Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakangang
Meningeocephalitis berarti peradangan pada otak (encephalon) dan selaput
pembungkusnya (meningen). Dengan demikian meningeocephalitis merupakan suatu kondisi
peradangan pada dua bagian otak sekaligus yaitu pada otak itu sendiri(encephalon) yang
disebut dengan encephalitis, dan pada bagian selaput otak (meningen)yang disebut dengan
meningitis, berikut mengenai gambaran konsep dasar kedua peradangan tersebut.
Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang utama. Pada dasarnya
epilepsi merupakan suatu penyakit Susunan Saraf Pusat (SSP) yang timbul akibat adanya
ketidak seimbangan polarisasi listrik di otak. Ketidak seimbangan polarisasi listrik tersebut
terjadi akibat adanya fokus-fokus iritatif pada neuron sehingga menimbulkan letupan muatan
listrik spontan yang berlebihan dari sebagian atau seluruh daerah yang ada di dalam otak.
Epilepsi sering dihubungkan dengan disabilitas fisik, disabilitas mental, dan konsekuensi
psikososial yang berat bagi penyandangnya (pendidikan yang rendah, pengangguran yang
tinggi, stigma sosial, rasa rendah diri, kecenderungan tidak menikah bagi penyandangnya).
Penyandang epilepsi pada masa anak dan remaja dihadapkan pada masalah
keterbatasan interaksi sosial dan kesulitan dalam mengikuti pendidikan formal. Mereka
memiliki risiko lebih besar terhadap terjadinya kecelakaan dan kematian yang berhubungan
dengan epilepsi.
Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja menyangkut penanganan
medikamentosa dan perawatan belaka, namun yang lebih penting adalah bagaimana
meminimalisasikan dampak yang muncul akibat penyakit ini bagi penderita dan keluarga
maupun merubah stigma masyarakat tentang penderita epilepsi.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN MENINGITIS
Meningitis adalah radang pada meningen (membrane yang mengelilingi otak dan
medulla spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur. Meningitis
selanjutnya diklasifikasikan sebagai asepsis, sepsis, dan tuberculosa. Meningitis aseptic
mengacu pada salah satu meningitis virus atau menyebabkan iritasi meningen yang
disebabkan oleh abses otak, ensefalitis, limfoma, leukemia, atau darah diruang subarachnoid.
Meningitis sepsis menunjukkan meningitis yang disebabkan oleh organisme bakteri seperti
meningokokus, stafilokoku atau basilus influenza. Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh
basilus tuberkel.
Infeksi meningeal umumnya dihubungkan dengan satu atau dua jalan, melalui salah
satu aliran darah sebagai konsekuensi dari infeksi-infeksi bagian lain, seperti selulitis, atau
penekanan langsung seperti didapat setelah cedera traumatic tulang wajah. Dalam jumlah
kecil pada beberapa kasus merupakan iatrogenic atau hasil sekunder prosedur invasive
(seperti pungsi lumbal) atau alat-alat infasit (seperti alat pemantau TIK).

B. KLASIFIKASI
1. Meningitis Bakterial (Meningitis sepsis)
Sering terjadi pada musim dingin, saat terjadi infeksi saluran pernapasan. Jenis
organisme yang sering menyebabkan meningitis bakterial adalah streptokokus pneumonia
dan neisseria meningitis. Meningococal meningitis adalah tipe dari meningitis bakterial
yang sering terjadi pada daerah penduduk yang padat, sepert : asrama dan penjara.
Klien yang mempunyai kondisi sepert : otitis media, pneumonia, sinusitis akut
atau sickle sell anemia yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadi meningitis. Fraktur
tulang tengkorak atau pembedahan spinal dapat juga menyebabkan meningitis . Selain itu
juga dapat terjadi pada orang dengan gangguan sistem imun, sepert : AIDS dan defisiensi
imunologi baik yang congenital ataupun yang didapat.
Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan
terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat
yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan
terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis

2
menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial.
Hal ini akan menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.
2. Meningitis Virus (Meningitis aseptic)
Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa sembuh
sendiri. Virus biasanya bereplikasi sendiri ditempat terjadinya infeksi awal (misalnya
sistem nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian menyebar kesistem saraf pusat
melalui sistem vaskuler. Ini terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh virus sepert :
campak, herpes simplek dan herpes zoster. Virus herpes simplek mengganggu
metabolisme sel sehingga sell cepat mengalami nekrosis. Jenis lainnya juga mengganggu
produksi enzim atau neurotransmitter yang dapat menyebabkan disfungsi sel dan
gangguan neurologic.

3. Meningitis Jamur
Meningitis Cryptococcal adalah infeksi jamur yang mempengaruhi sistem saraf
pusat pada klien dengan AIDS. Gejala klinisnya bervariasi tergantung dari system
kekebalan tubuh yang akan berefek pada respon inflamasi Respon inflamasi yang
ditimbulkan pada klien dengan menurunnya sistem imun antara lain: bisa demam/tidak,
sakit kepala, mual, muntah dan menurunnya status mental.

C. ETIOLOGI
1. Bakteri
Merupakan penyebab tersering dari meningitis, adapun beberapa bakteri yang
secara umum diketahui dapat menyebabkan meningitis adalah :
- Haemophillus influenza
- Nesseria meningitides (meningococcal)
- Diplococcus pneumoniae (pneumococcal)
- Streptococcus, grup A
- Staphylococcus aureus
- Escherichia coli
- Klebsiella
- Proteus
- Pseudomonas

3
2. Virus
Merupakan penyebab sering lainnya selain bakteri. Infeksi karena virus ini
biasanya bersifat “self-limitting”, dimana akan mengalami penyembuhan sendiri dan
penyembuhan bersifat sempurna. Beberapa virus secara umum yang menyebabkan
meningitis adalah:
- Coxsacqy
- Virus herpes
- Arbo virus
- Campak dan varicela
3. Jamur
Kriptokokal meningitis adalah serius dan fatal. Bentuk penyakit pada pasien
HIV/AIDS dan hitungan CD< 200.Candida dan aspergilus adalah contoh lain jamur
meningitis
4. Protozoa
Menurut  Donna D (1999) faktor resiko terjadinya meningitis :
a. Infeksi sistemik
Didapat dari infeksi di organ tubuh lain yang akhirnya menyebar secara
hematogen sampai ke selaput otak, misalnya otitis media kronis, mastoiditis,
pneumonia, TBC, perikarditis, dll.
b. Trauma kepala
Bisanya terjadi pada trauma kepala terbuka atau pada fraktur basis cranii yang
memungkinkan terpaparnya CSF dengan lingkungan luar melalui othorrhea dan
rhinorhea
c. Kelainan anatomis
Terjadi pada pasien seperti post operasi di daerah mastoid, saluran telinga
tengah, operasi cranium
d. Terjadinya peningkatan TIK, pada meningitis, mekanismenya adalah sebagai
berikut :
1) Agen penyebab → reaksi local pada meninges → inflamasi meninges →
pe ↑ permiabilitas kapiler → kebocoran cairan dari intravaskuler ke
interstisial → pe ↑ volume cairan interstisial → edema → Postulat Kellie
Monroe, kompensasi tidak adekuat → pe ↑ TIK

4
2) Pada meningitis jarang ditemukan kejang, kecuali jika infeksi sudah
menyebar ke jaringan otak, dimana kejang ini terjadi bila ada kerusakan
pada korteks serebri pada bagian premotor.
e. Hidrosefalus pada meningitis terjadi karena mekanisme sebagai berikut
:Inflamasi local → scar tissue di daerah arahnoid ( vili ) → gangguan absorbsi
CSF → akumulasi CSF di dalam otak → hodosefalus
f. Perbedaan Ensefalitis dengan meningitis :
Encephalitis               Meningitis
Kejang                     Kaku kuduk
Kesadaran ↓            Kesadaran relatif masih baik
Demam ↓                 Demam ↑
Bila gejala yang muncul campuran kemungkinan mengalamiMeningo-
ensefalitis.

Faktor pencetus terjadinya meningitis bacterial diantaranya adalah :


- Otitis media
- Pneumonia
- Sinusitis
- Sickle cell anemia
- Fraktur cranial, trauma otak
- Operasi spinal

Meningitis bakteri juga bisa disebabkan oleh adanya penurunan system kekebalan
tubuh seperti AIDS.

D. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala meningitis secara umum:
1. Aktivitas / istirahat ;Malaise, aktivitas terbatas, ataksia, kelumpuhan, gerakan
involunter, kelemahan, hipotonia
2. Sirkulasi ;Riwayat endokarditis, abses otak, TD ↑, nadi ↓, tekanan nadi berat,
takikardi dan disritmia pada fase akut
3. Eliminasi ; Adanya inkontinensia atau retensi urin
4. Makanan / cairan ; Anorexia, kesulitan menelan, muntah, turgor kulit jelek, mukosa
kering

5
5. Higiene ; Tidak mampu merawat diri
6. Neurosensori ; Sakit kepala, parsetesia, kehilangan sensasi,
“Hiperalgesia”meningkatnya rasa nyeri, kejang, gangguan oenglihatan, diplopia,
fotofobia, ketulian, halusinasi penciuman, kehilangan memori, sulit mengambil
keputusan, afasia, pupil anisokor, , hemiparese, hemiplegia, tanda”Brudzinski”positif,
rigiditas nukal, refleks babinski posistif, refkleks abdominal menurun, refleks
kremasterik hilang pada laki-laki
7. Nyeri / kenyamanan ; Sakit kepala hebat, kaku kuduk, nyeri gerakan okuler,
fotosensitivitas, nyeri tenggorokan, gelisah, mengaduh/mengeluh
8. Pernafasan ; Riwayat infeksi sinus atau paru, nafas ↑, letargi dan gelisah
9. Keamanan ; Riwayat mastoiditis, otitis media, sinusitis, infeksi pelvis, abdomen atau
kulit, pungsi lumbal, pembedahan, fraktur cranial, anemia sel sabit, imunisasi yang
baru berlangsung, campak, chiken pox, herpes simpleks. Demam, diaforesios,
menggigil, rash, gangguan sensasi.
10. Penyuluhan / pembelajaran ; Riwayat hipersensitif terhadap obat, penyakit kronis,
diabetes mellitus

Tanda dan gejala meningitis secara khusus:


1. Anak dan Remaja
- Demam
- Mengigil
- Sakit kepala
- Muntah
- Perubahan pada sensorium
- Kejang (seringkali merupakan tanda-tanda awal)
- Peka rangsang
- Agitasi
- Dapat terjadi: Fotophobia (apabila cahaya diarahkan pada mata pasien (adanya
disfungsi pada saraf III, IV, dan VI)) ,Delirium, Halusinasi, perilaku agresi,
mengantuk, stupor, koma.
2. Bayi dan Anak Kecil
Gambaran klasik jarang terlihat pada anak-anak usia 3 bulan dan 2 tahun.
- Demam
- Munta
6
- Peka rangsang yang nyata
- Sering kejang (sering kali disertai denagan menangis nada tinggi)
- Fontanel menonjol.

3. Neonatus:
- Tanda-tanda spesifik: Secara khusus sulit untuk didiagnosa serta manifestasi tidak
jelas dan spesifik tetapi mulai terlihat menyedihkan dan berperilaku buruk dalam
beberapa hari, seperti
- Menolak untuk makan.
- Kemampuan menghisap menurun.
- Muntah atau diare.
- Tonus buruk.
- Kurang gerakan.
- Menangis buruk.
- Leher biasanya lemas.
- Tanda-tanda non-spesifik:
- Hipothermia atau demam.
- Peka rangsang.
- Mengantuk.
- Kejang.
- Ketidakteraturan pernafasan atau apnea.
- Sianosis.
- Penurunan berat badan.

E. PATOFISIOLOGI
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikuti dengan
septikemia, yang menyebar keningen otak dan daerah medulla spinalis bagian atas.
Factor-faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru,
trauma kepala, dan pengaruh immonologis. Saluran vena yang melalui nasofaring
posterior, telinga bagian tengah, dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-
vena meningen, semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Organisme masuk dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang didalam meningen
dan dibawah daerah korteks, yang dapat menyebabkan thrombus dan penurunan aliran
7
darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolism akibat eksudat
meningen, vaskulitis, dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak
dan medulla spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral.
Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intracranial, yang terdiri dari
peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier otak), edema
serebral dan peningkatan TIK.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjaadi
meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi
dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindrom Waterhouse-Friderichsen)
sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang
disebabkan oleh meningokokus.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan otak.
Analisa cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa Lumbal
Pungsi Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa hitung jenis sel dan
protein.cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan TIK.
Lumbal punksi tidak bisa dikerjakan pada pasien dengan peningkatan tekanan tintra
kranial..
a. Meningitis bacterial :
Tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, leukosit dan protein meningkat,
glukosa menurun, kultur posistif terhadap beberapa jenis bakteri.
b. Meningitis Virus :
Tekanan bervariasi, CSF jernih, leukositosis, glukosa dan protein normal, kultur
biasanya negative.Kaku kuduk pada meningitis bisa ditemukan dengan melakukan
pemeriksaan fleksi pada kepala klien yang akan menimbulkan nyeri, disebabkan oleh
adanya iritasi meningeal khususnya pada nervus cranial ke XI, yaitu Asesoris yang
mempersarafi otot bagian belakang leher, sehingga akan menjadi hipersensitif dan terjadi
rigiditas.Sedangan pada pemeriksaan Kernigs sign (+) dan Brudzinsky sign (+)
menandakan bahwa infeksi atau iritasi sudah mencapai ke medulla spinalis bagian bawah.
Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang biasanya meningkat
diatas nilai normal.Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi
adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi.

8
Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya
kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis
kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.
- Glukosa serum : meningkat ( meningitis )
- LDH serum : meningkat ( meningitis bakteri )
- Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil ( infeksi bakteri)
- Elektrolit darah : Abnormal .
- ESR/LED : meningkat pada meningitis
- Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah pusat
infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi
- MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak
ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor
- Ronsen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra cranial
- Arteriografi karotis : Letak abses

G. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologis Obat anti inflamasi
1) Meningitis tuberkulosa
- Isoniazid 10 – 20 mg/kg/24 jam oral, 2 kali sehari maksimal 500 gr selama 1
½ tahun
- Rifamfisin 10 – 15 mg/kg/ 24 jam oral, 1 kali sehari selama 1 tahun
- Streptomisin sulfat 20 – 40 mg/kg/24 jam sampai 1 minggu, 1 – 2 kali sehari,
selama 3 bulan
2) Meningitis bacterial, umur < 2 bulan
- Sefalosporin generasi ke 3
- ampisilina 150 – 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4 – 6 kali sehari
- Koloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari
3) Meningitis bacterial, umur > 2 bulan
- Ampisilina 150-200 mg (400 mg)/kg/24 jam IV 4-6 kali sehari
- Sefalosforin generasi ke 3.

2. Pengobatan simtomatis
1) Diazepam IV : 0.2 – 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 – 0.6/mg/kg/dosis kemudian
klien dilanjutkan dengan.
9
2) Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.
3) Turunkan panas :
- Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis.
- Kompres air PAM atau es

3. Pengobatan suportif
1) Cairan intravena
2) Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara 30 – 50 %

4. Perawatan
a. Pada waktu kejang
1) Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka.
2) Hisap lender
3) Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi
4) Hindarkan penderita dari rodapaksa (misalnya jatuh)
b. Bila penderita tidak sadar lama
1) Beri makanan melalui sonda
2) Cegah dekubitus dan pnemunia ortostatik dengan merubah posisi penderita
sesering mungkin
3) Cegah kekeringan kornea dengan boor water atau saleb antibiotika
c. Pada inkontinensia urine lakukan katerisasi.
Pada inkontinensia  lakukan lavement.
d. Pemantauan ketat.
1) Tekanan darah
2) Respirasi
3) Nadi
4) Produksi air kemih
5) Faal hemostasis untuk mengetahui secara dini adanya DC.

H. KOMPLIKASI
1. Hidrosefalus obstruktif
2. MeningococcL Septicemia ( mengingocemia )
3. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral)
4. SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )
10
5. Efusi subdural
6. Kejang
7. Edema dan herniasi serebral
8. Cerebral palsy
9. Gangguan mental
10. Gangguan belajar
11. Attention deficit disorder

I. PENCEGAHAN
Meningitis dapat dicegah dengan cara mengenali dan mengerti dengan baik faktor
presdis posisi seperti otitis media atau infeksi saluran napas (seperti TBC) dimana dapat
menyebabkan meningitis serosa. Dalam hal ini yang paling penting adalah pengobatan
tuntas (antibiotik) walaupun gejala-gejala infeksi tersebut telah hilang.
Setelah terjadinya meningitis penanganan yang sesuai harus cepat diatasi. Untuk
mengidentifikasi faktor atau janis organisme penyebab dan dengan cepat memberikan
terapi sesuai dengan organisme penyebab untuk melindungi komplikasi yang serius

J. PROGNOSIS
Penderita meningitis dapat sembuh, baik sembuh dengan cacat motorik atau
mental atau meninggal tergantung :
a. umur penderita.
b. Jenis kuman penyebab
c. Berat ringan infeksi
d. Lama sakit sebelum mendapat pengobatan
e. Kepekaan kuman terhadap antibiotic yang diberikan
f. Adanya dan penanganan penyakit.
Meskipun telah diberikan pengobatan, sebanyak 30% bayi meninggal. Jika terjadi
abses, angka kematian mendekati 75%. 20-50% bayi yang bertahan hidup, mengalami
kerusakan otak dan saraf (misalnya hidrosefalus, tuli dan keterbelakangan mental)

11
K. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas pasien.
b. Keluhan utama: sakit kepala dan demam
c. Riwayat penyakit sekarang
Harus ditanya dengan jelas tetang gejala yang timbul seperti sakit kepala,
demam, dan keluhan kejang. Kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah
buruk, bagaimana sifat timbulnya, dan stimulus apa yang sering menimbulkan
kejang
d. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat sakit TB paru, infeksi jalan napas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh
immunologis pada masa sebelumnya perlu ditanyakan pada pasien. Pengkajian
pemakaian obat obat yang sering digunakan pasien, seperti pemakaian obat
kortikostiroid, pemakaian jenis jenis antibiotic dan reaksinya (untuk menilai
resistensi pemakaian antibiotic).
e. Riwayat psikososial
Respon emosi pengkajian mekanisme koping yang digunakan pasien juga
penting untuk menilai pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan
peran pasien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.

2. Pemeriksaan fisik
- Peningkatan kerja pernapasan pada fase awal
- TD meningkat, nadi menurun, tekanan nadi berat (berhubungan dengan
peningkatan TIK dan pengaruh pada pusat vasomotor), takikardia, disritmia
(pada fase akut) seperti disritmia sinus
- Afasia/ kesulitan dalam berbicara, mata (ukuran/ reaksi pupil), unisokor atau
tidak berespon terhadap cahaya (peningkatan TIK) nistagmus (bola mata
bergerak-gerak terus menerus), kejang lobus temporal, otot mengalami
hipotonia/ flaksid paralysis (pada fase akut meningitis), hemiparese/
hemiplegi, tanda Brudzinski (+) dan atau tanda kernig (+) merupakan indikasi
adanya iritasi meningeal (fase akut), refleks tendon dalam terganggu, babinski

12
(+), refleks abdominal menurun/ tidakl ada, refleks kremastetik hilang pada
laki-laki
- Adanya inkontinensia dan/atau retensi
- Muntah, anoreksia, kesulitan menelan
- Turgor kulit jelek
B. Diagnosa
Diagnosa yang mungkin muncul yaitu
1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan peningkatan tekanan intracranial
2. Resiko terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi.
3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi.
4. Resiko terjadinya injuri sehubungan dengan adanya kejang, perubahan status
mental dan penurunan tingkat kesadaran
5. Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan keterbataaan informasi.

C. Perencanaan
1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan peningkatan tekanan
intracranial
Tujuan
- Pasien kembali pada,keadaan status neurologis sebelum sakit
- Meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris

Kriteria hasil
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
- Rasa sakit kepala berkurang
- Kesadaran meningkat
- Adanya peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnya tanda-tanda tekanan
intrakranial yang meningkat

Rencamna Tindakan
INTERVENSI RASIONAL
Pasien bed rest total dengan posisi Perubahan pada tekanan intakranial akan
tidur terlentang tanpa bantal dapat meyebabkan resiko untuk terjadinya
herniasi otak
Monitor tanda-tanda status neurologis Dapat mengurangi kerusakan otak lebih
dengan GCS. lanjt

13
Monitor tanda-tanda vital seperti TD, Pada keadaan normal autoregulasi
Nadi, Suhu, Resoirasi dan hati-hati mempertahankan keadaan tekanan darah
pada hipertensi sistolik sistemik berubah secara fluktuasi.
Kegagalan autoreguler akan menyebabkan
kerusakan vaskuler cerebral yang dapat
dimanifestasikan dengan peningkatan
sistolik dan diiukuti oleh penurunan
tekanan diastolik. Sedangkan peningkatan
suhu dapat menggambarkan perjalanan
infeksi.
Monitor intake dan output hipertermi dapat menyebabkan
peningkatan IWL dan meningkatkan
resiko dehidrasi terutama pada pasien
yang tidak sadra, nausea yang menurunkan
intake per oral
Bantu pasien untuk membatasi Aktifitas ini dapat meningkatkan tekanan
muntah, batuk. Anjurkan pasien untuk intrakranial dan intraabdomen.
mengeluarkan napas apabila bergerak Mengeluarkan napas sewaktu bergerak
atau berbalik di tempat tidur. atau merubah posisi dapat melindungi diri
dari efek valsava

Kolaborasi Meminimalkan fluktuasi pada beban


Berikan cairan perinfus dengan vaskuler dan tekanan intrakranial, vetriksi
perhatian ketat. cairan dan cairan dapat menurunkan
edema cerebral
Monitor AGD bila diperlukan Adanya kemungkinan asidosis disertai
pemberian oksigen dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel
dapat menyebabkan terjadinya iskhemik
serebral
Berikan terapi sesuai advis dokter Terapi yang diberikan dapat menurunkan
seperti: Steroid, Aminofel, permeabilitas kapiler.
Antibiotika. Menurunkan edema serebri
Menurunka metabolik sel / konsumsi dan
kejang.

2. Resiko terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi.


Tujuan : Klien tidak mengalami kejang selama berhubungan dengan hiperthermi

Kriteria hasil :
- Tidak terjadi serangan kejang ulang.
- Suhu 36,5 – 37,5 º C (bayi), 36 – 37,5 º C (anak)
- Nadi :    110 – 120 x/menit (bayi)

14
- 100-110 x/menit (anak)
- Respirasi :30 – 40 x/menit (bayi)
- 24 – 28 x/menit (anak)
- Kesadaran composmentis

Rencana Tindakan :
INTERVENSI RASIONAL
Longgarkan pakaian, berikan proses konveksi akan terhalang oleh
pakaian tipis yang mudah pakaian yang ketat dan tidak
menyerap keringat menyerap keringat.
Berikan kompres dingin perpindahan panas secara konduksi
Berikan ekstra cairan (susu, sari saat demam kebutuhan akan cairan
buah, dll) tubuh meningkat
Observasi kejang dan tanda vital Pemantauan yang teratur
tiap 4 jam menentukan tindakan yang akan
dilakukan
Batasi aktivitas selama anak aktivitas dapat meningkatkan
panas metabolisme dan meningkatkan
panas
Berikan anti piretika dan Menurunkan panas pada pusat
pengobatan sesuai advis hipotalamus dan sebagai propilaksis

3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi.


Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi

Kriteria hasil :
- Suhu tubuh 36 – 37,5º C, N ; 100 – 110 x/menit,
- RR : 24 – 28 x/menit, Kesadaran composmentis, anak tidak rewel.

Rencana Tindakan :
INTERVENSI RASIONALISASI
Kaji faktor – faktor terjadinya mengetahui penyebab terjadinya
hiperthermi hiperthermi karena penambahan
pakaian/selimut dapat
menghambat penurunan suhu
tubuh
Observasi tanda – tanda vital tiap 4 Pemantauan tanda vital yang
jam sekali teratur dapat menentukan
perkembangan keperawatan yang
selanjutnya.
Pertahankan suhu tubuh normal suhu tubuh dapat dipengaruhi

15
oleh tingkat aktivitas, suhu
lingkungan, kelembaban
tinggiakan mempengaruhi panas
atau dinginnya tubuh
Ajarkan pada keluarga memberikan proses konduksi/perpindahan
kompres dingin pada kepala / ketiak panas dengan suatu bahan
perantara
Anjurkan untuk menggunakan baju proses hilangnya panas akan
tipis dan terbuat dari kain katun terhalangi oleh pakaian tebal dan
tidak dapat menyerap keringat
Atur sirkulasi udara ruangan Penyediaan udara bersih
Beri ekstra cairan dengan Kebutuhan cairan meningkat
menganjurkan pasien banyak minum karena penguapan tubuh
meningkat
Batasi aktivitas fisik aktivitas meningkatkan
metabolismedan meningkatkan
panas

4. Resiko terjadinya injuri sehubungan dengan adanya kejang, perubahan


status mental dan penurunan tingkat kesadaran
Tujuan:
Pasien bebas dari injuri yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran

Rencana Tindakan
INTERVENSI RASIONALISASI
Independent Gambaran tribalitas sistem saraf pusat
monitor kejang pada tangan, kaki, mulut memerlukan evaluasi yang sesuai
dan otot-otot muka lainnya dengan intervensi yang tepat untuk
mencegah terjadinya komplikasi.
Persiapkan lingkungan yang aman seperti Melindungi pasien bila kejang terjadi
batasan ranjang, papan pengaman, dan
alat suction selalu berada dekat pasien.
Pertahankan bedrest total selama fae akut Mengurangi resiko jatuh / terluka jika
vertigo, sincope, dan ataksia terjadi
Kolaborasi Untuk mencegah atau mengurangi
Berikan terapi sesuai advis dokter seperti; kejang.
diazepam, phenobarbital, dll. Catatan : Phenobarbital dapat
menyebabkan respiratorius depresi dan
sedasi.

5. Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan keterbataaan informasi.


Tujuan : Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya.

16
Kriteria hasil:
- Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya.
- Keluarga mampu diikutsertakan dalam proses keperawatan.
- keluarga mentaati setiap proses keperawatan.

Rencana Tindakan :
INTERVENSI RASIONALISASI
Kaji tingkat pengetahuan keluarga Mengetahui sejauh mana pengetahuan
yang dimiliki keluarga dan kebenaran
informasi yang didapat
Beri penjelasan kepada keluarga sebab penjelasan tentang kondisi yang dialami
dan akibat kejang dapat membantu menambah wawasan
keluarga
Jelaskan setiap tindakan perawatan agar keluarga mengetahui tujuan setiap
yang akan dilakukan tindakan perawatan
Berikan Health Education tentang cara sebagai upaya alih informasi dan
menolong anak kejang dan mencegah mendidik keluarga agar mandiri dalam
kejang, antara lain : mengatasi masalah kesehatan
1. Jangan panik saat kejang
2. Baringkan anak ditempat rata dan
lembut.
3. Kepala dimiringkan.
4. Pasang gagang sendok yang telah
dibungkus kain yang basah, lalu
dimasukkan ke mulut.
5. Setelah kejang berhenti dan pasien
sadar segera minumkan obat tunggu
sampai keadaan tenang.
6. Jika suhu tinggi saat kejang lakukan
kompres dingin dan beri banyak minum
Berikan Health Education agar selalu mencegah peningkatan suhu lebih
sedia obat penurun panas, bila anak tinggi dan serangan kejang ulang
panas
Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak sebagai upaya preventif serangan ulang
terkena penyakit infeksi dengan
menghindari orang atau teman yang
menderita penyakit menular sehingga
tidak mencetuskan kenaikan suhu
Beritahukan keluarga jika anak akan imunisasi pertusis memberikan reaksi
mendapatkan imunisasi agar panas yang dapat menyebabkan kejang

17
memberitahukan kepada petugas demam
imunisasi bahwa anaknya pernah
menderita kejang demam

D. Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan keperwatan adalah inisiatif dari rencana tindakan yang
spesifik. Pelaksanaan merupakan aplikasi dari perencanan keperawatan oleh perawat
bersama klien. Hal-hal yang harus kita perhatikan dalam melakukan implementasi adalah
intervensi yang dilakukan sesuai dengan rencana. Setelah dilakukan validasi, penguasaan
keterampilan interpersonal, intelektual dan tekhnik intervensi harus dilakukan denga
cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis dilindungi dan
dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan (Nursalam, 2001)

E. Evaluasi
1. Mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa bukti penyebaran infeksi endogen
atau keterlibatan orang lain.
2. Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi motorik/sensorik,
mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil.
3. Tidak mengalami kejang/penyerta atau cedera lain
4. Melaporkan nyeri hilang/terkontrol dan menunjukkan postur rileks dan mampu
tidur/istirahat dengan tepat.
5. Mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal dan kekuatan.
6. Meningkatkan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi.
7. Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang dan mengungkapkan keakuratan
pengetahuan tentang situasi.

EPILEPSI

A. PENGERTIAN EPILEPSI

18
Epilepsy adalah kompleks gejala dari beberapa kelainan fungsi otak yang
ditandai dengan terjadinya kejang secara berulang. Dapat berkaitan dengan
kehilangan kesadaran, gerakan yang berlebihan, atau kehilangan tonus atau gerakan
otot, dan gangguan prilaku suasana hati, sensasi dan persepsi (Brunner dan suddarth,
2000).
Kejang adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang
mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang besifat
sementara. Istilah epilepsy biasanya merupakan suatu kelaianan yang bersifat kronik
yang timbul sebagai suatu bentuk kejang berulang (Hudak dan Gallo, 1996).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala
yang datang dalam serangan – serangan,berulang-ulang yang disebabkan lepas
muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak yang bersifat reversible dengan berbagai
etiologi.Serangan adalah suatau gejala yang timbulnya tiba-tiba dan menghilang
secara tiba-tiba pula.

B. KLASIFIKASI.
1. Epilepsi Umum.
a) Grand mal.
Epilepsi grand mal ditandai dengan timbulnya lepas muatan listrik yang
berlebihan dari neuron diseluruh area otak-di korteks, di bagian dalam serebrum,
dan bahkan di batang otak dan talamus. Kejang grand mal berlangsung selama 3
atau 4 menit.
b) Petit mal.
Epilepsi ini biasanya ditandai dengan timbulnya keadaan tidak sadar atau
penurunan kesadaran selama 3 sampai 30 detik, di mana selama waktu serangan
ini penderita merasakan beberapa kontraksi otot seperti sentakan (twitch-
like),biasanya di daerah kepala, terutama pengedipan mata.
c) Epilepsi Jenis Focal / Parsial.
Epilepsi fokal dapat melibatkan hampir setiap bagian otak, baik regio setempat
pada korteks serebri atau struktur-struktur yang lebih dalam pada serebrum dan
batang otak. Epilepsi fokal disebabkan oleh resi organik setempat atau adanya
kelainan fungsional.
2. Epilepsi Primer (Idiopatik)

19
Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan penyebabnya, tidak ditemukan
kelainan pada jaringan otak diduga bahwa terdapat kelainan atau gangguan
keseimbangan zat kimiawi dan sel-sel saraf pada area jaringan otak yang abnormal.
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (Idiopatik). Sering
terjadi pada:
- Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
- Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
- Keracunan CO, intoksikasi obat/alcohol
- Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
- Tumor Otak
- Kelainan pembuluh darah
(Tarwoto, 2007)
3. Epilepsi Sekunder (Simtomatik)
Epilepsi yang diketahui penyebabnya atau akibat adanya kelainan pada
jaringan otak. Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawa sejak lahir atau adanya
jaringan parut sebagai akibat kerusakan otak pada waktu lahir atau pada masa
perkembangan anak, cedera kepala (termasuk cedera selama atau sebelum kelahiran),
gangguan metabolisme dan nutrisi (misalnya hipoglikemi, fenilketonuria (PKU),
defisiensi vitamin B6), faktor-faktor toksik (putus alkohol, uremia), ensefalitis,
anoksia, gangguan sirkulasi, dan neoplasma.
Penyebab step / childhood epilepsi / epilepsi anak-anak:
- panas
- genetic causes / faktor genetik
- head injury / luka di kepala.
- infections of the brain and its coverings / Radang atau infeksi pada otak dan
selaput otak
- lack of oxygen to the brain/ kekurangan oksigen, terutama saat proses kelahiran.
- hydrocephalus/pembesaran ukuran kepala (excess water in the brain cavities)
- disorders of brain development / gangguan perkembangan otak.

C. KLASIFIKASI KEJANG
a. Kejang Mioklonik

20
Pada kejang mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat atau
lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali atau berulang-ulang. Bangkitan ini
dapat dijumpai pada semua umur.
b. Kejang Klonik
Pada kejang ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan
tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama sekali pada anak.
c. Kejang Tonik
Pada kejang ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku pada wajah
dan bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan dan ekstensi tungkai. kejang ini juga terjadi
pada anak.
d. Kejang Tonik-Klonik
kejang ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal dengan nama grand
mal. Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-tanda yang mendahului suatu
kejang. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku
berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit diikutti kejang kejang kelojot seluruh tubuh.
Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat
lamanya. Bila pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi berbusa
karena hembusan napas. Mungkin pula pasien kencing ketika mendapat serangan.
Setelah kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan
kesadaran yang masih rendah, atau langsung menjadi sadar dengan keluhan badan
pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.
e. Kejang atonik.
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga pasien
terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Sawan ini terutama sekali
dijumpai pada anak.

D. ETIOLOGI.
a. Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu menelan
obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, mengalami infeksi, minum alcohol,
atau mengalami cidera.
b. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang mengalir ke
otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan.
c. Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak
d. Tumor otak merupakan penyebab epilepsi yang tidak umum terutama pada anak-anak.
21
e. Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak
f. Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak
g. Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (fku), sclerosis tuberose dan
neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.
h. Kecendrungan timbulnya epilepsi yang diturunkan. Hal ini disebabkan karena ambang
rangsang serangan yang lebih rendah dari normal diturunkan pada anak

E. PATOFISIOLOGI
Secara umum, epilepsi terjadi karena menurunnya potensial membran sel saraf
akibat proses patologik dalam otak, gaya mekanik atau tosik, yang selanjutnya
menyebabkan terlepasnya muatan listrik dari sel saraf tersebut. Penimbunan acetilkolin
setempat harus mencapai konsentrasi tertentu untuk dapat merendahkan potensial
membran sehingga lepas muatan listrik dapat terjadi.
Pada epilepsi (diopatik, tipe grand mal, secara primer muatan listrik dilepaskan
oleh nuklea intralaminares talami. Input dari vortex selebri melalui lintasan aferen
aspesifik itu menentukan dengan kesadaran bila mana sama sekali tidak ada input maka
timbulah koma.
Pada grand mal, oleh karena sebab yang belum dapat dipastikan, terjadilah lepas
muatan listrik dari inti-inti intralaminan talamik secara berlebihan. Perangsanagn
talamortikalyang berlebihan ini menghasilkan kejang seluruh tubuh dan sekaligus
menghalangi sel-sel saraf yang memelihara kesadaran menerima imfulse aferen dari dunia
luar sehingga kesadaran hilang

F. GEJALA EPILEPSI
1) Gejala kejang berdasarkan sisi otak yang terkena

Sisi otak yg terkena Gejala


Lobus frontalis Kedutan pada otot tertentu
Lobus oksipitalis Halusinasi kilauan cahaya
Lobus parietalis Mati rasa atau kesemutan di bagian tubuh tertentu
Halusinasi gambaran dan perilaku repetitif yang
Lobus temporalis kompleks
misalnya berjalan berputar-putar
Lobus temporalis anterior Gerakan mengunyah, gerakan bibir mencium

22
Lobus temporalis anterior Halusinasi bau, baik yg menyenangkan maupun yg
sebelah dalam tidak menyenangkan

2) Gejala umum :
- Tonik : kontraksi otot, tungkai dan siku fleksi, leher dan punggung
melengkung, jeritan epilepsi (aura).20 – 60 detik.
- Klonik : spasmus flexi berseling relaksasi, hypertensi, midriasis, takikardi,
hyperhidrosis, hypersalivasi.40 detik.
- Pasca Serangan : aktivitas otot terhenti, klien sadar kembali, lesu, nyeri otot
dan sakit kepala, klien tertidur 1-2 jam.
- Sederhana : tidak terdapat gangguan kesadaran.
- Komplex : gangguan kesadaran.

G. MANIFESTASI KLINIS
Epilepsy (ILAE) tahun 1981, klasifikasi epilepsi sebagai bnerikut :
- Sawan Parsial (Fokal, lokal)
 Sawan Parsial Sederhana, sawan parsial dengan kesadaran tetap normal
 Dengan gejala motorik
 Fokal motorik tidak menjalar ; sawan terbatas pada satu bagian tubuh.
 Fokal motorik menjalar : sawan dimulai dari bagian tubuh dan menjalar
meluas kedaerah lain.
 Dengan gejala somatosensoris : sawan disertai halusinasi sederhana yang
mengenai kelima panca indera dan bangkitan yang disertai vertigi.
 Somatosensoris : timbul rasa kesemutan atau seperti ditusuk-tusuk jarum.
 Visual : terlihat cahaya
 Diserti Vertigo
 Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (Sensasi efigastrium, pucat,
berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil)
 Dengan gejala psikis
 Disfasia    : gangguan bicara misalnya mengulang suku      kata, kata atau
bagian klimat.
 Disemnesia ; gangguan proses ingatan misalnya seperti sudah
mengalkami, mendengar, melihat atau sebaliknya tidak pernah mengalami

23
 Kognitif : gangguan orientasi waktu, meras diri berubnah
 Apektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut
 Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau lebih
besar
 Halusinasi : mendengar ada yang bicara, musik, melihat suatu penomena
tertentu dan lain-lain
- Sawan Parsial Kompleks (disertai gangguan kesadaran)
 Serangan Parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran : keasadaran mula-mula
baik kemudian menurun
 Dengan gejala parsial sederhana
 Dengan automatisme, yaitu gerakan-gerakan, prilaku yang timbul dengan
sendirinya
 Dengan penurunan kesadaran sejak serangan, kesadaran menurun sejak
permulaan serangan.
 Hanya dengan penurunan kesadaran
 Dengan automatisme
- Sawan Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (Tonik klonik, tonik,
klonik)
1. Sawan parsial sederhana yang berkembang menjasdi bangkitan umum
2. Sawan parsial kompleks yang berkembang menjadi nbangkitan umum
3. Sawan parsial sedrhan yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu
berkembang menjadi bangkitan umum.
4. Sawan Umum (Konvulsif atau nonkonvulsif)
II. Sawan Umum
A. Sawan Lena (Absance)
    Pada sawan ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak
membengong, bola mata dapat memutar keatas, tidak ada reaksi bila diajak
bicara.

1. Lena Tak Khas


    Dapat disertai,
a. Gangguan tonus yang lebih jelas
b. Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak

24
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pungsi Lumbar
Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di
otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan
ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi.
Pada anak dengan usia > 18 bulan, pungsi lumbar dilakukan jika tampak tanda
peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi
sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah menerima terapi
antibiotik sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti
itu pungsi lumbar sangat dianjurkan untuk dilakukan.
b. EEG (elektroensefalogram)
merupakan pemeriksaan yang mengukur aktivitas listrik di dalam
otak.Pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa sakit dan tidak memiliki resiko.
Elektroda ditempelkan pada kulit kepala untuk mengukur impuls listrik di dalam otak.
c. EKG (elektrokardiogram)
dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan irama jantung sebagai akibat
dari tidak adekuatnya aliran darah ke otak, yang bisa menyebabkan seseorang
mengalami pingsan.
d. Pemeriksaan CT scan dan MRI
dilakukan untuk menilai adanya tumor atau kanker otak, stroke, jaringan parut
dan kerusakan karena cedera kepala.
e. Pemeriksaan laboratorium :
Pemeriksaan darah rutin, darah tepi dan lainnya sesuai indikasi misalnya kadar
gula darah, elektrolit. Pemeriksaan cairan serebrospinalis (bila perlu) untuk
mengetahui tekanan, warna, kejernihan, perdarahan, jumlah sel, hitung jenis sel, kadar
protein, gula NaCl dan pemeriksaan lain atas indikasi.
f. Pemeriksaan radiologis :
Foto tengkorak untuk mengetahui kelainan tulang tengkorak, destruksi tulang,
kalsifikasi intrakranium yang abnormal, tanda peninggian TIK seperti pelebaran
sutura, erosi sela tursika dan sebagainya.
g. Arteriografi
untuk mengetahui pembuluh darah di otak : anomali pembuluh darah otak,
penyumbatan, neoplasma / hematome/ abses.

25
I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksaan epilepsy direncanakan sesuai dengan program jangka panjang dan dibuat
untuk memenuhi kebutuhan khusus masing-masing klien.Tujuan dari pengobatan adalah
untuk menghentikan kejang sesegera mungkin, untuk menjamin oksigenasi serebral yang
adekuat, dan untuk mempertahankan klien dalam status bebas kejang.

J. PENCEGAHAN PADA EPILEPSI


Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus ditingkatkan untuk
pencegahan epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang menggunakan obat
antikonvulsi yang digunakan sepanjang kehamilan. Cedera kepala merupakan salah satu
penyebab utama yang dapat dicegah. Melalui program yang memberi keamanan yang
tinggi dan tindakan pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi
juga mengembangkan pencegahan epilepsi akibat cedera kepala. Ibu-ibu yang
mempunyai resiko tinggi (tenaga kerja, wanita dengan latar belakang sukar melahirkan,
pengguna obat-obatan, diabetes, atau hipertensi) harus di identifikasi dan dipantau ketat
selama hamil karena lesi pada otak atau cedera akhirnya menyebabkan kejang yang sering
terjadi pada janin selama kehamilan dan persalinan.
Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia dini, dan
program pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat anti konvulsan
secara bijaksana dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian dari rencana
pencegahan ini.

K. PENGOBATAN
Pengobatan epilepsi adalah pengobatan jangka panjang. Penderita akan diberikan obat
antikonvulsan untuk mengatasi kejang sesuai dengan jenis serangan. Penggunaan obat
dalam waktu yang lama biasanya akan menyebabkan masalah dalam kepatuhan minum
obat (compliance) seta beberapa efek samping yang mungkin timbul seperti pertumbuhan
gusi, mengantuk, hiperaktif, sakit kepala, dll.
Penyembuhan akan terjadi pada 30-40% anak dengan epilepsi. Lama pengobatan
tergantung jenis epilepsi dan etiologinya. Pada serangan ringan selama 2-3th sudah
cukup, sedang yang berat pengobatan bisa lebih dari 5th. Penghentian pengobatan selalu
harus dilakukan secara bertahap. Tindakan pembedahan sering dipertimbangkan bila
pengobatan tidak memberikan efek sama sekali.

26
Penanganan terhadap anak kejang akan berpengaruh terhadap kecerdasannya. Jika
terlambat mengatasi kejang pada anak, ada kemungkinan penyakit epilepsi, atau bahkan
keterbalakangan mental. Keterbelakangan mental di kemudian hari. Kondisi yang
menyedihkan ini bisa berlangsung seumur hidupnya.

L. KOMPLIKASI
 Kerusakan otak akibat hipeksia dan retardasi mental dapat timbul akibat kejang yang
berulang.
 Dapat timbul depresi dan keadaan cemas
( Elizabeth, 2001 : 174 ) 

1. DATA DASAR PENGKAJIAN PASIEN.


a. ISTIRAHAT & AKTIVITAS
Gejala : Keletihan, kelemahan umum.
Keterbatasan dalam aktivitas / bekerja yang ditimbulkan oleh diri sendiri /
orang terdekat
Tanda : Perubahan tonus / kekuatan otot.
Gerakan involunter / kontraksi otot ataupun sekelompok otot.
b. SIRKULASI
Gejala : Iktal : Hypertensi, peningkatan nadi, sianosis.
Postiktal : Tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan
pernafasan.
c. INTEGRITAS EGO
Gejala : Stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan keadaan dan /
atau penanganan.
Peka rangsang; perasaan tidak ada harapan / tidak berdaya. Perubahan dalam
berhubungan.
Tanda : Pelebaran rentang respons emosional.

d. ELIMINASI
Gejala : Inkontinensia episodik.
Tanda : Iktal : peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter.
Postiktal : otot relaksasi yang mengakibatkan inkontinensia (baik urine /

27
fekal).

e. CAIRAN MAKANAN
Gejala : Sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang berhubungan
dengan aktivitas kejang.
Tanda : Kerusakan jaringan lunak / gigi (cedera selama kejang).
Hyperplasia gingival (efek samping pemakaian Dilantin jangka panjang).

f. NEUROSENSORI
Gejala : Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pingsan, pusing.
Riwayat trauma kepala, anoksia dan infeksi serebral.
Adanya aura (rangsangan visual, auditorius, area halusinogenik).
Postiktal : kelemahan, nyeri otot, area parestese / paralisis.
Tanda : Karakteristik kejang :
Kejang umum.
Kejang parsial (kompleks).
Kejang parsial (sederhana).

g. NYERI / KENYAMANAN
Gejala : Sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode postiktal.
Nyeri abnormal paroksismal selama fase iktal.
Tanda : Sikap / tingkah laku yang berhati-hati.
Perubahan tonus otot.
Tingkah laku gelisah / distraksi.
h. PERNAFASAN
Gejala : Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun / cepat;
peningkatan sekresi mukus.
Fase postiktal : apnea.

i. KEAMANAN
Gejala : Riwayat terjatuh / trauma, fraktur.
Adanya alergi.
Tanda : Trauma pada jaringan lunak / ekimosis.
Penurunan kekuatan / tonus otot secara menyeluruh.

28
j. INTERAKSI SOSIAL
Gejala : Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga atau
lingkungan sosialnya.
Pembatasan / penghindaran terhadap kontak sosial.

k. PEMBELAJARAN & PENYULUHAN


Gejala : Adanya riwayat epilepsi pada keluarga. Penggunaan / ketergantungan
obat (termasuk alkohol).
2. PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Mencegah / mengendalikan aktivitas kejang.
2. Melindungi pasien dari cedera.
3. Mempertahankan jalan nafas.
4. Meningkatkan harga diri yang positif.
5. Memberikan informasi tentang proses penyakit, prognosis, dan kebutuhan
penanganannya.

3. TUJUAN PEMULANGAN
1. Serangan kejang terkontrol.
2. Komplikasi / cedera dapat dicegah.
3. Mampu menunjukkan citra tubuh.
4. Pemahaman terhadap proses penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan.

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian

29
1) Identitas
Nama : An. F.S
Umur : 3 tahun 9 bulan
Jenis Kelamin : laki-laki
Tanggal masuk : 8 Desember 2011
Alamat : Jl. Kemerdekaan Surabaya
2) Riwayat penyakit
a) Keluhan utama
Demam dan kejang
b) Riwayat penyakit sekarang
pasien demam sejak 1 hari yang lalu, kejang 3 kali dengan lama kejang ± 2
menit.badannya demam tinggi.
c) Riwayat penyakit dahulu
pasien memiliki riwayat epilepsy, pernah dirawat ketika umur 20 bulan
(8/12/09 sampai 11/12/09), umur 23 bulan (2/02/10 sampai 5/02/10) ,
umur 32 bulan (8/11/10) dengan riwayat penyakit yang sama.
d) Riwayat penyakit keluarga
Menurut keluarga pasien, hanya An F.S yang menderita penyakit epilepsi
dari keluarganya.
3) pengkajian selama dan setelah kejang
1. Selama serangan :
- Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan.
- Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
- Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
- Apakah disertai komponen motorik seperti kejang tonik, kejang klonik,
kejang tonik-klonik, kejang mioklonik, kejang atonik.
- Apakah pasien menggigit lidah.
- Apakah mulut berbuih.
- Apakah ada inkontinen urin.
- Apakah bibir atau muka berubah warna.
- Apakah mata atau kepala menyimpang pada satu posisi.
-
- Berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya berubah
pada satu sisi atau keduanya.
30
2. Sesudah serangan
- Apakah pasien : letargi , bingung, sakit kepala, otot-otot sakit,
gangguan bicara
- Apakah ada perubahan dalam gerakan.
- Sesudah serangan apakah pasien masih ingat apa yang terjadi sebelum,
selama dan sesudah serangan.
- Apakah terjadi perubahan tingkat kesadaran, pernapasan atau frekuensi
denyut jantung.
- Evaluasi kemungkinan terjadi cedera selama kejang.
3. Riwayat sebelum serangan
- Apakah ada gangguan tingkah laku, emosi.
- Apakah disertai aktivitas otonomik yaitu berkeringat, jantung berdebar.
- Apakah ada aura yang mendahului serangan, baik sensori, auditorik,
olfaktorik maupun visual.
4. Riwayat Penyakit
- Sejak kapan serangan terjadi.
- Pada usia berapa serangan pertama.
- Frekuensi serangan.
- Apakah ada keadaan yang mempresipitasi serangan, seperti demam,
kurang tidur, keadaan emosional.
- Apakah penderita pernah menderita sakit berat, khususnya yang
disertai dengan gangguan kesadaran, kejang-kejang.
- Apakah pernah menderita cedera otak, operasi otak
- Apakah makan obat-obat tertentu
- Apakah ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga
5. Pemeriksaan fisik
 Amati penampilan umum klien ; yang meliputi keadaan umum dan
kesadaran.
 Pasien terlihat pucat,demam, kesadaran samnolen.
 Kaji TTV klien
 berat badan pasien 19 kg, suhu tubuh 40.2°C
 Kaji sistem integumen klien yang meliputi kuku, kulit, rambut, dan wajah
 Kuku : panjang , agak kotor

31
 Kulit : sawo matang
 Rambut : pendek, tebal, agak ikal
 Wajah : pucat, oval
 Kaji sitem pulmonary
 Gejala : palpitasi.
 Tanda : Takikardi, membrane mukosa pucat
 Aktivitas
 Gejala : kelelahan, malaise, kelemahan.
 Tanda : kelemahan otot, somnolen.
 Eliminasi
 Gejala : diare, nyeri, feses hitam, darah pada urin, penurunan
haluaran urine.
 Makanan / cairan
 Gejala : anoreksia, muntah, penurunan BB, disfagia.
 Tanda : distensi abdomen, penurunan bunyi usus, hipertropi gusi
(infiltrasi gusi mengindikasikan leukemia monositik akut).
 Integritas ego
 Gejala : perasaan tidak berdaya / tidak ada harapan.
 Tanda : depresi, ansietas, marah.
 Neurosensori
 Gejala : penurunan koordinasi, kacau, disorientasi, kurang
konsentrasi, pusing, kesemutan.
 Tanda : aktivitas kejang, otot mudah terangsang.
 Nyeri / kenyamanan
 Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang / sendi, kram
otot.
 Tanda : gelisah, distraksi.
 Pernafasan
 Gejala : nafas pendek dengan kerja atau gerak minimal.
 Tanda : dispnea, takipnea, batuk.
 Keamanan

32
 Gejala : riwayat infeksi saat ini / dahulu, jatuh, gangguan
penglihatan, perdarahan spontan, tak terkontrol dengan trauma
minimal.
 Tanda : demam, infeksi, purpura, pembesaran nodus limfe, limpa
atau hati.

 Data penunjang :  Pemeriksaan hematologi dan serologi


 Pencitraan CFT : Type kejangEEG
2. Analisa data
No Data Masalah Penyebab
1. DS: ibu klien mengatakan anaknya Pola napas tidak efektif Proses terjadinya epilepsi
batuk,dan nafasnya terlihat sesak.
DO:nafas pendek dengan kerja atau gerak
minimal,dispnea, takipnea, batuk.

2. DS: ibu klien mengatakan anaknya demam Resiko terhadap cedera perubahan kesadaran,
sudah 3 hari yang lalu,kejang terus kerusakan kognitif
menerus. selama kejang, atau
DO: klien demam, penurunan koordinasi, kerusakan mekanisme
kacau, disorientasi, , pusing, kesemutan. perlindungan diri.
aktivitas kejang, otot mudah terangsang.

3. DS: ibu klien mengatakan anaknya slalu Nyeri perubahan metabolisme


menangis dan wajahnya seperti orang yang
sedang kesakitan.
DO:
 secara non verbal menunjukkan
gambar yang mewakili rasa sakit
yang dialami,menangis wajah
meringis.
 Dari penilaian PQRST dengan
gambar di temukan hasil:
P: perubahan metabolisme tubuh
Q: - ( klien menangis)
R:klien menunjuk abdomen dan
kepala.

S: - ( hanya menangis)
4. DS: keluarga klen mengatakan bahwa Kurang pengetahuan keterbatasan kognitif
mereka tidak mengetahui tentang penyakit mengenai kondisi dan
epilepsy dan penanganannya. aturan pengobatan epilepsy

33
DO: * keluarga klien tidak mampu
menjawab pertanyaan yang diberikan oleh
perawat
*keluarga klien tidak mengetahui cara
penanganan epilepsi pada anaknya.

3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai pada klien dengan epilepsi, yaitu :
I. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernapasan
II. Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan perubahan kesadaran,
kerusakan kognitif selama kejang, atau kerusakan mekanisme perlindungan diri.
III. Nyeri berhubungan dengan perubahan metabolisme, ditandai dengan : klien secara
non verbal menunjukkan gambar yang mewakili rasa sakit yang dialami,menangis
wajah meringis.
IV. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan
dengan keterbatasan kognitif, kurang pemajanan, atau kesalahan interpretasi
informasi

4. Perencanaan Keperawatan
N Dx kep Tujuan/kriteria hasil Intervensi Rasional
o
1 Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau Ku dan 1. Mengetahui
efektif keperawatan selama 3X24 ttv klien keadaan klien
berhubungan jam, diharapkan klien tidak 2. Tinggalkan 2. Memfasilitasi
dengan lagi mengalami gangguan pola pakaian pada usaha
kelelahan otot napas dengan kriteria hasil : daerah bernapas/ekspan
pernapas -         RR dalam batas normal leher/dada, si dada
sesuai umur abdomen 3. Dapat mencegah
-         Nadi dalam batas 3. Masukkan tergigitnya lidah,
normal sesuai umur spatel dan
lidah/jalan memfasilitasi
napas buatan. saat melakukan
penghisapan
lendir, atau
memberi
4. berikan sokongan
kolaborasi O2 pernapasan jika
sesuai diperlukan
kebutuhan. 4. Dapat

34
menurunkan
hipoksia serebral
2 Nyeri Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji PQRST 1. Mengetahui
berhubungan keperawatan selama 3X24 dengan kerkteristik
dengan jam, diharapkan nyeri klien menggunakan nyeri pasien.
perubahan berkurang dengan  kriteria media gambar 2. Posisi yang
metabolisme, hasil: 2. Berikan posisi nyaman dapat
ditandai dengan : 1. Klien secara non yang nyaman memberikan
klien secara non verbal menunjukkan sesuai efek malsimal
verbal gambar yang mewakili kebutuhan untuk relaksasi
menunjukkan penurunan rasa nyeri  3. Berikan otot
gambar yang yang dialami lingkungan 3. Rangsang yang
mewakili rasa 2. Klien tidak menangis yang nyaman berlebihan dari
sakit yang lagi bagi  klien lingkungan
dialami,menangi 3. Wajah klien tampak 4. Kolaborasi dapat
s wajah ceria untuk memperberat
meringis. pemberian rasa nyeri
obat analgesic 4. Obat analgesic
dapat
meminimalkan
rasa nyeri
3 Resiko terhadap Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji 1. mngetahui
cedera yang keperawatan selama 3X24 karakteristik seberapa besar
berhubungan jam, diharapkan klien dapat kejang tingkatan kejang
dengan mengurangi risiko cidera pada 2. Jauhkan yang dialami
perubahan pasien pasien dari pasien.
kesadaran, benda benda 2. Benda tajam
kerusakan tajam / dapat melukai
kognitif selama membahayaka dan mencederai
kejang, atau n bagi pasien fisik pasien
kerusakan 3. Segera 3. Dengan
mekanisme letakkan meletakkan
perlindungan sendok di sendok diantara
diri. mulut pasien rahang atas dan
yaitu diantara rahang bawah,
rahang pasien maka resiko
4. Kolaborasi pasien
dalam menggigit
pemberian lidahnya tidak
obat anti terjadi dan jalan
kejang nafas pasien
menjadi lebih
lancar.
4. Obat anti kejang

35
dapat
mengurangi
derajat kejang
yang dialami
pasien, sehingga
resiko untuk
cidera pun
berkurang
4 Kurang Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat 1. untuk
pengetahuan keperawatan selama 1X3 jam, pendidikan mengetahui
keluarga diharapkan: dan seberapa jauh
berhubungan 1) pengetahuan pengetahuan informasi yang
dengan keluarga keluarga telah mereka
kurangnya meningkat klien. ketahui,sehingga
informasi 2) keluarga mengerti pengetahuan
dengan proses yang nantinya
penyakit epilepsy akan diberikan
3) keluarga klien 2. Libatkan dapat sesuai
tidak bertanya lagi keluarga dengan
tentang penyakit, dalam setiap kebutuhan
perawatan dan tindakan pada keluarga
kondisi klien. klien. 2. agar keluarga
dapat
3. Jelaskan pada memberikan
keluarga klien penanngan yang
tentang tepat jika suatu-
penyakit waktu klien
kejang demam mengalami
melalui kejang
penkes. berikutnnya.
4. Beri 3. untuk
kesempatan meningkatkan
pada keluarga pengetahuan
untuk 4. untuk
menanyakan mengetahui
hal yang seberapa jauh
belum informasi yang
dimengerti. sudah dipahami

36
5. Implementasi
No Hari/Tgl dx.kep Implementasi paraf
1 Kamis/8 sep 1 dan 3 1. Pantau Ku dan ttv klien
2011, jam... 2. Tinggalkan pakaian pada daerah
leher/dada, abdomen
3. Masukkan spatel lidah/jalan napas
buatan.
4. berikan kolaborasi O2 sesuai
dan
5. Kaji karakteristik kejang
6. Jauhkan pasien dari benda benda
tajam / membahayakan bagi pasien
7. Segera letakkan sendok di mulut
pasien yaitu diantara rahang pasien
Kolaborasi dalam pemberian obat
anti kejang
2 Jumat/9 sep 2 dan 3 1. Kaji PQRST dengan menggunakan
2011 media gambar
2. Berikan posisi yang nyaman sesuai
kebutuhan
3. Berikan lingkungan yang nyaman
bagi  klien
4. Kolaborasi untuk pemberian obat
analgesic
dan
1. Kaji karakteristik kejang
2. Jauhkan pasien dari benda benda
tajam / membahayakan bagi pasien
3. Segera letakkan sendok di mulut
pasien yaitu diantara rahang pasien
Kolaborasi dalam pemberian obat anti
kejang
3 Sabtu/10 sep 4 1. Kaji tingkat pendidikan dan
2011 pengetahuan keluarga klien.

2. Libatkan keluarga dalam setiap


tindakan pada klien.

3. Jelaskan pada keluarga klien


tentang penyakit kejang demam
melalui penkes.
4. Beri kesempatan pada keluarga

37
untuk menanyakan hal yang belum
dimengerti

6. Evaluasi
no Dx. Kep Evaluasi Paraf
1 Pola napas tidak efektif  RR dalam batas normal sesuai umur
berhubungan dengan kelelahan  Nadi dalam batas normal sesuai umur
otot pernapasan

2 Nyeri berhubungan dengan Klien secara non verbal menunjukkan gambar yang
perubahan metabolisme, ditandai mewakili penurunan rasa nyeri  yang dialami,
dengan : klien secara non verbal  Klien tidak menangis lagi
menunjukkan gambar yang  Wajah klien tampak ceria
mewakili rasa sakit yang
dialami,menangis wajah meringis

3 Resiko terhadap cedera yang Dapat mengurangi risiko cidera pada pasien
berhubungan dengan perubahan Kriteria pengkajian fokus makna klinis
kesadaran, kerusakan kognitif 1. Riwayat kejang
selama kejang, atau kerusakan 2. Tingkatan kejangnya
mekanisme perlindungan diri.

4 Kurang pengetahuan keluarga  Pengetahuan keluarga meningkat


berhubungan dengan kurangnya  Keluarga mengerti dengan proses penyakit
informasi epilepsy
 Keluarga klien tidak bertanya lagi tentang
penyakit, perawatan dan kondisi klien.

BAB III

38
PENUTUP

A. KSEIMPULAN
Meningitis adalah radang pada meningen (membrane yang mengelilingi otak dan
medulla spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur. Meningitis
selanjutnya diklasifikasikan sebagai asepsis, sepsis, dan tuberculosa. Meningitis aseptic
mengacu pada salah satu meningitis virus atau menyebabkan iritasi meningen yang
disebabkan oleh abses otak, ensefalitis, limfoma, leukemia, atau darah diruang subarachnoid.
Meningitis sepsis menunjukkan meningitis yang disebabkan oleh organisme bakteri seperti
meningokokus, stafilokoku atau basilus influenza. Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh
basilus tuberkel.
Factor-faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma
kepala, dan pengaruh immonologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga
bagian tengah, dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen,
semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Meningitis dapat dicegah dengan cara mengenali dan mengerti dengan baik faktor
presdis posisi seperti otitis media atau infeksi saluran napas (seperti TBC) dimana dapat
menyebabkan meningitis serosa. Dalam hal ini yang paling penting adalah pengobatan tuntas
(antibiotik) walaupun gejala-gejala infeksi tersebut telah hilang. Setelah terjadinya meningitis
penanganan yang sesuai harus cepat diatasi. Untuk mengidentifikasi faktor atau janis
organisme penyebab dan dengan cepat memberikan terapi sesuai dengan organisme penyebab
untuk melindungi komplikasi yang serius
Epilepsy adalah kompleks gejala dari beberapa kelainan fungsi otak yang ditandai
dengan terjadinya kejang secara berulang. Dapat berkaitan dengan kehilangan kesadaran,
gerakan yang berlebihan, atau kehilangan tonus atau gerakan otot,
 Epilepsi disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :
a. Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu menelan
obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, mengalami infeksi, minum alcohol,
atau mengalami cidera.
b. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang mengalir ke
otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan.
c. Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak

39
d. Tumor otak merupakan penyebab epilepsi yang tidak umum terutama pada anak-anak.
e. Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak
f. Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak
g. Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (fku), sclerosis tuberose dan
neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.
h. Kecendrungan timbulnya epilepsi yang diturunkan. Hal ini disebabkan karena ambang
rangsang serangan yang lebih rendah dari normal diturunkan pada anak
 Dapat menyebabkan komplikasi antara lain :
 Kerusakan otak akibat hipeksia dan retardasi mental dapat timbul akibat
kejang yang berulang.
 Dapat timbul depresi dan keadaan cemas
 Cara penanganan epilepsi atau kejang yaitu
- lepas semua baju pasien, ganti dengan yang arang,
- ekstensikan kepala pasien agar aliran O2 dan darah lancar
- usahakan lidah pasien jangan sampai menggulung ke dalam ,
karena akan mengganggu jalan nafas.
- Beri obat anti kejang.
A. SARAN

Setelah penulisan makalah ini, kami mengharapkan masyarakat pada


umumnya dan mahasiswa keperawatan pada khususnya mengetahui pengertian,
tindakan penanganan awal, serta mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan
epilepsi. Oleh karena penyandang epilepsi sering dihadapkan pada berbagai masalah
psikososial yang menghambat kehidupan normal, maka seyogyanya kita memaklumi
pasien dengan gangguan epilepsi dengan cara menghargai dan menjaga privasi klien
tersebut. Hal itu dilaksanakan agar pasien tetap dapat bersosialisasi dengan
masyarakat dan tidak akan menimbulkan masalah pasien yang menarik diri.

40

Anda mungkin juga menyukai