Tugas Onclass Gerontik Fix2
Tugas Onclass Gerontik Fix2
Disusun oleh :
KELOMPOK 1
KEPERAWATAN S1 / 6A
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu masalah gangguan kesehatan yang menonjol pada usia lanjut adalah
gangguan muskoloskeletal, terutama osteoartritis dan osteoporosis. Menghadapi problem
ini tanpa adanya persiapa yang baik, di khawatirkan akan menjadikan beban yang akan di
tanggung pemerintah, masyarakat, dan warga usia lanjut dengan keluarga akan menjadi
sangat besar dan akan menghambat perkembangan ekonomi serta memperburuk
kualitas hidup manusia secara utuh (isbagio H dalam Daniel, 2007).
Kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang,
sehingga dapat menurunkan massa tulang total. Osteoporosis adalah penyakit yang
mempunyai sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai mikroarsitektur
tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan
tulang. Tulang secara progresif menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang menjadi mudah
patah dengan stres, yang pada tulang normal tidak menimbulkan pengaruh. Sherwood
(2001), mengatakan selama dua decade pertama kehidupan, saat terjadi pertumbuhan,
pengendapan tulang melebihi resorpsi tulang dibawah pengaru hormone pertumbuhan.
Sebaiknya pada usia 50-6- tahun, resorpsi tulang melebihi pembentukan tulang.
Kalsitonin yang menghambat resorpsi tulang dan merangsang pembentukan tulang
mengalami penurunan. Hormone paratiroid meningkat bersama bertambahnya dan
meningkatkan resorpsi tulang. Hormone estrogen yang menghambat pemecahan tulang,
juga berkurang bersama bertambahnya usia.
Osteoporosis dapat dijumpai di seluruh dunia dan sampai saat ini masih merupakan
masalah dalam kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang. Di amerika
serikat, osteoporosis menyerang 20-25 juta penduduk. 1 diantara 2-3 wanita post-
monopause dan lebih dari 50% penduduk di atas umur 75-80 tahun. Mengutip data dari
WHO yang menunjukan bahawa di seluruh dunia ada sekitar 200 juta orang yang
menderita osteoporosis.
Pada tahun 2050, di perkirakan angka patah tulang pinggul akan meningkat 2 kali
lipat pada wanita dan 3 kali lipat pada pria. laporan WHO juga menunjukan bahwa 50%
patah tulang adalah patah tulang paha atas yang dapat mengakibatkan kecacatan seumur
hidup dan kematian. Di bandingkan dengan masyarakat di negara-negara afrika, densitas
tulang masyarakat eropa dan asia lebih rendah, sehingga mudah sekali mengalami
osteoporosis.
Hasil penelitian whit paper yang dilaksanakan bersama perhimpunan osteoporosis
indonesia tahun 2007, melaporkan bahwa proposi penderita osteoporosis pada penduduk
yang berusia diatas 50 tahun adalah 32,3% pada wanita dan 28,8% pada pria. Sedangkan
data sistem informasi rumah sakit (SIRS,2010) menunjukan angka insiden patah tulang
atas akibat osteoporosis adalah sekitar 200 dari 100.000 kasus pada usia 40 tahun.
Dampak dari masalah seperti ini akan mengakibatkan lanisa sulit dalam
beraktivitas dan sangat terbatas harus membutuhkan bantuan yang ada di sekitarnya.
Pada saat itu kebanyakan usia lanjut mengalami penyakit osteoporosis mengakibatkan
menurunnya tulang dan meningkatnya kerapuhan tulang. Solusinya dalam masalah ini
dibutuhkanya kalsium tambhan ketika menginjak usia lanjut seperti makan dan minum
yang mengandung kalsium contoh susu,salmon,brokoli dan lain-lain serta usia lanjut
harus melakukan kegiatan harian contohnya olahrga agar tulang yang rapuh akan
semakin kokoh kembali tidak menimbulkan penyakit tersebut.
Oleh karena itu disini akan membahas lebih dalam mengenai masalah penyakit
osteoporosis yang pada akhirnya akan menghasilkan sebuah pembelajaran bagi
masyarakat. Hal itu akan menjadi wawasan untuk mengetahui intervensi yang
dibutuhkan pada saat menemukan penyakit osteoporosis.
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan
porousberarti berlubang – lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang
keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau
berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan
tulang, yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra, 2009).
Osteoporosis adalah silent disesase, dimana kehilangan massa tulang lunak tidak
disertai gejala dan keluhan. Seseorang tidak akan menyadari bahwa mereka mengalami
osteoporosis sehingga mereka jatuh, menabrak sesuatu, atau terpeleset dan mengalami
patah tulang. Akan tetapi, ada beberapa tanda yang harus di waspadai, antara lain seperti
berikut.
a) Deformitas
b) Nyeri dan memar yang terjadi setelah jatuh, dimana proses jatuh tanpa terjadinya
banyak tekanan atau trauma.
c) Sakit punggung yang datang tiba – tiba pada tulang punggung yang dirasakan
walau hanya membungkuk untuk meraih sesuatu atau tergelincir di dalam bak
mandi.
Oleh karena osteoporosis tidak menunjukkan tanda dan gejala yang jelas, maka
untuk mendiagnosis osteoporosis dapat di lakukan dengan pemeriksaan Densitas Massa
Tulang atau Bone Mass Density (BMD). Test BMD ini aman, tidak menyakitkan dan
tanpa bedah. Alat pengukuran BMD dengan metode Dual-Energy X-ray Absorptiometry
(DEXA) akan mendapatkan hasil terbaik. Hal ini dikarenakan pinggul, punggung, atau
seluruh tubuh bisa dievaluasi menggunakan DEXA. Alat ini memberikan hasil
pengukuran yang tepat dan menggunakan radiasi yang sangat kecil. Pemeriksaan
menggunakan DEXA dapat :
C. Patofisiologi
Dalam keadaan normal terjadi proses yang terus menerus dan terjadi secara
seimbang yaitu proses resorbsi dan proses pembentukan tulang (remodelling). Setiap ada
perubahan dalam keseimbangan ini, misalnya proses resorbsi lebih besar dari proses
pembentukan, maka akan terjadi penurunan massa tulang. Proses konsolidasi secara
maksimal akan dicapai pada usia 30-35 tahun untuk tulang bagian korteks dan lebih dini
pd bagian trabekula. Pada usia 40-45 th, baik wanita maupun pria akan mengalami
penipisan tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5 %/tahun dan bagian trabekula pada usia
lebih muda. Pada pria seusia wanita menopause mengalami penipisan tulang berkisar 20-
30 % dan pd wanita 40-50 %. Penurunan massa tulang lebih cepat pd bagian-bagian
tubuh seperti metakarpal, kolum femoris, dan korpus vertebra. Bagian-bagian tubuh yg
sering fraktur adalah vertebra, paha bagian proksimal dan radius bagian distal.
Genetik, nutrisi, gaya hidup (misal merokok, konsumsi kafein, dan alkohol), dan
aktivitas mempengaruhi puncak massa tulang. Kehilangan masa tulang mulai terjadi
setelah tercaipainya puncak massa tulang. Pada pria massa tulang lebih besar dan tidak
mengalami perubahan hormonal mendadak. Sedangkan pada perempuan, hilangnya
estrogen pada saat menopouse dan pada ooforektomi mengakibatkan percepatan resorpsi
tulang dan berlangsung terus selama tahun-tahun pasca menopouse (Lukman, Nurma
Ningsih : 2009).
Diet kalsium dan vitamin D yang sesuai harus mencukupi untuk mempertahankan
remodelling tulang selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang dan
fungsi tubuh. Asupan kasium dan vitamin D yang tidak mencukupi selama bertahun-
tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang dan pertumbuhan osteoporosis. Asupan
harian kalsium yang dianjurkan (RDA : recommended daily allowance) meningkat pada
usia 11 – 24 tahun (adolsen dan dewasa muda) hingga 1200 mg per hari, untuk
memaksimalakan puncak massa tulang. RDA untuk orang dewasa tetap 800 mg, tetapi
pada perempuan pasca menoupose 1000-1500 mg per hari. Sedangkan pada lansia
dianjurkan mengkonsumsi kalsium dalam jumlah tidak terbatas. Karena penyerapan
kalsium kurang efisisien dan cepat diekskresikan melalui ginjal (Smeltzer, 2002).
Demikian pula, bahan katabolik endogen (diproduksi oleh tubuh) dan eksogen
dapat menyebabkan osteoporosis. Penggunaan kortikosteroid yang lama, sindron
Cushing, hipertiriodisme dan hiperparatiriodisme menyebabkan kehilangan massa
tulang. Obat- obatan seperti isoniazid, heparin tetrasiklin, antasida yang mengandung
alumunium, furosemid, antikonvulsan, kortikosteroid dan suplemen tiroid mempengaruhi
penggunaan tubuh dan metabolisme kalsium.
D. Pengkajian
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan penderita, mengidentifikasikan, kekuatan dan
kebutuhan penderita yang dapat diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik dan
riwayat psikososial.
1. Anamnese
a) Identitas
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa
medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk
menentukan tindakan selanjutnya.
2) Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi
nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
3) Riwayat Kesehatan
Dalam pengkajian riwayat kesehatan, perawat perlu mengidentifikasi
adanya :
a. Rasa nyeri atau sakit tulang punggung (bagian bawah), leher,dan
pinggang
b. Berat badan menurun
c. Biasanya diatas 45 tahun
d. Jenis kelamin sering pada wanita
e. Pola latihan dan aktivitas
4) Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga,
pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, makan, mandi, dan
toilet. Olahraga dapat membentuk pribadi yang baik dan individu akan
merasa lebih baik. Selain itu, olahraga dapat mempertahankan tonus otot
dan gerakan sendi. Lansia memerlukan aktifitas yang adekuat untuk
mempertahankan fungsi tubuh. Aktifitas tubuh memerlukan interaksi
yang kompleks antara saraf dan muskuloskeletal.
2. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing)
Inspeksi : Ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang
belakang
Palpasi : Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : Cuaca resonan pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Pada kasus lanjut usia, biasanya didapatkan suara ronki
b. B2 ( Blood)
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik, sering terjadi keringat dingin dan
pusing. Adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh
darah atau edema yang berkaitan dengan efek obat.
c. B3 ( Brain)
Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah, klien dapat
mengeluh pusing dan gelisah.
1) Kepala dan wajah : ada sianosis
2) Mata : sklera biasanya tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis
3) Leher : biasanya JVP dalam normal
d. B4 (Bladder)
Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada
sistem perkemihan.
e. B5 ( Bowel)
Untuk kasus osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi namun perlu di kaji
frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses.
f. B6 ( Bone)
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis. Klien osteoporosis
sering menunjukan kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan
tinggi badan dan berat badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas
tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering
terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3.
3. Pemeriksaan penunjang
a) Radiologi
Gejala radiologi yang khas adalah densitas atau massa tulang yang menurun
yang dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra
biasanya merupakan lokasi yang paling berat. Penipisan korteks dan
hilangnya trabekula transversal merupakan kelainan yang sering ditemukan.
Lemahnya korpus vertebrae menyebabkan penonjolan yang menggelembung
dari nucleus pulposus kedalam ruang intervertebral dan menyebabkan
deformitas bikonkaf.
b) CT-Scan
Dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai
penting dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110
mg/cm3 biasanya tidak menimbulkan fraktur vertebra atau penonjolan,
sedangkan mineral vertebra dibawah 65 mg/cm3 ada pada hampir semua
klien yang mengalami fraktur.
E. Penatalaksanaan
Pengobatan osteoporosis yang telah lama digunakan yaitu terapi medis yang lebih
menekankan pada pengurangan atau meredakan rasa sakit akibat patah tualng. Selain itu,
juga dilakukan terapi hormone pengganti (THP) atau hormone replacement therapy
(HRT) yaitu menggunakan estrogen dan progresteron. Terapi lainnya yaitu terapi non
hormonal antara lain suplemen kalsium dan vitamin D.
1) Terapi medis.
Sebenarnya belum ada terapi yang secara khusus dapat mengembalikan efek
dari osteoporosis. Hal yang dapat dilakukan adalah upaya-upaya untuk menekan atau
memperlambat menurunnya massa tulang serta mengurangi rasa sakit.
a. Obat pereda sakit
Pada tahap awal setelah terjadinya patah tulang, biasanya diperlukan obat
pereda sakit yang kuat, seperti turunan morfin. Namun, obat tersebut
memberikan efek samping seperti mengantuk, sembelit dan linglung. Bagi yang
mengalami rasa sakit yang sangat dan tidak dapat diredakan dengan obat pereda
sakit, dapat diberikan suntikan hormone kalsitonin.
Bila rasa sakit mulai mereda, tablet pereda rasa sakit seperti paracetamol
atau codein ataupun kombinasi keduanya seperti co-dydramol, co- codramol,
atau co-proxamol bagi banyak pasien cukup memadai untuk menghilangkan rasa
sakit sehingga pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari.
2) Terapi hormone pada wanita
Osteoporosis memang tidak dapat disembuhkan, semua upaya pengobatan
hanya dimaksudkan untuk mencegah kehilangan massa tulang yang lebih besar.
Namun, demikian, pengobatan masih perlu dilakukan pada kasus osteoporosis berat
untuk mencegah terjadinya patah tulang. Obat-obat untuk mencegah penurunan
massa tulang biasanya bekerja lambat dan efeknya kurang terasa sehingga banyak
pasien penderita osteoporosis merasa putus asa dan menghentikan pengobatan. Hal
tersebut sangat tidak baik karena pengobatan jangka panjang diperlukan untuk dapat
secara maksimal menekan laju penurunan massa tulang dan patah tulang.
Terapi hormone pada wanita diberikan pada masa pramenopause. Lamanya
pemberian terapi hormone sulit ditentukan. Yang jelas jika ingin terhindar dari
osteoporosis, terapi hormone dapat terus dilakukan. Sebagian dokter menganjurkan
untuk dilakukan terapi hormone seumur hidup semenjak menopause pada wanita
yang mengalami osteoporosis. Namun, sebagian juga berpendapat bahwa
penggunaan terapi hormone sebaiknya dihentikan setelah penggunaan selama 5-10
tahun untuk menghindari kemungkinan terjadinya kanker.
a. Hormone Replacement Theraphy (HRT)
Hormone Replacement Theraphy (HRT) atau terapi hormone pengganti
(THP) menggunakan hormone estrogen atau kombinasi estrogen dan
progesterone. Hormone-hormon tersebut sebenarnya secara alamiah diproduksi
oleh indung telur, tetapi produksinya semakin menurun selama menopause
sehingga perlu dilakukan HRT.
Penggunaan estrogen memang efektif dalam upaya pengobatan dan
pencegahan osteoporosis. Namun, tidak terlepas dari kemungkinan terjadinya
efek samping berupa munculnya kanker endometrium (dinding rahim). Dengan
adanya hormone tersebut akan merangsang pertumbuhan sel-sel di dinding rahim
yang apabila pertumbuhannya terlalu pesat dapat berkembang menjadi kanker
ganas. Oleh karena itu, penggunaan estrogen biasanya di kombinasikan dengan
progesterone untuk mengurangi resiko tersebut.
Efek lain yang juga dapat timbul dalam pemberian terapi hormone,
diantaranya adalah pembesaran payudara, kembung, retensi cairan, mual,
muntah, sakit kepala, gangguan pencernaan, dan gangguan emosi. Namun,
demikian, efek tersebut biasanya hanya terjadi pada awal terapi dan kondisi
berangsur membaik dengan sendirinya. Dapat juga dilakukan pemberian
hormone estrogen dan progesterone secara bertahap, dosis kecil diberikan pada
awal terapi dilihat dulu reaksinya terhadap tubuh. Bila dosis dapat diterima
tubuh, dosis kemudian dinaikkan secara bertahap.
b. Kalsitonin.
Selain hormone estrogen dan progesterone, hormone lain yang biasa
digunakan dalam pencegahan dan pengobatan osteoporosis adalah kalsitonin.
Kalsitonin turut menjaga kestabilan struktur tulang dengan mengaktifkan kerja
sel osteoblast dan menekan kinerja sel osteoclast.
Kalsitonin juga berperan dalam mengurangi rasa sakit yang mungkin timbul
pada keadaan patah tulang. Hormone ini secara normal dihasilkan oleh kelenjar
tiroid yang memiliki sifat meredakan rasa sakit yang cukup ampuh. Kalsitonin
biasanya diberikan dalam bentuk suntikan yang diberikan setiap hari atau dua
hari sekali selama dua atau tiga minggu. Hormone ini juga dapat menimbulkan
efek samping berupa rasa mual dan muka merah, mungkin pula terjadi muntah
dan diare serta rasa sakit pada bekas suntikan.
c. Testosterone
Testosterone adalah hormone yang biasa dihasilkan oleh tubuh pria.
Penggunaan hormone testosterone pada wanita dengan osteoporosis pasca
menopause mampu menghambat kehilangan massa tulang. Namun, dapat
muncul efek maskulinasi seperti penambahan rambut secara berlebihan di dada,
kaki, tangan, timbulnya jerawat dimuka dan pembesaran suara seperti yang biasa
terjadi pada pria.
3) Terapi non-hormonal
Terapi hormone selama ini memang dianggap sebagai jalan yang paling baik
untuk mengobati osteoporosis. Namun, karena banyaknya efek samping yang dapat
ditimbulkan dan tidak dapat diterapkan pada semua pasien osteoporosis, maka
sekarang mulai dikembangkan terapi non-hormonal.
a. Bisfosfonat
Bisfosfonat merupakan golongan obat sintetis yang saat ini sangat dikenal
dalam pengobatan osteoporosis non-hormonal. Efek utama dari obat ini adalah
menonaktifkan sel-sel penghancur tulang (osteoclast) sehingga penurunan massa
tulang dapat dihindari. Obat-obat yang termasuk golongan bisfosfonat adalah
etidronat dan alendronat.
b. Etidronat.
Etidronat adalah obat golongan bisfosfonat pertama yang biasa digunakan
dalam pengobatan osteoporosis. Obat ini diberikan dalam bentuk tablet dengan
dosis satu kali sehari selama dua minggu. Penggunaan obat ini harus
dikombinasikan dengan konsumsi suplemen kalsium. Namun, perlu diperhatikan
agar konsumsi suplemen kalsium harus dihindari dalam waktu dua jam sebelum
dan sesudah mengkonsumsi etidronat karena dapat mengganggu penyerapannya.
Kadang kala konsumsi etidronat memberikan efek samping,tetapi relative kecil.
Misalnya timbul mual, diare, ruam kulit dan lain-lain.
c. Alendronat
Alendornat mempunyai fungsi dan peran yang serupa dengan etidronat,
perbedaannya adalah pada penggunaannya tidak perlu dikombinasikan dengan
konsumsi suplemen kalsium, tetapi bila asupan kalsium masih rendah,
pemberian kalsium tetap dianjurkan. Efek samping yang mungkin ditimbulkan
pada konsumsi alendronat adalah timbulnya diare, rasa sakit dan kembung pada
perut, serta gangguan pada tenggorokan.
4) Terapi alamiah
Terapi alamiah adalah terapi yang diterapkan untuk mengobati osteoporosis
tanpa menggunakan obat-obatan atau hormone. Terapi ini berhubungan dengan gaya
hidup dan pola konsumsi. Beberapa pencegahan yang dapat diberikan yaitu dengan
berolahraga secara teratur, hindari merokok, hindari minuman beralkohol dan
menjaga pola makan yang baik.
F. Rencana Asuhan Keperawatan
1) Diagnosa
1. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra spasme
otot, deformitas tulang.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat
perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
3. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh.
4. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang
berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi.
2) Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra, spasme
otot, deformitas tulang.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan
nyeri berkurang.
Kriteria Hasil : Klien akan mengekspresikan nyerinya, klien dapat tenang dan
istirahat yang cukup, klien dapat mandiri dalam perawatan dan
penanganannya secara sederhana.
Intervensi Rasional
Pantau tingkat nyeri pada punggung, Tulang dalam peningkatan jumlah
nyeri terlokalisasi atau menyebar pada trabekular, pembatasan gerak spinal.
abdomen atau pinggang. Skala nyeri 7-9
yaitu nyeri berat.
Ajarkan pada klien tentang alternative Alternatif lain untuk mengatasi nyeri,
lain untuk mengatasi dan mengurangi pengaturan posisi, kompres hangat dan
rasa nyerinya. sebagainya.
Kaji obat-obatan untuk mengatasi nyeri: Keyakinan klien tidak dapat
- Aspirin menoleransi obat yang adekuat atau
- Phenyl-butazone tidak adekuat untuk mengatasi
- Naproxen nyerinya.
- Ibuprofen
- Diclofenac
- Piroxicam
- Tenoxicam
- Celecoxib
- Lumiracoxib
Rencanakan pada klien tentang periode Kelelahan dan keletihan dapat
istirahat adekuat dengan berbaring menurunkan minat untuk aktivitas
dalam posisi telentang selama kurang sehari-hari.
lebih 15 menit
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat
perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, diharapkan
klien mampu melakukan mobilitas fisik.
Kriteria hasil : Klien dapat meningkatan mobilitas fisik ; klien mampu
melakukan aktivitas hidup sehari hari secara mandiri.
Intervensi Rasional
Kaji tingkat kemampuan klien yang Dasar untuk memberikan alternative
masih ada. dan latihan gerak yang sesuai dengan
kemapuannya.
Rencanakan tentang pemberian program Latihan akan meningkatkan pergerakan
latihan : otot dan stimulasi sirkulasi darah
- Bantu klien jika diperlukan latihan
- Ajarkan klien tentang aktivitas
hidup sehari hari yang dapat
dikerjakan
- Ajarkan pentingnya latihan.
Kreteria Hasil : Klien tidak jatuh dan fraktur tidak terjadi, Klien dapat
menghindari aktivitas yang mengakibatkan fraktur
Intervensi Rasional
Ciptakan lingkungan yang nyaman : Menciptakan lingkungan yang aman
- Tempatkan klien pada tempat tidur dan mengurangi risiko terjadinya
rendah kecelakaan.
- Amati lantai yang membahayakan
klien
- Berikan penerangan yang cukup
- Tempatkan klien pada ruangan yang
tertutup dan mudah untuk
diobservasi
- Ajarkan klien tentang pentingnya
menggunakan alat pengaman di
ruangan.
Berikan dukungan ambulasi sesuai Ambulasi yang dilakukan tergesa-gesa
dengan kebutuhan : dapat menyebabkan mudah jatuh.
- Kaji kebutuhan untuk berjalan
- Konsultasi dengan ahli therapist
- Ajarkan klien untuk meminta
bantuan bila diperlukan
- Ajarkan klien untuk berjalan dan
keluar ruangan
Bantu klien untuk melakukan aktivitas Penarikan yang terlalu keras akan
hidup sehari-hari secara hati-hati. menyebabkan terjadinya fraktur.
Ajarkan pada klien untuk berhenti Pergerakan yang cepat akan lebih
secara perlahan, tidak naik tanggga, dan memudahkan terjadinya fraktur
mengangkat beban berat. kompresi vertebra pada klien
osteoporosis.
Ajarkan pentingnya diet untuk Diet kalsium dibutuhkan untuk
mencegah osteoporosis : mempertahankan kalsium serum,
- Rujuk klien pada ahli gizi mencegah bertambahnya kehilangan
- Ajarkan diet yang mengandung tulang. Kelebihan kafein akan
banyak kalsium meningkatkan kalsium dalam urine.
- Ajarkan klien untuk mengurangi Alcohol akan meningkatkan asidosis
atau berhenti menggunakan rokok yang meningkatkan resorpsi tulang
atau kopi
Ajarkan tentang efek rokok terhadap Rokok dapat meningkatkan terjadinya
pemulihan tulang asidosis
Observasi efek samping obat-obatan Obat-obatan seperti diuretic, fenotiazin
yang digunakan dapat menyebabkan pusing, megantuk,
dan lemah yang merupakan predisposisi
klien untuk jatuh
4. Kurangnya pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi
yang berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan
klien memahami tentang penyakit osteoporosis dan program
terapi.
Intervensi Rasional
Kaji ulang proses penyakit dan Memberikan dasar pengetahuan dimana
harapan yang akan datang klien dapat membuat pilihan
berdasarkan informasi.
Ajarkan pada klien tentang faktor- Informasi yang diberikan akan membuat
faktor yang mempengaruhi terjadinya klien lebih memahami tentang
osteoporosis penyakitnya
Berikan pendidikan kepada klien Suplemen kalsium ssering
mengenai efek samping penggunaan mengakibatkan nyeri lambung dan
obat distensi abdomen maka klien sebaiknya
mengkonsumsi kalsium bersama
makanan untuk mengurangi terjadinya
efek samping tersebut dan
memperhatikan asupan cairan yang
memadai untuk menurunkan resiko
pembentukan batu ginjal
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Osteoporosis merupakan kondisi terjadinya penurunan densitas/ matriks/massa
tulang, peningkatan prositas tulang, dan penurunan proses mineralisasi deisertai
dengan kerusakakn arsitektur mikro jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan
kekokohan tulang sehingga tulang menjadi mudah patah.
Beberapa faktor resiko Osteoporosis antara lain yaitu : usia, genetik, defisiensi
kalsium, aktivitas fisik kurang, obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin,
siklosporin), merokok, alcohol serta sifat fisik tulang (densitas atau massa tulang) dan
lain sebagainya.
Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka berbagai penyakit
degeneratif dan metabolik, termasuk osteoporosis akan menjadi problem
muskolokeletal yang memerlukan perhatian khusus, terutama dinegara berkembang,
termasuk indonesia. Pada tahun 1990, ternyata jumlah penduduk yang berusia 55
tahun atau lebih mencapai 9,2%, meningkat 50% dibandingkan survey tahun 1971.
Dengan demikian, kasus osteoporosis dengan berbagai akibatnya, terutama fraktur
diperkirakan juga akan meningkat.
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan
porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang
keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah
atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas
jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang.
Manifestasi osteoporosis :
Pemeriksaan Diagnostik :
1. Radiologis
2. CT-Scan
1. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra spasme otot,
deformitas tulang.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat
perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
3. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh.
4. Kurangnya pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang
berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi.
B. SARAN
Bagi orang yang mengalami osteoporosis sebaiknya melakukan diet kaya
kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan seimbang sepanjang hidup, dengan
pengingkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat melindungi
terhadap demineralisasi skeletal. Terdiri dari 3 gelas vitamin D susu skim atau susu
penuh atau makanan lain yang tinggi kalsium (mis keju swis, brokoli kukus, salmon
kaleng dengan tulangnya) setiap hari. Untuk meyakinkan asupan kalsium yang
mencukupi perlu diresepkan preparat kalsium (kalsium karbonat), sering berolahraga
dan pola hidup sehat.
Dalam pembuatan makalah ini kelompok masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kelompok meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Semoga makalah yang kelompok buat dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Alexander, R., G., 2008, The 20 Principles Of The Alexander Discipline Orthodontics
Brunner & Suddarth , 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah. Terjemahan
www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%20213.
df. Diakses tanggal 20 Maret 2020.