Anda di halaman 1dari 4

PEMBAHASAN

Pre eklampsia merupakan masalah di bidang obstetri karena merupakan penyebab kematian
yang tinggi. Berdasarkan onset terjadinya, pre eklampsia dapat dibagi menjadi dua yaitu early onset
dan late onset pre eklampsia. Early onset terjadi usia kehamilan <34 minggu dan late onset > 34
minggu. Salah satu upaya untuk menurunkan angka kematian ibu yaitu dengan cara melakukan
pendeteksian dini preeklampsia dengan cara memeriksa faktor-faktor pada masa kehamilan, dan
pemeriksaan menggunakan biomarker untuk deteksi dini sesuai perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Pada hal ini pemeriksaan yang dilakukan terhadap peserta penelitian yaitu
pemeriksaan kadar sFlt-1, PIGF, rasio sFlt-1/PIGF dan VEGF yang berhubungan terhadap kejadian
preeklampsia.

Dari penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa pada pemeriksaan biomarker sFlt-1 pada
Early Onset Preeklampsia (EOPE) dan Late Onset Preeklampsia (LOPE) didapatkan bahwa pada EOPE
kadar SFLT-1 (7,61 + 1,29) lebih tinggi dibandingkan pada LOPE (5,83 + 1,72). Pada pemeriksaan
biomarker PIGF, ditemukan EOPE (46,31 + 20,30) lebih rendah dibandingkan pada LOPE (178,06 +
60,34). Rasio sFLt-1/PIGF ditemukan lebih tinggi pada EOPE (0,19 + 0,09) dibandingkan pada LOPE
(0,06 + 0,01). Sedangkan pada kadar VEGF, ditemukan EOPE (3,72 + 2,60) lebih rendah dibandingkan
pada LOPE (4,17 + 1,59).

Kadar sFlt-1 meningkat pada EOPE dibandingkan LOPE. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh perales dkk1 bahwa ditemukan kadar sFlt-1 pada EOPE lebih tinggi dibandingkan pada
LOPE. Preeklampsia tidak berkembang pada semua wanita dengan kadar sFlt-1 yang tinggi dan juga
bisa terjadi pada kadar sFlt-1 rendah. Kadar sFlt-1 dalam penelitian yang dilakukan oleh Reyes dkk 2
juga ditemukan lebih tinggi pada kelompok EOPE dibandingkan ibu hamil dengan normotensi. Kadar
sFlt-1 ditemukan lebih tinggi pada kelompok preeklampsia dibandingkan dengan kehamilan normal
menjelaskan peranan sFlt-1 pada preeklampsia. sFlt-1 berperan di dalam menghambat interaksi
VEGF dengan sel endothel, mengakibatkan tidak adanya sinyal kepada endothel untuk membentuk
neovaskularisasi yang menyebabkan terjadinya kegagalan pembentukan sirkulasi uteroplasental
yang semakin berat. Peningkatan sFlt-1 selama preeklampsia diasosiasikan dengan menurunnya
VEGF bebas didalam darah sehingga menciptakan kondisi anti angiogenik dan karakteristik
hipertensi serta proteinuri yang terlihat pada sindrom maternal preeklampsia.

Pemeriksaan PIGF yang dilakukan terlihat kadar PIGF lebih rendah pada EOPE dibandingkan
dengan LOPE. Hal ini sesuai dengan penelitian dari perales dkk 1 yang menemukan terjadinya
penurunan kadar PIGF pada EOPE dibandingkan LOPE sementara terjadi peningkatan kadar sFlt-1
pada EOPE dibandingkan LOPE. Kadar PIGF dalam darah ibu terbukti berkorelasi dengan tingkat
severitas pada ibu dengan PE. Menariknya, jumlah PIGF menurun lebih lanjut pada pasien dengan
gejala berat dibandingkan dengan wanita hamil normal atau preeklampsia dengan gejala ringan.
Perubahan dalam sFlt-1 dan PIGF juga lebih menonjol pada EOPE dibandingkan dengan onset
lambat.3 Dalam studi yang dilakukan oleh Sharon dkk 4 dengan menggunakan metode immunoassay
dilaporkan bahwa penurunan kadar PIGF bebas dan VEGF bebas dalam darah ibu berhubungan
dengan peningkatan sFlt-1 yang dipicu oleh adanya iskemia pada plasenta janin. Peningkatan sFlt-1
menyebabkan terjadinya disfungsi endotel yang meluas dengan mengganggu efek fisiologis normal
dari PlGF dan VEGF.

Hasil dari banyak penelitian indepen bahwa kadar PIGF pada ibu berbeda secara signifikan
sebelum mulainya gejala PE dibandingkan ibu dengan kehamilan normal. Perubahan PIGF dicatat
pada trimester pertama dan kedua dan mengalami penurunan pada trimester seterusnya dan
ditemukan adanya penurunan PIGF urin pada wanita dengan PE sebelum timbulnya gejala. Hal ini
mungkin dapat berguna dalam skrining dan diagnosis, terutama mencegah terjadinya PE yang lebih
berat.5 Dalam sebuah studi lain juga diungkapkan, wanita preeklampsia dan normotensi dipelajari
sebelum dan setelah 32 minggu kehamilan dibandingkan tingkat PIGF urin. Selama penelitian, wanita
penderita preeklampsia onset dini (EOPE) menunjukkan adanya penurunan kadar urin secara
signifikan bahkan tiga wanita yang awalnya normotensi tetapi berkembang menjadi preeklampsia
memiliki tingkat PIGF yang rendah seperti dengan kelompok preeklampsia pada umumnya. 6

Rasio sFlt-1/PIGF ditemukan meningkat pada EOPE dibandingkan LOPE. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh perales dkk 1 bahwa rasio sFlt-1/PlGF ditemukan meningkat pada
wanita dengan EOPE dibandingkan wanita dengan LOPE. Wanita dengan EOPE juga mengalami
peningkatan signifikan rasio sFlt-1/PlGF pada minggu 20, 24 dan 28 relatif terhadap wanita dengan
kehamilan disertai hipertensi kronis dan wanita dengan LOPE. Perbedaan antara EOPE dan LOPE
menjadi lebih jelas saat kehamilan makin berlanjut. Penelitian yang dilakukan oleh Verlohren dkk
menunjukkan kombinasi angiogenesis dan faktor antiangiogenesis pada trimester 2 dan 3 ditemukan
pada pasien dengan PE memiliki peningkatan rasio sFlt-1/PlGF yang signifikan dibandingkan dengan
kehamilan normal.7 Rasio plasma sFlt-1/PlGF yang meningkat dikaitkan dengan peningkatan resiko
terjadinya PE pada ibu hamil yang beresiko tinggi sebagaiamana hal yang ditemukan oleh Kim dkk 7
menemukan adanya peningkatan signifikan kadar sFlt-1 dan penurunan kadar PlGF bebas yang
signifikan pada usia kehamilan 14-23 minggu pada wanita yang kemudian mengalami PE. Maka dari
itu rasio sFlt-1/PlGF dapat dijadikan acuan dalam memprediksi awal terjadinya PE pada ibu hamil.
Kadar VEGF yang ditemukan menurut penelitian ini ditemukan meningkat pada wanita
dengan EOPE dibandingkan dengan wanita dengan LOPE. Penurunan kadar VEGF sesuai dengan teori
dari patogenesis preeklampsia, dimana terjadi penurunan kadar VEGF yang menyebabkan terjadinya
neovaskularisasi saat plasentasi. Hal ini mengakibatkan kegagalan terbentuknya sirkulasi
uteroplasental yang normal. Kegagalan ini menunjukkan terjadinya infark pada plasenta,
arteriosklerosis, invasi sitotrofoblas yang dangkal, dan remodelling yang tidak memadai pada arteri
spiralis uterus. Pada kehamilan normal kadar VEGF lebih tinggi sehingga proses plasentasi berjalan
normal, invasi trofoblast dan pembentukan sirkulasi uteroplasental menjadi normal. 8

Penelitian sebelumnya, oleh Shakil mendapatkan hasil yang sama yaitu rasio relatif VEGF dan
sFlt-1 menurun 53% pada preeklampsia dibandingkan dengan kehamilan normal, dimana terdapat
hubungan yang berlawanan antara kadar VEGF dan sFlt-1. 9 Soluble Fms-Like Tyrosine Kinase-1 pada
preeklampsia memiliki aktivitas antiangiogenik yang dapat mengikat semua VEGF, sehingga kadar
VEGF menurun pada preeklampsia dan kadar sFlt meningkat. Begitu juga penelitian yang dilakukan
oleh Krysiak, yang menyatakan terdapat peningkatan sFlt-1 pada preeklampsia, sehingga
menyebabkan terjadinya penurunan dari kadar VEGF pada preeklampsia dibandingkan dengan
kehamilan normal.10 Selain mempengaruhi faktor antiangiogenik pada serum, sFlt-1 juga
mempertahankan aktivasi neutrofil pada preeklampsia, sehingga menurunkan kadar VEGF, dimana
neutrofil berpengaruh pada patofisiologi preeklampsia. Young Kim juga mendapatkan kadar sFlt-1
meningkat secara signifikan pada preeklampsia dibandingkan dengan kehamilan normal dan kadar
VEGF lebih rendah dibandingkan dengan kehamilan normal. 11 Kadar sFlt-1 yang tinggi akan
berdampak pada penurunan VEGF yang bersifat angiogenik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Perales A et al. sFlt-1/PlGF for prediction of early-onset pre-eclampsia: STEPS (Study of Early Pre-
eclampsia in Spain). Ultrasound Obstet Gynecol 2017; 50: 373–382
2. Reyes LM, Garcia RG, Ruiz SL, et al. 2012. Angiogenic imbalance and plasma lipid alteration in
women with preeclampsia from a developin countries. Growth Factors 30(3).
3. Grill S et al. Potential markers of preeclampsia – a review. Reproductive Biology and
Endocrinology. 2009;7(70):1-14
4. Maynard SE et al. Excess placental soluble fms-like tyrosine kinase 1 (sFlt1) may contribute to
endothelial dysfunction, hypertension, and proteinuria in preeclampsia. The Journal of Clinical
Investigation. 2003; 111(5): 649-58
5. Angiogenic Factors and Preeclampsia Sharon E. Maynard, MD,* and S. Ananth Karumanchi, MD
6. Eddy AC, Bidwell GL, George EM. Pro-angiogenic therapeutics for preeclampsia. Biology of Sex
Differences. 2018; 36(9): 1-11
7. Mikat B et al. Early Detection of Maternal Risk for Preeclampsia. ISRN Obstetrics and
Gynecology. 2012;1(1):1-7
8. Sulistyowati et al. Kadar Soluble Human Leukocyte Antigen-G (sHLA-G), Vascular Endothelial
Growth Factor (VEGF) dan Soluble Fms-Like Tyrosine Kinase-1 (sFlt-1) pada Preeklampsia.
Majalah Obstetri & Ginekologi. 2014:22(3);126-31
9. Ahmad S, Ahmed A. Elevated placental soluble Vascular Endothelial Growth Factor receptor-1
inhibits angiogenesis in preeclampsia. Circ Res. 2004;95(9):884-91.
10. Krysiak O, Bretschneider A, Zhong E, Webb J, Hopp H, Verlohren S, Fuhr N, Lanowska M,
Nonnenmacher A, Vetter R, Jankowski J, Paul M, Schonfelder G. Soluble Vascular Endothelial
Growth Factor receptor-1 (sFLT-1) mediates downregulation of FLT-1 and prevents activated
neutrophils from women with preeclampsia from additional migration by VEGF. Circ Res.
2005;97(12):1253-61.
11. Kim SY, Ryu HM, Yang JH, Kim MY, Han JY, Kim JO et al. Increased sFlt-1 to PlGF ratio in women
who subsequently develop preeclampsia. J Korean Med Sci. 2007;22(5):873-7.

Anda mungkin juga menyukai