DEMAM TYPHOID
A. Pengertian
Demam thypoid (enteric fever) adalah penyakit
infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu
minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan
kesadaran, (Nursalam, dkk, 2005).
Thypoid fever/demam tifoid atau thypus
abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada
usus halus dengan gejala demam satu minggu atau
lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan
dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Laurentz, dkk
1995). Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi
melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Thypus Abdominalis adalah suatu penyakit
infeksi pada usus halus dengan gejala demam satu
minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran
pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran,
(Rampengan,1990).
B. Penyebab
Penyebab penyakit ini adalah salmonella typhosa,
yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Basil gram negatif yang bergerak dengan bulu
getar dan tidak berspora.
2. Mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen,
yaitu antigen O (somatic yang terdiri zat
kompleks lipopolisakarida), antigen H (flagella),
dan antigen Vi. Dalam serum pasien terdapat zat
anti (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen
tersebut.
D. Patofisiologi
Kuman Salmonella Typhi masuk tubuh manusia
melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar.
Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung.
Sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai
jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis
yang mengalami hipertrofi. Di tempat ini komplikasi
perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi.
Kuman Salmonella Typi kemudian menembus ke lamina
propia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar
limfe mesenterial, yang juga mengalami hipertrofi.
Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini
salmonella typhi masuk ke aliran darah melalui
duktus thoracicus. Kuman salmonella typhi lain
mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus.
Salmonella typhi bersarang di plaque peyeri, limpa,
hati dan bagian-bagian lain sistem
retikuloendotelial. Pada awalnya disangka demam
dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid
disebabkan oleh endotoksemia. Tapi kemudian
berdasarkan penelitian ekperimental disimpulkan
bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama
demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid.
Endotoksin salmonella typhi berperan pada
patogenesis demam tifoid, karena membantu
terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan
tempat salmonella typhi berkembang biak. Demam
pada tifoid disebabkan karena salmonella typhi dan
endotoksinnya merangsang sintesis dan pengelepasan
zat pirogen oleh zat leukosit pada jaringan yang
meradang.
Masa tunas demam tifoid berlangsung 10-14
hari. Gejala-gejala yang timbul amat bervariasi.
Perbedaaan ini tidak saja antara berbagai bagian
dunia, tetapi juga di daerah yang sama dari waktu
ke waktu. Selain itu gambaran penyakit bervariasi
dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosis,
sampai gambaran penyakit yang khas dengan
komplikasi dan kematian hal ini menyebabkan bahwa
seorang ahli yang sudah sangat berpengalamanpun
dapat mengalami kesulitan membuat diagnosis klinis
demam tifoid.
Dalam minggu pertama penyakit keluhan gejala
serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya ,
yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare,
perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis.
Pada pemeriksaan fisis hanya didapatkan suhu badan
meningkat . Pada minggu kedua gejala-gejala
menjadi lebih jelas dengan demam, bradikardia
relatif, lidah yang khas (kotor di tengah, tepi
daan ujung merah dan tremor), hepatomegali,
splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa
somnolen, stupor, koma, delirium atau psikosis,
reseola jarang ditemukan pada orang Indonesia.
1. Dampak Masalah
a. Pada pasien
1) Pola persepsi dan metabolisme
Nafsu makan klien meurun yang disertai dengan
mual dan muntah.
2) Pola eliminasi
Klien tyfoid biasanya mengalami konstipasi
bahkan diare.
3) Pola aktivitas dan latihan
Klien demam tyfoid haruslah tirah baring
total untuk mencegah terjadinya komplikasi
yang berakibat aktivitas klien terganggu.
Semua keperluan klien dibantu dengan tujuan
mengurangi kegiatan atau aktivitas klien.
Tirah baring totalnya yang dapat menyebabkan
terjadinya dekubitus dan kontraktur sendi.
4) Pola tidur dan istirahat
Terganngu karena klien biasanya gelisah
akibat peningkatan suhu tubuh. Selain itu
juga klien belum terbiasa dirawat di rumah
sakit.
5) Pola penanggulangan stress
Pada pola ini terjadi gangguan dalam
menyelesaikan permasalahan dari dalam diri
klien sehubungan penyakit yang dideritanya.
b. Pada keluarga
1) Adanya beban mental sebagai akiabt dari salah
satu anggota keluarganya dirawat di rumah
sakit karena sakit yang di deritanya sehingga
menimbulkan kecemasan.
2) Biaya merupakan masalah yang dapat
menimbulkan beban keluarga. Bila perawatan
yang diperlukan memerlukan perawatan yang
konservatif yang lama di rumah sakit, akan
memerlukan biaya yang cukup banyak, sehingga
dapat menimbulkan beban keluarga.
Akibat klien di rawat di rumah sakit maka akan
menambah kesibukan keluarga yang harus menunggu
anggota keluarga yang sakit.
E. Clinical pathway
Salmonella typhosa
Kurang pengetahuan
F. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan darah tepi
Didapatkan adanya anemi oleh karena intake
makanan yang terbatas, terjadi gangguan
absorbsi, hambatan pembentukan darah dalam
sumsum dan penghancuran sel darah merah dalam
peredaran darah. Leukopenia dengan jumlah
lekosit antara 3000 – 4000 /mm3 ditemukan pada
fase demam. Hal ini diakibatkan oleh
penghancuran lekosit oleh endotoksin.
Aneosinofilia yaitu hilangnya eosinofil dari
darah tepi. Trombositopenia terjadi pada
stadium panas yaitu pada minggu pertama.
Limfositosis umumnya jumlah limfosit meningkat
akibat rangsangan endotoksin. Laju endap darah
meningkat.
2) Pemeriksaan urine
Didaparkan proteinuria ringan (<2gr/liter)
juga didapatkan peningkatan lekosit dalam urine.
3) Pemeriksaan tinja
Didapatkan adanya lendir dan darah,
dicurigai akan bahaya perdarahan usus dan
perforasi.
4) Pemeriksaan bakteriologis
Diagnosa pasti ditegakkan apabila ditemukan
kuman salmonella dan biakan darah tinja, urine,
cairan empedu atau sumsum tulang.
5. Pemeriksaan serologis
Reaksi aglutinasi antara antigen dan
antibodi (aglutinin ). Adapun antibodi yang
dihasilkan tubuh akibat infeksi kuman salmonella
adalah antobodi O dan H. Apabila titer
antibodi O adalah 1 : 20 atau lebih pada minggu
pertama atau terjadi peningkatan titer antibodi
yang progresif (lebih dari 4 kali). Pada
pemeriksaan ulangan 1 atau 2 minggu kemudian
menunjukkan diagnosa positif dari infeksi
Salmonella typhi.
6. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah
ada kelainan atau komplikasi akibat demam
tifoid.
G. Penatalaksanaan medis
1. Tirah baring atau bed rest.
2. Diit lunak atau diit padat rendah selulosa
(pantang sayur dan buahan), kecuali komplikasi
pada intestinal.
3. Obat-obat :
a) Antimikroba :
1) Kloramfenikol 4 X 500 mg sehari/iv
2) Tiamfenikol 4 X 500 mg sehari oral
3) Kotrimoksazol 2 X 2 tablet sehari oral (1
tablet = sulfametoksazol 400 mg +
trimetoprim 80 mg) atau dosis yang sama iv,
dilarutkan dalam 250 ml cairan infus.
4) Ampisilin atau amoksisilin 100 mg/kg BB
sehari oral/iv, dibagi dalam 3 atau 4 dosis.
Antimikroba diberikan selama 14 hari atau
sampai 7 hari bebas demam.
b) Antipiretik seperlunya
c) Vitamin B kompleks dan vitamin C
4. Mobilisasi bertahap setelah 7 hari bebas demam.
H. Komplikasi
Komplikasi yang sering adalah pada usus
halus, namun hal tersebut jarang terjadi. Aapabila
komplikasi ini dialami seorang anak, maka dapat
berakibat fatal. Gangguan pada usus halus ini dapat
berupa:
1. Perdarahan usus. Apabila sedikit, maka perdarahan
tersebut hanya ditemukan jika dilakukan
pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika
perdarahan banyak maka dapat terjadi melena, yang
disertai nyeri perut dengan tanda-tanda
renjatan.perforasi usus biasanya timbul pada
minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi pada
bagian distal ileum.
2. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya
dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga
peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan
terdapa udara diantara hati dan diafragma pada
foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan
tegak.
3. Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi, tetapi
dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan
gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang
hebat, dinding abdomen tegang (defense
musculair), dan nyeri tekan.
4. Komplikasi di luar usus. Terjadi karena
lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteremia),
yaitu meningitis, kolesistisis, ensefelopati, dan
lain-lain. Komplikasi di luar usus ini terjadi
karena infeksi sekunder, yaitu bronkopneumonia.
4 Kerusakan intergritas kulit NOC : Tissue Integrity : Skin NIC : Pressure Management
Definisi : Perubahan pada epidermis and Mucous Membranes
dan dermis Kriteria Hasil : 1. Anjurkan pasien untuk
Batasan karakteristik : a. Integritas kulit yang baik menggunakan pakaian yang
1. Gangguan pada bagian tubuh bisa dipertahankan (sensasi, longgar
2. Kerusakan lapisan kulit (dermis) elastisitas, temperatur, 2. Hindari kerutan padaa
3. Gangguan permukaan kulit hidrasi, pigmentasi) tempat tidur
(epidermis) b. Tidak ada luka/lesi pada 3. Jaga kebersihan kulit
kulit agar tetap bersih dan
c. Perfusi jaringan baik kering
Faktor yang berhubungan d. Menunjukkan pemahaman dalam 4. Mobilisasi pasien (ubah
Eksternal : proses perbaikan kulit dan posisi pasien) setiap dua
a. Hipertermia atau hipotermia mencegah terjadinya sedera jam sekali
b. Substansi kimia berulang 5. Monitor kulit akan adanya
c. Kelembaban udara e. Mampu melindungi kulit dan kemerahan
d. Faktor mekanik (misalnya : alat mempertahankan kelembaban 6. Oleskan lotion atau
yang dapat menimbulkan luka, kulit dan perawatan alami minyak/baby oil pada
tekanan, restraint) derah yang tertekan
e. Immobilitas fisik 7. Monitor aktivitas dan
f. Radiasi mobilisasi pasien
g. Usia yang ekstrim 8. Monitor status nutrisi
h. Kelembaban kulit pasien
i. Obat-obatan 9. Memandikan pasien dengan
Internal : sabun dan air hangat
a. Perubahan status metabolik
b. Tulang menonjol
c. Defisit imunologi
d. Faktor yang berhubungan dengan
perkembangan
e. Perubahan sensasi
f. Perubahan status nutrisi
(obesitas, kekurusan)
g. Perubahan status cairan
h. Perubahan pigmentasi
i. Perubahan sirkulasi
j. Perubahan turgor (elastisitas
kulit)