, pasien mungkin merasa down
ketika ia menerima diagnosis, tetapi merasa baik kembali ketika
pengangkatan kanker telah dikonfirmasi, kemudian merasa down
lagi ketika pasien mencoba untuk beradaptasi dengan efek setelah
pengobatan (NHL Wales, 2013).
2. Kanker Stadium Lanjut
a. Nyeri
Jika kanker menyebar ke ujung saraf, tulang, atau otot sering dapat
menyebabkan nyeri yang parah (NHL Wales, 2013).
b. Gagal ginjal
Ginjal membuang limbah dari darah. Limbah dilewatkan
keluar dari tubuh dalam urin melalui tabung yang disebut ureter.
Fungsi ginjal dapat fsbajkfgusahfpiaofkp[aelfpa[;f]ea’fef\e
sdfe dalam 50 kasus kanker serviks stadium lanjut. Fistula
adalah saluran abnormal yang berkembang antara dua bagian tubuh.
Dalam kebanyakan kasus yang melibatkan kanker serviks, fistula
berkembang antara kandung kemih dan vagina. Hal ini dapat
menyebabkan keluarnya cairan terus-menerus dari vagina.
Terkadang fistula berkembang antara vagina dan dubur (NHL
Wales, 2013).
d. Keputihan

9
Keputihan dapat terjadi karena beberapa alasan, seperti kerusakan
jaringan, kebocoran kandung kemih, isi usus keluar dari vagina, atau
infeksi bakteri dari vagina (NHL Wales, 2013).

III. PEMBAHASAN

A. Teori Baru Penatalaksanaan Karsinoma Serviks


1. Tatalaksana lesi nfjdkagyfasygsaiughdsaijfoslf[ws’;/f]ws’fs
diangkat (Depkes RI, 2008).
Tabel 3.1 Garis Besar Penanganan Lesi Prakanker Serviks (Depkes RI,
2008).
Klasifikasi Penanganan
HPV Observasi
Medikamentosa
Destruksi:Krioterapi
Elektrokauterisasi/elektrokoagulasi
Eksisi: diatermi loop
Displasia ringan (NIS I) Observasi
Destruksi: Krioterapi
Elektrokoagulasi Laser, Laser + 5 FU
Eksisi: diatermi loop
Displasia sedang (NIS Destruksi: krioterapi
II) Elektrogoagulasi Laser, Laser + 5 FU
Eksisi: diatermi loop
Displasia keras (NIS Destruksi: krioterapi
III)/KIS Elektrokoagulasi Laser
Eksisi: konisasi Histerektomi
Terdapat beberapa metode pengobatan lesi prakanker serviks
a. Terapi NIS dengan Destruksi Lokal
Metode terapi ini adalah krioterapi, elektrokauter,
elektrokoagulasi, dan CO2 laser. Penggunaan setiap metode ini
bertujuan untuk memusnahkan daerah-daerah terpilih yang

10
mengandung epitel abnormal, yang kelak akan digantikan dengan
epitel skuamosa yang baru (Depkes RI, 2008).
1) Krioterapi
Krioterapi ialah suatu usaha penyembuhan penyakit
dengan cara mendinginkan bagian yang sakit sampai dengan
suhu di bawah nol derajat Celcius. Pada suhu sekurang-
kurangnya 25o C sel-sel jaringan termasuk NIS akan mengalami
nekrosis. Sebagai akibat dari pembekuan tersebut, terjadi
perubahan-perubahan tingkat seluler dan vaskuler, yaitu (a) sel-
sel mengalami dehidrasi dan mengerut; (b) konsentrasi
elektrolit dalam sel terganggu; (c) syok termal dan denaturasi
kompleks lipid protein; (d) status umum sistem mikrovaskular.
Pada awalnya digunakan cairan Nitrogen atau gas CO 2, tetapi
pada saat ini hampir semua alat menggunakan N2O (Depkes RI,
2008).
2) Elektrokauter
Metode elektrokauter dapat dilakukan pada pasien rawat
jalan. Penggunaan elektrokauter memungkinkan untuk
pemusnahan jaringan dengan kedalaman 2 atau 3 mm. Lesi NIS
I yang kecil di lokasi yang keseluruhannya terlihat pada
umumnya dapat disembuhkan dengan efektif (Depkes RI,
2008).
3) Diatermi Elektrokoagulasi Radikal
Diatermi elektrokoagulasi dapat memusnahkan jaringan
lebih luas dan efektif jika dibandingkan dengan elektrokauter,
tetapi harus dilakukan dengan anestesi umum. Tindakan ini
memungkinkan untuk memusnahkan jaringan serviks sampai
kedalaman 1 cm, tetapi fisiologi serviks dapat dipengaruhi,
terutama jika lesi tersebut sangat luas. Dianjurkan
penggunaannya hanya terbatas pada kasus NIS 1/2 dengan batas
lesi yang dapat ditentukan (Depkes RI, 2008).
4) CO2 Laser

11
Penggunaan sinar laser (light amplication by stimulation
emission of radiation), suatu muatan listrik dilepaskan dalam
suatu tabung yang berisi campuran gas helium, gas nitrogen,
dan gas CO2 sehingga akan menimbulkan sinar laser yang
mempunyai panjang gelombang 10,6u. Perubahan patologis
yang terdapat pada serviks dapat dibedakan dalam dua bagian,
yaitu penguapan dan nekrosis. Lapisan paling luar dari mukosa
serviks menguap karena cairan intraselular mendidih,
sedangkan jaringan yang mengalami nekrotik terletak di
bawahnya. Volume jaringan yang menguap sebanding dengan
kekuatan dan lama penyinaran (Depkes RI, 2008).
b. Terapi NIS dengan Eksisi
1) Loop Electrosurgical Excision Procedures (LEEP)
Ada beberapa istilah dipergunakan untuk LEEP ini.
Cartier dengan menggunakan kawat loop kecil untuk biopsi
pada saat kolposkopi yang menyebutnya dengan istilah
diatermi loop. Prendeville et al menyebutnya Large Loop
Excisional Tranformation Zona (LLETZ) (Depkes RI, 2008).
2) Konisasi
Tindakan konisasi dapat dilakukan dengan berbagai
teknik (Depkes RI, 2008):
a) Konisasi cold knife,
b) Konisasi diatermi loop (=LLETZ), dan
c) Konisasi laser.
Di dalam praktiknya, tindakan konisasi juga sering merupakan
tindakan diagnostik.
3) Histerektomi
Tindakan histerektomi pada NIS kadang merupakan terapi
terpilih pada beberapa keadaan seperti (Depkes RI, 2008):
a) Histerektomi pada NIS dilakukan pada keadaan kelanjutan
konisasi.

12
b) Konisasi akan tidak adekuat dan perlu dilakukan
histerektomi dengan mengangkat bagian atas vagina.
c) Karena ada uterus miomatosus; kecurigaan invasif harus
disingkirkan.
d) Masalah teknis untuk konisasi, misalnya porsio mendatar
pada usia lanjut.
2. Tatalaksana Kanker Leher Rahim Invasif
Umumnya tatalaksana kanker leher rahim disesuaikan dengan
kebutuhan penderita untuk memberikan hasil yang terbaik (tailored to
the best interest of patients). Terapi lesi prakanker leher rahim dapat
berupa bedah krio (cryotherapy), atau loop electrosurgical excision
procedure (LEEP), keduanya adalah tindakan yang relatif sederhana dan
murah, namun sangat besar manfaatnya untuk mencegah perburukan lesi
menjadi kanker. Sementara terapi kanker leher rahim dapat berupa
pembedahan, radioterapi, atau kombinasi keduanya. Kemoterapi tidak
digunakan sebagai terapi primer, namun dapat diberikan bersamaan
dengan radioterapi. Terapi kanker leher rahim lebih kompleks, memiliki
risiko dan efek samping, dan tentu saja lebih mahal. Karenanya
pencegahan lesi prakanker menjadi kanker sangat penting dan sangat
bermanfaat (Depkes RI, 2008).
B. Perbandingan Teori Lama dan Teori Baru
Kelebihan dan kekurangan terapi baru dibandingkan yang lama
(Depkes RI, 2008).:
1. Kelebihan:
a) Pencatatan dan hasil permanen
b) Mekanisme kualitas telah baku
c) Dapat meningkatkan pelayanan
d) Spesifisitas tinggi
e) Jarang dilakukan tindakan ulang
f) Waktu yang dibutuhkan dlakukan lebih singkat dan dilakukan oleh
yang berpengalaman.
g) Proses lebih otomatis oleh alat khusus

13
h) Dapat dikombinasikan dengan tatalaksana segera lainnya
i) Terbukti menurunkan angka kematian akibat kanker di negar maju
dan berkembang.
2. Kekurangan:
a) Hasil tidak dapat langsung segera didapatkan
b) Diperlukan transport bahan sediaan dari tempat pemeriksaan
c) Fasilitas lebih canggih dan mahal
d) Spesifitas rendah sehingga berisiko overtreatment
e) Seringkali perlu training ulang untuk tenaga kesehatan
C. Harapan Penatalaksanaan Karsinoma serviks
Harapan untuk penatalaksanaan kanker serviks yang lebih baik
ditekankan kepada diagnosa dini penyakit. Dengan diagnosa dini diharapkan
dapat diketahui stadium dan tingkat klinis kanker serviks yang akan
menentukan terapinya, sehingga memberikan prognosis penatalaksanaan
yang lebih baik. Diagnosa dini dapat dilakukan dengan memahami faktor
risiko kanker serviks (seperti usia >35 tahun, usia yang terlalu muda (<20
tahun) dalam hubungan seksual, wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi,
sering berganti-ganti pasangan, perokok). Upaya pencegahan diharapkan juga
dapat memperbaiki masalah kanker serviks ke depannya, seperti menghindari
berbagai macam faktor risiko, wanita usia >25 tahun yang telah menikah
melakukan pemeriksaan pap smear setahun sekali serta makan sayur dan
buah.

IV. KESIMPULAN

1. Karsinoma serviks uteri merupakan keganasan dengan jumlah terbanyak


kedua dari seluruh keganasan pada wanita di seluruh dunia.

14
2. Berdasarkan data dari Histopatological Data of Cancer in Indonesia 2007
menunjukkan bahwa karsinoma serviks adalah karsinoma yang paling sering
terjadi yang diikuti oleh karsinoma ovarium, uterus, vulva, dan vagina.
3. Gambaran klinis pada karsinoma serviks antara lain perdarahan abnormal
pada vagina seperti perdarahan setelah menopause, menstruasi panjang lebih
dari biasanya, sekret abnormal dari vagina yang bisa bercampur darah, sakit
setelah berhubungan seksual, pada biopsi coloscopy, karsinoma menutupi
permukaan serviks, pada cone biopsy didapatkan bentuk cone atau kerucut di
bagian exocervix dan di canal endocervical.
4. Penatalaksanaan karsinoma serviks dapat dilakukan dengan radioterapi,
kemoterai maupun pembedahan.
5. Prognosis pasien karsinoma serviks tergantung pada stadium penyakitnya.

DAFTAR PUSTAKA

ACS. 2010. Cancer Prevention and Early Detection Facts and Figures. America :
American Cancer Society. Available in

15
http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003094-
pdf.pdf

American Cancer Cosiety. Avalaible at:


http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003094-
pdf.pdf

Andersson S, Rylander E, Strand A, Sällström J, Wilander E. Oct 19 2001. The


significance of p53 codon 72 polymorphism for the development of
cervical adenocarcinomas. Br J Cancer. 85(8):1153-6

Anonim. 2012. “Cervical Cancer Prognosis and Type of Cervical Cancer”.


http://www.webmd.com/cancer/cervical-cancer/tc/ncicdr0000062759-
general-information-about-cervical-cancer#s1.6 (diunduh pada 11 Oktober
2013)

Anwar, Mochamad. 2011. Ilmu Kandungan Edisi ketiga. Jakarta : PT Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Aziz, M. 2009. Gynecologic Cancer in Indonesia. Available in Journal of


Gynecologic Oncology
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2676491/

Boardman, Cecelia H. 2013. “Cervical Cancer”.


http://emedicine.medscape.com/article/253513-overview (diunduh pada 11
Oktober 2013)

Bhatla, Neerja., Usha, Poli.,Kimberly, Fox, Tania, Cernuschi., Julie, Torode 2012.
Ending Cervical Cancer in Asia : Building on Advances Throught The
Region. Available in
http://www.cervicalcanceraction.org/multimedia/webinar27march2012/CC
Awebinar_slides_27March2012.pdf

Depkes RI. 2008. Screening Kanker Leher Rahim dengan Metode Inspeksi Visual
dengan Asam Asetat (IVA). Jakarta

Eka, Rina. 2009. Kanker Serviks tersedia dalam : http://spesialis-


torch.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=226

Engelmark M, Beskow A, Magnusson J, Erlich H, Gyllensten U. Sep 1 2004.


Affected sib-pair analysis of the contribution of HLA class I and class II
loci to development of cervical cancer. Hum Mol Genet.13(17):1951-8
Fatimah, Nur. 2009. Studi Kualitatif Kanker Serviks. Jakarta : Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia. Available in http://lontar.ui.ac.id/file?
file=digital/126271-S-5788-Studi%20kualitatif-Literatur.pdf

Kim JW, Lee CG, Park YG, Kim KS, Kim IK, Sohn YW, et al. May 1 2000.
Combined analysis of germline polymorphisms of p53, GSTM1, GSTT1,

16
CYP1A1, and CYP2E1: relation to the incidence rate of cervical
carcinoma. Cancer.88(9):2082-91

Lee SA, Kim JW, Roh JW, Choi JY, Lee KM, Yoo KY, et al. Apr 2004. Genetic
polymorphisms of GSTM1, p21, p53 and HPV infection with cervical
cancer in Korean women. Gynecol Oncol. 93(1):14-8

NHL Wales. 2013. “Cancer of The Cervix”.


http://www.nhsdirect.wales.nhs.uk/encyclopaedia/c/article/cancerofthecervi
x (diunduh pada 11 Oktober 2013)

Price, Sylvia Anderson., Wilson, Lorraine M. Alih Bahasa: Brahm U. 2006.


“Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6 vol.2”.
Jakarta: EGC

Storey A, Thomas M, Kalita A, Harwood C, Gardiol D, Mantovani F, et al. May


21 1998. Role of a p53 polymorphism in the development of human
papillomavirus-associated cancer. Nature. 393(6682):229-34

Universitas Sumatera Utara. Kanker Serviks. Dapat diakses pada:


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21557/4/Chapter%20II.pdf
(diakses 11 Oktober 2013)

Vandecasteele, K., Makar, A., Van den Broecke., Delrue, L., Lambein, K.,
Lambert, B., et al. 2012. Intesity-Modulated Arc Therapy with Cisplatin As
Neo-Adjuvant Treatment For Primary Irresectable Cervical Cancer.
Belgium : Department Of Radiotherapy, Ghent University Hospital.
Available in http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22526231

Wank R, Meulen JT, Luande J, Eberhardt HC, Pawlita M. 1993 May 8. Cervical
intraepithelial neoplasia, cervical carcinoma, and risk for patients with
HLA-DQB1*0602,*301,*0303 alleles. Lancet. 341(8854):1215

Yang YC, Chang CL, Chen ML. 2001. Effect of p53 polymorphism on the
susceptibility of cervical cancer.Gynecol Obstet Invest. 51(3):197-201

17

Anda mungkin juga menyukai