Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sudah menjadi sebuah dinamika jika konflik terjadi pada suatu ruang tertentu
yang di dalamnya menuntut suatu unit untuk terlibat.Dalam organisasi yang terdiri dari
berbagai jenis orang, dimungkinkan ada suatu persaingan yang terjadi dalam bentuk
kewajaran atau tidak itu sangat sulit.
Sebab yang dinamakan persaingan meskipun dinamakan persaingan sehat pada
dasarnya dapat pula mengarah dan dapat menyebabkan terjadinya konflik. Persaingan
sehat yang terjadi dalam suatu organisasi diharapkan dapat menimbulkan efek yang
mengarah pada positif. Dimana pihak-pihak yang ada di dalamnya ditekankan agar
berperilaku sportif. Pada dasarnya konflik yang masih lemah tidak akan berdampak
negatif dan tidak akan banyak merugikan. Hanya saja antara pihak berkonflik kurang
enak untuk berkomunikasi secara langsung. Sedangkan dalam persaingan sehat
ketegangan-ketegangan itu tidak akan terjadi. Apabila sistem komunikasi dan informasi
tidak memenuhi sasarannya, timbullahsalah paham atau orang tidak saling mengerti.
Selanjutnya hal ini akan menjadi salah satu sebab timbulnya konflik atau
pertentangan dalam sebuah organisasi. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri
yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya
adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan
lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri indi!idual dalam interaksi sosial,
konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu
masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan
kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya
masyarakat itu sendiri. Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi
berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan
menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan
konflik.

1
Penyelesaian konflik bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah
dengan cara negosiasi. Negosiasi biasanya dilakukan untuk mendapat jalan tengah
dalam sebuah kasus agar keadaan bisa lebih baik.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi konflik ?
2. Apa saja jenis konflik ?
3. Apa saja proses terjadinya konflik ?
4. Apa pengertian negosiasi ?
5. Apa saja proses terjadiniya negosiasi ?
6. Apa saja Perbedaan Individual dalam Efektivitas Negosiasi ?

C. TUJUAN MASALAH
1. Mengetahui definisi konflik.
2. Mengetahui jenis-jenis konflik.
3. Mengetahuai proses terjadinya konfik.
4. Mengetahui pengertian negosiasi.
5. Mengetahui proses terjadinya negosiasi.
6. Mengetahui Perbedaan Individual dalam Efektivitas Negosiasi.

A.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Konflik
Tidak terdapat definisi singkat mengenai konflik, tetapi pendapat yang
paling umum adalah bahwa konflik merupakan sebuah persepsi. Jika tidak ada
seorang pun yang menyadari suatu konflik, maka pada umumnya tidak ada
konflik yang terjadi. Juga diperlukan untuk memulai proses konflik yang
merupakan pertentangan atau ketidaksesuaian dan interaksi.
Kita mendefinisikan konflik secara luas sebagai sebuah proses yang
dimulai ketika salah satu pihak memandang pihak lainnya telah memengaruhi
secara negatif atas sesuatu hal yang dipedulikan oleh pihak yang pertama.
Konflik menggambarkan poin di mana aktivitas yang sedang berlangsung
ketika interaksi menjadi ketidaksepakatan Antarpihak. Terdapat kisaran yang luas
mengenai pengalaman orang yang terlibat dalam konflik di dalam organisasi.
ketidaksesuaian tujuan, perbedaan tas interpretasi kenyataan, ketidaksepakatan
yang berdasarkan pada ekspektasi atas perilaku, dan sebagainya. Definisi kita
mencakup level konflik secara lengkap dari tindakan yang terang- terangan dan
kejam terhadap bentuk dari ketidaksepakatan yang hampir tidak kentara.
1. pandangan tradisional atas konfik
Konflik dipandang sebagai hasil atas disfungsional (kegagalan fungsi) akibat
komunikasi yang buruk, kurangnya keterbukaan dan kepercayaan diantara
orang-orang.
2. pandangan intraksionis atas konfik
Kontribusi utama dari pandangan ini adalah memahami bahwa level konflik
yang minimal dapat membantu menjaga suatu kelompok menjadi
bersemangat, kritis terhadap diri sendiri, dan kreatif.

3
B. Tipe dan Lokus Konflik
1. Jenis Konflik
a. Konflik Tugas (task conflict), yaitu konflik yang terkait dengan kandungan
dan tujuan pekerjaan.
b. konflik hubungan (relationship conflict), yaitu konflik yang
menitikberatkan pada hubungan interpersonal.
c. konflik proses (process conflict), yaitu konflik mengenai bagaimana
menyelesaikan segala pekerjaan yang ada.
2. Lokus konflik
a. Konflik dyadic (dyadic conflict), yaitu konflik yang terjadi antara dua
orang.
b. Konflik intragroup (intragroup conflict), yaitu konflik yang terjadi di
dalam sebuah kelompok atau tim.
c. Konflik antarkelompok (intergroup conflict), yaitu konflik yang terjadi
diantara kelompok atau tim yang berbeda.

C. Proses Konflik

Tahap 1: Pertentangan yang Berpotensial atau Ketidaksesuaian.


Tahap pertama dari konflik adalah penampilan kondisi penyebab atau
sumber yang menciptakan peluang bagi konflik untuk timbul. Kondisi-kondisi
ini tidak lantas mengarah secara langsung pada konflik, tetapi salah satu dari
mereka yang diperlukan jika hal ini ke permukaan. Kondisi ini dikelompokan
kedalam tiga kategori umum, yaitu:
a. Komunikasi
Komunikasi dapat menjadi sumber konflik yang muncul dari kesulitan,
kesalahpahaman, dan kebisingan dalam saluran komunikasi
b. Struktur
Istilah struktur dalam konteks ini meliputi variable-variabel seperti ukuran
kelompok, derajat spesialisasi dalam pekerjaan yang ditugaskan kepada

4
para anggota kelompok, kejelasan yudisdiksional, kesesuaian antara
anggota dan tujuan, gaya kepemimpinan, system pemberian imbalan,dan
tingkat ketergantungan diantara kelompok.
c. Variable-variabel pribadi
Kategori ini meliputi kepribadian, emosi, dan nilai.

Tahap II: Kesadaran dan Personalisasi.


Jika kondisi yang tercantum pada Tahap I secara negatif memengaruhi
sesuatu yang dipedulikan oleh pihak lain, maka berpotensial untuk
pertentangan atau ketidaksesuaian menjadi diwujudkan dalam tahap kedua.
Sebagaimana yang kita nyatakan dalam definisi kita mengenai konfik,
salah satu atau lebih pihak harus waspada terhadap terjadinya kondisi yang
mendahului. Namun, karena ketidaksepakatan yang dipandang sebagai konflik
tidak berarti dipersonalisasikan. Ini terjadi pada level yang dirasakan sebagai
konflik, ketika para individu menjadi terlibat secara emosional, bahwa mereka
mengalami kecemasan, ketegangan, frustasi, atau permusuhan.

Tahap III: Niat


Niat menengaruhi antara persepsi dan emosi orang-orang serta perilaku
terbuka mereka. Mereka berkeputusan untuk bertindak dengan cara tertentu.
Niat adalah sebuah tahapan berbeda karena kita harus mengambil
kesimpulan atas maksud orang lain untuk mengetahui bagaimana
memberikan tanggapan atas perilakunya. Banyak konflik yang meningkat
hanya karena salah satu pihak memberikan atribut niat yang salah kepada
pihak lainnya. Perilaku seseorang dapat saja berbelok dari niat, sehingga
perilaku tidak selalu secara akurat mencerminkan niat dari seseorang. Kita
dapat mengidentifikasi 5 niat dalam menangani konflik.
a. Bersaing
Ketika seseorang berupaya untuk memuaskan kepentingannya
sendiri tanpa memperhatikan dampak terhadap pihak lainnya yang

5
bekonflik, orang tersebut sedang bersaing, Misalnya, Anda dikatakan
sedang bersaing ketika Anda bertaruh hanya ada satu pemenang.
b. Berkolaborasi
Ketika pihak-pihak yang melakukan konflik mengenai keinginan
masing-masing untuk memuaskan sepenuhnya perhatian dari semua
pihak, terdapat kerja sama dan pencarian atas hasil yang saling
menguntungkan. Dalam berkolaborasi, para pihak bermaksud untuk
memecahkan permasalahan dengan menjernihkan perbedaan dan
bukannya mengakomodasi sudut pandang yang bervariasi.
c. Menghindar
Seseorang akan mengakui suatu konflik telah terjadi dan ingin
menarik diri dari atau menyembunyikan diri dari konflik tersebut. Contoh
dari menghindar meliputi berusaha untuk mengabaikan sebuah konflik
dan nenghindari orang lain dengan siapa Anda tidak setuju.
d. Mengakomodasi
Pihak yang berupaya untuk menenangkan lawan yang bersedia
untuk menempatkan kepentingan dari lawan di atas kepentingannya
sendiri, berkorban untuk mempertahankan hubungan. Kita mengacu
niatan ini sebagai mengakomodasi.
e. Berkompromi
Dalam berkompromi, tidak ada pemenang atau kalah. Bahkan,
terdapat suatu kesediaan untuk pembagian objek konflik dan menerima
solusi dengan kepuasan yang kurang sempurna bagi kedua belah pihak.
Oleh karena itu, hal yang menjadi ciri pembeda pada berkompromi
adalah bahwa tiap-tiap pihak bernmaksud untuk menyerahkan sesuatu
hal.

Tahap IV: perilaku


Perilaku meliputi pernyataan, tindakan, dan reaksi yang dibuat oleh para
pihak yang sedang berkonflik, biasanya sebagai upaya terang-terangan untuk
mengimplementasikan niatan mereka sendiri. Sebagai hasil dari kesalahan

6
dalam perhitungan atau tindakan yang tidak bijaksana, maka upaya terang-
terangan ini kadang akan menyimpang dari niatan semula.

Tahap V : Hasil
Aksi-reaksi yang saling memengaruhi di antara para pihak yang sedang
berkonflik menciptakan konsekuensi. Maka hasil-hasil ini akan menjadi
fungsional jika konflik dapat menigkatkan kinerja kelompok, atau
disfungsional, jika menghambat kinerja.
PENJELSAN HASIL YG FUNGSIONAL SAMA
DISFUNGSIONAL BELUM

D. Negosiasi
Kita dapat mendefinisikan negosiasi sebagai suatu proses yang terjadi
ketika dua atau lebih pihak memutuskan bagaimana mengalokasikan sumber daya
yang langka. Setiap negosiasi dalam organisasi juga mempengaruhi hubungan
diantara para negosiator dan yang para negosiator rasakan mengenai diri mereka
sendiri. Bergantung pada seberapa banyak pihak-pihak yang akan berinteraksi
satu sama lain, kadang kala mempertahankan hubungan sosial dan berperilaku
secara etis akan menjadi sama pentingnya dengan mencapai hasil perundingan
dengan segera. Perlu diperhatikan bahwa kita menggunakan istilah negosiasi dan
perundingan secara bergantian.

1. STRATEGI PERUNDINGAN BELUM

2. Proses Negosiasi
a. persiapan dan perencanaan
Sebelum Anda mulai melakukan negosiasi, lakukan tugas
pekerjaan Anda. Bagaimana sífat dari konflik tersebut? Apakah sejarah
yang mengarahkan pada negosiasi ini? Siapakah yang terlibat dan
bagaimana persepsi mereka mengenai Konfik? Apa yang Anda inginkan

7
dari negosiasi? Apakah yang menjadi tujuan anda ? Sebagai contoh, jika
Anda seorang manajer pasokan pada Dell Computer, dan tujuan Anda
adalah untuk mémperoleh penurunan biaya yang signifikan dari pemasok
keyboard Anda, maka pastikan bahwa tujuan ini tetap yang terpenting
dalam pembahasan dan tidak dibayangi oleh permasalahan lainnya. Hal
ini membantu untuk menempatkan tujuan Anda dalam perjanjian tertulis
dan mengembangkan kisaran hasil dari "yang paling memberikan
harapan" hingga "minimal dapat diterima” untuk menjaga perhatian Anda
agar selalu terpusat.

b. Definisi dari Aturan yang Mendasar


Ketika Anda telah melakukan perencanaan dan mengembangkan
sebuah strategi maka anda telah siap untuk memulai mendefinisikan
dengan pihak lainnya mengenai aturan mendasar dan prosedur dari
negosiasi itu sendiri. siapa yang akan melakukan negosiasi ? dimana akan
diadakan ? berapakah hambatan waktunya, jika terdapat, akankah
diterapkan? Pada permasalahan apakah negosiasi akan dibatasi? Akankah
Anda mengikuti prosedur yang spesifik jika hasil impas yang dicapai?
Selama fase ini, para pihak juga akan saling menukarkan proposal atau
permintaan awal mereka.
c. Klarifikasi dan Pembenaran
Ketika Anda telah saling menukarkan proposal awal Anda, maka
Anda dan pihak lain akan menjelaskan, memperkuat, menjernihkan,
mendukung, dan membenarkan permintaan mula-mula Anda. Langkah ini
tidak harus berupa konfrontasional. Sebaliknya, ini merupakan peluang
untuk saling mengajarkan permasalahan satu sama lain, mengapa mereka
penting dan bagaimana Anda sampai pada permintaan mula-mula Anda.
Memberikan kepada pihak lainnya dengan dokumentasi apa pun yang
mendukung posisi Anda.
d. melakukan perundingan dan pemecahan masalah

8
Inti dari proses negosiasi adalah upaya memberi dan mengambil
secara aktual dalam mencoba untuk menyelesaikan perjanjian. Hal ini
adalah dimana kedua belah pihak perlu untuk membuat konsesi.
e. penutupan dan implementasi
Langkah terakhir dalam proses negosiasi adalah merumuskan perjanjian
anda dan mengembangkan prosedur yang diperlukan untuk
mengimplementasi dan mengawasinya. Bagi sebagian besar negosiasi dari
negosiasi tenaga kerja manajemen untuk melakukan perundingan atas
jangka waktu sewa ini memerlukan untuk memproses hal-hal secara
spesifik dalam sebuah kontrak formal.

3. Perbedaan Individual dalam Efektivitas Negosiasi


a. Sifat Kepribadian dalam Negosiasi
Dapatkah anda memprediksikan taktik negosiasi yang dimiliki oleh pihak
lawan jika Anda mengetahui sesuatu mengenai kepribadiannya ? oleh karena
kepribadian dan hasil negosiasi iu terkait tetapi hanya secara lemah, maka
jawabannya adalah, dalam keadan yang palimg baik semacamnya. Sebagian
besar riset telah menitiberatkan pada Lima Besar sifat dari keramahan, untuk
alasan-alasan yang jelas para individu yang sangat meyenangkan akan bekerja
sama, selalu mengalah, baik dan menolak risiko.
b. Suasana hati/emosi dalam negosiasi
Apakah suasana hati dan emosi mempengaruhi negosiasi ? iya benar,
tetapi cara mereka bekerja bergantung pada emosi maupun konteks. Seorang
negosiator yang menunjukkan kemarahan pada umumya menimbulkan
konsesi, sebagai contoh, karena pihak negosiator yang lain meyakini bahwa
tidak ada konsesi lanjut dari pihak yang marah yang mungkin. Salah satu
faktor yang mengatur hasil ini, adalah kekuasaan-Anda harus memperihatkan
kemarahan dalam negosiasi hanya jika Anda memilik setidaknya kekuasaan
sebanyak yang dimiliki oleh tandingan Anda. Jika Anda memiliki kurang,
maka memperlihatkan kemarahan benar-benar akan memicu reaksi “yang
keras” dari pihak yang lain.

9
c. Budaya dalam Negosiasi
Jadi apa yang dapat kita sampaikan mengenai budaya dan negosiasi ?
Pertama, nampak bahwa orang-orang pada umumnya melakukan negosiasi
dengan lebih efektif di dalam budaya daripada di antara mereka. Sebagai
contoh, orang Kolombia akan cenderung untuk melakukan negosiasi secara
lebih baik dengan orang Kolombia atau dengan orang Sri Lanka. Kedua,
terlihat bahwa di dalam negosiasi lintas budaya, terutama penting bahwa para
negosiator akan memiliki keterbukaan yang tinggi terhadap pengalaman,
tetapi juga menghindari faktor-faktor misalnya tekanan waktu yang cenderung
untuk menghalangi pembelajaran dalam memahami pihak lainnya. Terakhir,
karena emosi secara kultural bersifat sensitif, maka para negosiator perlu
untuk bersikap waspada dengan dinamika emosional dalam negosiasi lintas
budaya.
d. perbedaan gender didalam negosiasi
Terdapat banyak area dalam perilaku organisasi yang mana pria dan
wanita tidak dibedakan. Negosiasi bukanlah salah satu dari mereka. Hal ini
sekarang terlihat cukup adil bahwa pria dan wanita akan melakukan negosiasi
secara berbeda, dan perbedaan-perbedaan tersebut akan memengaruhi hasil.
Stereotip yang terkenal adalah bahwa para wanita lebih dapat bekerja sama
dan menyenang dalam negosiasi dibandingkan pria. Meskipun hal ini bersifat
kontroversial, tetapi terdapat beberapa kebaikan dari itu. Pria cenderung
menempatkan nilai yang lebih tinggi pada status, kekuasaan, dan
penghargaan, sedangkan wanita cenderung untuk menempatkan nilai yang
lebih tinggi pada kasih sayang dan kebajikan. Lebih lanjut lagi para wanita
cenderung untuk lebih menilai relasi hasil akhir daripada pria, dan para pria
cenderung untuk lebih menilai hasil secara ekonomi daripada para wanita

4. Negosiasi dengan Pihak Ketiga


Pada poin ini, kita telah membahas mengenai negosiasi dalanm hal searah.
Namun, kadang para individsolusi. u atau representatif kelompok mencapai jalan
buntu dan tidak dapat menyelesaikan perbedaan mereka melalui negosiasi searah.

10
Dalam kasus-kasus seperti ini, mereka akan beralih kepada seorang pihak ketiga
untuk membantu mereka menemukan solusi. Terdapat tiga peran dasar dari pihak
ketiga : mediator, arbitrator, dan konsiliator.
Seorang mediator adalah pihak ketiga yang netral yang memfasilitasi
solusi yang dinegosiasikan dengan menggunakan alternatif pertimbangan,
bujukan, saran, dll. Para mediator digunakan secara luas dalam negosiasi tenaga
kerja manajemen dan dalam pertikaian dipengadilan sipil.
Seorang Arbitrator adalah seorang pihak ketiga dengan otoritas untuk
mendikte perjanjian. Arbitrase dapat secara sukarela atau yang diwajibkan.
Kelebihan terbesar dari arbitrase atas mediasi adalah selalu menghasilkan
penyelesaian. Apakah terdapat sisi negatif atau tidak bergantung pada seberapa
kejamnya penampilan dari arbitrator tersebut.
Seorang konsiliator adalah seorang pihak ketiga yang terpercaya uang
menyediakan komunikasi secara informal diantara negosiator dengan lawan.
Peranan ini sangat terkenal diperankan oleh Robert Duval dalam film pertama
Godfather. Dalam membandingkan antara konsiliasi dengan mediasi adalah dalam
hal efektivitas yang telah terbukti sulit karena keduanya sangat banyak
bertumpang tindihnya. Dalam praktiknya, para konsiliator umumnya bertindak
sebagai lebih dari sekedar mengarahkan komunikasi semata. Mereka juga terlibat
dalam pencarian fakta, mengintrepretasikan pesan, dan membujuk para pihak
yang bertikai untuk mengembangkan kesepakatan.

11
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

12
DAFTAR PUSTAKA

13

Anda mungkin juga menyukai