ABSES HEPAR
Pembimbing:
dr. Faisal Rozi, Sp. PD
Disusun Oleh:
CAROLINA 123307019
HARYATIK 123307047
FAKULTA
S
KEDOKTE
RAN
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR SMF ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
RSU ROYAL PRIMA MEDAN
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Abses
Hepar” yang disusun dalam rangka untuk memenuhi persyaratan mengikuti
kepaniteraan senior di bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSU. Royal Prima Medan.
Terima kasih kepada dokter pembimbing dr. Faisal Rozi, Sp. PD, yang
telah membimbing, mengarahkan, dan memberikan ilmu kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari kesempurnaan, untuk
itu penulis mengharapkan kritik serta saran. Semoga dengan adanya laporan kasus
ini dapat memberikan manfaat dan menambah pengetahuan semua pihak.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................... 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 3
2.1. Anatomi Hati.................................................................................... 3
2.2. Fisiologi Hati.................................................................................... 5
2.3. Vaskularisasi Hati............................................................................ 9
2.4. Histologi Hati................................................................................... 9
2.5. Regenerasi Hati................................................................................ 11
2.6. Definisi Abses Hepar....................................................................... 11
2.7. Etiologi Abses Hepar....................................................................... 12
2.8. Klasifikasi Abses Hepar................................................................... 13
2.9. Epidemiologi Abses Hati.................................................................16
2.10. Faktor Risiko Abses Hati............................................................... 17
2.11. Patofisiologi Abses Hati................................................................. 18
2.12. Manifestasi Klinis Abses Hati........................................................ 19
2.13. Diagnosis Abses Hati..................................................................... 22
2.13.1. Anamnesis Abses Hati......................................................... 23
2.13.2. Pemeriksaan Klinis Abses Hati............................................ 23
2.13.3. Pemeriksaan Penunjang Abses Hati..................................... 24
2.14. Kriteria Diagnosis Abses Hati........................................................ 28
2.15. Differential Diagnosis Abses Hati.................................................. 29
2.16. Penatalaksanaan Abses Hati........................................................... 30
2.17. Komplikasi Abses Hati................................................................... 36
2.18. Prognosis Abses Hati..................................................................... 36
BAB 3 LAPORAN KASUS PASIEN........................................................ 38
PENDAHULUAN
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi
bakteri, parasit, maupun jamur yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang
ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam
parenkim hati.
Abses hati merupakan masalah kesehatan dan sosial pada beberapa negara
yang berkembang seperti di Asia terutama Indonesia. Prevalensi yang tinggi
biasanya berhubungan dengan sanitasi yang buruk, status ekonomi yang rendah
serta gizi yang buruk. Meningkatnya arus urbanisasi menyebabkan bertambahnya
kasus abses hati di daerah perkotaan.
Secara umum abses hati dibagi menjadi 2 yaitu abses hati amebik dan
abses hati piogenik di mana kasus abses hati amebik lebih sering terjadi dibanding
abses hati piogenik.
Abses hati amebik biasanya disebabkan oleh infeksi Entamoeba
hystolitica sedangkan abses hati piogenik disebabkan oleh infeksi
Enterobacteriaceae, Streptococci, Klebsiella, Candida, Salmonella, dan golongan
lainnya. Abses hati sering timbul sebagai komplikasi dari peradangan akut saluran
empedu.
Abses hati piogenik merupakan kasus yang relatif jarang, pertama kali
ditemukan oleh Hipppocrates (400 SM) dan dipublikasikan pertama kali oleh
Bright pada tahun 1936.
Hampir 10% penduduk dunia terutama penduduk dunia berkembang
pernah terinfeksi Entamoeba histolytica tetapi 10% saja dari yang terinfeksi
menunjukkan gejala. Insidensi penyakit ini berkisar sekitar 5-15 pasien pertahun.
Individu yang mudah terinfeksi adalah penduduk di daerah endemik ataupun
wisatawan yang ke daerah endemik di mana laki – laki lebih sering terkena
dibanding perempuan dengan rasio 3:1 hingga 22:1 dan umur tersering pada
dekade empat.
Gejala tersering yang dikeluhkan oleh pasien dengan amebiasis hati adalah
berupa nyeri perut kanan atas, demam, hepatomegali dengan nyeri tekan atau
nyeri spontan atau disertai dengan gejala komplikasi. Gejala yang menyertai
adalah anoreksia, mual muntah, berat badan menurun, batuk, ikterus ringan
sampai sedang dan berak darah. Pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia
ringan sampai sedang.
Penatalaksanaan abses hepar dapat dilakukan secara konvensional dengan
pemberian antibiotika spektrum luas ataupun dengan aspirasi cairan abses,
drainase perkutan dan operasi reseksi hati.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fissura
segmentalis yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial
dan lateral oleh ligamentum falsiforme yang dapat dilihat dari luar. Ligamentum
falsiforme berjalan dari hati ke diafragma dan dinding depan abdomen.
Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada
permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa
ligamentum yang merupakan lipatan peritoneum membantu menyokong hati.
Dibawah peritoneum terdapat jaringan penyambung padat yang dinamakan
kapsula Glisson, yang meliputi seluruh permukaan organ; kapsula ini melapisi
mulai dari hilus atau porta hepatis di permukaan inferior, melanjutkan diri ke
dalam massa hati, membentuk rangka untuk cabang-cabang vena porta, arteri
hepatika, dan saluran empedu.
Metabolisme protein Protein serum yang disintesis oleh hati termasuk albumin
Sintesis protein
serta α dan β globulin (γ globulin tidak).
Faktor pembekuan darah yang disintesis oleh hati adalah
fibrinogen (I), protrombin (II), dan faktor V, VII, VIII,
IX, dan X. Vitamin K diperlukan sebagai kofaktor pada
sintesis semua faktor ini kecuali faktor V.
Pembentukan urea Urea dibentuk semata-mata dalam hati dari NH3, yang
Penyimpanan protein kemudian diekskresi dalam kemih dan feses.
(asam amino) NH3 dibentuk dari deaminsasi asam amino dan kerja
bakteri usus terhadap asam amino.
Penyimpanan vitamin dan Vitamin yang larut lemak (A, D, E, K) disimpan dalam
mineral hati; juga vitamin B12, tembaga dan besi.
Hati terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi 60% sel hati,
sisanya adalah sel-sel epitelial sistem empedu dan sel-sel non parenkim yang
termasuk di dalamnya endotelium, sel kupffler, dan sel stellata yang berbentuk
seperti bintang. Hepatosit dipisahkan oleh sinusoid yang melingkari eferen vena
hepatika dan duktus hepatikus. Membran hepatosit berhadapan langsung dengan
sinusoid yang mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak pada sisi lain
sel yang membatasi saluran empedu dan merupakan penunjuk tempat permulaan
sekresi empedu. Permukaan lateral hepatosit memiliki sambungan penghubung
dan desmosom yang saling bertautan dengan sebelahnya. Sinusoid hati merupakan
lapisan endotelial berpori yang dipisahkan dari hepatosit oleh ruang Disse (ruang
perisinusoidal).
2. Abses pyogenik
Abses hati pyogenik dapat disebabkan infeksi dapat berasal dari sistem
porta dan hematogen melalui arteri hepatika. Infeksi yang berasal dari
abdomen dapat mencapai hati melalui embolisasi melalui vena porta.
Infeksi intraabdomen ini biasanya berasal dari appendisitis, divertikulitis,
inflammatory bowel disease dan pylephlebitis. Sementara itu infeksi
secara hematogen biasanya disebabkan oleh bakteremia dari endokarditis,
sepsis urinarius, dan intravenous drug abuse.
4. Pemeriksaan radiologis
USG memiliki sensitivitas yang sama dengan CT scan dalam
mengidentifikasi abses hepar. Rendahnya biaya dan sifat non-radiasi
membuat USG menjadi pilihan untuk mendiagnosis abses hepar. Abses
hepar amebik biasanya besar dan multipel. Menurut Middlemiss (I964)
gambaran radiologis dari abses hati adalah sebagai berikut :
Peninggian dome dari diafragma kanan.
Berkurangnya gerak dari dome diafragma kanan.
Pleural efusion.
Kolaps paru.
Abses paru.
a. CT scan:
Hipoekoik
Massa oval dengan batas tegas
Non-homogen
b. USG
c. MRI
Gambar 13. Hasil MRI Pasien dengan Abses Hati
Bila terdapat 3 atau lebih Bila terdapat 3 atau lebih Bila terdapat 3 atau lebih
dari gejala di atas. dari gejala di atas. dari gejala di atas.
2.15. Differential Diagnosis Abses Hati
Tabel 8. Differential Diagnosis Abses Hati
Differential Diagnosis Manifestasi Klinis
Hepatoma Anamnesis :
Merupakan tumor ganas hati primer 1. Penurunan berat badan,
2. Nyeri perut kanan atas
3. Anoreksia
4. Malaise
5. Benjolan perut kanan atas
Pemeriksaan fisik :
1. Hepatomegali berbenjol-benjol
2. Stigmata penyakit hati kronik
Laboratorium :
1. Peningkatan AFP
2. PIVKA II
3. Alkali fosfatase
USG : lesi lokal/difus di hati
Kolesistitis Akut Anamnesis :
Merupakan reaksi inflamasi kandung 1. Nyeri epigastrium atau perut
empedu akibat infeksi bakterial akut kanan atas yang dapat menjalar
yang disertai keluhan nyeri perut ke daerah skapula kanan
kanan atas, nyeri tekan, dan rasa 2. Demam
panas. Pemeriksaan fisik :
1. Teraba massa kandung empedu
2. Nyeri tekan disertai tanda-tanda
peritotis lokal
3. Murphy sign (+)
4. Ikterik biasanya menunjukkan
adanya batu di saluran empedu
ekstrahepatik
Laboratorium : leukositosis
USG : penebalan dinding kandung
empedu, sering pula ditemukan sludge
atau batu.
Terapi Non-Farmakologi
1. Makan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
Karbohidrat 40-50 kkal/kgBB
Protein 1-1,5 g/kgBB
2. Makanan dalam bentuk lunak
3. Bed rest
4. Menghindari faktor risiko yang dapat memperberat, misalnya konsumsi
alkohol.
Terapi Farmakologi
Terapi pada pasien dengan abses hati, dapat diberikan:
1. Pemberian antibiotik
Tabel 9. Farmakoterapi Abses Hati pada Dewasa dan Anak
Jenis Obat Dosis Dewasa Dosis Anak-anak Efek Samping
Agen amoebisid
Metronidazole PO 750 mg 3x1 PO 30-50 Psikosis, kejang,
selama 5-10 hari mg/kg/hari 3x1 neuropati perifer
selama 5-10 hari
IV 500 mg 4x1
selama 5-10 hari IV 15 mg/kg
diikuti dengan
7,5 mg/kg 4x1
(dosis maksimum
2250 mg/hari)
Chloroquine PO 600 mg/hari 10 mg/kg Diare, kram
(terapi adjuvan) selama 2 hari, 300 abdomen
mg/hari selama 14 cardiotoxicity,
hari kejang, dan
hipotensi
Tinidazole 2 mg/hari selama
3-5 hari
Agen luminal
Paromomycin PO 25-30 PO 25 mg/kg/hari Diare
mg/kg/hari 3x1 3x1 selama 7 hari
selama 7 hari (dosis maksimum
2 gr/hari)
Iodoquinol PO 650 mg 3x1 PO 30-40 Kontraindikasi
selama 20 hari mg/kg/hari 3x1 pada pasien dengan
(dosis maksimum insufisiensi hepatik
2 gr/hari) atau hipersensitif
terhadap iodine
Diloxanide furoate PO 500 mg 3x1 PO 20 mg/kg/hari
(indikasi mutlak selama 10 hari 3x1
pada pasien yang
tidak respon
iodoquinol dan
paromomycin)
Antibiotik
Meropenem IV 500-1000 mg IV 10-40 mg/kg Nyeri lokasi
(Merrem) 3 x 1 pada 3x1 injeksi, gangguan
keadaan berat gastrointestinal,
dosis dapat gangguan liver,
ditingkatkan pusing, kejang
hingga 2000 mg
Iminipenem dan IV 500-1000 mg IV 15-25 mg/kg Nyeri lokasi
cilastatin na 3-4 x 1 2-4 x 1 injeksi, gangguan
(Primaxin) (dosis maksimum gastrointestinal,
4 gr/hari) gangguan liver,
gangguan renal,
gangguan
hematologi
Cefuroxime PO 250-500 IV/IM 50-100 Gangguan
(Ceftin) mg/hari pada mg/kg/hari 3x1 hematologi,
keadaan berat gangguan
dapat gastrointestinal,
ditingkatkan reaksi lokal injeksi
hingga 1000 mg
2x1
IV/IM 750 mg
3x1
Cefaclor (Ceclor) PO 750 mg/hari PO 10-15 mg/kg/ Gangguan
2-3 x 1 gastrointestinal,
gangguan
hematologi
Klindamisin PO 150-300 mg PO 8-16 Gangguan
(Cleocin) 4x1 pada infeksi mg/kg/hari 3-4 gastrointestinal,
serius PO 300- x1 pada infeksi gangguan liver,
450 mg 4x1 serius gangguan renal,
PO 16-20 gangguan
mg/kg/hari 3-4 hematologi
x1
Agen Anti-jamur
Amfoterisin B PO 0,3-0,5 mg/kg Demam, menggigil,
(AmBisome) selama 6 minggu toksik pada ginjal
atau dapat
dilanjutkan
hingga 3-4 bulan
Flukonazol PO 150 mg dosis IV 3-12 Hepatotoksisitas,
(Diflucan) tunggal mg/kg/hari (dosis gangguan
(dosis maksimum maksimum 600 gastrointestinal,
600 mg/hari) mg/hari) gangguan
hematologi
d. Hepatektomi
Dewasa ini dilakukan hepatektomi yaitu pengangkatan lobus hati
yang terkena abses. Hepatektomi dapat dilakukan pada abses
tunggal atau multipel, lobus kanan atau kiri, juga pada pasien
dengan penyakit saluran empedu. Tipe reseksi hepatektomi
tergantung dari luas daerah hati yang terkena abses juga
disesuaikan dengan perdarahan lobus hati.
2.17. Komplikasi Abses Hati
Komplikasi yang paling sering adalah berupa rupture abses sebesar 5-
15,6%, perforasi abses ke berbagai organ tubuh seperti ke pleura, paru,
pericardium, usus, intraperitoneal atau kulit. Kadang-kadang dapat terjadi
superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase. (Menurut Julius, Ilmu
penyakit dalam, jilid I, 1998). Dapat juga komplikasi seperti:
1. Infeksi sekunder
Merupakan komplikasi paling sering, terjadi pada 10-20% kasus. Kuman
penyebab terserung staphylococcus dan streptococcus.
2. Ruptur akut dengan penjalaran langsung
Rongga atau organ yang terkena tergantung pada letak abses. Perforasi
paling sering ke pleuropulmonal, kemudian kerongga intraperitoneum
(terutama amubiasis hati di lobus kiri), selanjutnya pericardium dan
amubiasis kutis maupun organ-organ lain.
3. Komplikasi vaskuler
Ruptur ke dalam v. porta (trombosis vena porta), saluran empedu
(trombosis vena hepatica) atau traktus gastrointestinal jarang terjadi.
4. Parasitemia, amoebiasis serebral
E. histolytica bisa masuk aliran darah sistemik dan menyangkut di organ
lain misalnya otak yang akan memberikan gambaran klinik dari lesi fokal
intrakranial.
5. Ileus obstruktif
6. Koma hepatikum.
I. IDENTITAS
Nama : Tn. Marudin
Umur : 49 tahun
No. RM : 06.36.65
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Pekerjaan : Petani
Tanggal MRS : 20 November 2020 : 16.15
II. ANAMNESA
Autoanamnesa/Alloanamnesa
Keluhan Utama : Nyeri perut kanan atas
Telaah : Seorang laki-laki berusia 49 tahun, datang ke IGD
RSUD PULANG PISAU dengan keluhan nyeri
perut kanan atas. nyeri perut kanan atas dirasakan
lebih kurang 14 hari sebelum masuk rumah sakit.
Dan memberat 1 hari ini, nyeri dirasakan terus-
menerus dan seperti ditusuk-tusuk. Nyeri dirasakan
menjalar sampai ke bahu kanan dan punggung.
Nyeri sangat menggangu saat aktivitas, dan Os
lebih nyaman saat tidur dengan posisi terlentang
atau membungkuk jika berjalan. Os juga
mengalami demam (+) 14 hari terakhir. Demam
tidak terus-menerus, naik turun disertai menggigil
(+), kejang (-). Os mengaku demam turun dengan
obat penurun demam. Sakit kepala (+) bersamaan
jika os demam. Os juga mengeluhkan mual (+) dan
rasa menyesak (+), namun sampai muntah 2x isi
makanan dan air. Os juga mengaku nafsu makan
menurun karena mual. Perut kembung bila sehabis
makan. BAK (+) lancar berwarna kuning jernih.
BAB 1 minggu sekali, warna kuning, konsistensi
keras, tidak disertai dengan lendir dan darah. Os
sudah berobat namun keluhan tidak membaik.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat Hipertensi tidak terkontrol sejak 6 bulan terakhir
Riwayat Pemakaian Obat :
- Obat paracetamol dan antasida
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Keluhan serupa (-)
Riwayat Alergi :
- Amoxicilin, tetrasiklin, ampisilin
B. Status Generalis
Kepala : Normocephali, rambut hitam dan distribusi
merata, tidak terdapat jejas
Leher
Inspeksi : Jejas (-), pembesaran KGB (-), massa (-)
Palpasi : Deviasi trakhea (-), Nyeri tekan (-), TVJ dalam
batas normal, TVJ R-2 mH2O. Pembesaran
kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar
thyroid (-), kaku kuduk (-)
Thorax (Paru)
a. Depan
Inspeksi : Bentuk simetris fusiformis, pergerakan nafas
dinding dada kanan dan kiri sama, retraksi sela iga
(-) , spider nevi (-).
Palpasi : Stem fremitus normal ki = ka, nyeri tekan (-)
Perkusi : Batas Paru Hati Relatif ICS V LMCD/Absolut
ICS VI LMCD, Sonor pada kedua lapangan paru.
Auskultasi : Suara nafas vesikuler
Suara tambahan: (-)
b. Belakang
Inspeksi : Simetris kanan = kiri
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor +/+
Auskultasi : Suara nafas vesikuler
Suara tambahan: (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kesan normal
Batas jantung kanan: linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri: sesuai ictus cordis terletak pada
ICS 5-6 linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung S1, S2 normal
Bunyi tambahan (-)
Abdomen
a. Inspeksi
Bentuk : Simetris kiri = kanan
Gerakan Lambung/usus : Tidak terlihat
b. Auskultasi
Peristaltik usus : + normal
c. Palpasi
Dinding abdomen : soepel, hepar teraba 3 cm bawah arcus costae,
konsistensi lunak, tepi tumpul, lien tidak teraba.
Nyeri tekan (+) hipokondrium kanan
Hati
Pembesaran :+
Permukaan : datar
Pinggir : tumpul
Nyeri Tekan :+
Ludwig sign :+
Limfa
Pembesaran : Schuffner (-) , Haecket (-)
Ginjal
Ballotement : (-), Kiri / Kanan, lain-lain: (-)
d. Perkusi : Bunyi timpani (+) pada regio abdomen, asites (-)
Ekstremitas
a. Superior : Akral hangat +/+
b. Inferior : Edema (-/-), akral hangat +/+
V. DIAGNOSA BANDING
Abdominal Pain ec Susp. Liver abses + Hipertensi
Abdominal Pain ec Susp. Cholelitiasis + Hipertensi
Abdomimal Pain ec. Susp. Hepatoma + Hipertensi
DIABETIC
LIVER FUNCTION
Pemeriksaan Hasil Satuan Normal
Bilirubin Total 0.9 mg/dL 0.2 - 1.5
SGOT 20 U/L 0 – 31
SGPT 42 U/L 14 – 59
Ginjal kanan dan kiri : Ukuran normal, parenkim homogen. Batas tekstur
parenkim dengan central echocomplek jelas. Sistem
pelvokalises tidak melebar. Tidak tampak echostone.
Kesimpulan :
Lesi hipoekhoik dihepar lobus kanan ec suggestive hepatoma DD/ Abses.
Pemeriksaan Laboratorium pada tanggal 19 Februari 2017
Aru, W. Sudoyo, dkk.(2006). Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1 Edisi
Empat.Jakarta : Balai Penerbitan FK-UI.
Iida H, Aihara T, Ikuta S, Yamanaka N. Risk of abscess formation after liver
tumor radiofrequency ablation: A review of 8 cases with a history of
enterobiliary anastomosis. Hepatogastroenterology 2014;61:1867–1870.
Keshav, Satish. Structure and function. In : The Gastrointestinal System at A
Glance. United Kingdom : Ashford Colour Press, Gosport. 2004. Chapter
27-28.
Lardière-Deguelte S, Ragot E, Armoun K, Piardi T, Dokmak S, Bruno O, et al.
Hepatic abscess: diagnosis and management. J Visc Surg 2015;152: 231–
243. doi: 10.1016/j.jviscsurg.2015.01.013
Lin YT, Liu CJ, Chen TJ, Chen TL, Yeh YC, Wu HS, et al. Pyogenic liver
abscess as the initial manifestation of underlying hepatocellular
carcinoma. Am J Med 2011;124:1158–1164. doi:
10.1016/j.amjmed.2011.08.012
Malik AA, Bari SVL, Rouf KA, Wani KA. Pyogenic liver abscess: changing
patterns and approach. World J Gastrointes Surg. 2010;2(12):395e401.
Paulsen F. & J. Waschke. 2013. Sobotta Atlas Anatomi Manusia : Anatomi Umum
dan Muskuloskeletal. Penerjemah Brahm U. Penerbit EGC : Jakarta
Peralta, Ruben. Liver Abscess. Dominica: www.emedicine.medscape.com. 2008
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI, Jakarta 2006 ; 462 – 463
Salahi R, Dehghani SM, Salahi H, Bahadur A, Abbasy HR, Salahi F. Liver
abscess in children: a large single centre experience. Saudi J
Gastroenterol. 2011;17(3):199e202.
Sherwood, Lauralee. Sistem Pencernaan. Dalam: Fisiologi Manusia dari Sel ke
Sistem edisi 2. Jakarta : EGC. 2001. Hal 565.
Strong, R. Hepatectomy for Pyogenic Liver Abscess. Brisbane:
www.pubmedcentral.nih.gov 2005
Sylvia a. Price.(2006). Gangguan System Gastro Intestinal, dalam buku
Patofiologi.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteranm EGC. Halaman 472-
474.
Wenas, Nelly Tandean. Wa;e;eng, B.J. Abses hati piogenik. Dalam : Sudoyo, Aru
W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata, Marcellus. Setiati,
Siti. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2007. Hal 460-461
Yu Y, Guo L, Hu C, Chen K. Spectral CT imaging in the differential diagnosis of
necrotic hepatocellular carcinoma and hepatic abscess. Clin Radiol
2014;69: e517–e524. doi: 10.1016/j.crad.2014.08.018
Zhu X, Wang S, Jacob R, Fan Z, Zhang F, and Ji G. A 10-Year Retrospective
Analysis of Clinical Profiles, Laboratory Characteristics and
Management of Pyogenic Liver Abscesses in a Chinese Hospital. Gut
Liver 2011;5:221-7.