Askep Meningitis
Askep Meningitis
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Mengetahui proses pengkajian pada pasien dengan gangguan meningitis ensefalitis
2. Mengetahui diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan meningitis ensefalitis
3. Mengimplementasikan perencanaan pada pasien dengan gangguan meningitis ensefalitis
4. Mengetahui evaluasi pada pasien dengan gangguan meningitis ensefalitis
1.4 Manfaat
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan meningitis
ensefalitis yang meliputi pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan dan evaluasi.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
2.1 MENINGITIS
2.1.1 Definisi
Definisi dari meningitis adalah infeksi dari cairan yang mengelilingi otak
dan.spinal cord(Meningitis Foundation of America). Mengetahui meningitis disebabkan
oleh bakteri atau virus dapat membantu dalam menentukan keparahan penyakit dan
pengobatannya. Viral meningitisbiasanya kurang parah dan dapat sembuh tanpa
pengobatan spesifik, sementara bacterial meningitisbiasanya cukup parah dan dapat
menimbulkan kesusakan fungsi otak (Meningitis Foundation of America)
Meningitis adalah infeksi ruang subarakosid dan leptomeningen yang disebabkan
oleh berbagai organism pathogen. Meningitis adalah gangguan yang sangat serius yang
terus memiliki insidensi mortalitas dn morbiditas signifikan
Meningitis bakteri atau purulenta adalah bentuk yang paling penting di Amerika
Serikat dalam hal insidensi,gejala, usia dan akhirnya kehilangan kehidupan
produktif.Meningitis aseptic , yang biasanya disebabkan oleh virus lebih sering terjadi
namun gejala sisa yang bermakna jarang ditemukan dan penyakit besifat sembuh
spontan.Meningitis granulomatesa yang disebabkan oleh M tuberculosis ata jamur adalah
penyebab utama cedera neurologic dan kematian di bagian dunia yang lain.
Memingitis adalah kegawatdaruatan medis dengan kebutuhan segera terhadap
diagnosis yang cepat dan pemberian antibiotic yang tepat, serta tindakan suportif.Indeks
kecurigaan yang tinggi haeus selalu dipertahankan bila menentukan anak yang febris atau
anak yang mengalami perubahan status mental karena beberapa jam pertama perawatan
akan memberikan perbedaan yang sangat penting dalam prognosis. (Rudolph,2006)
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan
spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita,
2001).
2.1.2 Klasifikasi dan etiologi meningitis
. 1. Meningitis bakterial
Meningitis bacterial merupakan salah satu penyakit infeksi yang menyerang
susunan saraf pusat, mempunyai resiko tinggi dalam menimbulkan ke matian dan
kecacatan. Diagnosis yang cepat dan tepat merupakan tujuan dari penanganan meningitis
bakteri (Pradana, 2009).
Meningitis bakterial selalu bersifat purulenta (Mardjono, 1981).Pada umumnya
meningitis purulenta timbul sebagai komplikasi dari septikemia. Pada meningitis
meningokokus, prodomnya ialah infeksi nasofaring, oleh karena invasi dan multiplikasi
meningokokus terjadi di nasofaring. Meningitis purulenta dapat menjadi komplikasi dari
otitis media akibat infeksi kuman-kuman tersebut (Mardjono, 1981).
Etiologi dari mening itis bakterial antara lain (Roos, 2005):
1. S. pneumonie
2. N. meningitis
3. Group B streptococcus atau S. agalactiae
4. L. monocytogenes
5. H. influenza
6. Staphylococcus aureus
. 2. Meningitis tuberkulosa
Untuk meningitis tuberkulosa sendiri masih banyak ditemukan di Indonesia
karena morbiditas tuberkulosis masih tinggi. Meningitis tuberkulosis terjadi sebagai
akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis primer, biasanya di paru. Terjadinya
meningitis tuberkulosa bukanlah karena terinfeksinya selaput otak langsung oleh
penyebaran hematogen, melainkan biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel
pada permukaan otak, sumsung tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah
kedalam rongga arakhnoid (Pradana, 2009).
Pada pemeriksaan histologis, meningitis tuberkulosa ternyata merupakan
peningoensefalitis. Peradangan ditemukan sebagian besar pada dasar otak, terutama pada
batang otak tempat terdapat eksudat dan uberkel. Eksudat yang serofibrinosa dan
elatinosa dapat menimbulkan obstruksi ada sisterna basalis (Pradana, 2009). Etiologi dari
meningitis tuberkulosa adalah Mycobacterium tuberculosis(Pradana, 2009)
3. Meningitis viral
Disebut juga dengan meningitis aseptik, terjadi sebagai akibat akhir / sequel dari
berbagai penyakit yang disebabkan oleh virus seperti campak, Mumps herpes simpleks,
dan herpes zooster. Pada meningitis virus ini tidak terbentuk eksudat dan pada
pemeriksaan cairan serebrospinal(CSS) tidak ditemukan adanya organisme. Inflamasi
terjadi pada korteks serebri, white matter, dan lapisan menigens. Terjadinya kerusakan
jaringan otak tergantung dari jenis sel yang terkena. Pada herpes simpleks, virus ini akan
mengganggu metabolisme sel, sedangkan jenis virus lain bisa enyebabkan gangguan
produksi enzim neurotransmiter, dimana hal ini akan berlanjut terganggunya fungsi sel
dan akhirnya terjadi kerusakan neurologis (Pradana, 2009)
Etiologi dari meningitis viral antara lain :
4.Meningitis jamur
Meningitis oleh karena jamur merupakan penyakit yang relatif jarang ditemukan,
namun dengan meningkatnya pasien dengan gangguan unitas, angka kejadian meningitis
jamur semakin meningkat. Problem yang hadapi oleh para klinisi adalah ketepatan
diagnosa dan terapi yang efektif. Sebagai contoh, jamur tidak langsung dipikirkan
sebagai penyebab gejala penyakit infeksi dan jamur tidaksering ditemukan dalam cairan
serebrospinal (CSS) pasien yang terinfeksi oleh karena jamur hanya dapat ditemukan
dalam eberapa hari sampai minggu pertumbuhannya (Pradana, 2009).
Etilogi dari meningitis jamur antara lain:
1. Cryptococcus neoformans
2. Coccidioides immitris
2.1.3 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala meningitis secara umum:
1. Aktivitas / istirahat ;Malaise, aktivitas terbatas, ataksia, kelumpuhan, gerakan
involunter, kelemahan, hipotonia
2. Sirkulasi ;Riwayat endokarditis, abses otak, TD ↑, nadi ↓, tekanan nadi berat,
takikardi dan disritmia pada fase akut
3. Eliminasi ; Adanya inkontinensia atau retensi urin
4. Makanan / cairan ; Anorexia, kesulitan menelan, muntah, turgor kulit jelek,
mukosa kering
5. Nyeri / kenyamanan ; Sakit kepala hebat, kaku kuduk, nyeri gerakan okuler,
fotosensitivitas, nyeri tenggorokan, gelisah, mengaduh/mengeluh
6. Pernafasan ; Riwayat infeksi sinus atau paru, nafas ↑, letargi dan gelisah
7. Keamanan ; Riwayat mastoiditis, otitis media, sinusitis, infeksi pelvis,
abdomen atau kulit, pungsi lumbal, pembedahan, fraktur cranial, anemia sel
sabit, imunisasi yang baru berlangsung, campak, chiken pox, herpes simpleks.
Demam, diaforesios, menggigil, rash, gangguan sensasi.
2.1.3 Patofisiologi
Secara umum patofisiologi dari mening itis ada lah sebaga i berikut
Agen penyebab
↓
Invasi ke susunan saraf pusat melalui aliran darah
↓
Bermigrasi ke lapisan subarachnoid
↓
Respon inflamasi di piamater, arakhnoid, cairan serebrospinal, dan entrikuler
↓
Eksudat menyebar di seluruh saraf kranial dan saraf spinal
↓
Kerusakan neurologis
Selain dari adanya invasi bakteri, virus, jamur, maupun protozoa, point
d’entrymasuknya kuman juga dapat melalui trauma tajam, prosedur operasi, dan abses
otak yang pecah. Penyebab lainnya adalah adanya rhinorhea, otorheapada basis cranial
yang memungkinkan kontaknya CSS dengan lingkungan luar (Pradana, 2009).
1. Meningitis bakterial
Bacterial meningitis merupakan tipe meningitis yang paling sering terjadi.
Tetapi tidak setiap bakteri mempunyai cara yang sama dalam menyebabkan
meningitis. H. influenza dan N. meningitides biasanya menginvasi dan
membentuk koloni di sel-sel epitel faring. Demikian pula S. pneumonie, hanya
saja S. pneumonie dapat menghasilkan immunoglobulin A protease yang
mennonaktifkan antibodi lokal (Swartz, 2007).
Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah S. pneumonie
dan N. meningitis. Bakteri tersebut menginisiasi kolonisasi di nasofaring dengan
menempel di sel epitel nasofaring. Bakteri tersebut berpindah menyeberangi sel
epitel tersebut menuju ke ruang intravaskular atau menginvasi ruang intravaskular
dengan menciptakan ruang di tight unction dari sel epitel kolumnar. Sekali masuk
aliran darah, bakteri dapat mnghindari fagositosis dari neutrofil dan komplemen
dengan adanya apsul polisakarida yang melindungi tubuh mereka. Bloodborne
bacteria dapat mencapai fleksus koroideus intraventrikular, menginfeksi langsung
sel epitel fleksus koroideus, dan mencapai akses ke cairan serebrospinal.
Beberapa bakteri seperti S. pneumonie dapat menempel di sel endotelial kapiler
serebral dan bermigrasi melewati sel tersebut langsung menuju cairan
serebrospinal. Bakteri dapat bermultiplikasi dengan cepat di cairan serebrospinal
karena kurang efektifnya sistem imun di cairan serebrospinal (CSS). Cairan
serebrospinal(CSS)normal mengandung sedikit sel darah putih, sedikit protein
komplemen, dan immunoglobulin. Kekurangan komplemen dan immunoglobulin
mencegah opsonisasi dari bakteri oleh neutropil. Fagositosis bakteri juga
diganggu oleh bentuk cair dari cairan cerebrospinal itu sendiri (Roos, 2005).
Peristiwa yang penting dalam patogenesis meningitis bacterialadalah
reaksi inflamasi diinduksi oleh bakteri. Manifestasi-manifestasi neurologis yang
terjadi dan komplikasi akibat meningitis bacterial merupakan hasil dari respon
imun tubuh terhadap zat patogen yang masuk dibandingkan dengan kerusakan
jaringan langsung oleh bakteri. Sehingga cedera neurologis dapat terus terjadi
meskipun bakteri telah ditangani dengan antibiotik (Roos, 2005).
Lisis dari bakteri dan dilepaskannya komponen-komponen dinding sel di
ruang subaraknoid merupakan langkah awal dari induksi respon inflamasi dan
pembentukan eksudat di ruang subarakhnoid. Komponen dinding sel bakteri,
seperti molekul lipopolisakarida (LPS) bakteri gram negatif dan asam teikhoic
dan peptidoglikan S. pneumonie, menginduks i inflamasi selaput meningens
dengan menstimulasi produksi sitokin-sitokin inflamasi dan kemokin-kemokin
oleh mikroglia, astrosit, monosit, dan sel leuko sit CSS. Kemudian, setelah 1-2
jam LPS dilepaskan di cairan serebrospinal (CSS), sel sel endotelial dan
meningeal, makrofag, dan mikroglia akan mengeluarkan Tumor Necrosis
Factor(TNF) dan Interleukin-1(IL-1) (Swartz, 2007). Lalu kemudian setelah
dilepaskannya sitokin tersebut, akan terjadi peningkatan kandungan protein
CSSdan leukositosis. Kemokin (yang turut menginduksi migrasi leukosit) dan
berbagai sitokin inflamasi lainnya juga diproduksi dan diskresi oleh leukosit dan
jaringan yang diinduks i oleh IL-1dan TNF(Roos, 2005).
Kebanyakan patofisiologi dari bacterial meningitismerupakan akibat dari
meningkatnya sitokin CSSdan kemokin. TNFdan IL-1bekerja sinergis
meningkatkan permeabilitas Blood-Brain Barrier(BBB), yang mengakibatkan
edema vasogenik, bocornya protein serum ke ruang subarakhnoid. Eksudat di
ruang subarakhnoid mengganggu aliran CSS di sistem ventrikular dan
mengurangi reabsorbsi dari CSS di sinus dura, sehingga dapat menyebabkan
communicating edema dan concomitant interstitial edema(Roos, 2005).
2. Meningitis tuberkulosa
4.Meningitis jamur
Ada tiga pola dasar infeksi jamur pada susunan saraf pusat yaitu,
meningitis kronis, vaskulitis, dan invasi parenkimal. Pada infeksi
Cryptococcaljaringan menunjukkan adanya meningitis kronis pada leptomeningen
basal yang dapat menebal dan mengeras oleh reaksi jaringan penyokong dan
dapat mengobstruksi aliran likuor dari foramen luschkadan magendi sehingga
terjadi hidrosepalus. Pada jaringan otak terdapat substansia gelatinosa pada ruang
subarakhnoid dan kista kecil di dalam parenkim yang terletak terutama pada
ganglia basalis pada distribusi arteri lentikulostriata. Lesi parenkimal terdiri dari
agregasi atau gliosis. Infiltrat meningens terdiri dari sel-sel inflamasi dan
fibroblast yang bercampur dengan Cryptococcus. Bentuk granuloma tidak sering
ditemukan, pada beberapa kasus terlihat reaksi inflamasi kronis dan reaksi
granulomatosa sama dengan yang terlihat pada Mycobacterium
tuberculosadengan segala bentuk komplikasinya (Pradana, 2009)
2.1.5 Komplikasi
Komplikasi serta sequelle yang timbul biasanya berhubungan dengan proses
inflamasi pada meningen dan pembuluh darah cerebral (kejang, parese nervus cranial,lesi
cerebral fokal, hydrasefalus) serta disebabkan oleh infeksi meningococcus pada organ
tubuh lainnya (infeksi okular, arthritis, purpura, pericarditis, endocarditis, myocarditis,
orchitis, epididymitis, albuminuria atau hematuria, perdarahan adrenal). DIC dapat terjadi
sebagai komplikasi dari meningitis. Komplikasi dapat pula terjadi karena infeksi pada
saluran nafas bagian atas, telinga tengah dan paru-paru, Sequelle biasanya disebabkan
karena komplikasi dari nervous system.
2.1.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan efektif untuk meningitis tergantung pada terapi suportif agresif
yang dini dan pemilihan antibiotika empiric yang tepat untuk kemungkinan pathogen.
Tindakan suportif umum diindikasikan bagi setiap pasien yang menderita patologi
intrakranium berat.Pasien koma atau dengan gangguan reflex muntah harus dikosongkan
isi lambungnya dan dipertimbangkan untuk intubasi guna untuk melindungi jalan
napasnya.Hipoksia harus di tanggulangi dengan pemberian oksigen.Hiperventilasi
merupakan kondisi yang secara khusus mencemaskan pada kasus meningitis karena
peningkatan PaCO2 menyebabkan vasodilatasi serebrum dan meningkatkan tekanan
intrakranium.Hiperkabia harus dipikirkan sebagai indikasi lain untuk intubasi dan
bantuan pernafasan.
Pengelolaan cairan sangat penting bagi pasien meningitis.Sindrom sekresi
hormone antidiuretikyang tidak tepat (SIADH, syndrome of inppopriate antidiuretic
hormone secretion) terjadi pada sekitar 30% pasien meningitis, dan jika ditemukan harus
dilakukan pembatasan cairan Meskipun demikian,sebuah studi klinis telah membuktikan
pentingnya menjaga tekanan perfusi otak yang adekuat pada penyakit ini. Pembatasan
cairan secara tidak tepat dapat menimbulkan deplsi volume, yang jika ekstrem dapat
menuju pada ketidakadekuatan volume sirkulasi. Sebaiknya, cairan mula-mula dibatasi
sementara menunggu pemeriksaan ekudat urine dan serum bila terdapat SIADH
pembatasan cairan sampai dua pertiga cairan pemeliharaan merupakan tindakan yag
tepat, sampai kelebiha hormone antidiuretik pulih, bila tidak terdapat SIADH cairan
harus diberikan dalam jumlah yang sesuai dengan jumlah kehilangan cairan dan elektroli
dewasa secara seksama.
Terapi peningkatan tekanan intrakranium harus diarahkan pada pemeliharan
derajat tekanan perfusi otak yang adejuat , seperti pada kondisi lain yang dipersulit oleh
hipertensi intrakranium.Cara yang adabisa termasuk hiperventilasi, pengambilam CSS
melalui kateter intraventrikel atau mungkin pemakaian obat diuretic osmotic secara hati-
hati.
Pada kecurigaan meningitis ,antibiotic intravena diberikan secara empirik
sementara menunggu hasil biakan.Pemilihan antibiotic awal didasarkan pada
kemungkinan atogen menurut kelopok usia, pajanan yang diketahui dan setiap factor
resikoyang tidak lazim pada pasien,Prinsip terapi antimikroba meningitis mencakup
pemilihan antibiotic yang bersifat bekterisid terhadap pathogen yang dicurigai dan yang
mampu mencapai konsentrasi CSS setidaknya sepuluh kali konsentrasi bakterisid
minimal untu organism tersebut karena inilah konsentrasi yang dalam penelitian hewan
telah terbukti berkonfasi dengan sterilisasi CSS yang efektif.Anjuran pilihan untuk terapi
aseptic empiric disajikan dalam table 6-26
Terapi harus dipersempit dengan benar bila tersedia data sensitivitas.Selain terapi
antibiotic , penelitian klinis terbaru memperlihatkan sejumlah perbaikan pada keluaran
neurologi setelah pemberian kortikosteroid dan untuk anak dengan meningitis bakteri
Deksamenton 0,15 mg/lg per dosis, diberikab serentak dengan penatalaksanaan
antibiotic , dan diteruskan selama 6 jam selama 4 hari. Lama terapi adalah 14 hari untuk
meningitis neonatus yang disebabkan oleh streptokokus grup b dan 21 hari utyk organism
enteric gram negative.Pengobatan meningitis pada bayi lebih tua atau anak harus selama
7 hari untuk n meningituilid dan h influenza dan 10-14 hari untuk s. pneunimuxiae
(Rudolph ,2006)
Table 8-28 anjuran pilihan antibiotic empiric untuk pasien dengan mrningitis purulenta
Neonatus < 7 hari
amprresilin (100 mg.kg/hr terbagi q12)
Dan
Aminoglikosida (5.0 mg.kh/ht terbagi q12)
Atau
Ampisilin dan setotaksin (100 mg/kg.hr terbagi q12)
Neonatus >7 hari
-ampisilin (150 mg/kg/kr terbagi q8)
Dan
Aminoglikosida (7,5 mg.kh/ht terbagi q8)
Atau
Ampisilin dan setotaksin (100 mg/kg.hr terbagi q)
Bayi 1-3 bulan’
Ampisilin (300 mg/kg.hr terbagi q6)
dan
setotaksin (200 mg/kg.hr terbagi q6)
Bayi >3 bulan
setotaksin (200 mg/kg.hr terbagi q6j)
dan
seftriakson (100 mg/kg.hr terbagi q12)
anak >6 taun
penisilin G(300,000 unit/kg q4) bila dicurigai influinzae berdasaekan perwarnaan gram atau
metodedeteksi antigen , gunakkan regimen yang digariskan untuk bayi)
atau
seftriakson (100 mg/kg.hr terbagi q12)
PATHWAY MENINGITIS
MK: NYERI
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN MININGITIS
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi.
2. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral yang
mengubah/menghentikan darah arteri/virus
3. Risiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kejang umum/fokal, kelemahan
umum.
4. Resiko tinggi gangguan nutrisi berhubungan dengan mual muntah
5. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan myelin pada akson
6. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
3.3 Intervensi
Diagnosa 1 : Nyeri akutberhubungan dengan proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi
Tujuan : Nyeri klien berkurang
Kriteria Hasil : Skala nyeri menjadi > 4
Intervensi Rasional
Mandiri
Letakkan kantung es pada kepala, pakaian Meningkatkan vasokonstriksi, penumpukan
dingin di atas mata, berikan posisi yang resepsi sensori yang selanjutnya akan
nyaman kepala agak tinggi sedikit, latihan menurunkan nyeri.
rentang gerak aktif atau pasif dan masase otot
leher.
Dukung untuk menemukan posisi yang Menurunkan iritasi meningeal, resultan
nyaman(kepala agak tinggi). ketidaknyamanan lebih lanjut.
Berikan latihan rentang gerak aktif/ pasif. Dapat membantu merelaksasikan
ketegangan otot.
Gunakan pelembab hangat pada nyeri leher Meningkatkan relaksasi otot dan
atau pinggul. menurunkan rasa sakit/ rasa tidak nyaman
Kolaborasi Mungkin diperlukan untuk menghilangkan
Berikan anal getik, asetaminofen, codein nyeri yang berat
3.4 Evaluasi
1. Mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa bukti penyebaran infeksi endogen atau
keterlibatan orang lain.
2. Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi motorik/sensorik,
mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil.
3. Tidak mengalami kejang/penyerta atau cedera lain.
4. Melaporkan nyeri hilang/terkontrol dan menunjukkan postur rileks dan mampu
tidur/istirahat dengan tepat.
5. Meningkatkan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi.
6. Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang dan mengungkapkan keakuratan
pengetahuan tentang situasi.
DAFTAR PUSTAKA
Abraham, M. Rudolph., 2006, Buku Ajar Pediatri Rudolph. Edisi 20. Volume 1. Jakarta: EGC
Blackwell,Wiley,2015-2017.NANDA Intenational ,Inc NURSING
DIAGNOSIS;Definition&Clasiffication;edition;edited,T Heather Herdman,Shigemi
Kamitsuru;Oxford
Doenges M, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Lwang, Donna. Keperawatan Pediatrik. Penerbit: Buku Kedokteran
Manjoer Arif. 2000. Kapita Selecta, Jilid III. Penerbit: Mendra Aescylapius Fakultas Kedokteran
UI: Jakarta
Mutaqqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Salemba Medika: Jakarta
Pradhana, D., 2009. Referat Meningitis. Kepaniteraan Klinik Ilmu enyakit Saraf Rumah Sakit
Umum Daerah Budhi Asih. Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Jakarta
Roos, K.L., Tyler, K.L., 2005. Meningitis,Encephalitis, Brain Abscess, and
Empyema. In: Kasper, D.L., Braunwald, E., Fauci, A.S., Hauser, S.L., ongo, D.L., and Jameson,
J.L. Harrison’s Principles of Internal Medicine
. 16thed. New York: McGraw-Hill, 2471-2490.
Suriadi, Rita Yuliani. 2006. Asuhan keperawatan pada Anak Ed.2. Jakarta: Percetakan Penebar
Swadaya
Soedarmo,et al.(2008).Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis Edisi 2.Jakarta:Ilmu Kesehatan Anak
FKUI
Swartz, M.N., 2008. Meningitis: Bacterial, Viral, and Other. In: Goldman, L., Ausiello, D., Cecil
Medicine. 23rded. Philadelphia: Saunders Elsevier
Tarwoto, dkk.2007.Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta: Sagung
Seto.
Wilkinson & Ahem,2011.Buku Saku Diagnosa Keperawatan :Diagnosa Keperawatan : Diagnosa
NANDA, Intervensi NIC , Kriteria Hasil NOC , Alih bahasa ,Esty Wahyuningsih; editor edisi
bahasa Indonesia dari Widiarti.Edisi 9 ,Jakarta:EGC,2005
2.2 ENSEFALITIS
2.2.1 Definisi
Ensefalitis menurut Mansjoer dkk,(2000) adalah radang jaringan otak yang
dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, protozoa. Sedangakan meurut Soedarmo
dkk,(2008) Ensefalitis adalah suatu penyakit yang menyerang susunan syaraf pusat di
medula spinalis dan meningen yang di sebabkan oleh japanese ensefalitis virus yang
ditularkan oleh nyamuk.
Dari dua pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa ensefalit
adalah suatu penyakit yang di sebabkan oleh virus dan menularkan penyakit tersebut
melalui vektor nyamuk, sehingga akan tejadi gangguan di susunan syaraf pusat.
2.2.2 Etiologi
1. Ensefalitis Supurativa
Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah : staphylococcus aureus,
streptococcus, E.coli dan M.tuberculosa.
2. Ensefalitis Siphylis
Hal ini berlangsung beberapa waktu hingga menginvasi susunansaraf
pusat Treponema pallidum akan tersebar diseluruh korteks serebri dan
bagianbagian lain susunan saraf pusat.
3. Ensefalitis Virus
Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia :
a. Virus RNA
Paramikso virus : virus parotitis, virus morbili
Rabdovirus : virus rabies
Togavirus : virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B,
virus dengue)
Picornavirus : enterovirus (virus polio, coxsackie A,B,echovirus)
Arenavirus : virus koriomeningitis limfositoria
b. Virus DNA
Herpes virus : herpes zoster-varisella, herpes simpleks,
sitomegalivirus,
virus Epstein-barr
Poxvirus : variola, vaksinia
Retrovirus : AIDS
4. Ensefalitis Karena Parasit
a. Malaria serebral Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria
serebral.
Gangguan utama terdapat didalam pembuluh darah mengenai
parasit. Sel darah merah yang terinfeksi plasmodium falsifarum
akan melekat satu sama lainnya sehingga menimbulkan
penyumbatan-penyumbatan. Hemorrhagic petechia dan nekrosis
fokal yang tersebar secara difus ditemukan pada selaput otak dan
jaringan otak. Kelainan neurologik tergantung pada lokasi
kerusakan-kerusakan.
b. Toxoplasmosis
Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak
menimbulkan gejala-gejala kecuali dalam keadaan dengan daya
imunitas menurun. Didalam tubuh manusia parasit ini dapat
bertahan dalam bentuk kista terutama di otot dan jaringan otak.
c. Amebiasis
Amoeba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung
ketika berenang di air yang terinfeksi dan kemudian menimbulkan
meningoencefalitis akut. Gejala-gejalanya adalah demam akut,
nausea, muntah, nyeri kepala, kaku kuduk dan kesadaran menurun.
d. Sistiserkosis
Cysticercus cellulosae ialah stadium larva taenia. Larva menembus
mukosa dan masuk kedalam pembuluh darah, menyebar ke seluruh
badan. Larva dapat tumbuh menjadi sistiserkus, berbentuk kista di
dalam ventrikel dan parenkim otak. Bentuk rasemosanya tumbuh
didalam meninges atau tersebar didalam sisterna. Jaringan akan
bereaksi dan membentuk kapsula disekitarnya.
5. Ensefalitis Karena Fungus
Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : candida
albicans, Cryptococcus neoformans,Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus
dan Mucor mycosis
6. Riketsiosis Serebri
Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan
dapat menyebabkan Ensefalitis. Di dalam dinding pembuluh darah timbul
noduli yang terdiri atas sebukan sel-sel mononuclear, yang terdapat pula
disekitar pembuluh darah di dalam jaringan otak. Didalam pembuluh
darah yang terkena akan terjadi trombosis. Gejala-gejalanya ialah nyeri
kepala, demam, mula-mula sukar tidur, kemudian mungkin kesadaran
dapat menurun. Gejala-gejala neurologik menunjukan lesi yang tersebar.
2.2.4 Patofisiologi
Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran napas dan saluran cerna, setelah
masuk kedalam tubuh, virus akan menyebar keseluruh tubuh dengan secara lokal: aliran
virus terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu, penyebaran
hematogen primer : virus masuk kedalam darah, kemudian menyebar keorgan dan
berkembang biak diorgan tersebut dan menyebar melalui saraf : virus berkembang biak
dipermukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem persarafan.
Setelah terjadi penyebaran keotak, timbul manifestasi klinis ensefalitis, Masa
Prodromal berlangsung selama 1 – 4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, sulit
mengunyah, suhu badan naik, muntah, kejang hingga penurunan kesadaran, paralisis, dan
afasia.
2.2.5 Pathway
2.2.6 Komplikasi
Komplikasi jangka panjang dari ensefalitis berupa sekuele neurologikus yang
nampak pada 30 % anak dengan berbagai agen penyebab, usia penderita, gejala klinik,
dan penanganan selama perawatan. Perawatan jangka panjang dengan terus mengikuti
perkembangan penderita dari dekat merupakan hal yang krusial untuk mendeteksi adanya
sekuele secara dini. Walaupun sebagian besar penderita mengalami perubahan serius pada
susunan saraf pusat (SSP), komplikasi yang berat tidak selalu terjadi. Komplikasi pada
SSP meliputi tuli saraf, kebutaan kortikal, hemiparesis, quadriparesis, hipertonia
muskulorum, ataksia, epilepsi, retardasi mental dan motorik, gangguan belajar,
hidrosefalus obstruktif, dan atrofi serebral.
2.2.7 Penatalaksanaan
Isolasi
Isolasi bertujuan untuk mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan
pencegahan.
Terapi antimikroba :
1. Ensefalitis supurativa
1. Ampisillin 4 x 3-4 g per oral selama 10 hari.
2. Cloramphenicol 4 x 1g/24 jam intra vena selama 10 hari.
3. Ensefalitis syphilis
1. Penisillin G 12-24 juta unit/hari dibagi 6 dosis selama 14 hari
2. Penisillin prokain G 2,4 juta unit/hari intra muskulat + probenesid 4 x
500mg oral selama 14 hari.
Bila alergi penicillin :
1. Tetrasiklin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari
2. Eritromisin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari
3. Cloramfenicol 4 x 1 g intra vena selama 6 minggu
4. Seftriaxon 2 g intra vena/intra muscular selama 14 hari.
2. Ensefalitis virus
1. Pengobatan simptomatis:
- Analgetik dan antipiretik: Asam mefenamat 4 x 500 mg
- Anticonvulsi : Phenitoin 50 mg/ml intravena 2 x sehari.
Pengobatan antivirus diberikan pada ensefalitis virus dengan penyebab
herpes zoster-varicella:
- Asiclovir 10 mg/kgBB intra vena 3 x sehari selama 10 hari atau 200 mg peroral
tiap 4 jam selama 10 hari.
3. Ensefalitis karena parasit
1. Malaria serebral
- Kinin 10 mg/KgBB dalam infuse selama 4 jam, setiap 8 jam hingga tampak
perbaikan.
2. Toxoplasmosis
- Sulfadiasin 100 mg/KgBB per oral selama 1 bulan
- Pirimetasin 1 mg/KgBB per oral selama 1 bulan
- Spiramisin 3 x 500 mg/hari
3. Amebiasis
- Rifampicin 8 mg/KgBB/hari.
4. Ensefalitis karena fungus
- Amfoterisin 0,1- 0,25 g/KgBB/hari intravena 2 hari sekali minimal 6 minggu
- Mikonazol 30 mg/KgBB intra vena selama 6 minggu.
5. Riketsiosis serebri
- Cloramphenicol 4 x 1 g intra vena selama 10 hari
- Tetrasiklin 4x 500 mg per oral selama 10 hari.
c. Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan
susunan saraf pusat.
Tujuan : Memulai/mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi
perseptual.
Kriteria hasil : Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya
keterlibatan residual.
Mendemonstrasikan perilaku untuk mengkompensasi terhadap hasil.
INTERVENSI RASIONAL
Kesadaran akan tipe/daerah yang
Mandiri :
terkena membantu. dalam
Lihat kembali proses patologis
mengkaji/ mengantisipasi defisit
kondisi individual.
spesifik dan keperawatan
Munculnya gangguan
penglihatan dapat berdampak
Evaluasi adanya gangguan
negatif terhadap kemampuan
penglihatan
pasien untuk menerima
lingkungan.
Menurunkan/ membatasi jumlah
Ciptakan lingkungan yang
stimuli yang mungkin dapat
sederhana, pindahkan perabot
menimbulkan kebingungan bagi
yang membahayakan.
pasien.