Anda di halaman 1dari 25

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

OSTEOPOROSIS PADA LANSIA

Dosen pengampu : Ns. Asiandi,S.Kep,M.Sc

Disusun oleh :

1. Dwi Yanti 1711020002


2. Maya R.A. 1711020003
3. Idham S. H. 1711020007
4. Eri W. 1711020013
5. Renaldi M.P. 1711020014
6. Zulfatul A. 1711020037
7. Nabila E.P. 1711020042
8. Nabilah N.K 1711020049
9. Syafrila C. 1711020056

KELOMPOK 1

KEPERAWATAN S1 / 6A

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO 2020


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu masalah gangguan kesehatan yang menonjol  pada usia lanjut adalah
gangguan muskoloskeletal, terutama osteoartritis dan osteoporosis. Menghadapi problem
ini tanpa adanya persiapa yang baik, di khawatirkan akan menjadikan beban yang akan di
tanggung pemerintah, masyarakat, dan warga usia lanjut  dengan keluarga akan menjadi 
sangat besar dan akan  menghambat perkembangan ekonomi  serta memperburuk
kualitas hidup manusia secara utuh (isbagio H dalam Daniel, 2007).
Kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang,
sehingga dapat menurunkan massa tulang total. Osteoporosis  adalah penyakit yang
mempunyai sifat-sifat khas berupa massa tulang yang  rendah,  disertai mikroarsitektur 
tulang dan penurunan kualitas  jaringan tulang yang dapat menimbulkan  kerapuhan
tulang. Tulang secara progresif  menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang menjadi mudah
patah dengan stres, yang pada tulang normal tidak menimbulkan pengaruh. Sherwood
(2001), mengatakan selama dua decade pertama kehidupan, saat terjadi pertumbuhan,
pengendapan tulang melebihi resorpsi tulang dibawah pengaru hormone pertumbuhan.
Sebaiknya pada usia 50-6- tahun, resorpsi tulang melebihi pembentukan tulang.
Kalsitonin  yang menghambat resorpsi tulang dan merangsang pembentukan tulang
mengalami penurunan. Hormone paratiroid meningkat bersama bertambahnya  dan
meningkatkan resorpsi tulang. Hormone estrogen yang menghambat  pemecahan tulang,
juga berkurang bersama bertambahnya usia.
Osteoporosis dapat dijumpai di seluruh dunia dan sampai saat ini masih merupakan
masalah dalam kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang. Di amerika
serikat, osteoporosis menyerang 20-25 juta penduduk. 1 diantara 2-3 wanita post-
monopause dan lebih dari 50% penduduk di atas umur 75-80 tahun. Mengutip data dari
WHO yang menunjukan bahawa di seluruh dunia ada sekitar 200 juta orang yang
menderita osteoporosis.
Pada tahun 2050, di perkirakan angka patah tulang pinggul akan meningkat 2 kali
lipat pada wanita dan 3 kali lipat pada pria. laporan WHO juga menunjukan bahwa 50%
patah tulang adalah patah tulang paha atas yang dapat mengakibatkan kecacatan seumur
hidup dan kematian. Di bandingkan dengan masyarakat di negara-negara afrika, densitas
tulang masyarakat eropa dan asia lebih rendah, sehingga mudah sekali mengalami
osteoporosis.
Hasil penelitian whit paper yang dilaksanakan bersama perhimpunan osteoporosis
indonesia tahun 2007, melaporkan bahwa proposi penderita osteoporosis pada penduduk
yang berusia diatas 50 tahun adalah 32,3% pada wanita dan 28,8% pada pria. Sedangkan
data sistem informasi rumah sakit (SIRS,2010) menunjukan angka insiden patah tulang
atas akibat osteoporosis adalah sekitar 200 dari 100.000 kasus pada usia 40 tahun.
Dampak dari masalah seperti ini akan mengakibatkan lanisa sulit dalam
beraktivitas dan sangat terbatas harus membutuhkan bantuan yang ada di sekitarnya.
Pada saat itu kebanyakan usia lanjut mengalami penyakit osteoporosis mengakibatkan
menurunnya tulang dan meningkatnya kerapuhan tulang. Solusinya dalam masalah ini
dibutuhkanya kalsium tambhan ketika menginjak usia lanjut seperti makan dan minum
yang mengandung kalsium contoh susu,salmon,brokoli dan lain-lain serta usia lanjut
harus melakukan kegiatan harian contohnya olahrga agar tulang yang rapuh akan
semakin kokoh kembali tidak menimbulkan penyakit tersebut.
Oleh karena itu disini akan membahas lebih dalam mengenai masalah penyakit
osteoporosis yang pada akhirnya akan menghasilkan sebuah pembelajaran bagi
masyarakat. Hal itu akan menjadi wawasan untuk mengetahui intervensi yang
dibutuhkan pada saat menemukan penyakit osteoporosis.
BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan
porousberarti berlubang – lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang
keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau
berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan
tulang, yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra, 2009).

Osteoporosis adalah penyakit tulang yang ditandai dengan menurunnya massa


tulang (kepadatan tulang) secara keseluruhan akibat ketidakmampuan tubuh dalam
mengatur kandungan mineral dalam tulang dan di sertai dengan rusaknya asritektur
tulang yang akan mengakibatkan penurunan kekuatan tulang yang dalam hal ini adalah
pengeroposan tulang. Sehingga mengandung resiko mudah terjatuh patah tulang.
Osteoporosis merupakan salah satu penyakit yang digolongkan sebagai silent diseaser
karena tidak menunjukan gejala-gejala yang spesifik. Gejala dapat berupa nyeri pada
tulang dan otot,terutama sering terjadi pada punggung. Beberapa gejala umum
0steoporosis, mulai dari patah tulang, tulang punggung yang semakin
membungkuk,menurunnya tinggi badan dari nyeri punggung (Infodatin Osteoporosis,
2015).

Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang total.


Terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi tulang
lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang, pengakibatkan penurunan masa tulang
total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah; tulang menjadi
mudah fraktur dengan stres yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang normal
(Brunner&Suddarth, 2000).

B. Tanda dan Gejala

Osteoporosis adalah silent disesase, dimana kehilangan massa tulang lunak tidak
disertai gejala dan keluhan. Seseorang tidak akan menyadari bahwa mereka mengalami
osteoporosis sehingga mereka jatuh, menabrak sesuatu, atau terpeleset dan mengalami
patah tulang. Akan tetapi, ada beberapa tanda yang harus di waspadai, antara lain seperti
berikut.

a) Deformitas
b) Nyeri dan memar yang terjadi setelah jatuh, dimana proses jatuh tanpa terjadinya
banyak tekanan atau trauma.
c) Sakit punggung yang datang tiba – tiba pada tulang punggung yang dirasakan
walau hanya membungkuk untuk meraih sesuatu atau tergelincir di dalam bak
mandi.

Oleh karena osteoporosis tidak menunjukkan tanda dan gejala yang jelas, maka
untuk mendiagnosis osteoporosis dapat di lakukan dengan pemeriksaan Densitas Massa
Tulang atau Bone Mass Density (BMD). Test BMD ini aman, tidak menyakitkan dan
tanpa bedah. Alat pengukuran BMD dengan metode Dual-Energy X-ray Absorptiometry
(DEXA) akan mendapatkan hasil terbaik. Hal ini dikarenakan pinggul, punggung, atau
seluruh tubuh bisa dievaluasi menggunakan DEXA. Alat ini memberikan hasil
pengukuran yang tepat dan menggunakan radiasi yang sangat kecil. Pemeriksaan
menggunakan DEXA dapat :

1) diperoleh diagnosa osteoporosis,


2) mendeteksi kekuatan tulang,
3) menilai keberhasilan pengobatan osteoporosis (Alexander, 2008).

C. Patofisiologi

Dalam keadaan normal terjadi proses yang terus menerus dan terjadi secara
seimbang yaitu proses resorbsi dan proses pembentukan tulang (remodelling). Setiap ada
perubahan dalam keseimbangan ini, misalnya proses resorbsi lebih besar dari proses
pembentukan, maka akan terjadi penurunan massa tulang. Proses konsolidasi secara
maksimal akan dicapai pada usia 30-35 tahun untuk tulang bagian korteks dan lebih dini
pd bagian trabekula. Pada usia 40-45 th, baik wanita maupun pria akan mengalami
penipisan tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5 %/tahun dan bagian trabekula pada usia
lebih muda. Pada pria seusia wanita menopause mengalami penipisan tulang berkisar 20-
30 % dan pd wanita 40-50 %. Penurunan massa tulang lebih cepat pd bagian-bagian
tubuh seperti metakarpal, kolum femoris, dan korpus vertebra. Bagian-bagian tubuh yg
sering fraktur adalah vertebra, paha bagian proksimal dan radius bagian distal.
Genetik, nutrisi, gaya hidup (misal merokok, konsumsi kafein, dan alkohol), dan
aktivitas mempengaruhi puncak massa tulang. Kehilangan masa tulang mulai terjadi
setelah tercaipainya puncak massa tulang. Pada pria massa tulang lebih besar dan tidak
mengalami perubahan hormonal mendadak. Sedangkan pada perempuan, hilangnya
estrogen pada saat menopouse  dan pada ooforektomi mengakibatkan percepatan resorpsi
tulang dan berlangsung terus selama tahun-tahun pasca menopouse (Lukman, Nurma
Ningsih : 2009).

Diet kalsium dan vitamin D yang sesuai harus mencukupi untuk mempertahankan
remodelling tulang selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang dan
fungsi tubuh. Asupan kasium dan vitamin D yang tidak mencukupi selama bertahun-
tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang dan pertumbuhan osteoporosis. Asupan
harian kalsium yang dianjurkan (RDA : recommended daily allowance) meningkat pada
usia 11 – 24 tahun (adolsen dan dewasa muda) hingga 1200 mg per hari, untuk
memaksimalakan puncak massa tulang. RDA untuk orang dewasa tetap 800 mg, tetapi
pada perempuan pasca menoupose 1000-1500 mg per hari. Sedangkan pada lansia
dianjurkan mengkonsumsi kalsium dalam jumlah tidak terbatas. Karena penyerapan
kalsium kurang efisisien dan cepat diekskresikan melalui ginjal (Smeltzer, 2002).

Demikian pula, bahan katabolik endogen (diproduksi oleh tubuh) dan eksogen
dapat menyebabkan osteoporosis. Penggunaan kortikosteroid yang lama, sindron
Cushing, hipertiriodisme dan hiperparatiriodisme menyebabkan kehilangan massa
tulang. Obat- obatan seperti isoniazid, heparin tetrasiklin, antasida yang mengandung
alumunium, furosemid, antikonvulsan, kortikosteroid dan suplemen tiroid mempengaruhi
penggunaan tubuh dan metabolisme kalsium.

Imobilitas juga mempengaruhi terjadinya osteoporosis. Ketika diimobilisasi


dengan gips, paralisis atau inaktivitas umum, tulang akan diresorpsi lebih cepat dari
pembentukannya sehingga terjadi osteoporosis.

D. Pengkajian

1. Promosi kesehatan, identifikasi individu dengan risiko mengalami osteoporosis dan


penemuan masalah yang berhubungan denganosteoporosis membentuk dasar bagi
pengkajian keperawatan.
2. Wawancara meliputi pertanyaan mengenai terjadinya osteoporosis dalam keluarga,
fraktur sebelumnya, konsumsi kalsium diet harian, pola latihan, awitan menopause
dan penggunaan kortikoseteoroid selain asupan alkohol, rokok dan kafein. Setiap
sengaja yang dialami pasien seperti nyeri pingang, konstipasi atau ganggua citra diri
harus digali.
3. Pemeriksaan fisik kadang menemukan adanya patah tulang kifosis vertebrata
torakalis atau pemendekan tinggi badan. Masalah mobilitas dan pernapasan dapat
terjadi akibat perubahan postur dan kelemahan otot. Konstipasi dapat terjadi akibat
inaktivitas.

Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan penderita, mengidentifikasikan, kekuatan dan
kebutuhan penderita yang dapat diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik dan
riwayat psikososial.

1. Anamnese
a) Identitas
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa
medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk
menentukan tindakan selanjutnya.
2) Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi
nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
3) Riwayat Kesehatan
Dalam pengkajian riwayat kesehatan, perawat perlu mengidentifikasi
adanya :
a. Rasa nyeri atau sakit tulang punggung (bagian bawah), leher,dan
pinggang
b. Berat badan menurun
c. Biasanya diatas 45 tahun
d. Jenis kelamin sering pada wanita
e. Pola latihan dan aktivitas
4) Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga,
pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, makan, mandi, dan
toilet. Olahraga dapat membentuk pribadi yang baik dan individu akan
merasa lebih baik. Selain itu, olahraga dapat mempertahankan tonus otot
dan gerakan sendi. Lansia memerlukan aktifitas yang adekuat untuk
mempertahankan fungsi tubuh. Aktifitas tubuh memerlukan interaksi
yang kompleks antara saraf dan muskuloskeletal.

Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan dengan menurunnya


gerak persendian adalah agility ( kemampuan gerak cepat dan lancar )
menurun, dan stamina menurun.

2. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing)
Inspeksi : Ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang
belakang
Palpasi : Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : Cuaca resonan pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Pada kasus lanjut usia, biasanya didapatkan suara ronki
b. B2 ( Blood)
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik, sering terjadi keringat dingin dan
pusing. Adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh
darah atau edema yang berkaitan dengan efek obat.
c. B3 ( Brain)
Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah, klien dapat
mengeluh pusing dan gelisah.
1) Kepala dan wajah : ada sianosis
2) Mata : sklera biasanya tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis
3) Leher : biasanya JVP dalam normal

Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari


dan halus merupakan indikasi adanya satu fraktur atau lebih, fraktur
kompresi vertebra

d. B4 (Bladder)
Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada
sistem perkemihan.
e. B5 ( Bowel)
Untuk kasus osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi namun perlu di kaji
frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses.
f. B6 ( Bone)
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis. Klien osteoporosis
sering menunjukan kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan
tinggi badan dan berat badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas
tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering
terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3.
3. Pemeriksaan penunjang
a) Radiologi
Gejala radiologi yang khas adalah densitas atau massa tulang yang menurun
yang dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra
biasanya merupakan lokasi yang paling berat. Penipisan korteks dan
hilangnya trabekula transversal merupakan kelainan yang sering ditemukan.
Lemahnya korpus vertebrae menyebabkan penonjolan yang menggelembung
dari nucleus pulposus kedalam ruang intervertebral dan menyebabkan
deformitas bikonkaf.
b) CT-Scan
Dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai
penting dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110
mg/cm3 biasanya tidak menimbulkan fraktur vertebra atau penonjolan,
sedangkan mineral vertebra dibawah 65 mg/cm3  ada pada hampir semua
klien yang mengalami fraktur.
E. Penatalaksanaan
Pengobatan osteoporosis yang telah lama digunakan yaitu terapi medis yang lebih
menekankan pada pengurangan atau meredakan rasa sakit akibat patah tualng. Selain itu,
juga dilakukan terapi hormone pengganti (THP) atau hormone replacement therapy
(HRT) yaitu menggunakan estrogen dan progresteron. Terapi lainnya yaitu terapi non
hormonal antara lain suplemen kalsium dan vitamin D.
1) Terapi medis.
Sebenarnya belum ada terapi yang secara khusus dapat mengembalikan efek
dari osteoporosis. Hal yang dapat dilakukan adalah upaya-upaya untuk menekan atau
memperlambat menurunnya massa tulang serta mengurangi rasa sakit.
a. Obat pereda sakit
Pada tahap awal setelah terjadinya patah tulang, biasanya diperlukan obat
pereda sakit yang kuat, seperti turunan morfin. Namun, obat tersebut
memberikan efek samping seperti mengantuk, sembelit dan linglung. Bagi yang
mengalami rasa sakit yang sangat dan tidak dapat diredakan dengan obat pereda
sakit, dapat diberikan suntikan hormone kalsitonin.
Bila rasa sakit mulai mereda, tablet pereda rasa sakit seperti paracetamol
atau codein ataupun kombinasi keduanya seperti co-dydramol, co- codramol,
atau co-proxamol bagi banyak pasien cukup memadai untuk menghilangkan rasa
sakit sehingga pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari.
2) Terapi hormone pada wanita
Osteoporosis memang tidak dapat disembuhkan, semua upaya pengobatan
hanya dimaksudkan untuk mencegah kehilangan massa tulang yang lebih besar.
Namun, demikian, pengobatan masih perlu dilakukan pada kasus osteoporosis berat
untuk mencegah terjadinya patah tulang. Obat-obat untuk mencegah penurunan
massa tulang biasanya bekerja lambat dan efeknya kurang terasa sehingga banyak
pasien penderita osteoporosis merasa putus asa dan menghentikan pengobatan. Hal
tersebut sangat tidak baik karena pengobatan jangka panjang diperlukan untuk dapat
secara maksimal menekan laju penurunan massa tulang dan patah tulang.
Terapi hormone pada wanita diberikan pada masa pramenopause. Lamanya
pemberian terapi hormone sulit ditentukan. Yang jelas jika ingin terhindar dari
osteoporosis, terapi hormone dapat terus dilakukan. Sebagian dokter menganjurkan
untuk dilakukan terapi hormone seumur hidup semenjak menopause pada wanita
yang mengalami osteoporosis. Namun, sebagian juga berpendapat bahwa
penggunaan terapi hormone sebaiknya dihentikan setelah penggunaan selama 5-10
tahun untuk menghindari kemungkinan terjadinya kanker.
a. Hormone Replacement Theraphy (HRT)
Hormone Replacement Theraphy (HRT) atau terapi hormone pengganti
(THP) menggunakan hormone estrogen atau kombinasi estrogen dan
progesterone. Hormone-hormon tersebut sebenarnya secara alamiah diproduksi
oleh indung telur, tetapi produksinya semakin menurun selama menopause
sehingga perlu dilakukan HRT.
Penggunaan estrogen memang efektif  dalam upaya pengobatan dan
pencegahan osteoporosis. Namun, tidak terlepas dari kemungkinan terjadinya
efek samping berupa munculnya kanker endometrium (dinding rahim). Dengan
adanya hormone tersebut akan merangsang pertumbuhan sel-sel di dinding rahim
yang apabila pertumbuhannya terlalu pesat dapat berkembang menjadi kanker
ganas. Oleh karena itu, penggunaan estrogen biasanya di kombinasikan dengan
progesterone untuk mengurangi resiko tersebut.
Efek lain yang juga dapat timbul dalam pemberian terapi hormone,
diantaranya adalah pembesaran payudara, kembung, retensi cairan, mual,
muntah, sakit kepala, gangguan pencernaan, dan gangguan emosi. Namun,
demikian, efek tersebut biasanya hanya terjadi pada awal terapi dan kondisi
berangsur membaik dengan sendirinya. Dapat juga dilakukan pemberian
hormone estrogen dan progesterone secara bertahap, dosis kecil diberikan pada
awal terapi dilihat dulu reaksinya terhadap tubuh. Bila dosis dapat diterima
tubuh, dosis kemudian dinaikkan secara bertahap.
b. Kalsitonin.
Selain hormone estrogen dan progesterone, hormone lain yang biasa
digunakan dalam pencegahan dan pengobatan osteoporosis adalah kalsitonin.
Kalsitonin turut menjaga kestabilan struktur tulang dengan mengaktifkan kerja
sel osteoblast dan menekan kinerja sel osteoclast.
Kalsitonin juga berperan dalam mengurangi rasa sakit yang mungkin timbul
pada keadaan patah tulang. Hormone ini secara normal dihasilkan oleh kelenjar
tiroid yang memiliki sifat meredakan rasa sakit yang cukup ampuh. Kalsitonin
biasanya diberikan dalam bentuk suntikan yang diberikan setiap hari atau dua
hari sekali selama dua atau tiga minggu. Hormone ini juga dapat menimbulkan
efek samping  berupa  rasa mual dan muka merah, mungkin pula terjadi muntah
dan diare serta rasa sakit pada bekas suntikan.
c. Testosterone
Testosterone adalah hormone yang biasa dihasilkan oleh tubuh pria.
Penggunaan hormone testosterone pada wanita dengan osteoporosis pasca
menopause mampu menghambat kehilangan massa tulang. Namun, dapat
muncul efek maskulinasi seperti penambahan rambut secara berlebihan di dada,
kaki, tangan, timbulnya jerawat dimuka dan pembesaran suara seperti yang biasa
terjadi pada pria.
3) Terapi non-hormonal
Terapi hormone selama ini memang dianggap sebagai jalan yang paling baik
untuk mengobati osteoporosis. Namun, karena banyaknya efek samping yang dapat
ditimbulkan  dan tidak dapat diterapkan pada semua pasien osteoporosis, maka
sekarang mulai dikembangkan terapi non-hormonal.
a. Bisfosfonat
Bisfosfonat merupakan golongan obat sintetis yang saat ini sangat dikenal
dalam pengobatan osteoporosis non-hormonal. Efek utama dari obat ini adalah
menonaktifkan sel-sel penghancur tulang (osteoclast) sehingga penurunan massa
tulang dapat dihindari. Obat-obat yang termasuk golongan bisfosfonat adalah
etidronat dan alendronat.
b. Etidronat.
Etidronat adalah obat golongan bisfosfonat pertama yang biasa digunakan
dalam pengobatan osteoporosis. Obat ini diberikan dalam bentuk tablet dengan
dosis satu kali sehari selama dua minggu. Penggunaan obat ini harus
dikombinasikan dengan konsumsi suplemen kalsium. Namun, perlu diperhatikan
agar konsumsi suplemen kalsium harus dihindari dalam waktu dua jam sebelum
dan sesudah mengkonsumsi etidronat karena dapat mengganggu penyerapannya.
Kadang kala konsumsi etidronat memberikan efek samping,tetapi relative kecil.
Misalnya timbul mual, diare, ruam kulit dan lain-lain.
c. Alendronat
Alendornat mempunyai fungsi dan peran yang serupa dengan etidronat,
perbedaannya adalah pada penggunaannya tidak perlu dikombinasikan dengan
konsumsi suplemen kalsium, tetapi  bila asupan kalsium masih rendah,
pemberian kalsium tetap dianjurkan. Efek samping yang mungkin ditimbulkan
pada konsumsi alendronat adalah timbulnya diare, rasa sakit dan kembung pada
perut, serta gangguan pada tenggorokan.
4) Terapi alamiah
Terapi alamiah adalah terapi yang diterapkan untuk mengobati osteoporosis
tanpa menggunakan obat-obatan atau hormone. Terapi ini berhubungan dengan gaya
hidup dan pola konsumsi. Beberapa pencegahan yang dapat diberikan yaitu dengan
berolahraga secara teratur, hindari merokok, hindari minuman beralkohol dan
menjaga pola makan yang baik.
F. Rencana Asuhan Keperawatan
1) Diagnosa
1. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra spasme
otot, deformitas tulang.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat
perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
3. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh.
4. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang
berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi.
2) Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra, spasme
otot, deformitas tulang.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan
nyeri berkurang.
Kriteria Hasil : Klien akan mengekspresikan nyerinya, klien dapat tenang dan
istirahat yang cukup, klien dapat mandiri dalam perawatan dan
penanganannya secara sederhana.

Intervensi Rasional
Pantau tingkat nyeri pada punggung, Tulang dalam peningkatan jumlah
nyeri terlokalisasi atau menyebar pada trabekular, pembatasan gerak spinal.
abdomen atau pinggang. Skala nyeri 7-9
yaitu nyeri berat.
Ajarkan pada klien tentang alternative Alternatif lain untuk mengatasi nyeri,
lain untuk mengatasi dan mengurangi pengaturan posisi, kompres hangat dan
rasa nyerinya. sebagainya.
Kaji obat-obatan untuk mengatasi nyeri: Keyakinan klien tidak dapat
-        Aspirin menoleransi obat yang adekuat atau
-        Phenyl-butazone tidak adekuat untuk mengatasi
-        Naproxen nyerinya.
-        Ibuprofen
-        Diclofenac
-        Piroxicam
-        Tenoxicam
-        Celecoxib
-        Lumiracoxib
Rencanakan pada klien tentang periode Kelelahan dan keletihan dapat
istirahat adekuat dengan berbaring menurunkan minat untuk aktivitas
dalam posisi telentang selama kurang sehari-hari.
lebih 15 menit
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat
perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, diharapkan
klien mampu melakukan mobilitas fisik.
Kriteria hasil : Klien dapat meningkatan mobilitas fisik ; klien mampu
melakukan aktivitas hidup sehari hari secara mandiri.

Intervensi Rasional
Kaji tingkat kemampuan klien yang Dasar untuk memberikan alternative
masih ada. dan latihan gerak yang sesuai dengan
kemapuannya.
Rencanakan tentang pemberian program Latihan akan meningkatkan pergerakan
latihan : otot dan stimulasi sirkulasi darah
- Bantu klien jika diperlukan latihan
- Ajarkan klien tentang aktivitas
hidup sehari hari yang dapat
dikerjakan
- Ajarkan pentingnya latihan.

Bantu kebutuhan untuk beradaptasi dan Aktifitas hidup sehari-hari secara


melakukan aktivitas hidup sehari hari. mandiri
Peningkatan latihan fisik secara Dengan latihan fisik :
adekuat: - Masa otot lebih besar sehingga
- Dorong latihan dan hindari tekanan memberikan perlindungan pada
pada tulang seperti berjalan osteoporosis
- Instruksikan klien untuk latihan - Program latihan merangsang
selama kurang lebih 30menit dan pembentukan tulang
selingi dengan istirahat dengan - Gerakan menimbulkan kompresi
berbaring selama 15 menit vertical dan fraktur vertebra.
- Hindari latihan fleksi, membungkuk
tiba– tiba,dan penangkatan beban
berat
3. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam Cedera
tidak terjadi

Kreteria Hasil : Klien tidak jatuh dan fraktur tidak terjadi, Klien dapat
menghindari aktivitas yang mengakibatkan fraktur

Intervensi Rasional
Ciptakan lingkungan yang nyaman : Menciptakan lingkungan yang aman
- Tempatkan klien pada tempat tidur dan mengurangi risiko terjadinya
rendah kecelakaan.
- Amati lantai yang membahayakan
klien
- Berikan penerangan yang cukup
- Tempatkan klien pada ruangan yang
tertutup dan mudah untuk
diobservasi
- Ajarkan klien tentang pentingnya
menggunakan alat pengaman di
ruangan.
Berikan dukungan ambulasi sesuai Ambulasi yang dilakukan tergesa-gesa
dengan kebutuhan : dapat menyebabkan mudah jatuh.
- Kaji kebutuhan untuk berjalan
- Konsultasi dengan ahli therapist
- Ajarkan klien untuk meminta
bantuan bila diperlukan
- Ajarkan klien untuk berjalan dan
keluar ruangan
Bantu klien untuk melakukan aktivitas Penarikan yang terlalu keras akan
hidup sehari-hari secara hati-hati. menyebabkan terjadinya fraktur.
Ajarkan pada klien untuk berhenti Pergerakan yang cepat akan lebih
secara perlahan, tidak naik tanggga, dan memudahkan terjadinya fraktur
mengangkat beban berat. kompresi vertebra pada klien
osteoporosis.
Ajarkan pentingnya diet untuk Diet kalsium dibutuhkan untuk
mencegah osteoporosis : mempertahankan kalsium serum,
- Rujuk klien pada ahli gizi mencegah bertambahnya kehilangan
- Ajarkan diet yang mengandung tulang. Kelebihan kafein akan
banyak kalsium meningkatkan kalsium dalam urine.
- Ajarkan klien untuk mengurangi Alcohol akan meningkatkan asidosis
atau berhenti menggunakan rokok yang meningkatkan resorpsi tulang
atau kopi
Ajarkan tentang efek rokok terhadap Rokok dapat meningkatkan terjadinya
pemulihan tulang asidosis
Observasi efek samping obat-obatan Obat-obatan seperti diuretic, fenotiazin
yang digunakan dapat menyebabkan pusing, megantuk,
dan lemah yang merupakan predisposisi
klien untuk jatuh
4. Kurangnya pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi
yang berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan
klien memahami tentang penyakit osteoporosis dan program
terapi.

Kriteria hasil : Klien mampu menjelaskan tentang penyakitnya, mampu


menyebutkan program terapi yang diberikan, klien tampak
tenang.

Intervensi Rasional
Kaji ulang proses penyakit dan Memberikan dasar pengetahuan dimana
harapan yang akan datang klien dapat membuat pilihan
berdasarkan informasi.
Ajarkan pada klien tentang faktor- Informasi yang diberikan akan membuat
faktor yang mempengaruhi terjadinya klien lebih memahami tentang
osteoporosis penyakitnya
Berikan pendidikan kepada klien Suplemen kalsium ssering
mengenai efek samping penggunaan mengakibatkan nyeri lambung dan
obat distensi abdomen maka klien sebaiknya
mengkonsumsi kalsium bersama
makanan untuk mengurangi terjadinya
efek samping tersebut dan
memperhatikan asupan cairan yang
memadai untuk menurunkan resiko
pembentukan batu ginjal

3) Implementasi dan evaluasi

Diagnosa Implementasi Evaluasi


1. Nyeri berhubungan - Memantau tingkat nyeri S : Klien mengatakan nyeri
dengan dampak pada punggung, nyeri berkurang
sekunder dari fraktur terlokalisasi atau O : Dapat melakukan
vertebra, spasme menyebar pada abdomen perawatan secara mandiri dan
otot, deformitas atau pinggang. Skala penanganannya secara
tulang. nyeri 7-9 yaitu nyeri sederhana.
berat. A : Masalah teratasi sebagian
- Mengajarkan pada klien P : Intervensi dilanjutkan :
tentang alternative lain - Pantau tingkat nyeri
untuk mengatasi dan pada punggung, nyeri
mengurangi rasa terlokalisasi atau
nyerinya. menyebar pada
- Mengkaji obat-obatan abdomen atau
untuk mengatasi nyeri. pinggang. Skala nyeri
- Aspirin 7-9 yaitu nyeri berat.
- Phenyl-butazone - Ajarkan pada klien
- Naproxen tentang alternative lain
- Ibuprofen untuk mengatasi dan
- Diclofenac mengurangi rasa
- Piroxicam nyerinya.
- Tenoxicam - Kaji obat-obatan untuk
- Celecoxib mengatasi nyeri.
- Lumiracoxib - Aspirin
- Merencanakan pada klien - Phenyl-butazone
tentang periode istirahat - Naproxen
adekuat dengan - Ibuprofen
berbaring dalam posisi - Diclofenac
telentang selama kurang - Piroxicam
lebih 15 menit - Tenoxicam
- Celecoxib
- Lumiracoxib
- Rencanakan pada klien
tentang periode istirahat
adekuat dengan berbaring
dalam posisi telentang
selama kurang lebih 15
menit
2. Hambatan mobilitas - Mengkaji tingkat S : Klien mengatakan sudah
fisik berhubungan kemampuan klien yang bisa beraktivitas kembali
dengan disfungsi masih ada. O : Dapat beraktivitas secara
sekunder akibat Merencanakan tentang mandiri
perubahan skeletal pemberian program latihan : A : Masalah teratasi
(kifosis), nyeri - Membantu klien jika P : Intervensi dihentikan
sekunder atau fraktur diperlukan latihan
baru. - Mengajarkan klien
tentang aktivitas hidup
sehari hari yang dapat
dikerjakan
- Mengajarkan
pentingnya latihan.
- Membantu kebutuhan
untuk beradaptasi dan
melakukan aktivitas
hidup sehari hari.
Meningkatan latihan fisik
secara adekuat :
- Mendorong latihan dan
hindari tekanan pada
tulang seperti berjalan
- Menginstruksikan klien
untuk latihan selama
kurang lebih 30menit
dan selingi dengan
istirahat dengan
berbaring selama 15
menit
- Menghindari latihan
fleksi, membungkuk
tiba– tiba,dan
penangkatan beban berat
3. Risiko cedera Menciptakan lingkungan S : Klien mengatakan sudah
berhubungan dengan yang nyaman : bisa beraktivitas
dampak sekunder -Menempatkan klien pada O : Dapat menghindari
perubahan skeletal tempat tidur rendah aktivitas yang mengakibatkan
dan -Mengamati lantai yang fraktur
ketidakseimbangan membahayakan klien A : Masalah teratasi
tubuh -Memberikan penerangan P : Intervensi dihentikan
yang cukup
-Menempatkan klien pada
ruangan yang tertutup dan
mudah untuk diobservasi
-Mengajarkan klien tentang
pentingnya menggunakan
alat pengaman di
ruangan.
Memberikan dukungan
ambulasi sesuai dengan
kebutuhan :
-Mengkaji kebutuhan untuk
berjalan
-Mengkonsultasi dengan ahli
therapist
-Mengajarkan klien untuk
meminta bantuan bila
diperlukan
-Mengajarkan klien untuk
berjalan dan keluar
ruangan
-Membantu klien untuk
melakukan aktivitas
hidup sehari-hari secara
hati-hati.
-Mengajarkan pada klien
untuk berhenti secara
perlahan, tidak naik
tanggga, dan mengangkat
beban berat.
Mengajarkan pentingnya diet
untuk mencegah osteoporosis
:
-Merujuk klien pada ahli gizi
-Mengajarkan diet yang
mengandung banyak
kalsium
-Mengajarkan klien untuk
mengurangi atau berhenti
menggunakan rokok atau
kopi
-Mengajarkan tentang efek
rokok terhadap pemulihan
tulang
-Mengobservasi efek
samping obat-obatan
yang digunakan
4. Kurangnya -Mengkaji ulang proses S : Klien mengatakan sudah
pengetahuan penyakit dan harapan memahami tentang penyakit
mengenai proses yang akan datang osteoporosis dan program
osteoporosis dan -Mengajarkan pada klien terapi
program terapi yang tentang faktor-faktor yang O : Pengetahuan klien jadi
berhubungan dengan mempengaruhi terjadinya bertambah
kurang informasi, osteoporosis A : Masalah teratasi
salah persepsi. -Memberikan pendidikan P : Intervensi dihentikan
kepada klien mengenai
efek samping penggunaan
obat

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Osteoporosis merupakan kondisi terjadinya penurunan densitas/ matriks/massa
tulang, peningkatan prositas tulang, dan penurunan proses mineralisasi deisertai
dengan kerusakakn arsitektur mikro jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan
kekokohan tulang sehingga tulang menjadi mudah patah.
Beberapa faktor resiko Osteoporosis antara lain yaitu : usia, genetik, defisiensi
kalsium, aktivitas fisik kurang, obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin,
siklosporin), merokok, alcohol serta sifat fisik tulang (densitas atau massa tulang) dan
lain sebagainya.
Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka berbagai penyakit
degeneratif dan metabolik, termasuk osteoporosis akan menjadi problem
muskolokeletal yang memerlukan perhatian khusus, terutama dinegara berkembang,
termasuk indonesia. Pada tahun 1990, ternyata jumlah penduduk yang berusia 55
tahun atau lebih mencapai 9,2%, meningkat 50% dibandingkan survey tahun 1971.
Dengan demikian, kasus osteoporosis dengan berbagai akibatnya, terutama fraktur
diperkirakan juga akan meningkat.
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan
porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang
keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah
atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas
jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang.

Osteoforosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara faktor


genetic dan faktor lingkungan. Faktor genetic meliputi, usia jenis kelamin, ras
keluarga, bentuk tubuh, tidak pernah melahirkan. Faktor lingkungan meliputi,
merokok, alkohol, kopi, defisiensi vitamin dan gizi, gaya hidup, mobilitas, anoreksia
nervosa dan pemakaian obat-obatan. Kedua faktor diatas akan menyebabkan
melemahnya daya serap sel terhadap kalsium dari darah ke tulang, peningkatan
pengeluaran kalsium bersama urin, tidak tercapainya masa tulang yang maksimal
dengan resobsi tulang menjadi lebih cepat yang selanjutnya menimbulkan penyerapan
tulang lebih banyak dari pada pembentukan tulang baru sehingga terjadi penurunan
massa tulang total yang disebut osteoporosis.

Manifestasi osteoporosis :

1. Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata


2. Rasa sakit oleh karena adanya fraktur pada anggota gerak
3. Nyeri timbul mendadak

Pemeriksaan Diagnostik :

1. Radiologis
2. CT-Scan

Penatalaksanaannya dengan Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi


dan seimbang sepanjang hidup, dengan pengingkatan asupan kalsium pada permulaan
umur pertengahan dapat melindungi terhadap demineralisasi skeletal. Terdiri dari 3
gelas vitamin D susu skim atau susu penuh atau makanan lain yang tinggi kalsium
(mis keju swis, brokoli kukus, salmon kaleng dengan tulangnya) setiap hari. Untuk
meyakinkan asupan kalsium yang mencukupi perlu diresepkan preparat
kalsium(kalsium karbonat).

Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan


mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur
kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah
trokhanter, dan fraktur colles pada pergelangan tangan.

Diagnosa yang timbul :

1. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra spasme otot,
deformitas tulang.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat
perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
3. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh.
4. Kurangnya pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang
berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi.
B. SARAN
Bagi orang yang mengalami osteoporosis sebaiknya melakukan diet kaya
kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan seimbang sepanjang hidup, dengan
pengingkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat melindungi
terhadap demineralisasi skeletal. Terdiri dari 3 gelas vitamin D susu skim atau susu
penuh atau makanan lain yang tinggi kalsium (mis keju swis, brokoli kukus, salmon
kaleng dengan tulangnya) setiap hari. Untuk meyakinkan asupan kalsium yang
mencukupi perlu diresepkan preparat kalsium (kalsium karbonat), sering berolahraga
dan pola hidup sehat.
Dalam pembuatan makalah ini kelompok masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kelompok meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Semoga makalah yang kelompok buat dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Alexander, R., G., 2008, The 20 Principles Of The Alexander Discipline Orthodontics

Methods, Edisi 3, China: Quintessence co, Inc.

Brunner & Suddarth , 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah. Terjemahan

Suzanne C. Smeltzer. Edisi 8. Vol 8. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Info Datin. (2015). Data & Kondisi Penyakit Osteoporosis di Indonesia.

www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%20213.
df. Diakses tanggal 20 Maret 2020.

Lukman, Ningsih Nurma. 2012. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL. Jakarta : Salemba Medika

Tandra H. 2009. Osteoporosis. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai