KELAS : HTN 3 E
BAB I
ORIENTALISME DAN HUKUM ISLAM
Orientalist barasal dari bahasa Romawi, orient, yang secara leksikal berarti “timur”.
Oriental berkaitan atau terletak di Timur. Dalam kajian gografis istilah orient dimaknai dengan
dunia Timur. Dari asalnya, kata orient telah menyerap ke dalam bahasa-bahasa Eropa, termasuk
bahasa Inggris, oriental yang kemudian berarti “hal-hal yang bersifat ketimuran” dari aspek ini,
orientalisme memiliki makna yang sangat luas cakupannya. Adapun kata ism (inggris) berarti
paham. Dan jika dipadukan antara kedua kata ini, maka kata orientalisme berarti suatu aliran atau
mazhab akademik yang mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan dunia ketimuran. Orientalisme
juga kadang diartikan dengan ajaran atau paham tentang dunia Timur yang di- bentuk oleh opini
Barat. Definisi orientalisme yang paling sederhana adalah pengetahuan tentang Timur di
lingkungan ilmiah yang dilakukan para sosiolog, sejarawan, pakar bahasa dan antropolog. Atau
lebih tepatnya lagi, orientalisme adalah sejenis gaya pemikiran yang berlandaskan pada prinsip
perbedaan antara Barat dan Timur. Kajian mengenai perbedaan Timur dan Barat merupakan titik
awal munculnya beragam teori sosial, politik, dan budaya di ranah orientalisme. Berasal dari
kata-kata perancis “Orient” yang berarti “timur”, kata-kata dan tersebut berarti ‘ilmu-ilmu’ yang
berhubungan dengan dunia timur.
Para orientalis mengatakan bahwasanya sudah tiba saat dimana umat muslim mengkritisi
Al-qur`an sebagaimana mereka mengkritisi kitab suci mereka. Pengaruh yang muncul tidak serta
merta mempengaruhi pemikir-pemikir islam Pemikir-pemikir islam pada awalnya memiliki satu
pemikiran yang negative tentang kajian dan kritikan terutama tentang Al-qur`an dan bahkan
akidah. Akan tetapi para pemikir ini memiliki celah untuk membangun islam lewat pemikiran
islam. Mereka menggunakan jawaban-jawaban yang ilmiah dan dasar pengetahuan yang luas
dalam menjawab persoalan yang diajukan oleh pemikir-pemikir orientalis. Orientalis dalam 5
pandangan agama meski tidak selalu membawa dampak positif terhadap islam akan tetapi
memberikan satu pencerahan terhadap islam agar mendalami agama mereka dan bahkan
menghilangkan keragu-raguan dan ketidakpercayaan mereka terhadap islam. Bagian-bagian
positif dalam islam tidak selalu muncul dengan gamblang dan jelas. Sisi positif muncul setelah
adanya dampak negative yang memang telah muncul. Pengaruh-pengaruh negative yang
memunculkan pemikir-pemikir islam dalam mengkritisi paham yang diajukan oleh kaum
orientalis. Dan tidak selalu para orientalis memusuhi apa yang menjadi konsennya tersebut.
Banyak para orientalis telah mengabdikan diri mereka terhadap pembahasan-pembahasan
keilmuan. Meskipun corak penelitian mereka belum tentu sama dengan corak peneliti-peneliti
islam akan tetapi sesuai dengan backgruod yang mereka pelajari sebelumnya. Ini menjadi
penyebab utama penelitian mereka cenderung berbanding terbalik dengan penelitipeneliti islam.
Sedangkan tanggapan mengenai orientalisme yang muncul dari kalangan Islam dapat dibedakan
dalam dua bagian.
Yaitu, kalangan yang dengan tegas menolak kajiankajian yang dilakukan oleh orientalis
dan kelompok yang dapat menerima jika memberi manfaat bagi Islam. Untuk menyebut salah
seorang dari kelompok pertama adalah Mazin bin Shalah Muthabaqani, seorang guru besar
orientalisme di Arab Saudi. Penolakan yang dilakukan Muthabaqani ini didasarkan pada
pengaruh-pengaruh negatif yang ditimbulkan oleh orientalisme, yaitu : Pertama, pengaruh aqidah
: berupa lahirnya generasi sekuler, baik di kalangan intelektual, pemerintah, militer, maupun
orang awam di Dunia Islam. Mereka semuanya menjadi satu arus dan trend yang meneriakkan
pemisahan agama dari kehidupan. Kedua, pengaruh sosial : karena didorong kebenciannya
terhadap Islam dan umat Islam, kalangan orientalis berusaha mencari faktor yang dapat merusak
soliditas masyarakat muslim. Contohnya, di Aljazair, orientalis menghapuskan kepemilikan
umum (atas tanah publik) yang akhirnya membuat terpecah belahnya beberapa kabilah. Padahal
sebelumnya mereka hidup rukun dan damai dengan konsep kepemilikan umum yang ada dalam
ajaran Islam. Pengaruh sosial lainnya adalah terancamnya keutuhan keluarga, karena kaum
orientalis menaruh perhatian besar pada ide-ide gender dan feminisme yang membodohi
sekaligus memprovokasi kaum muslimah untuk memberontak terhadap hukum-hukum Islam
tetang pengaturan keluarga (misalnya masalah ketaatan kepada suami, nafkah, dan hak cerai).
BAB 2
STUDI ISLAM DI EROPA IJTIHAD IGNAZ GOLDZIHER
Ignaz Goldziher dilahirkan dari keluarga Yahudi pada tanggal 22 Juni 1850 di
Székesfehérvar, Hongaria. Sejak kecil, ia sudah mendapatkan pendidikan yang bermutu tinggi.
Terbukti pada saat berumur lima tahun ia telah mampu membaca Perjanjian Lama yang
berbahasa Ibrani. Kemudian dilanjutkan dengan mempelajari Talmud pada saat berusia delapan
tahun. Dalam usianya yang ke dua belas, ia seorang siswa sekolah yang telah memulai membuat
karya tulisnya yang pertama tentang nenek moyang Yahudi serta pengelompokannya. Saat
berusia enam belas tahun, Universitas Budapest menjadi pilihannya setelah ia lulus dari sekolah,
untuk mempelajari sastra Yunani dan Romawi kuno, bahasa-bahasa Asia, temasuk bahasa Turki
dan Persia.
Tujuh tahun kemudian, ia meninggal dunia dalam usianya yang ke-71 tepatnya pada
tanggal 13 November 1921. Karya-karya Ignaz Goldziher Ia banyak menerbitkan sejumlah besar
risalah, artikel review dan esai yang berkontribusi pada koleksi Hungaria Academy. Sebagian
besar karya-karya ilmiah itu masih dianggap relevan. Selain karya-karya ilmiah itu, Goldziher
menyimpan catatan yang relatif pribadi refleksinya, catatan perjalanan dan catatan harian. Karya-
karya tulisannya yang membahas masalah keislaman banyak dipublikasikan dalam bahasa
Jerman, Inggris dan Prancis. Bahkan sebagian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Dan yang
paling berpengaruh dari karya-karya tulisannya adalah buku yang berjudul: Muhammadanische
Studien, di mana ia menjadi sumber rujukan utama dalam penelitian hadis di Barat. Golziher
telah banyak menghasilkan banyak karya dalam berbagai bidang, baik akidah, fikih, tafsir, hadis,
maupun sastra.
B. Teori Receptie Pemikiran Cristian Snouck Hurgronje Terhadap Hukum Islam di Indonesia
Hukum Islam di Indonesia tumbuh dan berkembang dalam bentangan sejarah Indonesia. Bentuk hukum
Islam di Indonesia lahir dari hasil penggabungan antara hukum Islam normatif (syari’ah) dengan muatan-
muatan lokal Indonesia. Oleh karena itu, untuk melihat hukum Islam di Indonesia secara utuh perlu
menggunakan perspektif historis.
BAB 4
Dari hasil semedi intelektual Juynboll selama tiga puluh tahun terhadap sejarah
dan perkembangan hadis, muncul sejumlah nomenklatur di sekitar teori common link
sehingga berkembanglah berbagai istilah teknis (technical terms). Beberapa istilah teknis
yangberkaitan dengan teori common link sebagai berikut:
1. Singgle strand (jalur tunggal), yaitu sebuah bundel isnad yang hanya memiliki jalur
tunggal antara Nabi hingga periwayat yang berstatus common link, sehingga rantai
periwayatan yang terjadi adalah: Nabi → sahabat → tabi‘in → common link →
sejumlah murid.
2. Fulan, ialah istilah yang digunakan untuk menyebut seorang periwayat yang menerima
hadis dari seorang guru serta menyampaikan hadis tersebut hanya pada seseorang
murid. Periwayat → fulân → periwayat.
3. Diving strand (jalur penyelam), yaitu bila ditemukan adanya sebuah jalur isnâd yang
tidak bertemu dengan periwayat berstatus common link, namun bertemu dengan isnad
lainnya yang lebih dalam di tingkat tabi‘in atau sahabat. Jalur periwayatan yang
terbentuk adalah: Nabi → sahabat dan fulan → tabi‘in dan fulan → fulan → fulan →
kolektor.
4. Spider (Jalur laba-laba), yaitu sebuah periwayatan yang terjadi dalam sebuah bundel
isnâd yang terdapat lebih dari sebuah jalur tunggal (dua/tiga/empat/lima atau lebih).
5. Partial common link (periwayat bersama sebagian), adalah periwayat yang menerima
hadis dari seseorang (lebih) guru yang berposisi sebagai common link atau yang lain
kemudian menyampaikannya kepada sejumlah murid. Partial common link dalam teori
common link Juynboll memiliki posisi signifikan sebagai orang yang bertanggungjawab
atas perubahan yang terjadi pada teks asli. Klaim kesejarahan partial common link
ditentukan oleh kuantitas murid dalam periwayatan hadisnya, sehingga semakin banyak
murid yang ia miliki, semakin kuatlah hubungan historis sebagai guru dan murid dalam
periwayatan hadis.
6. Seeming common link (yang tampak sebagai periwayat bersama), yaitu adanya figur
yang menyerupai common link dalam sebuah bundel isnâd yang terdiri dari berbagai
jalur tunggal.
7. Inverted common link (periwayat bersama terbalik), yaitu jika ditemukan berbagai
jalur tunggal yang berasal dari saksi mata yang berbeda kemudian masing-masing saksi
mata menyampaikan pada seorang murid hingga bertemu dengan inverted common link.3
Kemunculan teori common link menjadi kontroversi dikarenakan memiliki implikasi
negatif terhadap kesejarahan hadis.
Berdasarkan teori ini, common link dipandang sebagai sumber kemunculan hadis
dan dianggap bertanggungjawab atas asal-usul hadis. Sementara dalam periwayatan
hadis, Juynboll menemukan fenomena bahwa penyebaran periwayatan dalam berbagai
koleksi kitab hadis, bahkan kitab hadis standar, ternyata baru terjadi pada periwayat ke-
3/4/5 setelah Nabi atau pada tingkatan tabi‘in kecil, sehingga Juynboll menganggap isnad
yang asli adalah isnad setelah terjadinya penyebaran itu yang ditandai dengan adanya
periwayat yang berstatus common link.
BAB 5