Anda di halaman 1dari 6

Fathul Aulia Iskandar

2019200176

Al-Islam II

1- Sejarah Singkat “menyembelihh hewan Qurban” bagi orang Islam

Saat Ibrahim mendatangi anaknya, dia tidak basa basi menyampaikan wahyu Allah tersebut.
Langsung saja, disampaikannya secara terang-terangan. “Hai anakku, sesungguhnya aku melihat
dalam mimpiku, aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah bagaimana pendapatmu’’, QS. Ash-
Shafaat : 102.

Ibrahim mematuhi wahyu dalam mimpinya tersebut. Setelah terbangun, dia lalu menemui
putranya, buah hatinya, anak yang baru dimilikinya disaat dia sudah lanjut usia. Ismail, yang
sangat dirindukan kehadirannya. Namun setelah lahir, dan Allah memberikan kegembiraan, tiba-
tiba dia mendapat wahyu agar menyembelihnya.

Sebuah ujian yang sangat berat bagi Nabi Ibrahim, termasuk Ismail. Ismail, anak yang patuh,
mengerti kedudukan orangtuanya. Dia pun sangat memahami posisinya sebagai anak. Dia tidak
membangkang, meskipun penyampaian ayahnya tersebut, berujung maut bagi dirinya. Ismail lalu
menjawab ucapan ayahnya : “Hai bapakku, kerjakanlah, apa yang diperintahkan kepadamu.
Insya Allah, kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar’’.

“Sembelihlah dia”, demikian wahyu dalam mimpi Ibrahim. Dia langsung mewujudkan
mimpinya itu, yang ternyata merupakan ujian baginya, apakah hatinya tetap setia dan
tulus kepada Allah. Atau tetap tidak mengikuti perintah Allah, karena sayang kepada
anaknya.
Ismail memberikan jawaban kepada ayahnya dengan memancarkan cahaya keimanan, tawaddu
dan tawakkal kepada Allah. Tatkala keduanya telah berserah diri (si ayah telah menyerahkan
anaknya untuk disembelih, dan si anak telah menyerahkan lehernya). Nabi Ibrahim kemudian
membaringkan anaknya, atas pelipisnya (hendak melaksanakan perintah Allah), tiba – tiba
datang kabar gembira kepadanya.

Di dalam Al-Qur’an, dijelaskan :’’Tatkala keduanya telah berserah diri, dan Ibrahim
membaringkan anaknya atas pelipisnya, nyatalah kesabaran keduanya, dan kami panggil dia’’.
“Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya kami memberi
balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar ujian yang nyata.
Dan kami tebus anak itu, dengan seekor sembelihan yang besar’’. QS. Ash.Shaffat : 103 – 107.

Nabi Ibrahim, lulus dari ujian berat. Dia menuruti perintah Allah, meskipun harus kehilangan
anak tersayang, semata wayangnya. Meski kemudian, Ismail tetap tidak tersembelih. Allah
menggantikannya dengan Qibas. Hewan itulah yang kemudian tersembelih. Tatkala Ismail
sedang dibaringkan, Malaikat Jibril datang kepada Nabi Ibrahim dengan membawa seekor qibas
(domba) sambil berkata : “Sembelihlah ini sebagai ganti dari anakmu’’. Lalu jadilah tradisi
tersebut sebagai sunnah, dan ummat muslim yang mampu menyembelih qurban, untuk
mengenang peristiwa tersebut.

Setelah datang Nabi Muhammad, maka menyembelih hewan qurban, disyariatkan pula kepada
ummatnya, yang diadakan pada hari raya Idul Adha dan hari–hari Tasyriq. Sabda Rasulullah,
“Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik, dikalangan orang-orang yang datang
kemudian’’, QS. Ash. Shaffat : 108).

Syarat-syarat yg harus dipenuhi agar pelaksanaannya benar-benar sesuai dengan


tuntunan syari’at Islam:

- Muslim: Kurban merupakan salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Oleh
sebab itu, non muslim tidak memiliki kewajiban untuk berkurban.

- Mampu: Perintah berkurban lebih dianjurkan kepada umat muslim yang mampu secara
finansial untuk membeli hewan qurban. Seseorang dianggap mampu berkurban jika telah
menyelesaikan kewajiban nafkah terhadap keluarganya.

- Baligh dan Berakal: Ibadah qurban ditujukan untuk orang dewasa yang berakal sehat. Maka,
orang yang belum baligh dan tidak berakal tidak dibebani kurban.

Syarat Hewan yang Akan Dikurbankan

-Tidak semua jenis hewan dapat dikurbankan. Hewan-hewan tersebut harus memenuhi
persyaratan berikut ini:

-Hewan ternak (sapi, unta, kambing, atau domba) Cukup umur (kambing harus berusia 1 tahun
atau lebih, sapi dan kerbau minimal berusia 2 tahun, dan unta minimal 5 tahun.

-Kondisi fisik yang prima (sehat, gemuk, tidak cacat, tidak pincang, dan tidak buta)

Syarat Pelaksanaan Kurban

Penyembelihan hewan kurban baru boleh dilakukan setelah sholat Idul Adha pada 10 Dzulhijjah
dan 11, 12, 13 Dzulhijjah (hari Tasyrik). Dan kurban yang dilakukan pada hari pertama sebelum
matahari terbenam hukumnya sunah.

Orang yang berkurban diperbolehkan untuk menyembelih hewan kurbannya sendiri. Jika tidak
mampu, ia dapat diwakilkan oleh seorang muslim yang paham terhadap adab serta tata cara
penyembelihan.
Secara umum, tata cara penyembelihan hewan qurban yang memenuhi ketentuan adab adalah
membaca bismillah, membaca sholawat nabi, menghadap ke arah kiblat, membaca takbir 3x,
tidak memperlihatkan alat potong pada sembelihan, menggunakan pisau tajam agar tidak
menyakiti hewan, serta tidak boleh mematahkan leher hewan sebelum benar-benar mati.

2. Manusia Mahluk Berpasangan

Allah SWT berfirman, “Dan, segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu
mengingat (kebesaran Allah).” (QS Adz-Dzariyat [51]: 49). Di antara gambaran kebesaran Allah
adalah bahwa Dia menciptakan segala makhluk di alam semesta ini berpasangan.

Untuk manusia, misalnya, laki-laki berpasangan dengan perempuan. Allah SWT menegaskan
dalam Alquran, “Dan, Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian
Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan).” (QS Fathir [35]: 11).

Untuk binatang, jantan berpasangan dengan betina. Dalam kisah banjir besar pada zaman Nabi
Nuh, beliau diperintah oleh Allah SWT untuk menaikkan berbagai jenis binatang sepasang-
sepasang (jantan dan betina).

Alquran menyebutkan, “Lalu Kami wahyukan kepadanya (Nuh), Buatlah kapal di bawah
pengawasan dan petunjuk Kami maka apabila perintah Kami datang dan tanur (dapur) telah
memancarkan air maka masukkanlah ke dalam (kapal) itu sepasang-sepasang dari setiap jenis
(binatang).” (QS al-Muminun [23]: 27).

Pada mulanya, Allah SWT menciptakan Adam. Tetapi, naluri Adam yang menginginkan
pasangan hidup membuat Allah SWT kemudian menciptakan Hawa yang lalu menjadi istrinya.
Selanjutnya, dari mereka berdua lahirlah anak-anak, dari anak-anak mereka lahir pula anak-anak
yang lainnya. Begitu seterusnya.

Allah SWT berfirman, “Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan
kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya;
dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.” (QS
an-Nisa [4]: 1).

Karena itu, dalam Islam, ketentuannya sudah sangat jelas, sesuai nalar sehat dan naluri
kemanusiaan (fitrah) bahwa pasangan laki-laki adalah perempuan; bukan laki-laki dengan laki-
laki-laki atau perempuan dengan perempuan

3. Pandangan Islam Terhadap Cinta

Rasa cinta sebenarnya adalah fitrah manusia. Memiliki rasa cinta tentunya sudah pasti dirasakan
dan diinginkan oleh setiap insan. Cinta terkadang diartikan sebagai rasa ketertarikan antara dua
lawan jenis dan cinta pulalah yang biasanya mendasari suatu hubungan dalam hal ini adalah
pernikahan. Cinta bisa membuat orang tergila-gila dan lupa diri hingga ia khawatir dan merasa
sedih jika cintanya tidak sampai atau ditolak. Banyak kasus orang yang bunuh diri hanya karena
cinta. Cinta yang seperti ini sebenarnya tidaklah baik karena pada hakikatnya manusia hanya bisa
mencintai makhluk sebatasnya sementara ia tidak boleh melupakan cintanya kepada Allah dan
rasulnya.

Dalam islam, rasa cinta sangat dihargai karena rasa cinta sesama manusia dan kepada Allah
SWT adalah landasan seseorang untuk menjalankan ibadah dan dengan ikhlas mengamalkan
ajarannya. Seorang pria atau wanita hendaknya mencintai karena Allah dan bukan karena nafsu
semata. Cinta sejati dalam islam adalah tatkala dua orang manusia mencintai satu sama lain dan
bersama-sama mewujudkan cintanya kepada Allah SWT dengan senantiasa mendorong satu
sama lain untuk menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya.

Pacaran memang dilarang dalam agama islam karena dapat menjerumuskan pelakunya terhadap
perbuatan zina. Islam menganjurkan umatnya untuk menikah bila ia sudah dewasa sesuai dengan
hukum pernikahan yang berlaku. Meskipun demikian dalam beberapa kasus disebutkan adanya
pernikahan tanpa rasa cinta dan tidak didasari oleh rasa suka sama suka ataupun pacaran
sebelumnya.

4. Rukun perkawinan Menurut Syariat Islam

- Rukun

1. Mampelai pria dan wanita sama-sama beragama Islam


2. Mempelai laki-laki tidak termasuk mahram bagi calon istri
3. Wali akad nikah dari perempuan bersedia menjadi wali
4. Kedua mempelai tidak dalam kondisi sedang ihram.
5. Pernikahan berlangsung tanpa paksaan.

Syarat Sah perkawinan menurut syariat Islam

- Ada Calon Mempelai Laki-laki dan Perempuan


Sudah jelas, syarat sah nikah dalam Islam yang pertama adalah ada calon mempelai laki-
laki dan perempuan. Proses akad tidak bisa diwakilkan.
Perlu diperhatikan juga bahwa para mempelai tidak boleh menikahi orang yang haram
untuk dinikahi seperti memiliki pertalian darah, memiliki hubungan persusuan, dan
memiliki hubungan kemertuaan.
- Ada Wali untuk Mempelai Perempuan
Wali nikah pihak perempuan antara lain ayah, kakek, dan saudara dari garis keturunan
ayah. Orang-orang yang berhak jadi wali di antaranya ayah, kakek dari pihak ayah,
saudara laki-laki kandung, saudara laki-laki seayah, saudara kandung ayah, dan anak laki-
laki dari saudara kandung ayah
- Ada Saksi dari Kedua Belah Pihak
Pernikahan yang sah diperlukan saksi dari kedua belah pihak. Persyaratan saksi antara
lain orang tersebut beragama Islam, baligh, berakal, merdeka, lelaki, dan adil. Saksi bisa
berasal dari pihak keluarga, tetangga, dan orang yang dipercaya seperti sahabat sebagai
saksi..
- Ada Mahar
Mahar atau maskawin sangat penting keberadaannya di altar pernikahan dan menjadi
syarat nikah dalam Islam. Mahar adalah sejumlah harta yang diberikan oleh pihak laki-
laki kepada pihak perempuan.

Mahar dalam agama Islam menggunakan nilai uang sebagai acuan. Mempelai perempuan bisa
meminta harta seperti uang tunai, emas, tanah, rumah, kendaraan, dan benda berharga lainnya.

- Ijab dan qabul


Ijab dan qabul dimaknai sebagai janji suci kepada Allah SWT di hadapan penghulu, wali
dan saksi. Pelaksanaan Ijab dan qabul merupakan syarat sah agar pasangan menikah sah
sebagai sepasang suami istri.

Di samping itu, sebelum memenuhi syarat menikah yang sah, perlu diketahui juga rukun sah
nikah dalam agama islam.

5. Yang Menyebabkan rusaknya suatu ikatan perkawinan

Perbedaan prinsip

Alasan perbedaan prinsip sering digunakan oleh para pasangan ketika bercerai. Masalah prinsip
ini biasanya berkaitan dengan agama, karir, anak, dan perbedaan lainnya.

Kekerasan

Masalah kekerasan dalam rumah tangga juga menjadi salah satu penyebab pasangan bercerai.
Kekerasan fisik merupakan faktor utama kenapa istri atau suami menggugat cerai pasangannya.

Perselingkuhan

Siapa yang tahan hidup dimadu? Apalagi kalau perselingkuhan itu sudah menyangkut aktivitas
seksual. Alasan ini pun sering dipakai untuk menceraikan pasangan.

Kecanduan

Banyak orang yang kerap merokok, mabuk, sampai minum obat-obatan terlarang. Kalau sudah
kecanduan, tidak jarang mereka akan diceraikan oleh pasangannya.

Keuangan

Uang memang tidak bisa membeli kebahagiaan. Tetapi kalau tak ada uang, seseorang bisa lari
dari pasangannya. Masalah finansial ini tak jarang ditemukan sebagai pemicu perceraian.
Komunikasi

Apa artinya hidup bersama jika tak pernah berkomunikasi? Terutama jika salah satu pasangan
tinggal jauh dari rumah karena alasan pekerjaan. Buruknya komunikasi pun bisa membuat
sebuah rumah tangga jadi hancur.

Anda mungkin juga menyukai