id
2.3. Hipotesis
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Teori Keagenan
2
library.uns.ac.id digilib.uns.a1c0.i
d
Salah satu cara agar agen dapat meyakinkan prinsipal bahwa keputusan
yang telah diambil sesuai dengan tujuan ialah dengan cara pengawasan internal.
Audit internal merupakan salah satu bentuk dalam proses pengawasan oleh
prinsipal. Dengan adanya audit internal diharapkan setiap keputusan yang diambil
dan penggunaan sumber daya oleh agen telah sesuai dengan tujuan yang
ditetapkan, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
A. Auditor Internal
1. Pengertian Audit
2. Kriteria Audit
Menurut Standar Profesi Audit Internal (2004) kriteria Audit Internal adalah
1. Independensi
2. Kemampuan Profesional
3. Lingkup Pekerjaan
6. Tujuan, Kewenangan dan tanggung jawab: Pimpinan Auditor Internal harus memiliki
pernyataan tujuan, kewenangan dan tanggung jawab bagi pimpinan Auditor Internal.
Istilah Auditor Internal terdiri dari dua kata yaitu Auditing (audit) dan Internal
(intern). Bila diartikan secara sederhana adalah suatu audit yang dilakukan oleh pihak
intern dalam arti oleh perusahaan dengan menggunakan pegawai perusahaan itu sendiri.
Ini hams dibedakan dengan audit eksternal yaitu audit yang dilakukan oleh pihak luar
perusahaan atau pihak yang independen, dalam hal ini akuntan publik.
“ Auditor (pemeriksa) diharapkan menguasai berbagai bidang ilmu, yaitu : Ilmu Ekonomi
Manajemen, Hukum, Moneter dan sebagainya. Maka dari itu seyogianya bagian audit
bertindak sebagai sebuah tim yang bersifat multi disipliner “
“Audit Internal adalah kegiatan assurance dan konsultasi yang independen dan objektif,
yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasi
organisasi. Audit Internal membantu organisasi untuk mencapai tujuannya, melalui suatu
pendekatan yang sistematis dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas
pengelolaan risiko, pengendalian, dan proses governance".
4. Tujuan dan Ruang Lingkup Auditor Internal
Secara umum tujuan dari Auditor Internal adalah untuk membantu semua anggota
organisasi agar dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara efektif dengan
memberikan analisa, saran, rekomendasi, dan komentar-komentar mengenai kegiatan
yang diperkirakannya.
Tujuan Audit Internal menurut Standar Profesi Audit Internal (SPAI) sebagai berikut:
1. Memberikan kerangka dasar yang konsisten untuk mengevaluasi kegiatan dan kinerja
satuan audit internal maupun individu auditor internal.
2. Menjadi sarana bagi pemakai jasa dalam memahami peran, ruang lingkup, dan tujuan
audit internal.
5. Menjadi acuan dalam menyusun program pendidikan dan pelatihan bagi auditor
internal.
Dengan demikian ruang lingkup dan tujuan audit internal sangat luas tergantung
pada besar kecilnya organisasi dan permintaan dari manajemen organisasi yang
bersangkutan. Untuk dapat melaksanakan tugasnya, Auditor Internal dalam organisasi
pada umumnya anggotanya memiliki pengetahuan bidang: (1) Keuangan; (2) Information
Technology; (3) Bidang yang bertalian dengan kegiatan pokok (kultur) organisasi; dan (4)
Untuk organisasi yang besar diperlukan tenaga berlatar belakang hukum.
Tuntutan barn peran internal auditing yang telah ditetapkan oleh HA’S Board of
Directors padabulan Juni 1999 adalah:
Mengacu kepada pengertian bam audit internal maka ruang lingkup tugas auditor
internal ( Sawyer, 2003:1363; IIA, 2004:14; Arens et al, 2006) adalah:
“The internal audit activity should evaluate and contribute to improvement of risk
management, control, and governance processes using a systematic and disciplined
approach”
Dengan demikian mang lingkup dan tujuan Auditor Internal dapat menjadi luas
tergantung pada besar kecilnya organisasi dan permintaan dari manajemen organisasi
yang bersangkutan.
Fungsi audit internal harus independen dan auditor internal harus objektif dalam
melaksanakan pekerjaannya, sedangkan pengertian dari kedua hal tersebut yaitu:
a. Independensi Organisasi
Fungsi audit internal harus ditempatkan pada posisi yang memungkinkan fungsi
tersebut memenuhi tanggung jawabnya. Independensi akan meningkat jika fungsi audit
internal memiliki akses komunikasi yang memadai terhadap Pimpinan organisasi.
Auditor internal harus memiliki sikap mental yang objektif, tidak memihak dan
menghindari kemungkinan timbulya pertentangan kepentingan (conflict of interest). Pada
saat ini fungsi Auditor Internal dalam suatu perusahaan semakin diperlukan, terutama
pada perusahaan yang memiliki skala operasi yang luas dan besar. Auditor Internal tidak
hanya berfungsi untuk mengurangi kebocoran dan penyelewengan dalam perusahaan,
akan tetapi lebih dari itu yaitu sebagai penghasil informasi yang tepat dan tidak memihak
serta dapat membantu meningkatkan mutu pimpinan dalam pengendalian perusahaan.
Di dalam tugasnya membantu pimpinan, maka fungsi Auditor Internal harus sesuai
dengan fungsi-fungsi manajemen yang dapat digolongkan sebagai berikut:
3. Fungsi Pelaporan, yang meliputi penyajian interprestasi dan analisa data keuangan bagi
pimpinan dan menekankan penilaian data dan referensi perusahaan serta tujuan dari
metode bagian-bagian. Pengaruh ekstem dan kelayakan penyajian laporan kepada pihak
ketiga seperti pemerintah, pemilik kreditur-kreditur, langganan, masyarakat dan pihak
lain.
Walaupun penyajian tiap penulis di atas berbeda tetapi pada prinsipnya tujuan
mereka dalam menetapkan fungsi Auditor Internal itu adalah sama yakni menekankan
kepada peningkatan hasil guna perusahaan secara umum.
Auditor Internal bukan merupakan fungsi operasional karena Ia tidak terlibat dalam
kegiatan utama perusahaan, tetapi bagian ini berfungsi sebagai star perusahaan. Oleh
karena itu Ia tidak akan melaksanakan perintah atas apa yang direkomendasikannya
kepada pimpinan, Auditor Internal harus bebas membahas dan menilai kebijaksanaan
pejabat yang dia audit.
6. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)
Terdapat empat tujuan dalam penerapan SPIP pada isntansi pemerintah, yaitu untuk
memberikan keyakinan memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi, keandalan
laporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-
undangan. SPIP hanya memberikan keyakinan yang memadai, bukan memberikan
keyakinan yang mutlak.
1. Lingkungan pengendalian
2. Penilaian risiko
3. Kegiatan pengendalian
Pengertian lain juga mengemukakan bahwa Auditor Internal ialah orang atau
badan yang melaksanakan aktivitas internal auditing. Oleh sebab itu Auditor Internal
senantiasa berusaha untuk menyempurnakan dan melengkapi setiap kegiatan dengan
penilaian langsung atas setiap bentuk pengawasan untuk dapat mengikuti perkembangan
dunia usaha yang semakin kompleks. Dengan demikian
Auditor Internal muncul sebagai suatu kegiatan khusus dari bidang akuntansi yang
luas yang memanfaatkan metode dan teknik dasar dari penilaian. American Institute of
Certified Public Accountants (2004) memberikan pengertian Internal Control sebagai
berikut :
“Internal control comprises the plan of organization and all of the coordinated methods
and measures adopted within a business to safeguad its cassets, check the accuracy and
realibility of its accounting data,promate operational efficieny, and encourage adhrence
to prescribed managerial policies
Atau jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia akan tampak sebagai berikut:
“ Pengendalian Intern meliputi susunan organisasi dan semua metode serta ketentuan yang
terkoordinir dan dianut daiam perusahaan untuk melindungi harta benda miliknya,
memeriksan kecermatan dan seberapa jauh data akuntansi dapat dipercaya, meningkatkan
efisiensi usaha dan mendorong ditaatinya kebijaksanaan perusahaan yang telah
digariskan”.
” Pengendalian intern adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh dewan komisaris, direksi
atau top manajemen, personel-personel lainnya, dimaksudkan untuk menyajikan kepastian
yang semestinya berkenaan dengan tujuan-tujuan berikut: Efektivitas dan efiensi operasi,
Keandalan atau dapat dipercayanya laporan keuangan, dan ketaatan pada undang- undang
dan peraturan yang telah ditetapkan” (COSO, 1994:3,Arens et al, 2006:270 ).
Pengendalian intern terdiri dari lima komponen kebijakan dan prosedur. Kelima
pengendalian intern tersebut adalah :
5. Monitoring (Pemantauan)
6. Struktur organisasi
Sesuai dengan uraian diatas, maka dalam arti sistem pengendalian intern mecakup
pengawasan yang dapat dibedakan atas pengawasan yang bersifat akuntansi dan
administratif.
a. Pengawasan akuntansi meliputi rencana organisasi dan semua cara dari prosedur, yang
terutama menyangkut dan berhubugan langsung dengan pengamanan harta benda dan
dapat dipercayainya catatan keuangan (pembukuan). Pada umumnya pengawasan
akuntansi meliputi sistem pemberian wewenang (otorisasi) dan sistem persetujuan
pemisahan antara tugas operasional, tugas penyimpanan harta kekayaan dan tugas
pembukuan, pengawasan fisik dan Audit Internal .
library.uns.ac.id digilib.uns.a2c1.
id
b. Pengawasan administratif, meliputi rencana organisasi dan semua cara dan prosedur
yang terutama menyangkut efisiensi usaha dan ketaatan terhadap kebijaksanaan pimpinan
perusahaan yang pada umumnya tidak langsung berhubungan dengan pembukuan
(akuntansi). Dalam pengawasan admsnistratif termasuk analisa statistik, time and motion
study, laporan kegiatan, program latihan pegawai dan pengendalian mutu.
Sistem Internal Control yang baik tidak dapat menjamin tidak adanya
penyimpangan kecurangan dan pemborosan dalam suatu perusahaan, apabila orang-orang
yang melaksanakan kegiatan tersebut tidak selalu bertindak sesuai dengan prosedur yang
telah ditetapkan. Usaha untuk melaksanakan sistem internal control yang baik adalah
dilaksanakannya pemeriksaan yang teratur oleh pimpinan perusahaan dengan membuat
suatu departemen atau bagian yang disebut Departemen Audit Internal.
Dengan adanya Departemen Audit Internal, diharapkan akan dapat membantu anggota
manajemen dalam berbagai hal, seperti menelaah prosedur operasi dari berbagai unit dan
melaporkan hal-hal yang menyangkut tingkat kepatuhan terhadap kebijaksanaan pimpinan
perusahaan, efisiensi, unit usaha atau efektifitas sistem pengawasan intern. Hal inilah yang
melatar belakangi timbulnya spesialisasi bidang audit internal, yang menuntut tidak hanya
keahlian dalam bidang akuntansi tetapi juga keahlian bidang lainnya.
Namun beberapa ciri-ciri sistem pengendalian intern yang memadai adalah adanya
empat unsur seperti berikut ini.
2. Sistem pemberian wewenang serta prosedur pencatatan yang layak agar tercapai
pengawasan akuntansi yang cukup atas aktiva, hutang-hutang, hasil dan biaya.
3. Praktek yang sehat harus diikuti dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap bagian
organisasi.
H2(+)
Kapasitas Auditor (KA)
Salah satu alasan yang menghalangi audit internal dalam memacu peningkatan kinerja
adalah timbulnya penolakan dari auditee (Mints, 1972). Funnel dan Wade (2012)
menjelaskan bahwa respon pertama reaksi auditee ketika dilakukan audit kinerja, terdapat
ketakutan dan kecurigaan, termasuk emosi karena tidak percaya dan paranoid, dan hal-hal
demikian biasanya identik dengan hubungan auditor-auditee. Bahkan, hal tersebut bisa
meningkat menjadi permusuhan di mana kritik, sinisme, penghinaan, kebencian mungkin
akan muncul.
Seringkali, audit tidak dilihat sebuah organisasi sebagai proses yang vital (Allen,
1996; Carmeli and Zisu, 2009). Auditee menggambarkan auditor dengan istilah yang
mengancam seperti halnya polisi, jaksa, penyidik, penuduh (Pickett and Pickett, 2010; Wade,
2008). Hal tersebut menyuratkan bahwa pentingnya bagi pimpinan unit kerja untuk
menyuarakan bahwa mereka menganggap audit sebagai suatu hal yang penting. Ketika para
pimpinan gagal mengakui auditor sebagai ahli profesional di mana sikap negatif yang
ditunjukkan, pada akhirnya negativitas itu bisa menular dan memberikan pesan tersirat bahwa
auditor adalah lawan dan pembuat masalah, dan memunculkan budaya tersebut pada
organisasi (Schein 1996) yang nanti pada akhirnya akan merusak kesediaan unit kerja
tersebut untuk bekerja sama dengan auditor internal.
Pertama, para pegawai saling mendukung dengan rasa kewajiban dan komitmen yang
lebih besar untuk bertindak dengan cara berkontribusi untuk fungsi unit kerja yang lebih baik.
Kedua, dukungan manajemen menandakan kepedulian, persetujuan, dan rasa hormat di mana
kebutuhan sosio-emosional individu terpenuhi. Ketiga, dukungan keyakinan bahwa unit kerja
akan mengetahui dan memberi penghargaan kepada karyawan yang menunjukkan kinerja
tinggi (yaitu, kinerja yang sesuai dengan harapan). Manajemen yang mememotivasi auditee
untuk terlibat dalam kegiatan audit karena hal tersebut akan mengembangkan komitmen yang
lebih kuat terhadap aktivitas audit dan merasa bahwa audit tersebut dirasakan oleh tim
manajemen sebagai mekanisme kunci untuk meningkatkan hasil kinerja. Hal ini sesuai
dengan Carmeli dan Zisu (2009) yang menjelaskan bahwa ketika auditee percaya bahwa
kompetensi mereka diberi penghargaan lebih oleh unit kerja, mereka cenderung merasakan
kepercayaan dan merasa aman secara psikologis untuk mengemukakan masalah-masalah
yang terjdi dan mendengar suaranya didengar tanpa merasa takut bahwa status atau citra
mereka akan rusak. Pada saat auditee mengetahui bahwa bekerja sama dengan auditor
dikaitkan dengan pemberian penghargaan kinerja, mereka mungkin berupaya lebih keras
untuk membuat aktivitas audit lebih bermanfaat dengan membentuk hubungan yang lebih
positif dengan auditor.
H1: Dukungan manajemen berpengaruh positif terhadap efisiensi dan efektivitas satuan kerja
pemerintah
Kapasitas internal auditor terdiri dari keterampilan profesional, sumber daya ekonomi,
dan perilaku etis terhadap auditee. Keterampilan profesional auditor terwujud dalam
pengetahuan dan pengalaman mereka (DeAngelo, 1981; OAG, 2004), dan kredibilitas
profesional (Deis dan Giroux, 1992). Auditor seharusnya tidak hanya memiliki latar belakang
akademis tapi juga pengalaman pelatihan khusus (Firth, 1990).
Ketika auditor internal mengembangkan kapasitas profesional yang tinggi , mereka
akan dianggap sebagai ahli yang mungkin didengarkan dan dipelajari oleh auditee. Peneliti
menegaskan perilaku profesionalisme auditor akan membantu auditee untuk mengembangkan
rasa hormat terhadap mereka, karena mereka dianggap memiliki pengetahuan tentang
masalah yang dihadapi. Hal ini akan menumbuhkan pertukaran hubungan di mana auditee
dan auditor lebih terbuka, saling hormat, dan saling menerima satu sama lain.
H2: Kapasitas internal auditor berpengaruh positif terhadap efisiensi dan efektivitas satuan
kerja pemerintah
Kegiatan audit memberi kesempatan belajar yang cukup banyak kepada auditor
dengan cara mengungkapkan ketidaksempurnaan spesifik dan memberikan rekomendasi dan
solusi (Eden dan Moriah 1996). Cara auditor internal melakukan audit mereka dapat memberi
tahu auditee mengenai bagaimana mereka dapat mengetahui dan mengidentifikasi
kekurangannya. Selain itu, saran dan rekomendasi auditor juga merupakan kumpulan
pengetahuan dan pengetahuan yang tak ternilai dan pengetahuan yang tersembunyi (Argote,
1999; Simonin, 1997; Stata, 1989) untuk auditee.
Proses audit sering ditandai dengan interaksi yang luas antara auditor dan auditee
(Dittenhofer, 1997). Tingkat kerjasama yang tinggi dari auditee sangatlah penting bagi
auditor. Auditor seringkali menjadi sumber informasi penting, begitu pula berbagai
penjelasan untuk penyimpangan dari praktik normatif maupun yang terbaik. Auditor terlibat
dalam diskusi dengan auditee mengenai kekurangan yang terdeteksi dan implikasinya, serta
berbagai cara potensial untuk memperbaiki dan mempelajarinya. Mengelola interaksi dengan
cara yang menekan negativitas dan menumbuhkan sikap positif auditee terhadap proses audit
merupakan kunci motivasi auditee untuk terlibat dalam pembelajaran dari aktivitas audit.
Auditee harus diberitahu mengenai kesalahan yang terjadi dan bagaimana caranya
untuk menghindari praktik yang buruk, pentingnya pertanggungjawaban, dan kewajiban
moral untuk bertindak secara etis. Auditor memainkan peran penting dalam menunjukkan
bagaimana memperbaiki perilaku etis dan akuntabilitas organisasi (Morris, 2014).
Namun, audit internal cenderung tidak dilihat oleh organisasi dan para pegawainya
sebagai proses yang bermanfaat (Allen, 1996; Carmeli dan Zisu, 2009). Auditee melaporkan
perasaan cemas dan keterasingan terhadap audit dan auditor (Pickett dan Pickett, 2010) dan
mungkin menimbulkan rasa terpisah dalam proses audit tersebut (Wade, 2008). Sumber daya
yang ditanamkan oleh auditee, risiko terhadap nama baik dan status mereka, integritas
mereka, dan kurangnya penghargaan atas investasi mereka, dapat menciptakan
ketidaksesuaian kognitif (cognitif dissonance) yang mungkin dapat menciptakan konflik
dengan auditor dan penolakan terhadap proses audit tersebut.
Hubungan kerja antara auditor internal dan auditee adalah mekanisme kunci yang
dapat membantu memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja (Wang et al, 2005).
Gambaran teori pertukaran sosial (Blau, 1964, Homans, 1961), yaitu berteori tentang kualitas
hubungan auditor-auditee yang muncul selama aktivitas audit dan menyarankan agar
hubungan tersebut cenderung memfasilitasi diskusi yang bermanfaat, yang sangat penting
untuk pembelajaran proaktif dari proses audit. Pembelajaran proaktif mengacu pada orientasi
pembelajaran yang dikembangkan kelompok dan anggotanya dan tingkat keterlibatan mereka
dalam prosesnya, seperti penekanannya pada menumbuhkan keterampilan, pengetahuan, dan
kompetensi (Bunderson dan Sutcliffe, 2003; Bell dan Kozlowski, 2002). Melalui interaksi
positif ini, orientasi belajar kolaboratif menjadi kuat dan auditee akan mengembangkan
pengertian bahwa belajar dari audit itu penting dan bermakna yang merupakan kunci
keterlibatan dalam perilaku kerja semacam itu (Kahn 1990). Ketika individu terlibat dalam
pembelajaran aktif, mereka lebih terbuka untuk mengungkapkan kesalahan dan
mendiskusikannya. Selain itu, penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa auditee yang
mengembangkan perasaan bahwa audit merupakan mekanisme pembelajaran yang penting
(Eden dan Moriah 1996) dan perasaan nyaman berinteraksi dengan auditor cenderung
memiliki sikap positif terhadap audit dan akan menimbulkan pembelajaran audit. Sebaliknya,
auditee yang memiliki rasa frustrasi karena keterlibatan mereka dalam proses audit mungkin
akan kurang mampu menghayati komentar dan rekomendasi atau memanfaatkannya untuk
mengembangkan pengetahuan (Blakeney et al, 1976).
H3: Hubungan auditor-auditee berpengaruh positif terhadap efisiensi dan efektivitas satuan
kerja pemerintah
Secara khusus, auditee akan belajar dari auditor sebagai ahli profesional di mana ada
manfaat yang jelas untuk belajar dan mengembangkan pengetahuan baru. Inilah sebabnya
mengapa auditee lebih bersedia hadir dan belajar dari auditor yang lebih baik dan dianggap
sebagai pihak berwenang.
Dengan kata lain, auditee cenderung memperhatikan auditor profesional jika mereka
dianggap sebagai otoritas yang dapat dipercaya yang dapat mereka pelajari jikalau nanti
berurusan dengan perilaku menyimpang di dalam dan di luar unit kerja, dan menemukan cara
untuk memperbaiki etika organisasi.
H4: Pembelajaran audit berpengaruh positif terhadap efisiensi dan efektivitas satuan
kerja pemerintah