Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Balita

Anak balita merupakan salah satu golongan usia yang mendapatkan prioritas

utama oleh pemerintah dalam hal upaya perbaikan gizi karena kelompok anak pada

usia terbilang masih sangat membutuhkan gizi untuk progres dan pertambahan. Balita

yang kurang gizi memiliki ancaman berputih tulang lebih tinggi dibandingkan balita

yang tidak kurang gizi (WHO, 2015).

Masa balita menjadi lebih berguna karena menjadi masa yang perseptif dalam

upaya mewujudkan sumber daya manusia yang berbobot di masa depan. Terlebih lagi

triwulan kedua dan ketiga masa kehamilan dan dua tahun pertama sesudah kelahiran

menjadi masa emas (golden periode) dimana sel sel otak sedang menghadapi

kemajuan dan perkembangan yang maksimal (Nurmaliza, dkk, 2018). Masa balita

merupakan masa partumbuhan sehingga membutuhkan gizi yang baik. Kebutuhan

zat-zat gizi utama yang meliputi 5 komponen dasar, yakni, protein, karbohidrat,

mineral, lemk dan vitamin (termasuk air dalam yang cukup). (Susilowati Endang,

dkk, 2017).

2.2 Status gizi balita

Status gizi merupakan kondisi pada tubuh manusia yang mempunyai dampak

dari makanan dan pemakaian zat gizi yang dimakan seseorang. Status gizi dapat

dibagi menjadi beberapa petunjuk, diantaranya merupakan petunjuk Berat Badan

menurut Umur (BB/U) sehingga dapat dibedakan menjadi 4 kategori yaitu gizi buruk,

9
gizi kurang, gizi baik dan gizi lebih . (Puspasari Nindyna, dkk, 2017). Penilaian status

gizi dapat dikelompokkan menjadi empat penilaian yaitu ;, klinis, antropometri

biofisik dan biokimia. (Susilowati Endang, dkk, 2017).

Bersumber pada sifat indeks berat badan menurut umur (BB/U) diatas, maka

dari itu penelitian ini memakai petunjuk berat badan menurut umur (BB/U) karena

petunjuk tersebut bisa menggambarkan status gizi seseorang sekarang. Selain itu,

penggunaan petunjuk berat badan menurut umur (BB/U) karena petunjuk tersebut

lebih gampang dan lebih cepat dipahami oleh masyarakat umum kemudian dengan

mudah dapat dilaksanakan, sensitif untuk melihat pergantian status gizi jangka

pendek beserta dapat mendeteksi kegemukan (Puspasari Nindyna, dkk, 2017).

Masa balita usia 1-5 tahun ialah tahap pertumbuhan yang cepat jika tidak

dibantu dengan gizi yang seimbang maka anak terbuang pada kondisi gizi kurang.

Anak balita 1-5 tahun adalah kelompok umur yang sangat sering menderita resiko

kekurangan gizi atau yang dikenal dengan kekurangan energi protein yang termasuk

dalam salah satu kelompok masyarakat rentan gizi. Gizi kurang dan gizi buruk pada

balita berakibat pada terganggunya pertumbuhan jasmani dan kecerdasan mereka.

Masalah gizi pada balita yang terjadi selama ini penanggulangannya hanya dilakukan

melalui pendekatan secara medis dan pelayanan kesehatan saja tanpa melihat aspek

sosial budaya yang ada didalam masyarakat (Minkhatulmaula, dkk, 2020).

Status gizi balita merupakan salah satu petunjuk kesehatan yang dinilai

kesuksesan perolehanya dalam MDGs (Millenium Development Goals). Status gizi

ini menjadi berarti karena salah satu faktor risiko untuk kejadian kematian dan

kesakitan. Status gizi yang baik bagi seseorang akan berdedikasi terhadap

10
kesehatannya dan juga terhadap kesanggupan dalam proses pemulihan. (Susilowati

Endang, dkk, 2017).

Status gizi anak balita secara langsung maupun tidak langsung dapat

dipengaruhi oleh lingkungan, di mana batita tersebut tumbuh dan berkembang.

Faktor-faktor yang mempengaruhi di antaranya: sikap, perilaku ibu serta

pengetahuan. Pengetahuan melambangkan sejauh mana dasar-dasar yang digunakan

seorang ibu untuk merawat anak batita sejak dalam kandungan, pelayanan kesehatan,

dan persediaan makanan di rumah (M Murty Ekawaty, dkk, 2015).

2.3 Gizi kurang pada balita

Gizi kurang adalah suatu kondisi berat badan menurut umur (BB/U) tidak

sesuai dengan usia yang seharusnya. Perihal gizi kurang sering terjadi pada balita usia

2-5 tahun karena balita sudah mengaplikasikan pola makan sesuai makanan keluarga

dan mulai dengan tingkat aktivitas fisik yang tinggi. Kekurangan gizi pada masa

balita terkait dengan pertumbuhan otak sehingga dapat mengganggu kecerdasan anak

dan berdampak pada pembentukan kualitas sumber daya manusia di masa depan.

(Diniyyah Shafira Roshmita, dkk, 2017).

Masalah gizi kurang pada balita masih menjadi masalah kesehatan tertinggi di

dunia termasuk negara indonesia. Indonesia adalah negara berkembang yang masih

melawan masalah kekurangan gizi yang cukup besar. Permasalahan gizi secara

nasional saat ini merupakan balita gizi kurang dan balita gizi buruk. (Nasution Henna

Sultana, 2018). Balita hidup pengidap gizi buruk dapat mengakibatkan penurunan

kecerdasan (IQ) sampai 10 persen. Situasi ini memberikan petunjuk bahwa pada

sebenarnya gizi yang buruk atau kurang akan berdampak pada kemerosotan mutu

11
sumber daya manusia. Selain itu, penyakit sering yang dapat dialami balita gizi buruk

yaitu penyakit jantung koroner dan diabetes (kencing manis) (Kemenkes 2013).

Gizi kurang berpengaruh langsung atas kesakitan dan kematian. Disamping

itu gizi kurang juga berpengaruh atas progres, daya produksi dan perkembangan

intelektual. Anak yang kekurangan gizi pada usia balita akan tumbuh pendek, dan

mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak yang berpengaruh pada

rendahnya tingkat kecerdasan, karena tumbuh kembang otak 80% terjadi pada masa

dalam kandungan sampai usia 2 tahun. Dampak lain dari gizi kurang adalah

menurunkan produktivitas yang diperkirakan antara 20-30% . (Susilowati Endang,

dkk, 2017).

2.3.1 Faktor penyebab

Penyebab Kurang gizi terdapat 2 penyebab yaitu penyebab langsung dan

penyebab tidak langsung. Penyebab langsung dari kejadian kurang gizi atau gizi

buruk yaitu: makanan, dan penyakit. sedangkan penyebab tidak langsung dari

kejadian kurang gizi atau gizi buruk yaitu: ketahanan pangan keluarga, pola

pengasuhan anak kurang memadai, serta pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang

memadai. (Nasution Henna Sultana, dkk, 2018).

2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi

Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi terbagi dua yaitu faktor penutup

dan faktor pembuka, faktor penutup yang dapat mempengaruhi status gizi meliputi

pendapatan, pendidikan, pekerjaan dan budaya, sedangkan faktor pembuka yaitu usia,

kondisi fisik dan penyakit infeksi. (Nasution Henna Sultana, dkk, 2018).

2.3.3 Akibat kurang gizi

12
Terdapat beberapa hal mendasar yang mempengaruhi tubuh manusia akibat

asupan zat gizi yang kurang, yaitu:

1. Pertumbuhan

Akibat kekurangan asupan gizi pada masa pertumbuhan adalah anak tidak

dapat tumbuh optimal dan pembetukan otot terhambat. Protein berguna sebagai

zat pembangun sehingga kekirangan protein menyebabkan otot menjadi lembek

dan rambut mudah rontok. Anak-anak yang berasal dari lingkungan keluarga

dengan status social ekonomi menengah ke atas, rata-rata mempunyai badan lebih

tinggi dari pada anak-anak yang berasal dari sosial ekonomi rendah. (Par’i, Holil

Muhammad, 2014).

2. Produksi tenaga

Kekurangan zat gizi sebagai sumber tenaga dapat menyebabkan kekurangan

tenaga untuk bergerak, bekerja, dengan melakukan aktifitas. Selain itu, orang

akan menjadi malas, merasa lelah, dan produktivitasnya menurun. (Par’i, Holil

Muhammad, 2014).

3. Pertahanan tubuh

Protein berguna untuk pembentukan antibodi. Kekurangan protein

menyebabkan kerja sistem imun dan antibodi menurun, akibat anak mudah

terserang penyakit seperti batuk, filek, diare, atau penyakit infeksi yang lebih

berat. Daya tahan terhadap tekanan atau stress juga menurun. (Par’i, Holil

Muhammad, 2014).

4. Struktur dan fungsi otak

13
Kekurangan gizi pada masa janin dan balita dapat berpengaruh pada

pertumbuhan otak karena sel sel otak tidak dapat berkembang. Otak mencapai

pertumbuhan yang optimal pada usia 2-3 tahun. Setelah itu, pertumbuhan otak

menurun dan berakhir pada usia awal remaja. Kekurangan gizi mengakibatkan

tergangunya fungsi otak secara permanen, yang menyebabkan kemampuan

berfikir setelah masuk sekolah dan usia dewasa menjadi berkurang. Sebaliknya,

anak dengan gizi baik memiliki pertumbuhan otak yang optimal sehingga setelah

memasuki usia dewasa memilki kecerdasan yang baik sebagai asset untuk

membangun bangsa. (Par’i, Holil Muhammad, 2014).

5. Perilaku

Anak-anak yang menderita kekurangan gizi akan memiliki prilaku yang tidak

tenang, cengeng, dan pada stadium lanjut bersifat apatis. Demikian pula dengan

orang dewasa, akan menunjukkan prilaku tidak tenang, mudah emosi, dan mudah

tersinggung.

2.4 Penilaian status gizi

2.4.1 skema umum pengukurangan kekurangan gizi

Tabel 1.1 skema umum pengukuran kekurangan gizi

Tingkat kekurangan gizi Metode yang digunakan


Asupan Zat Gizi yang tidak cukup Survei konsumsi pangan
Tingkat Penurunan Persediaan Gizi Biokimia

dalam jaringan
Tingkat penurunan persediaan gizi Biokimia

dalam cairan tubuh


Tingkat penurunan fungsi jaringan Antropometri atau biokimia
Berkurangnya aktivitas enzim yang di Biokimia atau teknik molecular

14
pengaruhi zat gizi, terutama protein
Perubahan fungsi Kebiasaan atau fisiologis
Gejala klinis Klinis
Tanda-tanda anatomi Klinis
Sumber: Par’i, Holil Muhammad, 2014

2.4.2 Penilaian status gizi secara langsung:

1. Antropometri

antropometri dapat mengukur fisik dan komposisi tubuh. Antropometri berasal

dari kata anthropo yang berarti manusia dan metri adalah ukuran. Jadi

antropometri adalah pengukuran tubuh atau bagian tubuh manusia, misalnya berat

badan, tinggi badan, ukuran lingkar kepala, ukuran lingkar dada, ukuran lingkar

lengan atas, dan lainnya. Hasil ukuran antropometri kemudian dirujuk sesuai umur

dan jenis kelamin. (Par’i, Holil Muhammad, 2014).

2. Laboratorium

laboratorium mencakup 2 pengukuran, yaitu uji biokimia dan uji fungsi fisik.

Uji biokimia adalah mengukur status gizi dengan menggunakan peralatan

laboratorium kimia. Tes biokimia mengukur zat gizi dalam cairan tubuh atau

jaringan tubuh atau ekskresi urin. Contohnya adalah mengukur status iodium

dengan memeriksa urine, mengukur status hemoglobin dengan pemeriksaan dara,

dan lainnya. Tes fungsi fisik merupakan kelanjutan dari tes biokimia atau tes

fisik. Sebagai contoh tes penglihatan mata (rabun senja) sebagai gambaran

kekurangan vitamin A atau kekurangan zink. (Par’i, Holil Muhammad, 2014).

3. klinis

15
pemeriksaan fisik dan riwayat medis merupakan metode klinis yang dapat

gigunakan untuk mendeteksi gejala dan tanda yang berkaitan dengan kekurangan

gizi. Gejala dan tanda yang muncul sering kurang spesifik untuk menggambarkan

kekurangan zat gizi tertentu. Mengukur status gizi dengan melakukan

pemeriksaan bagian-bagian tubuh bertujuan untuk mengetahui gejala yang

muncul akibat kekurangan atau kelebihan gizi. Pemeriksaan klinis biasanya

dilakukan dengan bantuan perabaan, pendengaran, pengetokan, penglihatan, dan

lainnya. Contohnya adalah pemeriksaan pembesaran kalenjar gondok akibat

kekurangan iodium. (Par’i, Holil Muhammad, 2014).

2.4.3 Penilaian status gizi secara tidak langsung:

1. pengukuran konsumsi pangan

kekurangan gizi diawali dari asupan gizi yang tidak cukup. Ketidakcukupan

asupan gizi dapat diketahui melalui pengukuran konsumsi pangan (dietary

method) asupan zat gizi dari makanan yang dikonsumsi dapat dapat

mempengaruhi status individu . seseorang yang mempunyai asupan gizi kurang

saat ini, akan menghasilkan status gizi kurang pada waktu yang akan datang.

Asupan gizi saat ini tidak langsung menghasilkan status gizi saat ini juga. Dalam

hal ini, hasil akhir status gizi memerlukan waktu karena zat gizi akan

dimetabolisme dalam tubuh terlebih dahulu. (Par’i, Holil Muhammad, 2014).

2. faktor ekologi

menilai status gizi memerlukan beberapa informasi lain yang berkaitan

dengan penyebab gizi kurang, baik pada individu maupun masyarakat, seperti

data sosial ekonomi atau data kependudukan. Informasi tersebut misalnya

16
mencakup jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, budaya, agama, tingkat

pendapatan, pekerjaan, ketersediaan air bersih, pelayanan kesehatan, ketersediaan

lahan pertanian, dan informasi yang lain. Lingkungan fisik seperti kemarau

panjang dapat menyebabkan gagal panen, akibatnya ketersedian makanan terbatas

dan menyebabkan status gizi kurang. Data kesehatan dan data statistik vital juga

berkaitan dengan status gizi, seperti proporsi rumah tangga yang mendapat air

bersih, proporsi anak yang mendapat imunisasi, data persentase BBLR, proporsi

ibu yang memberikan Asi eksklusif, dan data spesifik angka kematian

berdasarkan umur. (Par’i, Holil Muhammad, 2014).

2.4.4 Cara menentukan status gizi

Tabel 5.3 klarifikasi status gizi berdasarkan keputusan kementerian kesehatan

RI tahun 2010

Indeks Kategori status gizi Ambang batas


Berat badan menurut Gizi buruk <-3 SD
Gizi kurang -3 SD s.d <-2 SD
umur (BB/U) umur 0-60 Gizi baik -2 SD s.d 2 SD
Gizi lebih >2 SD
bulan
Tinggi <-3 SD
Normal -3 SD s.d <-2 SD
Panjang/tinggi badan Pendek -2 SD s.d 2 SD
Sangat pendek >2 SD
menurut umur (PB/U)

umur 0-60 bulan


Berat badan menurut Gemuk <-3 SD
Normal -3 SD s.d <-2 SD
tinggi badan (BB/TB) Kurus -2 SD s.d 2 SD
Sangat kurus >2 SD
UMmur 0-60 bulan
(Par’i, Holil Muhammad, 2014).

17
2.5 Angka kecukupan gizi

Tabel 2.2 Angka kecukupan gizi anak indonesia

Kelompok Energi (kkal Protein (gr) Lemak (gr) Karbohidrat

umur (gr)
0-5 bulan 550 9 36 59
6-11 bulan 800 15 40 105
1-3 tahun 1350 20 58 215
4-6 tahun 1400 25 61 220
7-9 tahun 1650 40 66 250
(kemenkes RI, 2019)

2.6 Analisis Faktor Resiko Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Kurang Pada

Balita

2.6.1 Pengetahuan Ibu

Pengetahuan tentang kebutuhan tubuh akan gizi berpengaruh terhadap jumlah

dan jenis pangan yang dikonsumsi. Tingkat pengetahuan ibu tentang gizi berpengaruh

terhadap perilaku ibu dalam memilih makanan meliputi jumlah dan jenis pangan yang

akan dikonsumsi untuk seluruh anggota keluarga khususnya anak balitanya yang

berdampak pada asupan gizinya (Supariasa, 2015).

Pengetahuan melambangkan sejauh mana dasar-dasar yang digunakan seorang

ibu untuk merawat anak batita sejak dalam kandungan, pelayanan kesehatan, dan

persediaan makanan di rumah. Malnutrisi pada anak anak sebagian besar disebabkan

18
oleh tingginya infeksi dan kesalahan pemberian makanan pada bayi dan anak-anak

sejak lahir hingga tiga tahun (M Murty Ekawaty, dkk, 2015).

Salah satu faktor yang dapat mengakibatkan asupan makan seseorang ialah

pengetahuan gizi yang akan berdampak atas status gizi seseorang. Pengetahuan gizi

merupakan pengetahuan tentang makanan dan zat gizi. Sikap dengan perilaku ibu

dalam menentukan makanan yang akan dimakan oleh balita disebabkan oleh berbagai

faktor, diantaranya yaitu tingkat pengetahuan seseorang tentang gizi sehingga dapat

mengakibatkan status gizi individu tersebut. Pengetahuan gizi ibu yang minim dapat

menjadi salah satu faktor status gizi balita dikarenakan menentukan sikap atau

perilaku ibu dalam menetapkan makanan yang akan dimakan oleh balita serta pola

makan terkait jumlah, jenis dan frekuensi yang akan mengakibatkan asupan makan

pada bayi itu. (Puspasari Nindyna, dkk, 2017).

Pengetahuan gizi ibu dapat diakibatkan oleh faktor pendidikan, usia,

pendapatan, Pekerjaan, dan pengetahuan. Selain itu, asupan makan pada balita juga

diakibatkan oleh adat istiadat setempat yang juga dapat mengakibatkan penetapan

makanan oleh ibu. Oleh karena itu, jika seorang ibu mempunyai pengetahuan gizi

yang minim maka asupan makanan yang akan dikasih kepada balita juga kurang tepat

dan dapat mengakibatkan status balita tersebut. (Puspasari Nindyna, dkk, 2017).

2.6.2 Asi Eksklusif

ASI terancang dari Lipid, Laktosa, asam amino dan Asam lemak tak-jenuh

ganda. Rasio protein dadih atas kasein dalam ASI menggunakanya siap dihancur.

Tingginya pemusatan lemak dan kesepadanan asam amino dapat berkontribusi

terhadap mielinasi yang cocok untuk system saraf. Konsentrasi zat besi dalam ASI

19
lebih kecil dari susu formula, tetapi zat besi memiliki peningkatan bioavailabilitas

dan cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi di usia 4 sampai 6 bulan pertama

kehidupan. Selain untuk melengkapi nutrisi, perlindungan imunologi ditransfer dari

ibu ke bayi melalui ASI dan ikatan kasih sayang juga menjadi meningkat. (Rumbo

Helmi, dan Astin, 2019).

ASI merupakan sumber asupan nutrisi terhadap bayi baru lahir, yang mana

sifat ASI bertempramen individual sebab pemberiannya terjadi pada bayi berusia 0

bulan sampai 6 bulan. Dalam golongan ini harus diingat-ingat dengan benar

mengenai kontribusi dan kualitas ASI agar tidak menghalangi tahap pertumbuhan

bayi selama enam bulan pertama semenjak hari pertama lahir (HPL), mengingat fase

tersebut merupakan fase emas pertumbuhan anak sampai menginjak usia 2 tahun.

Pemberian ASI dapat mengurangi risiko Penyakit Infeksi Akut seperti Diare,

Pneumonia, Infeksi Saluran Kemih, emophilus Influenza, dan Infeksi Telinga

Meningitis. Bayi yang tidak diberi ASI akan sering mengalami penyakit infeksi.

Kejadian bayi dan balita menderita penyakit infeksi yang berulang akan

mengakibatkan terjadinya balita dengan gizi buruk dan kurus. (Rumbo Helmi, dan

Astin, 2019).

Untuk mendapatkan keefektifan menyusui memerlukan bantuan pemerintah,

semua lapisan masyarakat secara terus menerus dan dunia usaha dan berkelanjutan.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu

Ibu Eksklusif, air susu ibu atau disingkat ASI merupakan cairan perolehan sekresi

kelenjar payudara ibu. ASI eksklusif ialah ASI yang diberikan kepada bayi sejak

dilahirkan selama enam bulan jangan memasukkan dan/atau mengganti dengan

20
minuman atau makanan lain. Setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI

eksklusif kepada bayi yang dilahirkannya, Berdasarkan Pasal 6 dalam peraturan

pemerintah yang sama. Sistem pemberian makanan terbaik untuk bayi baru lahir

sampai usia 2 tahun meliputi: Memberikan hanya ASI saja sejak lahir sampai umur 6

bulan; Memberikan ASI pada bayi segera dalam waktu satu jam setelah lahir;

menlanjutkan pemberian ASI sampai anak berumur 2 tahun; dan Memberikan

makanan pendamping ASI (MP ASI) yang tepat sejak genap umur 6 bulan. (Rumbo

Helmi, dan Astin, 2019).

ASI eksklusif dideskripsikan sebagai pemberian ASI tanpa suplementasi

minuman maupun makanan lain seperti jus, air putih maupun susu formula.

Pemberian mineral, obat-obatan dan vitamin, diizinkan selama pemberian ASI

eksklusif. Semua program yang menyediakan pemberian ASI/menyusui harus

dibantu. Edukasi orang tua waktu kehamilan adalah peran penting penentu

keberhasilan menyusui. Semangat dan dukungan dari ayah dapat berkontribusi besar

dalam menolong ibu menjalani proses inisiasi dan tahapan menyusui sberikutnya,

terutama pada saat terjadi masalah. (Rumbo Helmi, dan Astin, 2019).

2.6.3 Asupan Karbohidrat

Karbohidrat ialah sebagai zat gizi dalam nama golongan zat-zat organik yang

memiliki struktur molekul yang berbeda, meski memilki persamaan dari sudut kimia

dan fungsinya (Sediaoetama achmad djaeni, 2012). Sumber penting dari karbohidrat

adalah gula dan karbohidrat komples. Sejak glukosa dapat disintesa dari asam amino

dan gliserol dari lemak, tidak ada rekomendasi untuk asupan karbohidrat. Namun,

dianjurkan lebih dari setengah kecukupan energi pada bayi dipenuhi dari karbohidrat

21
kompleks. Menurut rekomendasi AKG 2013 bayi usia <6 bulan membutuhkan sekitar

58 gram karbohidrat perhari (Fikawati,Sandra,dkk 2015).

Sumber karbohidrat yang terdapat pada makanan besumber dari tumbuh-

tumbuhan, yakni cuma sedikit saja yang bersumber dari bahan makanan hewani. Di

dalam tumbuhan karbohidrat terbagi menjadi dua fungsi utama, yaitu untuk

menguatkan struktur tumbuhan dan untuk menyimpan energi tersebut. Yang

mencakup sumber energi terutama yang ada dalam bentuk zat tepung (amylum) dan

zat gula (mono dan disakarida). Menurut Sediaoetama achmad djaeni, 2012,

Timbunan zat tepung berada didalam batang biji, dan akar. Gula yang ada didalam

daging buah maupun yang ada di dalam cairan tumbuhan didalam batang (tebu).

Kegunaan karbohidrat didalam tubuh ialah sebagai salah satu sumber utama

energi. Dari tiga sumber utama energi yaitu karbohidrat, protein,dan lemak.

karbohidrat yaitu sumber energi yang paling murah. Karbohidrat yang tidak dapat

dikomsumsi, rangsangan mekanis yang terjadi dan memberi volume kepada isi usus,

melancarkan gerak peristaltik yang melancarkan aliran bubur makanan (chymus)

melalui saluran pencernaan serta memudahkan pembuangan tinja (de-faekasi).

(Sediaoetama achmad djaeni, 2012).

2.6.4 Asupan protein

Protein ialah zat gizi yang sangat berguna, karena yang paling kuat ikatanya

dengan metode-metode kehidupan. Bersumber pada, protein dikategorikan menjadi:

a. protein hewani yaitu protein didalam bahan makanan yang bersumber dari

hewan, seperti protein dari protein susu, daging, dan lain-lainya.

22
b. Protein nabati ialah protein yang bersumber dari bahan makanan tumbuhan,

seperti protein dari dari terigu, jagung (zein), dan lain-lainnya. (Sediaoetama

achmad djaeni, 2012).

Fungsi protein dalam tubuh secara garis besar yakni :

a) Zat pembangun bagi pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh

seseorang.

b) Zat pengatur kelangsungan proses di dalam tubuh manusia.

c) Pemberi tenaga ketika energi kurang tercukupi oleh karbohidrat dan lemak.

(Sediaoetama achmad djaeni, 2012).

Protein adalah komponen dasar pada protoplasma dalam sel karena itu asupan

protein yang cukup penting untuk pertumbuhan normal bayi. Selama masa

pertumbuhan ,protein digunakan untuk pertumbuhan jaringan. Pada usia 6 bulan

pertama , hampir 50% dari kecukupan protein bayi digunakan untuk pertumbuhan.

Sedangkan pada bayi usia 6 bulan kedua ,sekitar 40% kecukupan protein untuk

pertumbuhan dan selebihnya untuk pemeliharaan tubuh (Fikawati,Sandra,dkk 2015).

Kebutuhan protein pada balita yakni sebanyak 2-3 g/kg berat badan dan 1,5- 2

g/kg berat badan untuk anak-anak. Konsumsi protein dianggap adekuat

jikamengandung asam amino esensial yang disajikan dalam jumlah yang sukup,

mudah dicerna saluran dan juga mudah diserap oleh tubuh . (Adriani dan Wirjatmadi

2012).

2.6.5 Lemak

23
Lemak merupakan golongan ikatan organik yang terdiri atas elemen-elemen

Hidrogen (H), Oksigen (O), dan carbon (C), yang mempunyai sifat ether, petroleum

benzene. Sumber lemak dibagikan menjadi dua yakni lemak hewani dan nabati.

lemak hewani bersumber dari binatang termasuk, telur, ikan dan susu, sedangkan

Lemak nabati bersumber dari bahan makanan tumbuh-tumbuhan. (Sediaoetama

achmad djaeni, 2012).

Lemak merupakan sumber energi utama bagi bayi. Kebutuhan lemak tidak

jenuh cukup tinggi terutama untuk sel saraf. ASI mengandung 50-55 % lemak dan

jumlah tersebut merefleksikan jumlah yang cukup untuk bayi. Jumlah konsumsi

lemak pada bayi tidak dibatasi berbeda dengan jumlah yang dibutuhkan orang

dewasa. Hal ini disebabkan paad masa bayi terjadi pertumbuhan otak yang

membutuhkan asam lemak esensial yaitu linoleat, α linoleat dan arakhidonat.

Αlinoleat merupakan asam lemak dengan rantai karbon 18 ( C18) dari golongan

omega tiga sedangkan linoleat yang berasal dari golongan dari omega enam.

Kekurangan arakhidonat dan linoleat dapat menyebabkan terjadinya kerontokan

rambut ,diare, kulit kering dan kesulitan penyembuhan luka. (Fikawati,Sandra,dkk

2015).

Lemak terdiri dari short, medium dan long-chain-fats. Short dan medium-

chain-fats banyak terdapat pada ASI sedangkan long-chain-fat banyak terdapat pada

makanan formula bayi., namun lebih sulit dicerna oleh bayi . ASI mengandung asam

lemak rantai panjang dalam jumlah yang tepat. Perbandingan komsumsi omega enam

24
dan omega tiga adalah 4:1 setara komposisinya pada ASI. (Fikawati,Sandra,dkk

2015).

2.6.6 Pendapatan keluarga

Masalah kekurangan gizi di Indonesia salah satunya diakibatkan atas

kehidupan masyarakat Indonesia yang mengarah masih di bawah standar. Situasi

demikian sangat berdampak pada kelengkapan gizi dalam suatu keluaga. Keluarga

yang masuk dalam golongan miskin, sering terkena masalah kecukupan gizi. Hal ini

disebabkan oleh rendahnya kesanggupan untuk mencukupi gizi yang baik.

(Kasumayanti Erma, dkk, 2020).

Pendapatan memegang peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan hidup,

dimana pendapatan merupakan ukuran yang dipakai untuk melihat apakah kehidupan

seseorang itu layak atau tidak layak. Dengan pendapatan tinggi setidaknya semua

kebutuhan pokok terpenuhi sehingga dapat mencapai satu tingkat kehidupan yang

layak (Mulazimah, 2017).

2.7 Kerangka teori

Penilaian status gizi secara langsung

1. Pengetahuan ibu Antropometri


2. Asi eksklusif
3. Asupan karbohidrat BB/U
4. Asupan protein
laboratorium
5. Asupan lemak
6. Pendapatan keluarga

25
klinis

Status gizi

Survei Faktor
konsumsi ekologi
pangan

Penilaian status gizi secara tidak langsung

26

Anda mungkin juga menyukai