Anda di halaman 1dari 5

Sindrom Klinefelter

Sindrom Klinefelter adalah kelainan genetik yang disebabkan oleh


adanya salinan kromosom X tambahan. Akibatnya, laki-laki yang
dilahirkan dengan kondisi ini akan memiliki beberapa karakteristik
perempuan.
Kromosom seks akan menentukan jenis kelamin seseorang. Normalnya, laki-laki
memiliki 46 kromosom dengan kromosom seks XY, sedangkan perempuan memiliki
46 kromosom dengan kromosom seks XX. Saat mengalami sindrom Klinifelter,
seorang laki-laki bisa memiliki kromosom 47 XXY, 48 XXXY, atau 49 XXXXY.

Penyebab Sindrom Klinefelter


Sindrom klinefelter disebabkan oleh adanya salinan kromosom seks X tambahan.
Kondisi ini terjadi pada laki-laki, terjadi secara acak, dan tidak diturunkan. Laki-laki
yang mengalami sindrom Klinifelter klasik akan memiliki kromosom 47 XXY,
sedangkan penderita sindrom Klinifelter varian bisa memiliki kromosom 48 XXXY, 48
XXYY, atau 49 XXXXY.
Kelainan ini terjadi selama masa perkembangan janin di dalam kandungan. Semakin
banyak jumlah salinan kromosom X tambahan, umumnya akan semakin berat
gangguan kesehatan yang terjadi.
Belum diketahui penyebab pasti dari sindrom Klinifelter. Namun, salah satu faktor
yang diduga bisa meningkatkan risiko terjadinya kelainan genetik ini adalah usia ibu
yang sudah cukup tua saat hamil.

Gejala Sindrom Klinefelter


Sindrom Klinifelter akan menyebabkan penurunan kadar testosterone. Kondisi ini
akan memengaruhi kondisi fisik, mental, dan intelektual penderitanya. Gejala
sindrom Klinefelter umumnya sangat bervariasi. Sebagian penderita bahkan baru
merasakan keluhan dan gejala pada masa puber atau dewasa.
Jika dibagi berdasarkan usia, gejala sindrom Klinifelter yang bisa muncul adalah:
Bayi
Gejala sindrom Klinefelter pada bayi bisa berupa:

 Lemah otot (hypotonia)


 Perkembangan bahasa terlambat
 Perkembangan motorik terlambat
 Mengalami kriptorkismus atau hipospadia

Anak-anak dan remaja


Gejala sindrom Klinefelter pada anak-anak dan remaja berupa:

 Lebih tinggi dibandingkan dengan anak seusianya dengan perbandingan


tungkai kaki yang panjang, badan yang lebih pendek, pinggul yang lebih lebar
 Masa pubertas (masa perkembangan organ seksual) terlambat, tidak
sempurna, atau tidak terjadi. Biasanya beberapa tandanya adalah testis
(buah zakar) lebih kecil, penis lebih kecil, rambut kemaluan lebih sedikit
 Payudara membesar (ginekomastia)
 Kurang bersemangat, kesulitan bersosialisasi, atau pemalu
 Gangguan belajar, seperti sulit membaca, mengeja, atau menulis

Dewasa
Pada laki-laki dewasa masalah kesuburan atau infertilitas bisa menjadi gejala utama
sindrom Klinefelter. Kondisi ini bisa diikuti oleh gejala lain, seperti:

 Jumlah sperma rendah atau sperma tidak ada


 Testis dan penis berukuran kecil
 Disfungsi seksual atau libido (hasrat seksual) yang rendah
 Lebih tinggi dari laki-laki pada umumnya
 Osteoporosis
 Kurang berotot dibandingkan dengan pria lain
 Ginekomastia

Sindrom Klinifelter juga sering dikaitkan dengan peningkatan risiko terjadinya


beberapa penyakit, seperti diabetes tipe 2, gangguan jantung dan pembuluh
darah, hipotiroidisme, penyakit autoimun, gangguan kecemasan, atau kanker
payudara.

Kapan harus ke dokter


Periksakan diri ke dokter bila Anda mengalami gejala yang disebutkan di atas.
Terutama jika mengalami gangguan kesuburan atau gangguan perkembangan
organ seksual, seperti tidak turunnya buah zakar (kriptokismus), payudara
membesar, atau disfungsi seksual.
Pantau pertumbuhan dan perkembangan anak dengan rutin memeriksakannya ke
dokter. Anda juga perlu segera membawa Anak ke dokter jika mengalami
kriptokismus, hipospadia, atau keterlambatan tumbuh kembang.
Diagnosis Sindrom Klinefelter
Dokter akan menanyakan keluhan yang diderita oleh pasien dan melakukan
pemeriksaan untuk menilai ada tidaknya kelainan pada buah zakar, penis, dan
payudara. Pada anak, dokter juga akan melakukan pemeriksaan untuk menilai
tumbuh kembangnya.
Setelah itu, dokter akan melakukan tes penunjang di bawah ini untuk mendiagnosis
sindrom Klinefelter:

 Tes hormon
Sampel urine dan darah akan digunakan untuk mengecek kadar hormon yang
tidak normal.
 Analisis kromosom
Analisis kromosom atau analisis kariotipe dapat digunakan untuk memastikan
bentuk dan jumlah kromosom pasien.

Jika orang dewasa datang dengan gangguan kesuburan, dokter akan melakukan
pemeriksaan untuk menilai jumlah dan kualitas sperma.
Jika sindrom Klinifelter dicurigai pada bayi yang masih dalam kandungan atau jika
ibu di usia lebih dari 35 tahun, dokter akan melakukan skrining darah prenatal
noninvasif yang dilanjutkan dengan pemeriksaan plasenta (amniocentesis) untuk
deteksi dini sindrom klinefelter.

Pengobatan Sindrom Klinefelter


Hingga saat ini, belum ditemukan metode atau obat khusus untuk mengobati
sindrom Klinefelter. Pengobatan bertujuan untuk meringankan gejala sindrom
Klinefelter sekaligus meningkatkan kualitas hidup penderitanya.
Ada beberapa metode yang dilakukan untuk mengatasi keluhan akibat sindrom
Klinefelter, di antaranya:

 Terapi penggantian hormon testosteron, untuk membantu agar anak laki-laki


tumbuh secara normal saat pubertas, sekaligus mencegah terjadinya
kekurangan hormon testosteron (hipogonadisme)
 Terapi fisik, untuk melatih anak yang menderita lemah otot
 Terapi bicara, untuk membantu anak agar dapat berbicara
 Terapi okupasional, untuk memperbaiki gangguan koordinasi
 Terapi intracytoplasmic sperm injection (ICSI), untuk membantu penderita
sindrom Klinefelter memiliki anak
 Operasi plastik, untuk mengangkat jaringan payudara berlebih

Selain itu diperlukan dukungan dari keluarga dan orang terdekat untuk membantu
mengatasi kesulitan bersosialisasi dan kesulitan belajar yang dialami oleh penderita
sindrom Klinifelter. Jika penderita mengalami gangguan pada emosi, konsultasi
dengan psikolog juga dapat dilakukan.

Komplikasi Sindrom Klinefelter


Kurangnya kadar testosteron di dalam tubuh akibat sindrom Klinefelter dapat
meningkatkan risiko terjadinya beberapa penyakit berikut:

 Gangguan mental, seperti cemas atau depresi


 Gangguan emosi atau perilaku, seperti rendah diri atau impulsif
 Infertilitas atau mandul
 Disfungsi seksual
 Osteoporosis
 Kanker payudara
 Penyakit paru-paru
 Penyakit jantung atau pembuluh darah
 Penyakit sindrom metabolik, termasuk diabetes tipe 2, hipertensi, dan
kolesterol tinggi
 Penyakit autoimun, seperti lupus dan rheumatoid arthritis
 Kerusakan gigi, seperti munculnya lubang pada gigi

Pencegahan Sindrom Klinefelter


Sindrom Klinefelter merupakan kondisi genetik yang terjadi secara acak, sehingga
kondisi ini tidak bisa dicegah. Untuk menurunkan risiko terjadinya sindrom ini, Anda
dan pasangan disarankan untuk melakukan skrining dan konsultasi genetik sebelum
pernikahan untuk mengetahui kemungkinan risiko anak Anda kelak mengalami
sindrom ini.
Pada masa kehamilan, ibu hamil juga perlu menjalani pemeriksaan rutin ke dokter.
Pemeriksaan rutin dilakukan untuk mendeteksi gangguan atau kelainan pada janin
sejak dini. Berikut adalah jadwal kontrol kehamilan yang dianjurkan:

 Minggu ke-4 hingga ke-28: sebulan sekali


 Minggu ke-28 hingga ke-36: 2 minggu sekali
 Minggu ke-36 hingga ke-40: seminggu sekali

Ketika masuk masa puber, anak yang menderita sindrom Klinefelter dapat segera
menjalani terapi penggantian testosterone untuk mengurangi risiko terjadinya
komplikasi akibat kurangnya kadar hormon testosteron.
Sumber : https://www.alodokter.com/sindrom-klinefelter

Anda mungkin juga menyukai